JEO - Insight

Indonesia
Menuju Resesi Pertama sejak 1998?

Senin, 3 Agustus 2020 | 09:39 WIB

 SERI EKONOMI 

Apakah Indonesia akan masuk ke jurang resesi ekonomi akibat wabah virus corona? Bila terjadi, ini adalah resesi pertama Indonesia sejak 1998.

 

 UPDATE 5 Februari 2021: 

 

Pertumbuhan terendah sejak 1998


Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat (5/2/2021), merilis ekonomi Indonesia pada 2020 tumbuh minus 2,07 persen. Ini merupakan yang terendah sejak 1998.

Loading...

Baca juga: Ekonomi Indonesia Minus 2,07 Persen, Rekor Terendah sejak 1998

 UPDATE 5 November 2020: 


Indonesia resesi

Badan Pusat Statistik (BPS), Kamis (5/11/2020), merilis ekonomi Indonesia pada kuartal III/2020 tumbuh minus 3,49 persen. 

Baca juga: Ekonomi Kuartal III-2020 Minus 3,49 Persen, Indonesia resmi resesi. 

Angka realisasi kinerja ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 lagi-lagi lebih buruk dibanding proyeksi yang pernah diungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 22 September 2020.

Saat itu, Sri Mulyani memproyeksi ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 tumbuh minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen. Proyeksi ini pun sudah lebih suram dibanding proyeksi sebelumnya.

Dengan pembaruan data ini, Indonesia resmi masuk ke jurang resesi ekonomi, setelah angka minus pertumbuhan ekonomi juga telah dicatatkan pada kuartal II-2020.

Resesi tersebab pandemi Covid-19 ini merupakan yang pertama bagi Indonesia sejak 1998. 

Loading...

Definisi dan serba-serbi resesi dapat dibaca di artikel JEO Dalam Bayang-bayang Resesi Ekonomi Global dengan pengingat ringkas di artikel ini dapat dibaca pada bagian ini

 

Update 22 September 2020:

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 diperkirakan tumbuh antara minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen. 

Proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya di kisaran minus 2,1 persen hingga 0 persen.

Dengan revisi proyeksi ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2020 juga diperkirakan masih di area minus.

Karenanya, proyeksi ekonomi untuk 2020 pun diperkirakan hanya tumbuh di rentang  minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen, dari proyeksi semula di rentang  minus 1,1 persen hingga 0,2 persen.

Selengkapnya: Sri Mulyani Proyeksi Ekonomi Kuartal III Minus 2,9 Persen, Siap-siap Resesi

 

Update 5 Agustus 2020:

Badan Pusat Statistik, Rabu (5/8/2020), mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia anjlok ke posisi minus 5,32 persen.

Baca: Pertumbuhan Ekonomi RI Minus 5,32 Persen pada Kuartal II-2020

Kontraksi ini lebih dalam dibandingkan proyeksi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 19 Juni 2020 di angka minus 3,8 persen, bahkan lebih rendah daripada koreksi perkiraan pada 15 Juli 2020 di kisaran minus 3,5 persen hingga minus 5,1 persen dengan poin tengah minus 4,3 persen.

Proyeksi tersebut dapat dibaca pada bagian "Kuartal II 2020, Masa Berat Ekonomi Indonesia akibat Wabah Corona", yang bisa langsung dituju dengan klik di sini.

Perbaikan grafis pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 1998 telah diperbarui juga hingga data kuartal II 2020 sesuai pembaruan informasi di atas.

Grafis ini ada pada bagian "Indonesia Menuju Resesi?" Klik di sini untuk langsung menuju bagian dimaksud.

Dari grafik, terlihat pula bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kuartal II-2020 ini merupakan yang terendah sejak 1999.

Loading...

 

PAGEBLUK virus corona memukul perekonomian dunia, termasuk perekonomian Indonesia. Terbatasnya mobilitas dan kegiatan ekonomi untuk mencegah penularan virus corona jadi penyebab.

Merosotnya kondisi ekonomi tersebut akibatnya dapat berdampak pada resesi. Kondisi resesi ini terjadi akibat pertumbuhan ekonomi yang mengalami kontraksi atau minus.

