JEO - Insight

Bantuan Terulur bagi UMKM yang Tersungkur

Rabu, 16 Juni 2021 | 07:51 WIB

Wawancara khusus dengan Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki

 

PANDEMI Covid-19 membuat sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia tersungkur. Bahkan boleh dibilang, babak belur.

Pembatasan aktivitas demi meminimalisasi penularan virus membuat daya beli masyarakat anjlok.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, konsumsi rumah tangga atau daya beli masyarakat pada kuartal I 2021 masih tumbuh negatif 2,23 persen secara tahunan.

Kondisi inilah yang turut memukul sektor UMKM di Tanah Air yang pada 2019 tercatat berjumlah 64,5 juta.

Baca juga: Cerita Pelaku Usaha Mikro yang Berhenti Total Produksi Akibat Pandemi

Penjualan dan produksinya menurun, distribusi terhambat sehingga kerap mengalami kesulitan bahan baku dan akses ke permodalan semakin sulit. Tak heran banyak UMKM yang terpaksa gulung tikar.

Survei yang digelar Bank Indonesia dan dirilis Maret 2021 menyebut, jumlah UMKM di Indonesia yang terdampak pandemi Covid-19 sebanyak 87,5 persen.

Dari jumlah itu, sekitar 93,2 persen di antaranya terdampak negatif pada sisi penjualan.

Tak seperti krisis ekonomi tahun 1997-1998 di mana UMKM menjadi pahlawan kebangkitan perekonomian nasional, kini UMKM justru menjadi salah satu entitas yang patut diulurkan pertolongan.

Tentu, tak ada yang siap menghadapi situasi seperti ini. Kementerian dan lembaga dipaksa merombak struktur anggaran yang telah dirancang dalam waktu singkat.

Penyesuaian berorientasi pada pemulihan kesehatan dan ekonomi, termasuk Kementerian Koperasi dan UMKM yang dipimpin Teten Masduki.

Baca juga: Cerita UMKM di Tengah Covid-19, Usaha Berhenti Total hingga Dapat Keringanan Kredit

Teten diminta untuk merancang program bantuan demi meminimalisasi dampak negatif pandemi Covid-19 terhadap UMKM di Indonesia.

Salah seorang sumber di Istana menyebut, bulan-bulan awal pandemi, Presiden Jokowi "gregetan" karena program bantuan untuk UMKM tidak kunjung berjalan.

“Karena ditunggu enggak jalan jalan, Presiden langsung kumpulin (penerima bantuan) sendiri, lalu bagiin sendiri,” ujar sumber tersebut.

Sentilan Presiden Jokowi itu  akhirnya mendorong Kementerian Koperasi dan UMKM untuk mempercepat pemberian bantuan untuk UMKM.

Lantas, bagaimana cerita Teten Masduki sendiri ketika mengubah haluan fokus kementerian yang dipimpinnya? Apa saja bantuan yang akhirnya disalurkan untuk UMKM? Apa tantangannya? Dan yang paling penting, seperti apa realisasinya?

Awal Juni 2021 lalu, tim JEO Kompas.com berbincang dengan Teten secara virtual. Ia bercerita banyak, sekaligus memberikan data tentang sederet pertanyaan tersebut.

 

Anda dapat memilih sub-topik wawancara khusus dengan meng-klik menu berikut ini:

♦ Video lengkap
♦ Realokasi anggaran
♦ Jenis bantuan untuk UMKM
♦ Kendala data
♦ Potensi korupsi
♦ Evaluasi
♦ Tambah jumlah penerima bantuan

Video wawancara lengkap

Realokasi anggaran

Dalam sebuah rapat kabinet yang membahas prediksi dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia, awal 2021, Teten telah mengutarakan analisisnya bahwa UMKM bakal menjadi salah satu entitas yang bakal terkena dampak negatif.

“Secara umum, saya mengatakan bahwa pasti sebagian UMKM kita akan mengalami kehilangan pendapatan, omzet menurun dan ini perlu program pemulihan ekonomi nasional, khususnya UMKM, untuk menyelamatkan mereka,” ujar Teten.

ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK A
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki saat acara penyaluran dana bergulir untuk koperasi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (23/7/2020). Pemerintah melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) menyiapkan dana bergulir sebesar Rp 1 triliun untuk disalurkan kepada koperasi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional yang terdampak COVID-19.

