MAHAL. Inilah yang terlintas di pikiran sebagian orang saat mendengar panel surya sebagai sumber listrik di rumah.
Pendapat ini tidak sepenuhnya salah. Pemasangan instalasai pembangkit listrik bersumber energi ramah lingkungan itu memang identik dengan biaya yang relatif tinggi.
Meski demikian, mengapa panel surya justru semakin banyak peminatnya?
Salah seorang pengguna panel surya, Herry Trianto (44), bercerita pengalaman di balik nikmatnya menggunakan listrik yang bersumber dari sinar matahari.
“Total, habis Rp 55 juta untuk pemasangan bulan Agustus 2020,” ujar Herry saat berbincang dengan Kompas.com, akhir Agustus 2021 lalu.
Rinciannya, Rp 53 juta untuk panel surya dan sekitar Rp 1,9 juta untuk biaya penukaran meteran ke sistem on-grid.
On-grid adalah sebuah sistem di mana daya berlebih yang dihasilkan dari panel surya dapat disimpan dan digunakan nanti. Sistem ini berguna sebagai daya cadangan apabila terjadi pemadaman jaringan.
Baca juga: Cerita Pengguna Panel Surya Balik Modal Hanya Perlu Waktu 7 Tahun
Herry menyadari bahwa kocek yang dirogoh demi panel surya untuk rumahnya yang terletak di Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, itu tidak murah.
Namun, menurut perhitungannya sendiri, penggunaan panel surya di kala pandemi Covid-19 ini rupanya menjadi keputusan yang tepat.
“Alasannya? Ya biar hemat,” lanjut pria yang bekerja sebagai karyawan swasta di Jakarta itu.
Herry mengungkapkan, semenjak Indonesia dilanda pandemi Covid-19, rumah tak lagi berfungsi sebagai tempat bernaung semata, melainkan kantor bagi dirinya, dan sekolah bagi anak-anaknya.
Pembatasan aktivitas di luar rumah sebagai kunci memutus penularan virus membuat sebagian besar orang, termasuk Herry, menghabiskan hampir seluruh waktu di dalam rumah. Mulai dari makan dan tidur, bersantai, bekerja, meeting dengan rekan kerja, belanja, olahraga, mencari hiburan dan sebagainya.
Aktivitas yang biasa dilakukan Herry dan keluarga di luar rumah dan berpindah ke dalam rumah itu berdampak pada membengkaknya konsumsi listrik.
“Sebelum pandemi, rata-rata tagihan listrik saya Rp 900.000 sampai Rp 1 juta per bulan. Tapi setelah Covid-19 Maret 2020 , tagihan naik jadi Rp 1,2 juta hingga Rp 1,5 juta,” kata dia.
Baca juga: Pengalaman Pengguna Panel Surya, Bisa Hemat Tagihan Listrik Hingga 60 Persen
Bila membengkaknya tagihan listrik ini hanya terjadi sebulan dua bulan, Hery tak mempersoalkannya. Mengingat belum ada titik terang mengenai akhir pandemi, Herry pun putar otak.
Ia kemudian berbincang dengan beberapa orang untuk mencari solusi.
Dari perbincangan sekaligus riset pribadi, ia pun memutuskan akan menggunakan panel surya sebagai sumber listrik di rumah selain masih bergantung pada PLN (Perusahaan Listrik Negara).
“Akhirnya setelah saya tanya-tanya, langsung pasang,” ujar dia.
Lantas, di mana letak penghematannya?
Panel surya yang dipasang di atap rumahnya memiliki kapasitas 4,1 kWp. Melalui panel itu, listrik yang dihasilkan mencapai 450 kWh per bulan.
Listrik dari panel surya itu bersanding dengan listrik yang bersumber dari PLN.
Pola penggunaan dua sumber listrik ini dikenal dengan istilah hybrid. Artinya, beban konsumsi listrik di rumah dibagi ke produksi listrik yang dihasilkan oleh panel surya dan PLN.
Otomatis, tagihan listrik per bulan lebih hemat dibandingkan sebelum menggunakan panel surya.
"Tagihan saya dulu rata-rata Rp 1 juta. Sekarang per bulan tinggal bayar Rp 400.000-an," kata Herry.
Di atas kertas, penggunaan panel surya sebagai sumber listrik untuk rumah tangga memang mumpuni dalam menghemat tagihan listrik bulanan.
Sebagaimana yang dirasakan Herry, mari kita telisik sebenarnya di mana letak penghematan tagihan listrik per bulan akibat adanya panel surya.
Contohnya, listrik di rumah A memiliki daya 1.300 VA. Penggunaannya setiap bulan sekitar 682 kWh.
Diketahui, tarif per kWh untuk daya 1.300 VA, yakni 1.444,70 sehingga total tagihan listrik per bulan mencapai Rp 985.285.
