JEO - Insight

Balada
Terusan Suez,
Kanal yang Digagas sejak Mesir Kuno

Senin, 29 Maret 2021 | 09:27 WIB

Punya sejarah sejak era Mesir Kuno, Terusan Suez pegang peran vital transportasi laut global, terutama rute Asia-Eropa. Apa pengaruhnya saat satu kapal tersangkut dan bikin macet kanal?

TERUSAN Suez di Mesir masih macet sampai Senin (29/3/2021) karena satu kapal nyangkut sejak Selasa (23/3/2021). 

Yang jadi masalah, dari bahan baku tisu toilet, kopi, sampai minyak bakal menipis pasokannya di banyak negara gara-gara ini.

Bagaimana bisa? Memangnya tak ada jalur lain yang bisa dipakai? Bukannya Terusan Suez pun kanal buatan dan baru beroperasi perdana di pengujung abad ke-19?

Ini cerita lengkap tapi diringkas, tentang keberadaan Terusan Suez yang idenya sudah digagas sejak era Mesir Kuno.

Apa pula arti Terusan Suez bagi pelayaran dan ekonomi dunia?

BALADA KAPAL NYANGKUT

PADA Selasa (23/3/2021), kapal kargo Ever Green nyangkut di kanal buatan ini, dalam perjalanan dari China ke Belanda.

Video berikut ini memperlihatkan posisi kapal hingga Sabtu (27/3/2021) pukul 17.15 WIB berdasarkan pantauan satelit.

Kapal kargo Ever Given merupakan salah satu kapal kargo terbesar di dunia. Panjangnya 400 meter dan lebar 59 meter, dengan bobot sekitar 200.000 ton. Orang pelayaran menyebutnya megaship.

Pertama kali melaut pada 2018, Ever Given dioperasikan oleh perusaan bermarkas di Taiwan, Evergreen Marine. Saat melintasi Terusan Suez kali ini, kapal ini menggunakan bendera Panama.

Operator menyalahkan cuaca sebagai penyebab kapal ini nyangkut di situ. Badai pasir dibilang sebagai biang. 

Baca juga: Terusan Suez Macet, Kapten Ever Given Salahkan Cuaca yang Buat Kapalnya "Nyangkut"

Namun, Otoritas Terusan Kanal (SCA) pada Sabtu (27/3/2021) menyatakan faktor alam bukan penyebab utama posisi kapal tersebut jadi melintang di kanal.

Baca juga: Fakta Baru Terusan Suez Macet, Kapal Ever Given Bukan Terseret Angin

Dampak dari kapal yang nyangkut di Terusan Suez ini tak sepele. Kanal buatan tersebut merupakan rute pelayaran terpendek yang menghubungkan Eropa dan Asia. 

Rute-rute utama pelayaran Asia-Eropa

Sebelum kanal ini ada, rute pelayaran Eropa-Asia hanya bisa mengitari benua Afrika, dengan persinggahan di Cape Town, Afrika Selatan. Tak ada jalan pintas, tak ada pilihan lain.

Buat lebih gampang membayangkan, Columbus dulu pengin ke India, tapi malah nyasar ke Amerika.

Dari Spanyol, Columbus harusnya "belok" kiri di perairan Atlantik Utara, eh malah lurus saja ketemu Amerika. 

Itu pun, dia tetap kekeuh menyebut penduduk setempat sebagai Indian, karena berkeyakinan ada di India.

Sudah ceritanya soal Columbus. Kembali ke jalur pelayaran Eropa-Asia, belakangan muncul alternatif rute, dikenal sebagai Northern Sea Route (NSR).

Rute NSR ini melewati "bagian atas" bongkahan peta Asia dan Rusia, melalui Laut Arktik (Arctic Ocean) yang membentang di antara Kanada dan Rusia. 

Jalur laut Arktik menggunakan NSR lebih pendek dibanding rute konvensional lewat Terusan Suez. Jalurnya bisa lebih lebar dan dalam pula.

Namun, efisiensi biaya masih jadi tantangan, belum lagi infrastruktur dan situasi perairan yang rentan beku dalam arti harfiah.

Dari banyak kajian tentang NSR, salah satunya bisa dibaca di link ini, yang adalah kajian Pemerintah Inggris dan dilansir pada 2017. 

Kajian lebih baru soal NSR, antara lain tayang di The Asian Journal of Shipping and Logistic, edisi 36 terbitan Desember 2020, yang di antaranya mengupas plus minus rute ini bagi negara-negara di Asia dan Eropa.

