JEO - News

Mimpi Ridwan Kamil Menyulap Wajah Kalimalang

Senin, 21 Oktober 2019 | 13:29 WIB

Mungkinkah Kalimalang berubah wajah? 

BERKACA pada Sungai Cheonggyecheon, Seoul, Korea Selatan. Itulah yang dilakukan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk "menyulap" wajah Kalimalang, Bekasi, Jawa Barat.

Cheonggyecheon, sungai sepanjang lebih dari 8 kilometer ini menjadi kebanggaan warga Seoul. 

Dulu, ekosistem Sungai Cheonggyecheon rusak, dampak pembangunan Kota Seoul pada awal abad ke-20. Pinggiran sungai berubah menjadi perkampungan kumuh.

Aliran sungai bahkan menjadi tempat pembuangan akhir warga. Sungai semakin tercemar. Aliran air mengeluarkan bau tak sedap.

Pada Juli 2003, Wali Kota Seoul Lee Myung-bak, berinisiatif mengembalikan fungsi sungai Cheonggyecheon, sekaligus menambah ruang pubilk.

Hanya dalam waktu 2,5 tahun, Sungai Cheonggyecheon berubah wajah bahkan menarik perhatian warga dunia.

AFP/PARK JI-HWAN
Warga Korea Selatan berusaha mendinginkan badan di tengah Sungai Cheonggyecheon, dikenal juga sebagai Proyek Restorasi Cheonggyecheon, di pusat kota Seoul, Korea Selatan. Gambar diambil pada 3 Agustus 2010. Saat gambar diambil, suhu udara mencapai kisaran 30 derajat Celcius.

Presiden Joko Widodo pun mengaku terkesima ketika melihat langsung kondisi Sungai Cheonggyecheon dalam kunjungan ke Seoul pada September 2018.

Saat itu, Jokowi menanyakan "resep" menyulap sungai menjadi bersih dan indah kepada Wali Kota Seoul Park Won-soon.

Menurut Jokowi, resep tersebut bisa diterapkan untuk membenahi sungai-sungai di Indonesia.

"Sungai Cheonggyecheon ini sebuah inspirasi yang sangat bagus kalau sungai Ciliwung bisa bersih, dan itu bisa," ujar Jokowi saat itu.

JEO ini mengupas rencana Ridwan Kamil "menyulap" wajah Kalimalang. Sejarah tentang kali ini mengawali paparan, disusul rancangan teknis dan harapan Emil—panggilan Ridwan Kamil.

KOMPAS.com/VITORIO MANTALEAN
Kalimalang, Bekasi, Jawa Barat. Gambar diambil pada Rabu (24/7/2019).

 

RIWAYAT KALIMALANG

SEBAGAIMANA nama pada umumnya, Kalimalang juga punya cerita. Sesederhana apa pun itu.

Kalimalang terdiri dari dua unsur, yaitu kali dan malang. Kali berarti sungai, sementara malang—sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia—menunjukkan posisinya yang melintang.

Ini juga asal namanya. Ya, Kalimalang merupakan kali yang posisinya malang alias melintang. 

Mengapa melintang? Ada sejarahnya tersendiri.

Cerita pertama, Kalimalang bukanlah kali alami. Maka, jangan bingung kalau ada yang menyebut sungai ini sebagai “Saluran Kalimalang”.

“Dulu sebelum ada Kalimalang, sepanjang Purwakarta sampai Cikampek, Karawang, Bekasi, Jakarta itu kali-kali alami. Berhulunya di selatan sekitar Bogor dan Sukabumi. Mereka berhilir di pantai utara, Sungai Citarum, Bekasi, Cikarang, termasuk Sungai Ciliwung,” ujar sejarawan Bekasi, Ali Anwar, dalam wawancara dengan Kompas.com pada 17 Juli 2019.

Kalimalang bukan kali alami. Penyebutan lain untuk kali ini adalah Saluran Kalimalang.