Baca juga: Dalam Bayang-bayang Resesi Ekonomi Global

Beberapa negara telah terkonfirmasi mengalami resesi ekonomi. Sebut saja salah satunya adalah Singapura, negara tetangga Indonesia.

Lalu, apakah Indonesia juga akan masuk ke dalam jurang resesi akibat virus corona?

DEFINISI RESESI:
PENGINGAT SINGKAT

SEBELUM jauh membahas tentang risiko resesi ekonomi yang dihadapi Indonesia, ada baiknya menyegarkan pikiran tentang apa itu resesi.

Resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung dalam beberapa bulan, umumnya dalam tiga bulan lebih.

Saat resesi artinya, pertumbuhan ekonomi bisa sampai nol persen, bahkan minus dalam kondisi terburuknya.

Baca juga: Sri Mulyani Proyeksi Kuartal III Minus 2,9 Persen, Siap-siap Resesi

Sejumlah indikator yang bisa digunakan suatu negara dalam keadaan resesi antara lain terjadi penurunan pada PDB, merosotnya pendapatan riil, jumlah lapangan kerja, penjualan ritel, dan terpuruknya industri manufaktur.

Saat resesi artinya, pertumbuhan ekonomi bisa sampai nol persen, bahkan minus dalam kondisi terburuknya.

Pertumbuhan ekonomi selama ini jadi indikator utama dalam mengukur perkembangan dan kemajuan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diwakili oleh naiknya PDB.

Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Beberapa variabel tersebut berupa faktor eksternal yang berada di luar kendali, seperti gejolak ekonomi global dan mekanisme pasar.

Sebagian kalangan menyebut negara bisa dikatakan mengalami resesi ketika pertumbuhan PDB sudah negatif dalam dua kuartal berturut-turut atau lebih. Namun resesi bisa saja terjadi terjadi sebelum laporan PDB triwulan dirilis.

Adapun National Bureau of Economic Research (NBER) menyatakan, secara umum resesi terjadi ketika negara masuk dalam periode jatuhnya aktivitas ekonomi, tersebar di seluruh sektor ekonomi, dan sudah berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, umumnya lebih dari tiga bulan.

APA DAMPAK RESESI? 

DAMPAK ekonomi saat terjadi resesi sangat terasa dan efeknya bersifat domino pada kegiatan ekonomi.

Sebagai contoh, ketika investasi anjlok saat resesi, ini secara otomatis akan menghilangkan sejumlah lapangan pekerjaan yang membuat angka pemutusan hubungan kerja (PHK) naik signifikan.

Produksi atas barang dan jasa juga merosot sehingga menurunkan PDB nasional. Jika tak segera diatasi, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor.

Efek tersebut bisa berupa macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan atau sebaliknya terjadi deflasi. Juga, neraca perdagangan yang minus dan berimbas langsung pada cadangan devisa.

Dalam skala riil, banyak orang kehilangan rumah karena tak sanggup membayar cicilan, daya beli melemah. Lalu, banyak bisnis terpaksa harus gulung tikar.

KONFIRMASI RESESI DI ASIA: SINGAPURA DAN KOREA SELATAN

SINGAPURA boleh jadi merupakan negara pertama di dunia yang mengonfirmasi terjadinya resesi ekonomi akibat virus corona.

Media Singapura, The Straits Times pada Kamis (14/7/2020) mewartakan, pada kuartal II 2020, produk domestik bruto (PDB) Singapura mengalami kontraksi sebesar 12,6 persen secara tahunan atau year on year (yoy).

Singapura mengalami resesi yang dipicu oleh kebijakan circuit breaker untuk mencegah penularan wabah virus corona (Covid-19). Kebijakan ini menyebabkan permintaan di dalam negeri melemah di tengah perekonomian global yang juga loyo.

 

KOMPAS.com/ ERICSSEN
Kerumuman masyarakat melintas di Orchard Road, Jumat sore (19/06/2020). Setelah sunyi senyap selama 73 hari, surga belanja Singapura kembali ramai pada hari pertama Fase 2 Singapura menuju new normal hidup berdampingan dengan virus Covid-19. Toko-toko ritel kembali dapat membuka pintu ke pembeli yang sudah menunggu sejak 7 April untuk berbelanja.

