Ini adalah salah satu upaya menghadirkan sumber pasokan listrik dengan harga terjangkau sekaligus berkelanjutan dan ramah lingkungan.
SAAT ini dan ke depan, bumi dan seisinya berhadapan dengan ancaman besar berupa perubahan iklim yang dapat menyebabkan kepunahan peradaban manusia.
Penyebab utamanya adalah peningkatan emisi karbon.
Sebagai upaya agar semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat, lebih serius menghentikan perubahan iklim, jutaan orang di hampir semua kota besar dunia melakukan pawai dan unjuk rasa yang digelar serentak pada Senin, 23 September 2019.
Mereka mengampanyekan "upaya mengakhiri zaman bahan bakar fosil dan menuntut keadilan iklim untuk semua orang".
Itu karena penggunaan bahan bakar fosil oleh manusia selama ratusan tahun, termasuk yang utama untuk energi listrik, telah meningkatkan emisi karbon dioksida (C02) di bumi.
Observatorium Mauna Loa di Hawaii pada Mei 2019 mencatat, konsentrasi CO2 di atmosfer telah melewati ambang batas iklim untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, yaitu mencapai 415 per juta bagian (ppm).
Peningkatan emisi C02 berdampak buruk karena memerangkap panas sinar matahari.
Akibatnya, suhu bumi naik sehingga terjadi pemanasan global dan iklim pun berubah.
Saat ini, para ahli menyebut suhu Bumi sudah naik satu derajat Celcius.
Apa wujud nyatanya?
Musim yang berubah, adalah salah satu wujud dampak itu. Makin banyak terjadi badai juga di banyak tempat.
Saat ini, para ahli menyebut suhu Bumi sudah naik satu derajat Celcius.
Jangan salah, kenaikan suhu itu sudah dapat mencairkan berkilo-kilometer persegi es di kutub. Lagi-lagi, iklim terdampak, begitu juga tinggi permukaan air laut.
Penggunaan energi berbasis fosil adalah salah satu penyebab terbesar kenaikan emisi karbon.
Selain untuk kendaraan bermotor, penggunaan paling banyak energi berbasis fosil adalah untuk pembangkit listrik.
Karena itu, menyediakan pasokan listrik tanpa menambah emisi karbon merupakan tantangan tersendiri.
Bisakah menyediakan energi listrik dengan harga yang tetap terjangkau sekaligus berkelanjutan yang juga ramah lingkungan?
Bisakah menyediakan energi listrik dengan harga yang tetap terjangkau sekaligus berkelanjutan yang juga ramah lingkungan?
Adakah alternatif bahan bakar selain dari batubara, gas bumi, dan minyak bumi?
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan, perubahan iklim berdampak pada setiap negara di dunia. Indonesia bukan perkecualian, termasuk soal kerugian yang didapat dari perubahan iklim.
Karena itu, Indonesia bersama 195 negara dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB atau COP ke-21 di Paris sepakat mengurangi emisi karbon.
Salah satu rekomendasi cara pengurangan adalah melalui sisi energi dengan pemanfaatan energi terbarukan.
Kini, hampir semua negara termasuk Indonesia mulai memanfaatkan energi terbarukan sebagai pengganti energi fosil yang—dari sisi proses maupun penggunaannya—telah merusak lingkungan hidup serta memicu terjadinya perubahan iklim.
Dukungan untuk menyiasati perubahan iklim juga terus digemakan hingga ke COP 25 yang baru saja diselenggarakan pada 4-12 Desember 2019 di Madrid, Spanyol.
Beragam upaya didiskusikan. Dalam acara internasional itu, Indonesia masih berpegang pada komitmen. Beberapa langkah yang terus diupayakan adalah merestorasi gambut dan melakukan transisi energi.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada di bawah garis ekuator sudah punya modal sumber daya energi berlimpah. Di sini, paparan sinar matahari ada terus sepanjang tahun.
Lalu, potensi angin juga Indonesia punya. Belum lagi sumber daya air yang bisa dimanfaatkan dengan baik.
Itu semua sudah menepikan sumber energi berbasis fosil yang tak kalah banyak potensinya di Indonesia dari mineral dan tambang.