Lalu, arah aliran Kalimalang ini berbeda pula dengan kali-kali alami yang ada sebelumnya. Bila kali-kali alami mengalir dari selatan ke utara, Kalimalang membentang secara horizontal dari timur ke barat. Hulu Kalimalang ada di Bendung Jatiluhur, Purwakarta.

Awal keberadaan Kalimalang adalah persoalan kawasan Jabodetabek yang tiap musim hujan terjadi banjir sementara pada musim kemarau mengalami kekeringan. Bersamaan, Pemerintah DKI dan Bekasi butuh air bersih dan pengairan sawah.

"Maka, dirancang proyek pembangunan Kalimalang itu pada 1950-an. Pada 1957 mulai dikerjakan. Air-air dari daerah Cianjur dan Bandung dibendung di Purwakarta,” Ali menjelaskan.

Kala itu, lanskap di sekitar Kalimalang belum didominasi beton. Sawah masih jamak ditemui, lahan terbuka masih begitu luas. Permukiman juga sederhana, kepadatan penduduk masih rendah.

KOMPAS/KARTONO RYADI
Pada foto yang diambil pada 1 Juli 1974 terlihat warga beramai-ramai menangkap ikan-ikan yang mabuk di Kalimalang.

“Saat itu, warga punya tanah yang amat luas. Mereka enggak perlu pindah ketika Kalimalang dibangun. Ada yang punya puluhan hektar. Dari cerita warga zaman dulu, ada yang menghibahkan tanahnya untuk pemerintah, untuk kepentingan pembangunan, termasuk Kalimalang. Kalaupun ada yang dibayar, enggak begitu mahal,” terang Ali.

Dengan semangat gotong-royong di pengujung kepemimpinan Soekarno, kata Ali, tidak ada penolakan apalagi demonstrasi dari warga yang tanahnya dipakai untuk diuruk jadi Saluran Kalimalang.

“Bukan hanya memberi tanah, mereka turut bantu memacul, semacam padat karya. Yang paling diuntungkan ya yang tanahnya di pinggir langsung Kalimalang. Air Kalimalang yang waktu itu masih jernih langsung masuk ke empang dia, ke kolam dia,” imbuh Ali. 

Lanskap berubah, fungsi beralih

Ali Anwar memaparkan, mulanya Kalimalang diutamakan untuk kepentingan pengairan sawah warga sekitar dan suplai air minum. Persentasenya, sebut Ali, kira-kira 65 berbanding 35.

Pasalnya, air PDAM belum begitu laku. Minum dari pipa dianggap tak masuk akal oleh warga, sebab air di sekitar rumah mereka dapat dimanfaatkan secara langsung dengan kualitas yang baik.

Baik rumah-rumah warga maupun kantor-kantor pemerintah, seingat Ali memperoleh suplai air minum dari sumur sendiri. Air dari pipa PDAM justru dinilai kurang bermutu karena ada aroma kaporit di sana.

Lalu, rezim Soeharto datang membawa paradigma pembangunan yang gencar. Lanskap di sekitar Kalimalang berangsur kelabu, dari semula hijau.

Fakta Ringkas Kalimalang - (KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI)

“Kawasan industri itu dipindah ke luar Jakarta, terutama di Cibitung, Jababeka, Tambun. Itu sulit terbendung. Singkat cerita, Kalimalang tercemar,” ungkap penulis buku Revolusi Bekasi tersebut.

Di samping menguruk bantaran Kalimalang untuk menjadi akses masuk alat berat, ungkap Ali, sejumlah pabrik pada dekade 1980-an juga melahirkan oknum-oknum penjual limbah pabrik kepada bandar pemulung.

Sebelum didaur ulang atau dijual kembali oleh bandar itu, limbah-limbah itu dicuci di Kalimalang.

“Belakangan, oleh pemerintah setempat masing-masing, terutama Pemprov Jabar, bantaran Kalimalang difungsikan jadi jalan raya. Nah, itu yang kemudian membuat Kalimalang tambah tercemar,” Ali menerangkan.