Realisasi pertumbuhan ekonomi Singapura pada kuartal II 2020 lebih buruk dari ekspektasi ekonom. Sebelumnya, proyeksi untuk pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 Singapura adalah minus 10,5 persen. 

Kinerja ekonomi Negeri Singa pada kuartal II 2020 pun lebih buruk dibanding realisasi kuartal I 2020 yang tercatat minus 0,7 persen.

Baca juga: Daftar 5 Negara yang Masuk Jurang Resesi

Secara kuartalan (quarter to quarter/qtq), PDB Singapura menyusut 41,2 persen. Lagi-lagi ini lebih buruk dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang kontraksi 3,3 persen.

Dengan kontraksi yang dialami selama dua kuartal berturut-turut, baik secara kuartalan maupun tahunan, Singapura masuk dalam jurang resesi.

Pemerintah Singapura pun memproyeksi ekonomi Negeri Singa hingga akhir tahun akan mengalami kontraksi sekitar 7 persen hingga 4 persen.

Korea Selatan

Selain Singapura, negara di Asia yang sudah mengonfirmasi resesi ekonomi adalah Korea Selatan.

Negeri Ginseng tersebut pada kuartal II 2020 masuk ke dalam jurang resesi akibat dampak pandemi virus corona. Hal itu menyebabkan perekonomian Korea Selatan mengalami kemerosotan terburuk dalam dua dekade terakhir lantaran kinerja ekspor yang tertekan.

Selain itu, kebijakan pembatasan sosial atau social distancing menyebabkan hasil produksi tak mampu diserap oleh pasar.

Ekonomi Korsel menyusut 3,3 persen pada kuartal II 2020 yang berakhir pada bulan Juni, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Bank of Korea menyatakan, kontraksi tersebut merupakan yang paling tajam sejak 1998.

"Seiring dengan belanja konsumen yang seharusnya membaik secara bertahap, ancaman dari virus nampaknya tidak mungkin hilang sepenuhnya, dan pembatasan sosial nampaknya akan tetep terjadi," ujar ekonom Capital Economics Asia Alex Holmes.

"Di sisi lain, proses pemulihan permintaan global akan berlangsung dengan lamban, sehingga akan membebani perbaikan kinerja ekspor," jelas dia.

AP/AHN YOUNG-JOON
Seorang pegawai terlihat memakai masker untuk melindungi diri dari virus corona, saat membersihkan jendela toko sepatu di pusat perbelanjaan Seoul, ibu kota Korea Selatan, pada 12 Juni 2020.

Secara tahunan, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Korea Selatan akan merosot 2,9 persen. Angka tersebut merupakan penurunan terdalam sejak kuartal IV 1998.

Penyebabnya, ekspor yang berkontribusi hingga mendekati 40 persen dari keseluruhan ekonomi Korea Selatan merosot hingga 16,6 persen pada kuartal II 2020, teburuk sejak 1963.

Satu-satunya kinerja perekonomian yang positif adalah konsumsi swasta yang meningkat 1,4 persen jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Hal tersebut didorong oleh bantuan langsung tunai yang diberikan oleh pemerintah.

Menteri Keuangan Korea Selatan Hong Nam-ki mengatakan ekonomi akan mengalami pemulihan di kuartal III 2020.

"Akan mungkin terjadi rebound seperti China pada kuartal III, ketika pandemi telah melambat dan aktivitas produksi, kegiatan sekolah, dan rumah sakit kembali berlanjut," ujar Hong dalam rapat perumusan kebijakan.

AWAL 2020,
EKONOMI INDONESIA
SUDAH MELEMAH

PEREKONOMIAN Indonesia pun tidak kebal dari dampak wabah virus corona. Ini terlihat dari realisasi pertumbuhan ekonomi yang anjlok pada kuartal I 2020, atau periode Januari-Maret 2020.

Indonesia memang mengonfirmasi kasus pertama positif virus corona pada Maret 2020. Namun, sejumlah negara mitra dagang Indonesia sudah terjangkit virus tersebut sejak akhir 2019 hingga awal 2020.

Kondisi tersebut turut berdampak pada kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Baca juga: Jejak Pertumbuhan Ekonomi dari Masa ke Masa

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 2,97 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal I 2020. Adapun secara kuartalan (qtq), ekonomi Indonesia terkontraksi 2,41 persen.