Meski demikian, Teten mengakui, prediksi-prediksi itu hanyalah gambaran umum. Pihaknya tidak dapat membuat analisis itu secara terperinci.

"Waktu itu (krisis 1997-1998), UMKM adalah pahlawan ekonomi nasional. Saat ini berbeda. Semua terganggu".

~Teten Masduki~

Sebab, Indonesia tidak pernah mengalami krisis ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi virus secara global.

“Pengalaman kita ketika (krisis) 1998, ketika usaha-usaha besar rontok, justru penyelamatnya UMKM. Bahkan waktu itu produk-produk UMKM seperti rempah, hasil alam dan kebun sampai naik 450 persen. Waktu itu, UMKM adalah pahlawan ekonomi nasional. Saat ini berbeda. Semua terganggu,” ujar dia.

Berdasarkan prediksi dan analisis itu, Kementerian Koperasi dan UMKM telah merancang beberapa jenis bantuan untuk UMKM di Indonesia.

Antara lain, bantuan produktif (yang belakangan disebut bantuan produktif usaha mikro), restrukturisasi utang UMKM, subsidi bunga dan penyediaan bunga KUR murah.

“Anggaran Kementerian Koperasi dan UMKM awalnya tidak sampai Rp 1 Triliun. Kurang dari Rp 1 Triliun malah. Kemudian, dipangkas 30 persen, dikembalikan ke Kementerian Keuangan dan diorientasikan untuk pemulihan kesehatan dan ekonomi,” ujar Teten.

“Lalu kami menyusun anggaran baru per kementerian berdasarkan susunan Komite Pemulihan Ekomomi Nasional. Kami mengusulkan (beberapa program) itu,” lanjut dia.

Jenis bantuan untuk UMKM

Bantuan Kementerian Koperasi dan UMKM menyasar dua jenis UMKM, yakni UMKM yang telah memiliki akses ke bank dan yang belum.

Untuk UMKM yang telah menjalin hubungan ke bank atau lembaga pembiayaan lainnya, Teten dan tim merancang program restrukturisasi.

“Karena banyak UMKM yang mengalami kesulitan pembiayaan, mereka tidak sanggup membayar cicilan. Seperti cicilan koperasi, cicilan ke bank, karena omzet mereka turun. Jadi, (program bantuan untuk UMKM) pertama yang disetujui lembaga pembiayaan formal adalah program restrukturisasi, yakni penundaan pembayaran cicilan dan subsisi bunga,” ujar Teten.

Baca juga: Jokowi Beri Bantuan Modal Rp 2,4 Juta untuk 12 Juta Pedagang Kecil

Selain itu, kementeriannya juga mengeluarkan program pembiayaan murah melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR).

UMKM yang mengakses permodalan di bawah Rp 10 juta, bunganya dihilangkan jadi nol persen. Bagi, UMKM dengan permodalan di atas Rp 10 juta diturunkan menjadi 3 persen.

Sementara, untuk UMKM yang tidak bankable dan tidak ter-cover di dalam program restrukturisasi diganjar dengan bantuan produktif usaha mikro (BPUM), yakni berupa hibah modal kerja sebesar Rp 2,4 juta.

“Sasarannya untuk 12 juta pelaku usaha. Inilah yang saya kira di samping bisa mengerakan UMKM agar tetap bisa berusaha, juga memperkuat daya beli masyarakat,” ujar Teten.

Baca juga: Cerita Pelaku UMKM yang Bisa Kembali Buka Usahanya usai Terima BLT UMKM

Penyaluran BPUM

Dari infografik di atas, terlihat bahwa program BPUM telah terealisasi 100 persen dengan jumlah anggaran yang didistribusi sebesar Rp 28,8 triliun. 

Selain BPUM, ada dua program bantuan lagi yang realisasinya pada tahun 2020 mencapai 100 persen, yakni tambahan subsidi bunga KUR dengan total anggaran sebesar Rp 4,96 triliun dan program pembiayaan investasi kepada 100 koperasi melalui LPDB dengan total anggaran sebesar Rp 1,29 triliun.

Sementara, program subsidi bunga KUR super mikro hanya terealisasi 68 persen dengan total serapan anggaran sebanyak Rp 77,75 triliun. 

Adapun, untuk tahun 2021, program BPUM baru menyasar 9,8 juta pelaku UMKM dengan total nilai Rp 11,76 triliun atau 77 persen dari total pagu anggaran. 