Perubahan tersebut sontak mengubah lanskap kehidupan sosial di sekitar Kalimalang. Bantaran kali sudah jadi jalan raya, sejumlah warga pilih menguruk empang dan kebun mereka yang sudah tak bisa teraliri air.

“(Bekas empang dan kebun) dijadikan rumah atau kontrakan,” sebut Ali.

Profesi warga bantaran Kalimalang yang mulanya bertani, seiring raibnya sawah-sawah mereka digilas pembangunan kemudian berubah ke sektor formal. Ujungnya, fungsi Kalimalang sebagai sumber irigasi jadi tak relevan.

Populasi di sekitar Kalimalang menggemuk bersamaan dengan terbukanya lapangan pekerjaan dari industri di wilayah yang sama. Imbasnya, wilayah sekitar Kalimalang jadi sasaran pengembang properti. Pemukiman kian padat.

“Akhir 1990-an itu puncaknya pembangunan perumahan di Bekasi. Itu jalan semakin ramai. Mereka fungsikan rumahnya, tanahnya, untuk kontrakan. Empang dan sawah diubah jadi rumah dan jadi hunian," tutur Ali.

Bersamaan dengan semakin padatnya perumahan, meningkat pula sampah dan limbah.

"Akhirnya ya buang (sampah dan limbah itu) ke selokan yang dulu mereka bangun untuk pengairan sawah mereka dari Kalimalang. Tapi, begitu musim hujan, air yang kotor itu balik ke rumah mereka” lanjut Ali

Perumahan yang padat juga membuat air tanah tercemar, sementara air Kalimalang tak jernih apalagi layak konsumsi lagi. 

“Akhirnya, warga butuh air minum dari pipa PDAM. Padatnya penduduk membuat air masing-masing rumah jadi tercemar, kan tercampur dengan saluran septic tank perumahan,” kata Ali.

Helikopter berderet

Istilah “helikopter” mustahil dilepaskan dari riwayat Kalimalang. Boleh jadi, istilah ini tak asing di telinga orang-orang Bekasi ketika memperbincangkan Kalimalang.

Istilah ini begitu populer untuk menyebut jamban atau kakus semipermanen yang dibikin warga bantaran Kalimalang untuk buang hajat saban hari.

Menurut Ali Anwar, kemunculan helikopter-helikopter ini tak lepas dari perubahan lanskap di sekitar Kalimalang tadi.

Suburnya industri di sekitar Kalimalang membawa dampak signifikan bagi berpindahnya warga pedesaan ke wilayah Cibitung, Tambun, Jababeka, dan Karawang yang dipandang agak “kota”.

Permintaan pemukiman meningkat. Mereka yang tak sanggup menjangkau pemukiman bikinan pengembang properti berdiam di pemukiman liar. Kebetulan atau tidak, suplai pemukiman liar juga “disediakan”.

“Saya dapat informasi, dulu sekitar awal atau sebelum Reformasi, bantaran itu dikelola oleh Perum Jasa Tirta II," kata Ali.

Ali bercerita, perusahaan tersebut memberi kewenangan pada pegawainya untuk mengurus bantaran kali supaya tetap bagus dan indah.

"Tapi malah disewakan oleh oknum-oknum perusahaan (jadi permukiman liar),” jelas Ali.

Tadinya, kata Ali, bantaran itu sebatas disewakan kepada warga untuk menanam tanaman hijau, termasuk sayuran seperti singkong dan kangkung.

Baca juga: 4 Fakta tentang Kalimalang yang Akan Disulap Ridwan Kamil Mirip Sungai di Seoul

"Tapi lama-lama mereka (warga) kan juga bikin gubuk, pokoknya rumah semipermanen. Lama-kelamaan permanen, jadi lah itu hunian. Itu mereka membayar ke oknum itu secara ilegal,” jelas Ali.