"Dengan berbagai fenomena di kuartal I 2020, maka PDB Indonesia atas dasar harga konstan pada kuartal I 2020 Rp 2.703 triliun dan atas dasar harga berlakunya Rp 3.122 triliun. Tumbuh 2,97 persen," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (5/5/2020).

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 melambat cukup dalam dari 5,07 persen pada kuartal I 2019.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 melambat cukup dalam dari 5,07 persen pada kuartal I 2019.

Dipastikan, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin terpuruk pada kuartal II 2020. Pasalnya, periode tersebut merupakan fase infeksi virus corona sudah mewabah di Tanah Air.

Sementara itu, VP Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede menjelaskan, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 tersebut sudah merupakan bukti nyata bahwa ekonomi Indonesia melemah.

"Ini mengindikasikan bahwa produktivitas perekonomian baik dari sisi permintaan dan produksi mengalami penurunan," ungkapnya kepada Kompas.com, Senin (20/7/2020).

Penurunan aktivitas ekonomi nasional berdampak langsung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh sebagian besar sektor usaha. Termasuk pada sektor ekonomi non-formal akibat kebijakan PSBB di berbagai daerah di Indonesia.

Baca juga: Bersiap Tameng Ekonomi untuk Dampak Wabah Corona....

Oleh sebab itu, perlambatan ekonomi domestik yang cukup signifikan, membuat Indonesia berpotensi mengalami resesi, yakni ketika pertumbuhan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut negatif.

Sejumlah pihak pun memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2020 akan loyo. Masa-masa terberat ekonomi Indonesia diyakini adalah pada kuartal II dan kuartal III 2020, sebelum perlahan bangkit.

KUARTAL II 2020, MASA BERAT EKONOMI INDONESIA AKIBAT WABAH CORONA

KUARTAL II 2020 atau periode April-Juni 2020 bisa dikatakan merupakan masa berat bagi perekonomian Indonesia sebagai akibat pandemi virus corona.

Pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan sejumlah pihak lain pun mengonfirmasi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di zona negatif alias minus. Kondisi ini diyakini masih akan berlanjut hingga kuartal III 2020.

"Jadi kita ekspektasi kuartal II itu kontraksi. Saya sampaikan di sini (rentang kontraksi antara) minus 3,5 persen sampai minus 5,1 persen. Titik poin (nilai tengah) minus 4,3 persen," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPR RI, Rabu (15/7/2020).

Baca juga: Sri Mulyani: Kuartal II Ekonomi Indonesia -4,3 Persen

Sri Mulyani pun mengakui proyeksi untuk kinerja kuartal II 2020 pun lebih buruk dibanding perkiraannya sendiri beberapa waktu lalu. Sebelumnya, Menteri Keuangan menyebut proyeksi kinerja ekonomi kuartal II 2020 adalah minus 3,8 persen.

ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN/POOL/WSJ
Ketua Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo (kiri), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan), Menko PMK Muhadjir Effendy (kanan) dan Menkeu Sri Mulyani (kedua kiri) mengikuti rapat kabinet terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/7/2020). Rapat tersebut membahas mengenai percepatan penanganan dampak pandemi Covid-19.

Penurunan kinerja ekonomi, ungkap Sri Mulyani, terjadi di hampir seluruh sektor perekonomian. Itu mulai dari perdagangan, manufaktur, pertambangan, hingga transportasi.

Meski aktivitas pada industri transportasi telah direlaksasi pemerintah, lanjut Sri Mulyani, itu tidak memulihkan kondisi sektor tersebut yang memang mengalami tekanan cukup hebat.

"Karena orang tidak melakukan travelling, meski terjadi masih sangat kecil pemulihannya. Sehingga kontraksi di sektor transportasi dan pertambangan berkontribusi negative growth yang cukup dalam di kuartal II," ujar Sri Mulyani.

U-shaped recovery

Adapun Bank Indonesia (BI) memproyeksi, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 akan mengalami tekanan atau kontraksi dengan tumbuh negatif antara 4 persen hingga 4,8 persen.