Perbandingan Jalur Pelayaran Terusan Suez dan Northern Sea Route - (BEKKERS DKK VIA ASIAN JOURNAL ON SHIPPING AND LOGISTICS)

Sejatinya, ada potensi alternatif jalur lain, yaitu lewat Terusan Panama. Saat ini, jalur tersebut juga sudah dibilang sebagai rute utama pelayaran tetapi belum menandingi posisi strategis Terusan Suez dalam konteks pelayaran Asia-Eropa. 

Jalur Transportasi Laut Dunia - (KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI)

Karena itu, jalur lewat Terusan Suez masih menjadi nadi rute pelayaran antara Eropa dan Asia.  

Masalahnya, upaya mengapungkan kembali kapal Ever Given yang nyangkut di Terusan Suez sejak Selasa (23/3/2021) itu belum dapat dipastikan hasilnya, apalagi waktu tepatnya, setidaknya hingga Senin (29/3/2021) pagi. 

Baca juga: Terusan Suez Macet, Kenapa Evakuasi Kapal Ever Given Sulit Sekali? Ini Sebabnya...

5 FAKTA TERUSAN SUEZ

TERUSAN Suez punya riwayat teramat panjang untuk hitungan sejarah modern dan yang masih terpelihara sampai sekarang.

Setidaknya ada lima fakta yang bisa disarikan dari sejarah Terusan Suez, merujuk pada situs pengelola kanal dan sejumlah referensi lain. Apa saja?

Lokasi, posisi, dimensi

Terusan Suez berlokasi di Mesir. Kanal buatan ini menghubungkan Laut Merah dan Laut Tengah, di sisi barat Semenanjung Sinai. Ini juga berarti menghubungkan Asia dan Eropa.

Jalur dari Laut Merah merupakan penghubung ke Samudera Hindia, jalur pelayaran antar-benua sejak dulu kala, terutama dari dan ke Asia.

Kanal ini sekarang punya panjang 120 mil atau setara sekitar 193 kilometer, membentang dari Port Said di Mesir hingga Kota Suez di tepi Teluk Suez.

Namun, tidak sejak pertama juga dimensi kanal sudah seperti yang tampak sekarang. 

Lebar Terusan Suez pada saat ini di permukaan sekitar 200 meter. Wajar bukan, ketika Ever Given yang punya panjang 400 meter terdorong hingga posisinya melintang maka kapal tersebut nyangkut dan susah juga evakuasinya?

Kapal Ever Given vs Terusan Suez - (KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI)

Terusan Suez bukanlah kanal atau selat alami seperti laiknya Selat Malaka atau Selat Gibraltar.

Jalur ini baru dibangun pada abad ke-19, dan dibuka pertama kali pada 17 November 1869.

Terusan Suez yang saat ini kita lihat merupakan penampakan setelah renovasi besar pada 2015. 

Jejak Mesir Kuno sampai Napoleon Bonaparte

Merujuk laman otoritas pengelola Terusan Suez, jejak awal kehadiran kanal buatan ini bisa ditelusuri hingga ke era Firaun Senausert III.

Dia menggali kanal yang menghubungkan Laut Merah dan Laut Tengah pada 1874 SM, lewat sudetan Sungai Nil.

Upayanya dilanjutkan beberapa kali lagi setidaknya oleh lima penguasa sesudahnya, dalam jeda hitungan abad. Mereka adalah Sity I (membuka lagi jalur ini pada 1310 SM), Necho II (610 SM), Raja Darius dari Persia (522 SM), Polemy II (285 SM), Kaisar Trajan (117), dan Amr ibn al-As as-Sahmi (640).

Di era modern, upaya membangun jalan laut membelah daratan ini ditahbiskan antara lain ke Napoleon Bonaparte.

Dalam ekspedisinya, komandan perang dari Perancis ini mencari segala cara untuk melemahkan Inggris, yang waktu itu masih berseteru dengan negaranya, termasuk lewat perdagangan.

Namun, tukang-nya Napoleon salah ukur soal beda tinggi permukaan air di Laut Merah dan Laut Tengah. Proyek yang dimulai pada 1799 itu pun dibatalkan karena dianggap terlalu berisiko, setelah Napoleon mendapatkan hitungan yang keliru. 

Singkat kata, tibalah era Vicomte Ferdinand Marie de Lesseps yang datang ke Mesirdi era kekuasaan Said Pasha. Insinyur dari Perancis ini bisa membuat perhitungan teknis yang masuk akal dan mulai menggarap pembangunan kanal pada 25 April 1859.

Pembangunan berdarah-darah hingga saksi Perang Dingin

Tanpa campur tangan Napoleon III, pembangunan Terusan Suez era modern untuk pertama kali tidak akan terjadi juga. Salah satunya karena ada keberatan dari Inggris. Salah duanya, penerus Said Pasha tak seantusias sang pendahulu sehingga menghentikan proses pembangunan.