Kondisi inilah yang membuat helikopter lebih banyak ditemukan di wilayah yang agak “timur”, tempat kawasan industri itu berada, bukan di Kota Bekasi.

Walaupun, sempat pula helikopter-helikopter ini menghiasi pemandangan Kalimalang di Kota Bekasi. Namun, saat itu Kalimalang masih seumur jagung.

“Pendatang dari kampung itu yang buat. Kan memang sudah biasa, di pinggir kali di kampung-kampung. Mereka bikin rumah di bantaran kali, kemudian bangun jambannya. Jadi kebiasaan di kampung itu dilanjutkan di sini,” ujar Ali.

Lantas, mengapa disebut “helikopter”?

“Sebenarnya enggak ada filosofinya di balik nama itu. Masyarakat Betawi kan kalau bicara, kulturnya gemar guyon. Dulu, di Jakarta ada yang namanya ‘helicak’ alias helikopter becak. Akhirnya merembet. Yang di kampung-kampung akhirnya nyebut jamban ini helikopter,” kata Ali.

MIMPI EMIL

REVITALISASI Kalimalang pertama kali disampaikan Emil—sapaan akrab Ridwan Kamil—di akun Instagramnya, @ridwankamil, pada Rabu (12/9/2018).

Saat itu, Emil mengunggah foto Kalimalang disandingkan dengan Sungai Cheonggyecheon.

"Warga Kota Bekasi tercinta, sudah dimulai desain dan perencanaan, revitalisasi Kalimalang. Semoga bisa sekeren sungai Cheonggyecheon di Seoul. Dikawal warga teladan kang @kangmalik_," tulis Emil.

Emil langsung membentuk tim Pokja Sinkronisasi Jawa Barat wilayah Bodetabek untuk mengobservasi sejumlah titik di bantaran Kalimalang yang akan direvitalisasi.

Dari pengamatan tim tersebut, Emil ditawarkan untuk merevitalisasi Kalimalang di tiga titik, yakni di dekat lampu merah Tol Bekasi Timur, area dekat Kampus Unisma, dan kawasan Kalimalang dekat Hotel Horison.

Usulan itu ditampung Emil. Dia bersama tim yang dibentuknya melakukan kajian terlebih dahulu terkait titik mana yang akan direvitalisasi.

Berdasarkan kajian tersebut akan ditentukan desain serta konsep revitalisasi Kalimalang.

Harapan pemerintah, Kalimalang menjadi destinasi wisata baru di Kota Bekasi usai revitalisasi. Program tersebut juga masuk ke dalam rencana pengembangan wisata Pemprov Jabar.

"Kalau punya danau, danaunya dibetulkan kayak Situ Bagendit kalau di Garut. Kalau punya pantai, pantainya yang dibenerin. Nah, di Bekasi ini tidak banyak kecuali sungainya. Jadi kita perbaiki fokus di sungainya," ujar Emil.

Revitalisasi Kalimalang yang dicanangkan Emil itu disambut baik oleh Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.

Rahmat bersyukur atas niat Pemprov Jabar tersebut. Hal itu sekaligus melanjutkan rencana Pemerintah Kota Bekasi yang sudah lebih dahulu merencanakan revitalisasi Kalimalang sejak 2016.

Bahkan pada 2016, Pemkot Bekasi sudah memiliki Detailed Engineering Design (DED) terkait revitalisasi Kalimalang. Namun, proyek gagal terealisasi karena terbentur tidak adanya anggaran.

"Kita juga ingin meminta infrastruktur, beliau juga bilang mau menata Kalimalang, ya kita bersyukur dua tahun lalu kita sudah bikin DED," kata Rahmat, Jumat (21/9/2018).

Desain revitalisasi 

Dalam perjalanannya, desain revitalisasi Kalimalang mengalami beberapa kali perubahan.

Desain awal dimiliki oleh Pemerintah Kota Bekasi. Sebab, Pemkot Bekasi sudah lebih dahulu merencanakan untuk merevitalisasi Kalimalang pada tahun 2016.