Tantangannya adalah mana pilihan yang paling ramah lingkungan. Kehadiran PLTA Batang Toru jadi penting untuk menjadi bagian dari solusi.
Tujuan memenuhi pasokan listrik juga harus sejalan dengan mitigasi perubahan iklim, melalui pemanfaatan sumber daya yang sudah ada tanpa merusak lingkungan.
PLTA Batang Toru menggunakan konsep run of the river system.
Berlokasi di aliran Sungai Batangtoru di Kecamatan Sipirok dan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara, PLTA Batang Toru berada di areal penggunaan lain (APL).
PLTA Batang Toru menggunakan konsep run of the river system. Operasional dengan sistem itu menyesuaikan debit air yang mengalir di sungai.
Pada konsep run of the river system, tak ada cerita waduk raksasa (reservoir) di areanya. Yang ada hanya kolam tandon harian (daily pond) berupa tangka alam di dasar sungai.
Kolam tandon harian digunakan untuk menampung air. Tandon itu, kemudian akan mengalirkan air melalui terowongan bawah tanah menuju power house untuk memutar turbin. Proses ini kemudian berlanjut sampai akhirnya menghasilkan listrik.
Adapun luas tandon itu sekitar 66 hektare, jauh lebih kecil dibandingkan luasan reservoir pada PLTA lain.
Dengan kebutuhan itu, dampak keberadaan PLTA Batang Toru terhadap aliran sungai bahkan di bagian hilir akan sangat minimal. Fluktuasi aliran sungai pun relatif bakal sama dengan kondisi sebelumnya.
Total kebutuhan lahan untuk pembangunan PLTA Batang Toru juga hanya 122 hektar. Rinciannya, 56 hektar untuk bangunan dan 66 hektar area genangan. Itu setara sekitar 0,07 persen saja dari keseluruhan luas kawasan ekosistem Batangtoru.
PLTA Batang Toru merupakan salah satu proyek strategis nasional, bagian dari program pemerintah untuk percepatan pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW.
Targetnya, PLTA Batang Toru beroperasi pada akhir 2022.
Targetnya, PLTA Batang Toru beroperasi pada akhir 2022, dengan kapasitas daya terpasang 510 MW dari empat turbin yang masing-masing berkapasitas 127,5 MW.
“Pembangunan PLTA Batang Toru untuk menggantikan peran pembangkit listrik tenaga diesel berbahan bakar fosil pada saat beban puncak di Sumatera Utara,” ujar Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris, seperti dikutip Tribunnews pada Jumat (28/6/2019).
Menurut Harris, PLTA Batang Toru juga berpotensi menghemat devisa senilai 400 juta dollar AS per tahun, setara sekitar Rp 5 triliun menggunakan kurs sekarang.
“Jumlah ini adalah yang didapat dari tidak membeli bahan bakar fosil untuk tenaga diesel," ujar Harris.
Dari awal, PLTA Batang Toru yang dibangun PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) dirancang ramah lingkungan.
Selain menambah bauran energi terbarukan, PLTA ini juga akan bermanfaat bagi lingkungan dari sisi mengurangi emisi karbon.
Keberadaan pembangkit ini dapat menekan emisi karbon minimal 1,6 juta ton per tahun.
Keberadaan pembangkit ini dapat menekan emisi karbon minimal 1,6 juta ton per tahun. Pengurangan itu setara dengan menanam 12 juta pohon. Inilah kontribusi nyata atas komitmen Indonesia dari sektor energi dalam Paris Agreement.
“Kehadiran PLTA Batang Toru sangat penting untuk lingkungan hidup terutama menjaga kelestarian bumi dari ancaman perubahan iklim," ungkap Firman Taufick, Communications and External Affairs PT NSHE.
Proyek ini, lanjut Firman, merupakan bagian dari upaya nasional dalam mengurangi pemanasan global melalui pengurangan emisi karbon, suatu implementasi dari Perjanjian Paris yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dalam UU Nomor 16 Tahun 2016.