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menjelaskan, Indonesia saat ini tengah menghadapi masa-masa yang sangat sulit. Bahkan, menurut dia, proses pemulihan pun akan berlangsung sangat lambat atau berbentuk huruf U (U-Shape).

"Kuartal II, Kemenkeu (memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia) negatif 4 persen. (Proyeksi) BI kurang lebih angkanya sama, antara 4 persen sampai 4,8 persen. Itu range kita," ujar Destry dalam konferensi video di Jakarta, Senin (20/7/2020).

"Dengan U-shaped recovery, (pemulihan) relatif lambat," sambung dia.

Destry juga menyebutkan, pemulihan ekonomi Indonesia diperkirakan akan melambat. Sebab, perkembangan virus corona di Indonesia masih terus mengalami peningkatan dan belum mencapai puncaknya.

“Dari hari ke hari, rapid test dilakukan, kemungkinan besar jumlah orang yang positif akan makin besar," ujar Destry.

Kendati demikian, kata Destry, jatuhnya ekonomi tak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa negara di dunia menyusun program pemulihan ekonomi dengan memberikan stimulus paling utama di tiga sektor, yaitu sektor kesehatan, bantuan sosial, dan program penjaminan.

Di Indonesia, sinergi berbagi beban (burden sharing) antara Bank Indonesia dengan pemerintah masih terus berlanjut untuk menumbuhkan sektor riil.

Merujuk Forbes, U-shaped recovery atau juga disebut sebagai U-shaped recession dalam konteks saat ini, adalah pemodelan ekonomi yang menggambarkan butuh waktu berbulan-bulan bahkan tahunan untuk terjadinya pemulihan setelah resesi.

Dalam artikelnya, Alphabet Soup: Understanding the Shape of a Covid-19 Recession, Forbes menyebutkan great recession di Amerika Serikat yang bermula pada 2007 sebagai salah satu contoh model ini.

Resesi berlangsung selama 19 bulan, dalam contoh tersebut, tetapi pemulihannya sampai kembali ke level sebelum krisis butuh waktu bertahun-tahun lagi.

INDONESIA MENUJU RESESI? 

SHUTTERSTOCK/LIGHTSPRING
Ilustrasi resesi akibat pandemi virus corona.

INDONESIA kemungkinan besar mengalami resesi ekonomi. Sebab, pada kuartal II 2020, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami minus alias terkontraksi.

Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri meyakini Indonesia akan mengalami resesi. Faisal pun menuturkan, Indonesia diperkirakan sulit keluar dari jurang resesi jika melihat kondisi ekonomi saat seperti sekarang.

Selain itu, negara-negara di dunia termasuk negara tetangga, mulai mengumumkan terjadinya resesi di negaranya setelah dua kali atau lebih pertumbuhan ekonominya minus.

Dari hitung-hitungannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh minus di kuartal II 2020 dengan kisaran minus 2,8 persen hingga minus 3,9 persen.

"Ayo kita persiapkan kondisi terburuk ini. Yang kita bisa lakukan adalah secepat mungkin kita recovery. Kalau resesi, sudah pasti. Jadi bukan (lagi bicara) menghindari resesi tapi bagaimana kita cepat recover dan resesinya secetek (sedangkal) mungkin. Tidak dalam," ucap dia dikutip dari Antara, Rabu (29/7/2020).

Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto menuturkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 dipastikan akan mengalami kontraksi atau minus.

Ia memperkirakan ekonomi Indonesia terkontraksi 3 hingga 4 persen pada kuartal II 2020.

“Singapura saja terkontraksi 41,2 persen, tapi Singapura baik-baik saja karena mereka akan rebound," ujar Ryan.

Prediksi Pemerintah

Secara tersirat, pemerintah mengindikasikan Indonesia bisa masuk ke jurang resesi pada kuartal III 2020. Ini mengikuti pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi atau minus sejak kuartal II 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 3,8 persen pada kuartal II 2020. Adapun pada kuartal III 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa minus 1 persen atau tumbuh 1,2 persen.

Baca juga: Rezim Soekarno, Soeharto, dan 20 Tahun Reformasi dalam Hal Ekonomi

Itu pun, angka proyeksi kuartal II 2020 adalah versi sebelum Sri Mulyani di DPR mengoreksi sendiri perkiraannya.