Namun, revitalisasi tidak terealisasi karena terkendala anggaran serta bersinggungan dengan proyek Tol Becakayu yang berpotensi akan tumpang tindih.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Jumhana Luthfi mengatakan, revitalisasi Kalimalang awalnya akan dilakukan Pemkot Bekasi dimulai dari pinggir Jalan M Hasibuan hingga Sumber Arta daerah Caman.

Terdapat sejumlah elemen yang akan menghiasi bantaran Kalimalang di dalam desain milik Pemkot Bekasi itu.

"Kalimalang itu DED-nya sudah jadi penataan Kalimalang. Di sana nanti akan dibangun taman, (jalur) pedestrian, air mancur, dan jembatan Candrabhaga," kata Jumhana, Rabu (26/9/2018).

Semenjak revitalisasi Kalimalang diambil alih oleh Pemprov Jabar pada September 2018, desain tersebut mengalami perubahan.

Emil membentuk tim khusus untuk mendesain revitalisasi Kalimalang dengan melibatkan sejumlah arsitek.

Pada 26 September 2018, Emil mulai menunjukkan desain revitalisasi Kalimalang hasil garapan timnya melalui akun Instagramnya.

"PROGRES DESAIN KALIMALANG, Kota Bekasi per 26 September 2018. Warga Bekasi mau ada kegiatan keren apa disana yang harus ada ? Wedding Garden? LDR Corner?..," tulis Emil dalam akun Instagramnya.

Dalam unggahannya itu, terdapat empat gambar desain yang memperlihatkan perubahan wajah Kalimalang.

Tampak hanya bantaran Kalimalang yang ditata dan tidak ada perubahan pada saluran Kalimalang.

Pada desain itu terdapat jalan setapak yang didesain secara modern. Ada juga taman yang dilengkapi rerumputan hijau dan berbagai jenis bunga, serta beberapa fasilitas lainnya seperti tempat makan dan sejenisnya.

Tampak juga beberapa sampan tersedia di tepian Kalimalang yang diproyeksikan untuk wisata air di Kalimalang.

Kemudian pada 3 Desember 2018, Emil kembali menunjukkan desain revitalisasi Kalimalang.

"WARGA KOTA BEKASI. Ini desain akhir penataan Kali Malang di zona 1. Ada 4 zona yang direncanakan. Doakan semoga urusan kita dipermudah Allah SWT. Hatur Nuhun," tulis Emil dalan akun Instagramnya.

 

Pada desain akhir ini, terdapat perbedaan dari desain sebelumnya.

Hal itu terlihat pada jalan panjang di tengah yang terlihat seperti membelah saluran Kalimalang. Lalu juga ada elemen-elemen lainnya yang berbeda dengan desain sebelumnya.

Dalam desain akhir ini juga terlihat bahwa penataan Kalimalang terlebih dahulu dimulai dari zona 1, yaitu zona selebrasi yang berada di samping Mega Bekasi Hypermall atau di Jalan M Hasibuan, Bekasi Selatan.

Desain akhir revitalisasi Kalimalang terbagi dalam empat zona yang akan mengubah wajah Kalimalang.

Empat zona tersebut akan dibangun dari bantaran Kalimalang di Gerbang Tol Bekasi Timur hingga Gerbang Tol Bekasi Barat, dengan panjang 5,6 kilometer.

Konseptor revitalisasi Kalimalang yang merupakan arsitek Urban+, Sofian Sibarani, mengatakan, empat zona tersebut, yakni zona edukatif, ekologi, komunitas, dan komersil.

1. Zona Ekologi

Sofian mengatakan, zona ekologi akan direalisasikan di Kalimalang dekat Gerbang Tol Bekasi Timur. Wilayah itu dirasa tepat karena memiliki pepohonan yang rimbun.