Adapun manfaat dari sisi ekonomi, PLTA Batang Toru dapat menjadi sarana untuk meningkatkan pendapatan pemerintahan daerah dan menambah lapangan kerja.
Secara teknis, PLTA Batang Toru diharapkan mendongkrak rasio elektrifikasi dan keandalan sistem kelistrikan di Kabupaten Tapanuli Selatan. Saat ini, rasio elektrifikasi kabupaten ini adalah 82,32 persen.
Lalu, kalau yang dikhawatirkan asumsinya adalah proyek akan mengubah alam dan punya potensi merusak lingkungan, kembali lagi pada sistem yang diterapkan.
Menggunakan aliran air sungai (run of the river) sebagai bahan baku, kelangsungan proyek PLTA Batang Toru sangat bergantung kepada jumlah, kontinuitas, dan keteraturan pasokan air sungai.
Penggunaan energi bersih yang rendah emisi dapat mereduksi emisi gas karbondioksida yang selama ini dihasilkan oleh energi fosil.
Oleh karenanya, dengan sendirinya PT NSHE selaku pelaksana proyek ini otomatis peduli untuk menjaga kawasan hutan pada daerah aliran sungai (DAS) Batangtoru.
Bukan hanya atas sumber daya yang dipakai, melainkan juga lingkungan sekitar termasuk satwa liarnya.
“Energi bersih adalah masa depan Indonesia," ujar Anggota Dewan Energi Nasional, Abadi Poernomo.
Penggunaan energi bersih yang rendah emisi, papar dia, dapat mereduksi emisi gas karbondioksida yang selama ini dihasilkan oleh energi fosil.
"Dalam praktiknya, PLTA hadir sebagai sumber energi bersih yang ramah lingkungan karena pada prinsipnya PLTA harus menjaga kualitas ekosistem air sebagai sumber energi,” ujar Abadi.
Perbaikan lingkungan DAS Batangtoru sebagian dapat dilakukan dengan mendukung pelaksanaan program Perhutanan Sosial seluas 12.000 hektare dari 15 desa dengan melibatkan 2.000 kepala keluarga (KK).
Ke depan, PLTA Batang Toru beroperasi 24 jam dalam satu hari. Energi terbesar akan dihasilkan pada saat beban puncak—pukul 18.00 sampai dengan 24.00—untuk mengurangi penggunaan pembangkit diesel dengan memakai energi terbarukan.
Ini sejalan dengan target penggunaan energi terbarukan yang dipatok pemerintah sebesar 23 persen pada 2025.
Hal itu akan otomatis meningkatkan bauran energi bersih. Ini sejalan dengan target penggunaan energi terbarukan yang dipatok pemerintah sebesar 23 persen pada 2025.
Target tersebut sesuai dengan PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan PP Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Kebijakan Energi Nasional.
Adapun untuk satwa liar, utamanya orangutan, PLTA Batang Toru punya cara sendiri.
“PLTA Batang Toru melakukan upaya-upaya mitigasi untuk melestarikan orangutan dan biodiversitas lain dengan melibatkan berbagai pihak,” ujar Communications and External Affairs Director PT NSHE Firman Taufick pada Kompas.com, Selasa (10/12/2019).
Menurut Firman, upaya-upaya itu termasuk dengan membuat sejumlah program yang berkaitan dengan orangutan.
“Ada banyak program yang kami kerjakan bersama KLHK dan lembaga lainnya. Selain itu juga kami sudah menyiapkan sejumlah dana untuk mewujudkan program-program tersebut sebagai bentuk komitmen kami,” tambahnya.
Selain itu, PT NSHE telah mendukung pengembangan usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Di antara UMKM yang didukung tersebut adalah kopi Sipirok sebagai speciality coffee yang telah mendapat Paten Indikasi Geografis, pengembangan budi daya ikan jurung, pengolahan potensi gula aren, dan sejumlah usaha lain yang akan dikembangkan kemudian.
“PLTA Batang Toru berkomitmen senantiasa memberikan manfaat nyata bagi lingkungan hidup dan masyarakat sekitar kawasan Batang Toru,” tegas Senior Adviser on Environment and Sustainability PLTA Batang Toru Agus Djoko Ismanto.