Di depan para wakil rakyat, Rabu (15/7/2020), dia menyebut realisasi kinerja ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 diperkirakan minus 3,5 persen sampai minus 5,1 persen, dengan nilai tengah minus 4,3 persen.

Apabila benar pertumbuhan ekonomi masih minus pada kuartal III 2020, ini adalah resesi pertama yang dialami Indonesia sejak 1998.

Adapun untuk kuartal IV 2020, Sri Mulyani memperkirakan ekonomi akan tumbuh 1,6 persen hingga 3 persen.

Loading...

Sri Mulyani menuturkan, outlook ekonomi Indonesia bergantung pada kemampuan stimulasi pemulihan setelah terjadi kemerosotan tajam dalam aktivitas ekonomi.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, Indonesia masih akan mengalami resesi pada kuartal III 2020.

Dia menyebut, pertumbuhan ekonomi diproyeksi minus 3,4 persen pada kuartal II dan minus 1 persen pada kuartal III 2020.

Namun, Airlangga mengaku masih optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menguat pada kuartal IV 2020, meski ada tanda resesi ekonomi pada kuartal III 2020. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2020 diperkirakan Airlangga mencapai 1,4 persen.

Dengan demikian, secara keseluruhan ekonomi nasional dia proyeksi ada di angka nol persen sepanjang 2020.

OPTIMISME INDONESIA
SELAMAT DARI RESESI

MEMANG, resesi tampak sudah terasa atau dekat di depan mata. Namun demikian, sejumlah pihak masih optimistis Indonesia berhasil selamat dari jurang resesi.

Penyebabnya beragam, seperti konsumsi rumah tangga yang perlahan pulih, penerimaan pajak yang juga diklaim membaik meski tidak dalam tren tumbuh pesat, hingga dampak insentif yang dikucurkan pemerintah.

DOKUMENTASI BANK INDONESIA
Gubernur BI Perry Warjiyo

Bank Indonesia (BI) menyebutkan sejumlah langkah yang bakal dilakukan otoritas fiskal dan moneter demi percepatan pemulihan ekonomi. Cepatnya pemulihan ekonomi berpeluang membuat Indonesia terhindar dari resesi.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, ada 4 langkah utama yang menjadi kunci pemulihan ekonomi di tahun 2020 bisa tercapai dan mampu menggenjot pertumbuhan di tahun 2021.

"Pertama, sesuai instruksi Presiden membuat sektor ekonomi yang produktif dan aman. Kepatuhan terhadap protokol Covid-19 menjadi penting agar pembukaan berbagai sektor ekonomi mendorong pemuluhan ekonomi sekaligus tetap aman," kata Perry.

Langkah kedua adalah mempercepat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Realisasi APBN yang cepat diperlukan untuk meningkatkan permintaan domestik.

Kunci ketiga adalah kemajuan program restrukturisasi kredit, utamanya dari perbankan. Menurut Perry, sejauh ini perbankan telah mempercepat restrukturisasi kredit dan melewati masa puncak restrukturisasi pada April dan Mei 2020.

Langkah keempat adalah digitalisasi ekonomi dan keuangan. Untuk itu, BI telah mendigitalisasi sistem pembayaran, digitalisasi penyaluran bantuan sosial, elektronifikasi Pemerintah Daerah, dan elektronifikasi transportasi.

Indikator membaik

Adapun Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menyebut, ada indikator awal yang memperlihatkan Indonesia tidak akan jatuh ke lubang resesi dalam waktu dekat.

"Jadi indikatornya memang too early (terlalu awal), tapi menggambarkan bahwa kita tidak menuju pada titik resesi seperti yang dikhawatirkan orang meski proyeksi pertumbuhan di triwulan II melemah," kata Dody.

Indikator pertama terlihat dari indeks volatilitas (Volatility Index, dikenal dengan singkatan VIX) yang mengukur ketidakpastian (uncertainty). Meski masih terlihat adanya penyebaran Covid-19 di negara-negara besar, yakni AS, Rusia, India, dan Brasil.

KOMPAS.com/SAKINA RAKHMA DIAH SETIAWAN
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo.

Indeks VIX membaik ke level 34, meski level ini belum kembali ke posisi sebelum Covid-19 di level 18.