Proses pembangunan Terusan Suez di era modern itu menggunakan taksiran proyek harus menggali dan memindahkan 2.613 juta feet kubik tanah, sekitar 73,99 juta meter kubik tanah. 

Butuh waktu lebih dari 10 tahun untuk mewujudkan kanal ini. Yang jadi soal juga kemudian adalah praktik kerja rodi dengan upah teramat rendah kalaupun ada.

Baca juga: Sejarah Terusan Suez, Menghubungkan antara Laut Tengah dan Laut Merah

Terusan Suez modern versi perdana ini punya panjang 160 kilometer dengan lebar maksimal tak sampai 22 meter. Pelayaran perdana sekaligus pembukaan kanal ini terjadi pada 17 November 1869.

Syukuran Pembukaan Terusan Suez pada 1869 di Port Said, Mesir - (DOK SUEZ CANAL AUTHORITY)

Meski berlokasi di Mesir, kanal ini sempat bukan milik negeri piramida. Saham kepemilikan penguasa Mesir pernah dilego ke Inggris, tetapi Perancis selalu menjadi pemilik saham mayoritas. 

Penguasaan Inggris dan Perancis atas kanal ini baru usai pada 1956 ketika Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan Suez pada  Juli 1956.

Namun, nasionalisasi ini lalu memicu skandal internasional yang kemudian dikenal sebagai Krisis Suez. Aliansi Inggris, Perancis, dan Israel, berusaha menguasai lagi kanal ini pada Oktober 1956. 

Krisis Suez menyebabkan penutupan kanal selama satu tahun. Aksi aliansi ini mendapat kecaman dari Amerika Serikat dan ancaman nuklir dari Uni Soviet.

Terusan Suez tutup lagi pada Juni 1967 ketika meletus perang Arab-Israel, dimulai dari Perang Enam Hari. Penutupan kali ini berlangsung selama delapan tahun, hingga 1975. 

Dalam babak ini, tercatat ada belasan kapal yang terombang-ambing di laut lepas tanpa bisa melanjutkan pelayaran selama delapan tahun.

Sumber pundi-pundi Mesir, ubah peta dominasi dunia

Bahkan saat dunia berjibaku dengan pandemi global, pendapatan Terusan Suez untuk Mesir pada 2020 tercatat mencapai 5,61 miliar dollar AS.

Menggunakan kurs hari ini, Rp 14.446 per dollar AS, pendapatan tersebut setara sekitar Rp 81 triliun. Merujuk Kepala Otoritas Terusan Suez (SCA) Osama Rabie sebagaimana dikutip Reuters, angka itu sudah turun tiga persen dibanding pendapatan pada 2019. 

Dari waktu ke waktu, pendapatan dari Terusan Suez memang bak pundi-pundi bagi Mesir. Setiap kapal yang melintas dikenai fee "numpang lewat", selain biaya sandar di pelabuhan-pelabuhannya.

Sebagai jalur utama pelayaran rute Asia-Eropa, pada 2019 saja ada total 18.880 kapal aneka ukuran melintas, dengan rata-rata 51,7 kapal menumpang lewat di jalur itu, berdasarkan laporan tahunan SCA.

Jumlah Kapal dan Bobot Muatan yang Melintasi Terusan Suez 1975-2019 - (DOK SUEZ CANAL AUTHORITY)

Kehadiran Terusan Suez dari masa ke masa punya kaitan erat dengan dominasi kekuasaan dunia, baik sebagai akses logistik dan peralatan perang maupun lewat jalan ekonomi.

Terusan Suez era modern, misalnya, telah menurunkan level kedigdayaan Inggris sebagai penguasa dunia lewat jalur perdagangan. Kanal ini pun jadi saksi sekaligus menandai menguatnya dominasi kekuatan Amerika Serikat.

Ringkasan pengaruh kanal ini pada peta dominasi kekuasaan dunia antara lain dapat dibaca di Suez, The Perfect Failure: A Review Essay, tulisan Robert M Hathaway, yang diunggah di JSTOR

Terusan Suez juga jadi saksi berjilid-jilid perang Arab-Israel, terdampak langsung, bahkan menjadi salah satu lokasi penentu dalam banyak momen penting konflik Timur Tengah. 

Terusan Suez, Patung Liberty, dan Terusan Panama

Balada Terusan Suez yang telah melewati zaman selama berabad-abad menyelipkan pula aneka pernak-pernik fakta lain.