Rencana perubahan wajah Kalimalang di zona ekologi- (DOK PEMPROV JAWA BARAT)

 "Di zona ekologi konsep yang akan dibangun lebih pada konsep ecopark. Kita melihat sudah banyak daerah hijau dan akan kita perbanyak lagi, sama nanti akan kita buat semacam habitat fauna air seperti kolam buatan," ujar Sofian saat dihubungi Kompas.com, Jumat (28/9/2018).

2. Zona Edukasi

Zona edukasi akan berada di Kalimalang dekat Kampus Universitas Islam '45 Bekasi (Unisma).

Wilayah itu nantinya akan dipercantik sehingga mahasiswa bisa lebih nyaman untuk nongkrong atau melakukan aktivitas kampus.

Rencana perubahan wajah Kalimalang di zona edukasi - (DOK PEMPROV JAWA BARAT)

"Nanti kita tata fungsi untuk kuliner, fungsi untuk diskusi, tugas kelompok itu bisa dilakukan di pinggir sungai, juga olahraganya kampus bisa kita arahkan sepeti olahraga air," ujar Sofian.

Selain itu, di zona edukasi juga akan dibangun pusat dokumentasi tentang Kalimalang. Hal itu agar setiap pengunjung dapat lebih memahami informasi pengetahuan seputar Kalimalang.

"Untuk warganya kita mau ada satu daerah yang mengedukasi warga bagaimana Kalimalang dibuat, banyak arsip dan dokumen yang tersimpan dan itu bisa jadi tema edukasi, apa saja yang bisa diceritakan di Kalimalang, kehebatannya apa," ujar Sofian.

3. Zona Selebrasi

Zona Selebrasi, akan berada di Kalimalang belakang Giant Mega Bekasi. Zona ini rencananya bakal pertama kali dikerjakan.

"Kemungkinan yang bisa dibangun duluan adalah yang di seberang Giant. Tapi harus dikoordinasikan karena jadwalnya benturan. Becakayu masuk, kami juga masuk," ujar Sofian.

Rencana perubahan wajah Kalimalang di zona selebrasi - (DOK PEMPROV JAWA BARAT)

Zona ini nantinya akan menjadi tempat berkumpul para komunitas atau warga yang ingin bersantai atau berdiskusi.

4. Zona Komersil

Zona komersil akan berada di wilayah Kalimalang dekat Mal Metropolitan. Wilayah itu akan ditata sesuai dengan lokasinya yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan.

"Jadi, empat zona ini kita arahkan agar variasi, karakter setiap wilayahnya, kita timbulkan," ujar Sofian.

Rencana perubahan wajah Kalimalang di zona komersil - (DOK PEMPROV JAWA BARAT)

Rencana awal pembangunan revitalisasi Kalimalang dilaksanakan pada awal 2019. Namun, pengerjaan itu mesti menanti rampungnya pembangunan pier Tol Becakayu yang dibangun dekat proyek revitalisasi Kalimalang.

"Kami sedang koordinasikan timeline-nya dengan Kementerian PUPR dan penggarap Tol Becakayu. Idealnya memang tol jadi dulu baru kami masuk, supaya kami bersih, tidak tumpuk-tumpukan," ujar Sofian saat dihubungi Kompas.com, Rabu (24/7/2019).

Terbentur proyek Tol Becakayu

Fakta berkata lain. Proyek revitalisasi Kalimalang tertunda realisasinya dari target awal tahun 2019. Proyek Tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu) menjadi prioritas.

Kepala Seksi Pengembangan Jalan dan Jembatan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bekasi Idi Susanto mengatakan, Kalimalang baru akan direvitaliasasi setelah pembangunan Tol Becakayu rampung.

Proyek Tol Becakayu saat ini tengah memasuki dua seksi terakhir, yakni pembangunan seksi 2A dan 2B.

Seksi 2A merupakan rute Cawang hingga Ruko Sun City, Bekasi Selatan. Sementara itu, seksi 2B merupakan rute Cawang-Tambun.