A kemudian memasang panel surya berkapasitas 1,5 kWp di atap rumahnya. Harganya Rp 22,5 juta. Dalam keadaan optimal, panel surya itu dapat memproduksi maksimal 160 kWh per bulan.
Rata-rata untuk rumah tangga, konsumsi listrik yang bersumber dari panel surya sebesar 71 persen. Sisanya (sekitar 29 persen) tersimpan di dalam perangkat instalasi.
Baca juga: Hemat Subsidi Listrik, Pemerintah akan Pasang Panel Surya untuk Rakyat Kurang Mampu
Berarti, konsumsi listrik yang bersumber dari panel surya rumah A sekitar 114 kWh per bulan. Sementara, sisa kebutuhan listriknya dipenuhi oleh PLN.
Dengan demikian, setiap bulannya, A hanya membayar tagihan listrik sekitar Rp 820.589 alias hemat Rp 164.696.
Bahkan, sangat mungkin bisa kurang dari itu mengingat masih ada cadangan listrik pada panel surya tadi.
Tagihan juga tentu akan lebih menciut apabila panel surya yang dipasang lebih besar lagi kapasitasnya dari 1,5 kWp. Meski, otomatis biaya pemasangannya juga jauh lebih mahal tentunya.
Namun untuk jangka panjang, tentu langkah ini menjadi investasi yang menarik.
Sebab, setelah menggunakan panel surya dalam kurun waktu beberapa tahun, konsumen akan balik modal dari penghematan yang ia dapatkan setiap bulannya.
Setelah ongkos panel surya tertutupi pun panel surya tetap dapat dioperasionalkan dan memberikan penghematan kepadan konsumen.
Selain itu, ada lagi keuntungan yang bisa didapat pengguna panel surya hybrid (masih terhubung dengan listrik PLN).
Baca juga: Panel Surya Siap Salip Batu Bara Sebagai Bahan Bakar Listrik Nomor Satu
Merujuk Peraturan Menteri Energi dan SDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Oleh Konsumen PT PLN (Persero), konsumen dapat menjual kelebihan produksi listriknya ke PLN.
Per kWh-nya, PLN akan menghargai listrik dari konsumen sebesar 65 persen dari tarif dasar.
Tak hanya itu, dalam kurun waktu sekitar sembilan tahun, pengguna akan mendapatkan break even point (BEP) modal pemasangan sebesar Rp 22,5 juta dari biaya penghematan bulanan tagihan listrik.
Rata-rata, panel surya dapat beroperasi selama 25 tahun, sehingga setelah balik modal, pelanggan masih dapat menikmati penghematan selama 16 tahun lagi.
Selama panel surya beroperasi, pelanggan juga tidak perlu mengeluarkan dana tambahan untuk perawatan atau sejenisnya.
Perawatan instalasi panel surya terbilang mudah, di mana hanya perlu dilap secara berkala.
Selain dapat lebih menghemat listrik, penggunaan panel surya juga akan lebih ramah lingkungan.
Panel surya atau fotovoltaik (PV) bekerja dengan menangkap energi matahari menggunakan sel fotovoltaik, kemudian mengubahnya menjadi listrik.
Lantas, bagaimana cara bekerja panel surya agar bisa mengalirkan listrik di dalam rumah?
Sel surya PV terletak di antara lapisan bahan semi-konduktor, biasanya berbahan silikon.
Ketika cahaya menyinari mereka, elektron terlempar lepas, dan ini akan menciptakan aliran listrik.
Ketika sel surya digabungkan, mereka membentuk panel surya, sementara beberapa panel surya dihubungkan bersama membentuk susunan surya.
Baca juga: Seberapa Efektif Penggunaan Panel Surya? Berikut Penjelasannya...
Untuk memastikan panel surya terkena cahaya sebanyak mungkin, sebaiknya dipasang di atap yang menghadap ke selatan, meskipun atap yang menghadap ke timur dan barat juga cocok. Tergantung atap dan kebutuhan.
Panel surya harus dipasang pada sudut antara 10 dan 50 derajat, dengan sudut optimal antara 30 dan 40 derajat.
Anda juga harus memastikan tidak ada bangunan atau pohon di dekatnya yang dapat membuat panel berada di tempat teduh dan terhalang sinar matahari.
Sebagian besar panel surya dipasang di atap, tetapi juga memungkinkan untuk dipasang di dinding atau tanah, atau dipasang ubin surya.
Namun sayangnya, bahwa sistem ubin surya kurang hemat biaya dan biasanya harganya sekitar dua kali lipat.
Saat panel surya dipasang, inverter juga akan dipasang untuk mengubah listrik yang dihasilkan dari arus searah (DC) menjadi arus bolak-balik (AC), yang digunakan oleh sebagian besar peralatan rumah.
Oleh sebab itu, penggunaan panel surya sebagai pembangkit energi baru terbarukan tentunya berdampak positif terhadap lingkungan.
Sebab, dengan menggunakan instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), maka kita turut berperan aktif dalam upaya menekan produksi emisi karbon.