Misal, Patung Liberty semula dirancang untuk menempati satu spot di Terusan Suez, bukan seketika untuk berdiri tegak di New York, Amerika Serikat. Model sosok patung ini pun diyakini sebagai perempuan Arab. 

Wajah Patung Liberty menunggu dipasang, dalam proses pembangunan - (DOK NATIONAL PARK SERVICE, STATUE OF LIBERTY NM)

Adalah Frederic-Auguste Bartholdi, perancang Patung Liberty, mendapatkan inspirasi tentang monumen berskala besar ketika melihat patung Sphinx dan Piramida Giza di Mesir. 

Seiring progres pembangunan Terusan Suez pada 1869, penguasa Mesir pada saat itu ingin membuat mercusuar. Bartholdi pun merancang patung kolosal perempuan berjubah yang dia namai Egypt Brings Light to Asia.

Namun, pendanaan yang sudah bikin kas Mesir payah, jadi sebab patung itu tak jadi berdiri di Terusan Suez. 

Pada kurun waktu beririsan, Edouard de Laboulaye mengajukan pula proposal pembuatan monumen simbol kebebasan dan demokrasi di Amerika Serikat.

Proposal diajukan Laboulaye pada 1865. Bartholdi mewudukan imajinasinya yang semula untuk patung di Terusan Suez ke proyek Laboulaye ini pada 1870. Patungnya dia namai Liberty Enlightning the World.

Adapun fakta Terusan Suez dan Terusan Panama terhubung oleh pewujud versi modern kanal ini, Ferdinand de Lesseps.

Menyebut pembangunan Terusan Panama jauh lebih mudah dibuat, diselesaikan, dan lebih mudah dijaga, Lesseps justru gagal total di proyek yang dimulai pada 1881 ini dan terseret perkara fraud.

Tak hanya Lesseps, skandal keuangan itu menyeret pula sejumlah nama termasuk perancang Menara Eiffel, Gustave Eiffel.

Terusan Panama yang sekarang ada baru digarap lagi mulai 1904, kali ini oleh tukang insinyur dari Amerika Serikat, dan dibuka pada 1914. 

DARI TISU TOILET, KOPI, SAMPAI PASOKAN MINYAK MAKIN TIRIS

DOK MARINE TRAFFIC
Posisi kapal Ever Given di Terusan Suez dalam pantauan satelit melalui situs Marine Traffic yang diakses pada Senin (29/3/2021) pukul 05.46 WIB.

MACETNYA Terusan Suez diyakini memicu kerugian tak terhitung, tak hanya bagi industri pelayaran.

Pasokan aneka komoditas yang hanya bisa diangkut menggunakan kapal kargo pun terancam menipis, mulai dari tisu toilet, kopi, hingga minyak mentah.

Nilai kerugiannya ditaksir tak kurang dari 400 juta dollar AS, setara lebih dari Rp 5 triliun, per tiap jam kemacetan di Terusan Suez. 

Baca juga: Terusan Suez Macet, Dunia Rugi Rp 5,6 Triliun per Jam

Buat industri pelayaran yang biasa menggunakan rute Terusan Suez, pilihan yang tersedia adalah putar balik haluan lalu melanjutkan pelayaran pakai jalur Afrika, turun jangkar dan mengambang di perairan internasional, atau sandar di pelabuhan terdekat.

Semuanya bikin sakit kepala dan jebol kalkulator. Entah dari waktu tempuh yang lebih lama, bahan bakar lebih banyak, dan atau entah ongkos sandar yang tak murah kalaupun masih ada dock untuk merapat.

Putar balik pun tak segampang itu dilakukan. Buat kapal-kapal kargo dan atau tanker yang berukuran serba jumbo, maneuver untuk mengubah arah butuh ruang luas. 

Satu lagi, jalur Afrika punya faktor risiko tambahan bernama bajak laut. Pernah dengar kasus-kasus pembajakan di Somalia?

Setidaknya, 12 persen pasokan komoditas dunia mengandalkan jalur pelayaran lewat Terusan Suez ini. Di dalamnya tercakup bahan baku tisu toilet, kopi, furnitur, dan minyak.

Pasokan komoditas sebelumnya sudah terganggu oleh pandemi. Penundaan atau pengurangan pengiriman sudah terjadi selama pandemi.

Namun, kemacetan di Terusan Suez ini dipastikan memperlama keterlambatan kiriman tiba. Rantai logistik pun ditakar bakal saling memperlihatkan taji, menaikkan tarif adalah salah satu yang sangat mungkin terjadi.

Merujuk Wall Street Journal edisi 25 Maret 2021, rata-rata 30 kapal kargo melintasi Terusan Suez setiap pekan, dengan muatan rata-rata 380.000 kargo. 

Balada Terusan Suez....