"Ini artinya masih menggambarkan risiko itu masih ada, meski hari-hari ini sedikit melandai dibandingkan puncaknya. Kalau kita lihat konteks cash is the king masih ada terutama valas walau tidak sebesar bulan Maret," ucap Dody.

Volatility Index (VIX) pada kurun 5 Agustus 2019 sampai 31 Juli 2020 - (VIX)

Indikator selanjutnya adalah masuknya aliran modal asing (capital inflow) di pasar uang setelah terjadi penarikan besar-besaran.

"Inflow relatif masuk meski secara terbatas. Ini bisa jadi salah satu poin, inflow masih besar sepanjang yield return yang ditawarkan RI masih atraktif dan kondisi domestik masih lebih baik," jelas Dody.

Kemudian, dibukanya perdagangan di China membantu meningkatkan volume perdagangan naik pada Mei 2020. Sebagai salah satu mitra dagang utama RI, China membantu ekspor Indonesia pada Mei mengalami peningkatan.

Komoditas yang masih berkinerja baik antara lain emas dan besi baja. Nikel bisa saja berkontribusi mendorong ekspor ke depan sepanjang distribusinya kembali dibuka.

Indikator selanjutnya, terjadi kenaikan bongkar muat kapal impor di pelabuhan dibandingkan kuartal I 2020. Tendensi panic buying beras dan barang kesehatan menurun, rupiah stabil secara fundamental, serta inflasi tetap rendah pada kisaran sasaran 2020 dan 2021.

"Mudah-mudahan masih berlangsung, sudah ada titik pencerahan," ujar Dody.

Adapun Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, Indonesia masih punya peluang untuk tidak jatuh ke resesi. Ini terlihat dari penerimaan pajak yang mulai membaik di Juni 2020.

"Saat ini kita masih punya peluang untuk tidak masuk ke dalam resesi. Kalaupun resesi harapannya mungkin tidak terlalu dalam, berada di sekitar 0 persen atau mungkin sedikit di bawah nol persen," ujarnya.

KOMPAS.com/AKHDI MARTIN PRATAMA
Kepala Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu.

Ia menjelaskan, akumulasi penerimaan pajak sepanjang Januari-Mei 2020 pertumbuhannya minus 15 persen, namun ketika diakumulasikan hingga Juni 2020 menjadi minus 12 persen. Hal ini menandakan ekonomi mulai bergeliat di Juni 2020.

"Ini tanda-tanda pembalikan aktivitas ekonomi mulai bergerak. Membuat kita sedikit lebih optimistis bahwa walaupun pertumbuhan ekonomi kuartal II akan negatif, untuk mengejar ke arah positif di kuartal III itu peluangnya makin besar, demikian juga untuk kuartal IV," jelas Febrio.

Ia mengatakan, penurunan penerimaan pajak paling dalam terjadi pada April 2020, dan mulai pulih di Juni 2020. Ditargetkan penerimaan pajak hingga akhir tahun ini hanya minus 10 persen.

Ralisasi Penerimaan Pajak Januari-Juni 2020 - (DOK KEMENTERIAN KEUANGAN)

Untuk data lengkap realisasi APBN hingga akhir Juni 2020 dapat disimak dalam link ini.

MASIH ADA PELUANG MENGHINDAR RESESI?

PEMERINTAH mengambil sejumlah langkah agar Indonesia terhindar dari resesi ekonomi akibat pagebluk virus corona. Selain itu, langkah-langkah tersebut juga diambil agar pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali kuat pada 2021.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, pemerintah saat ini terus mengusahakan agar ekonomi Indonesia terus bergerak naik sehingga tak perlu jatuh ke jurang resesi.

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Minus 5,32 Persen: Sekali Lagi, Tolong Kendalikan Pandeminya

Menurutnya, ekonomi Indonesia juga relatif lebih berdaya tahan (resilience) dibandingkan negara-negara berkembang lainnya.

"Untuk menangani dampak ini (pandemi) stimulus harus terus dilakukan, Juni sudah ada perbaikan dan ini sedang kita dorong supaya ke depan kita bisa tumbuh solid di kuartal III, kita dorong semua sektor agar tidak negatif dan mudah-mudahan (pertumbuhannya) di atas nol persen," jelas Febrio.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah bakal melakukan percepatan penyerapan belanja untuk menggenjot perekonomain yang tengah tertekan karena pandemi virus corona.