Dari kedua seksi tersebut, baru seksi 2A yang sudah mendapat izin pembangunan dari Kementerian PUPR. Keduanya ditargetkan beres pada akhir 2019.

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Kalimalang diapit ruas jalan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu), yang diresmikan Presiden Joko Widodo di kawasan Jakasampurna, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (3/11/2017). Presiden Joko Widodo meresmikan ruas jalan tol yakni Seksi 1B dan 1C sepanjang 8,26 kilometer yang terbentang dari Cipinang Melayu-Pangkalan Jati-Jakasampurna.

Jika dikerjakan tahun ini, pengerjaan empat zona revitalisasi Kalimalang akan bertumpukan dengan pembangunan pier Tol Becakayu Seksi 2B yang membentang hingga Tambun, Kabupaten Bekasi.

"Jadi, kan, di situ mau ada trase Tol Becakayu, ternyata nyambung sampai Tambun tuh ada dua flyover. Nah nanti daripada revitalisasi Kalimalang kerjaannya diacak-acak, jadi kesepakatan rapat menunggu Tol Becakayu dulu selesai," kata Kepala Seksi Pengembangan Jalan dan Jembatan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bekasi, Idi Susanto, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (16/5/2019).

Fakta tersebut membuat Emil gigit jari. Sejak dilantik pada 2018, Emil berharap proyek yang ia dengung-dengungkan itu segera jalan.

"Kalau Pak Gubernur kan ketat, maunya segera. Saat beliau memberikan arahan, kemudian kami koordinasi dengan Becakayu, ternyata dampak Becakayu lebih besar dari yang kami duga di awal. Pak Gubernur pengin ada yang bisa dilihat di tahun ini, tapi agak sulit. Jujur saja," ujar Sofian Sibarani.

Masalahnya, Sofian menjelaskan, saat ini rekomendasi teknis yang dia ajukan melalui berkas DED belum disetujui.

Ia juga menyatakan, tidak ada satu pun zona revitalisasi Kalimalang yang mampu “dicicil” pengerjaannya sembari menunggu pembangunan Tol Becakayu beres.

"Tidak mungkin kalau kami buat dulu di Bekasi Timur karena kan akan dibongkar saat Becakayu masuk. Misalnya, zona sisi Universitas Islam 45 (zona edukasi) pun masih akan terdampak jika dibangun duluan, karena Becakayu akan lewat sampai sana,” ia menambahkan.

ANTARA FOTO/RISKY ANDRIANTO
Pekerja menggarap pengerjaan beton bantaran Kalimalang, di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (19/9/2019). Penataan bantaran Kalimalang di Bekasi Timur tersebut merupakan bagian dari rencana reviltasasi dan optimalisasi saluran.

Nanti, setelah Tol Becakayu selesai dibangun, kemungkinan besar zona selebrasi di dekat Giant Mega Bekasi Hypermall lah yang perdana dibangun.

Zona ini juga kemungkinan akan diperluas, sebab desain seksi 2B Tol Becakayu sedikit bergeser dari desain semula.

Berdasarkan desain final PT KKDM selaku pelaksana proyek Tol Becakayu, Seksi 2B ke arah Bekasi Timur melalui Jalan Mayor Hasibuan akan ditarik sedikit ke utara. Dengan demikian, tiang pancang Tol Becakayu tak akan begitu banyak mencaplok bantaran Kalimalang.

"Jalan sisi utara (Kalimalang) berubah. Ada perubahan desain Becakayu, tapi enggak masalah. Malahan lebih baik karena lahannya (zona selebrasi) jadi agak lebih besar. Peluang kami membuat taman dengan ukuran lebih besar jadi lebih tinggi,” Sofian.

Nah, akankah menyulap wajah Kalimalang laiknya perubahan yang terjadi di Sungai  Cheonggyecheon di Seoul, Korea Selatan, dapat mewujud atau sekadar mimpi tak terealisasi?