Realisasi tahap dua, yakni sebesar 3 juta pelaku UMKM akan disalurkan pada Juni 2021. 

Bagaimana dengan program penyaluran KUR pada tahun 2021 ini? 

Simak tabel berikut ini: 

Realisasi penyaluran KUR per 2 Juni 2021

Kendala data

Mengerjakan sejumlah program bantuan dalam waktu singkat merupakan perkara sulit.

Kementerian Koperasi dan UMKM awalnya mengalami kesulitan dalam menentukan data calon penerima bantuan, khususnya untuk program BPUM. Sebab, distribusi bantuan harus by name by address.

“Yang jadi problem, banyak usaha mikro yang tidak terdaftar di kementerian maupun pemerintah daerah. Yang unbankable tidak bisa disasar lewat perbankan,” ujar Teten.  

“Akhirnya kami coba lewat lima saluran, yakni perbankan, PNM, pemerintah daerah, asosiasi dan koperasi. Maka dapat data 12 juta (penerima). Pokoknya kita jaring semua,” lanjut dia.

Baca juga: Cara Cek Penerima BLT UMKM Rp 1,2 Juta

Validasi data tidak berhenti sampai di situ. Demi mencegah data bodong, Teten dan tim meminta bantuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memeriksanya.

"Dengan waktu yang pendek, penerima harus ditransfer secepat itu dan untuk pengalaman pertama, menurut saya itu luar biasa".

Teten Masduki

Setelah lolos pemeriksaan dan dinyatakan data tervalidasi, calon penerima kemudian harus menandatangani surat pertanggungjawaban bahwa dirinya adalah benar pelaku UMKM dan mencantumkan nomor rekening.

Proses ini lagi-lagi demi menghindari adanya data bodong.

Usai seluruh proses rampung dan data dinyatakan valid, Teten mengeluarkan surat keputusan dalam rangka pencairan bantuan melalui BNI dan BRI.

Program tersebut telah dilaporkan ke BPK. Lembaga audit pemerintah tersebut menyatakan bahwa penyaluran bantuan itu 98 akurat.

“Setelah diperiksa BPK, meskipun ada kesalahan, tapi masih bisa ditolerir. Kalau dari data BPK sudah 98 persen akurat. Kalau BPK kan tidak boleh lebih dari 3 persen kesalahannya,” ujar Teten.  

“Jadi, dengan waktu yang pendek, penerima harus ditransfer secepat itu dan untuk pengalaman pertama, menurut saya itu luar biasa,” lanjut dia.

Baca juga: Link Pendaftaran BPUM 2021 Online di Jakarta dan Berbagai Daerah Lain

Pada 2021 ini, Kementerian Keuangan mempercayakan kembali penyaluran BPUM kepada Kementerian Koperasi dan UMKM.

Bantuan itu dinilai tidak hanya membuat lega ‘napas’ UMKM, melainkan juga sebagai bagian dari stimulus ekonomi pada kuartal I.

“Karena kan daya beli masyarakat turun dan konsumsi turun, sehingga di situ penting perannya,” ujar Teten.

Potensi korupsi?

Teten menyebut, pihaknya sangat berhati-hati dalam menjalankan program bantuan ini.

Demi meminimalisasi potensi penyelewengan anggaran, khususnya bagi calon penerima yang belum terdaftar ke kementerian atau lembaga keuangan, pihaknya fokus kepada proses konfirmasi dan validasi data.

 
Menteri Koperasi dan UKM Teten masduki (dok. Kompas.com/Wahyu Putro A

Oleh sebab itu, pihaknya selalu menggandeng lembaga keuangan dan audit pemerintah dalam mengkroscek data penerima bantuan.

Menurut dia, dengan proses kroscek data yang telah dilakukan, potensi penyelewengan anggaran sangat kecil terjadi.

“Kalau misalnya kami salah, yang penerima juga bisa dipindana karena berbohong.  Karena sebelum pencairan akan dipanggil dulu oleh banknya. Setelah menandatangani (surat pertanggungjawaban), baru ditransfer,” ujar Teten.

“Jadi, tidak mungkin orang mati ditransfer. Walaupun ada juga oleh koordinatornya dipotong dan ini sedang diperiksa Bareskrim. Tapi jumlahnya tidak signifikan,” lanjut dia.