Baca juga: Plus Minus Gunakan Panel Surya di Rumah, Apa Saja?
Energi matahari merupakan alternatif bahan bakar fosil yang tidak memancarkan emisi gas rumah kaca serupa karbon dioksida, sehingga bisa disebut tidak berpolusi.
Selain itu, sumber energi terbarukan ini juga tidak membutuhkan bahan bakar untuk menghasilkan listrik, sehingga dapat menghindari masalah pengangkutan bahan bakar atau penyimpanan limbah radioaktif.
Kemudian, dengan menggunakan PLTS, kita juga semakin meminimalisasi penggunaan pembangkit yang masih menggunakan energi fosil.
Sebagaimana diketahui, pembangkit dengan energi fosil memproduksi gas buangan mengandung karbon dioksida, yang ditransmisikan ke udara, dan dibuang ke atmosfer.
Misalnya, kembali mengacu kepada contoh sebelumnya, dengan penggunaan panel surya berkapasitas 1,5 kWp dan menghemat listrik hingga 144 kWh, maka pengguna dapat menghindari produksi emisi karbon dioksida sebesar 134 kg setiap bulannya.
Upaya pengurangan emisi melalui penggunaan PLTS ini juga tengah digencarkan oleh pemerintah. Targetnya, hingga 2030 akan terpasang PLTS dengan total kapasitas mencapai 5.342 MW.
Apabila target tercapai, diperkirakan pengurangan emisi karbon dioksida dapat mencapai 8 juta ton pada 2030.
Dengan masih rendahnya realisasi pemasangan PLTS, pemerintah berencana akan menerbitkan aturan baru terkait lewat revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018.
Salah satu aturan yang akan diubah ialah terkait batasan ekspor listrik PLTS sebesar 65 persen, karena dianggap masih belum terlalu menarik.
Baca juga: Mau Pasang Panel Surya? Bank Ini Berikan Promo Bunga Kredit 0 Persen
Pemerintah berencana untuk menaikan batasan ekspor listrik pengguna PLTS menjadi 100 persen. Artinya, PLN harus membeli 100 persen harga listrik yang dijual oleh pelanggan.
Sobat EBT🌳⚡,
— Energi Baik #EnergiTerbarukan (@energibaik_id) September 3, 2021
Negara"di seluruh dunia sedang menuju masa depan rendah karbon dengan merangkul matahari, angin, panas bumi, dan sumber energi terbarukan lainnya.
Nah, jadi bukan FInd Your Teacher, apalagi Indra Bekti, tapi Indonesia di mana?!
💁♂️💁♂️💁♂️ pic.twitter.com/OYGTUBplF8
Ketentuan baru tersebut diproyeksi dapat menarik minat masyarakat, sehingga potensi sumber energi matahari bagi konsumsi rumah tangga yang melimpah dapat dioptimalkan.
Baca juga: Pemerintah Berencana Pasang Panel Surya Atap untuk Pelanggan Listrik
Selain itu, dalam revisi aturan PLTS atap terdapat perubahan jangka waktu permohonan pemasangan.
Melalui aturan baru nantinya, permohonan pemasangan PLTS Atap dipersingkat dari sebelumnya 15 hari menjadi 12 hari bagi yang melakukan perubahan pada Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL).
Sementara, menjadi 5 hari bagi pelanggan yang tanpa perubahan PJBL atau rumah tangga biasa.
Kemudian, diatur pula bahws pelanggan PLTS atap dan pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Umum (IUPTLU) dapat melakukan perdagangan karbon.
Jika sudah mulai tertarik untuk menggunakan panel surya di rumah atau mungkin tempat usaha, Anda bisa terlebih dahulu memperkirakan biaya pemasangan dan penghematan yang diterima dari penggunaan PLTS itu.
Saat ini, Kementerian ESDM telah memiliki situs web yang dapat diakses secara gratis oleh masyarakat untuk melakukan perhitungan-perhitungan tersebut di laman https://p3tkebt.esdm.go.id/esmart/.
Setelah membuka laman tersebut, akan muncul peta yang ditampilkan dari hasil satelit. Anda kemudian perlu mencari lokasi titik yang ingin dipasang panel surya.
Baca juga: Panel Surya Tak Berfungsi Saat Mendung, Mitos atau Fakta?
Lalu, buatlah gambaran kasar penempatan panel surya, dengan cara membuat garis yang membentuk sebuah ruang untuk mengetahui luas area yang tersedia. Kemudian gambar kasar selesai,
Anda perlu menjawab beberapa pertanyaan, mulai dari tipe bangunan, daya listrik terpasang, tagihan listrik per bulan, hingga tingkat kemiringan atap.
Sistem pada web akan langsung menghitung potensi panel surya yang dapat dipasang, penghematan tagihan listrik, hingga pengurangan emisi karbon yang dapat dihasilkan.