Dengan demikian, permintaan dalam negeri diharapkan bisa meningkat dan dunia usaha juga turut bergerak. Selain itu, investasi juga diharapkan pulih pada semester II tahun ini.

ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjawab pertanyaan wartawan terkait peluncuran situs resmi Kartu Prakerja di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (20/3/2020).

Airlangga mengatakan, upaya tersebut dilakukan untuk membuat perekonomian Indonesia terhindar dari resesi.

"Beberapa hal dilakukan untuk menghindari resesi, dilakukan langkah-langkah extra ordinary di kuartal III dan IV, belanja pemerintah akan dilakukan secara besar-besaran," ujar Airlangga.

Dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN), pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 607,5 triliun.

Secara lebih rinci, anggaran tersebut dialokasikan untuk perlindungan sosial sebesar Rp 203,9 triliun, insentif dunia usaha sebesar Rp 120,6 triliun, stimulus untuk UMKM sebesar Rp 123,46 triliun, dan korporasi sebesar Rp 53,57 triliun.

Airlangga mengatakan pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk sektoral serta pemerintah daerah sebesar Rp 106,11 triliun.

Menurut Airlangga, implementasi anggaran PEN tersebut dilakukan dengan penempatan dana pemerintah ke perbankan, penjaminan kredit modal kerja, hingga penyertaan modal negara.

Pemerintah pun telah melakukan penempatan dana ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) dengan nominal total Rp 11,5 triliun.

Selain itu, pemerintah menyalurkan pinjaman kepada pemerintah daerah, yakni Jawa Barat dan DKI Jakarta, senilai Rp 16,5 triliun.

Adapun Sekretaris Menteri Koperasi UKM Rully Setiawan memandang, penguatan ekonomi lokal bisa menyelamatkan ekonomi nasional dari jurang resesi.

Namun, ada syaratnya. Masyarakat, kata Rully, harus memiliki rasa keikhlasan untuk sama-sama membeli dan mau mengonsumsi produk-produk lokal.

"Dengan begitu komitmen untuk memperkuat produk lokal akan menyelamatkan ekonomi nasional dari resesi,” ujar Rully.

Selain itu, Rully juga menjelaskan bahwa koperasi dinilai mampu mengembalikan kekuatan ekonomi kerakyatan.

Terlebih lagi, saat ini seluruh dunia sedang mengalami ujian di tengah pandemi Covid-19, yang membuat pertumbuhan ekonomi nasional mengalami tantangan yang cukup serius.

Rully juga menegaskan, pemerintah tidak tinggal diam. Bahkan, menurut dia, pemerintah akan terus berupaya agar ekonomi di kuartal III 2020 ini bisa kembali bangkit.

Apa yang bisa dilakukan masyarakat?

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyatakan, dalam kondisi resesi tentu masyarakat yang terdampak sangat mengharapkan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah.

Namun, sekalipun bantuan diberikan, sudah pasti masyarakat tak bisa hanya bergantung pada pemerintah. Perlu upaya sendiri untuk mempercepat pemulihan ekonominya.

"Karena bagaimanapun bantuan pemerintah terbatas sehingga masyarakat tetap perlu berusaha keluar dari dampak resesi," ujarnya kepada Kompas.com.

Menurut Eko, masyarakat yang terdampak finansialnya bisa melirik sektor yang pemintaannya cukup tinggi di tengah masa pandemi. Seperti, sektor pangan, kesehatan, dan komunikasi.

"Beberapa sektor tersebut bisa jadi bantalan untuk keluar dari resesi," kata Eko.

Masyarakat bisa bekerja atau membuka usaha yang berkaitan dengan ketiga sektor tersebut. Dengan itu, diharapkan pemulihan ekonomi secara pribadi bisa terjadi dengan cepat.

"Biasanya sektor primer seperti pertanian terutama pangan, kelautan, juga UMKM yang berkaitan dengan sektor tersebut bisa jadi pilihan untuk tetap survive (bertahan)," kata Eko.

Loading...