Baca juga: Saksi Sebut Fee Pengadaan Bansos Covid-19 Periode I Sebesar Rp 19,1 Miliar

Teten juga berpendapat, program bantuan berupa uang tunai seperti ini relatif lebih aman dibandingkan bantuan berupa barang.

Sebab, ada potensi penggelembungan harga bila bantuan disalurkan dalam bentuk barang.

“Kalau yang seperti itu bahaya. Saya tidak mau yang seperti itu. Dibelikan dulu barang, baru dikasih ke mereka, beresiko,” ujar Teten.

“Sudahlah, lebih baik ditranfer langsung ke yang bersangkutan, yang bersangkutan beli di warung sekitar tempat tinggalnya. Jadi akan hidup warungnya. Bukan kementerian beli dari grosir besar, kemudian dibagi-bagikan ke orang di kampung, malah warung-warungnya jadi tidak ada yang beli,” lanjut dia.

Evaluasi program

Salah satu tolak ukur keberhasilan sebuah program adalah ketepatan sasaran.

Khusus untuk BPUM, Teten mengklaim, program tersebut tepat sasaran. Klaim itu didasarkan pada survei yang dilaksanakan oleh pihak lain.

Salah satunya adalah survei hasil kerjasama PT Permodalan Nasional Madani (PMN) Persero dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinsn (TNP2K) tentang pemanfaatan bantuan pemerintah bagi UMKM.

Secara umum, survei menunjukkan bahwa 99,4 persen penerima BPUM merupakan usaha mikro dengan omzet tahunan di bawah Rp 300 juta.

Dari seluruh penerima BPUM, 73,5 persen bergerak di sektor perdagangan, 13,5 persen bergerak di sektor pertanian dan 3 persen di industri pengolahan.

“Banpres produktif 88,5 persen digunakan untuk membeli bahan baku dan 23,4 persen digunakan untuk alat produksi, serta 53,50 persen penerima tidak memiliki pekerjaan selain usaha mikro. Jadi, saya kira tepat sasaran,” ujar Teten. 

Berikut ini paparan hasil survei yang dirujuk Teten:

Tambah jumlah penerima bantuan

Kementerian Koperasi dan UMKM saat ini sedang membangun data tunggal UMKM penerima bantuan. Khususnya bagi UMKM yang belum mengakses layanan perbankan.

Bila sebelumnya data didapatkan dari berbagai sumber wadah UMKM, data tunggal ini hanya berasal dari satu sumber, yakni dinas UMKM tingkat kabupaten/kota.

“Supaya terkonsolidasi datanya di daerah. Karena kalau pakai UU Pemda sebenarnya usaha mikro tanggung jawabnya ada di pemerintah kabupaten dan kota. Usaha kecil di provinsi, usaha menengah di nasional,” ujar Teten. 

Baca juga: Ramai soal Pencairan BLT UMKM Rp 1,2 Juta untuk Tahap 3, Apa Kata Kemenkop?

Hingga Juni 2021 ini, jumlah UMKM yang masuk sebanyak 28 juta. Namun, yang sudah terverifikasi berjumlah 12 juta.

“Tapi bukan berarti yang sisanya salah. Tapi NIK-nya masih berbeda dan segala macamnya. Itu masih harus dibersihkan,” lanjut Teten.

Artinya, dapat dipastikan jumlah UMKM yang akan menerima bantuan lebih banyak dibandingkan tahun 2020.

KOMPAS.COM/DANI JULIUS
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, Bupati Kulon Progo, Sutedjo dan Wakil Bupati Fajar Gegana mencicip produk UMKM yang dijual di gerai Tomira, Jumat (28/5/2021).

Kementerian Koperasi dan UMKM bekerjasama dengan KPU dan BPS dalam hal pendataan.

Teten menyebut, data milik KPU sangat detail karena skupnya bisa menjangkau per RT.

Baca juga: Apakah Penerima BPUM 2020 Bisa Dapat Lagi Tahun Ini? Ini Aturannya

Lantas, apakah ini artinya program bantuan untuk UMKM tidak lagi bersifat darurat akibat pandemi? Atau akan dibuat permanen?

“Tergantung, kalau pandeminya terus panjang, ya tentu program ini harus dilanjutkan dan kami jauh lebih siap sekarang karena sudah dua kali pengalaman. Data juga sudah jauh tersedia. Apalagi tahun depan kita sudah punya data tunggal, data UMKM," ujar Teten. 

"Sekarang kita lagi proses dulu bangun infrastrukturnya tahun ini,” lanjut dia.