JEO - Insight

Jumat, 24 Januari 2020 | 10:24 WIB

Omnibus Law,
Perlukah UMKM Deg-degan?

Disebut punya pangsa 99 persen usaha, tapi kontribusinya terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) 60-an persen saja.

Sudah begitu, produk yang diekspor juga hanya di kisaran 14 persen dari total barang yang terjual ke luar negeri. Jauh tertinggal dari negara jiran apalagi sekawasan.

Inilah potret usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia yang konon hendak dibikin naik kelas lewat inisiatif omnibus law dari pemerintahan jilid dua Presiden Joko Widodo.

Sejumlah persoalan mulai dari sertifikasi hingga pemilahan produk unggulan UMKM dibahas di sini. Apa pula maksud UMKM naik kelas itu?

 

PELAKU industri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia bisa jadi sekarang sedang deg-degan. Apa pasal? Mengapa pula mereka harus berdebar-debar?

Pemerintah dan DPR sudah sepakat memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

Niat pemerintah melansir omnibus law mencuat di pidato perdana Presiden Joko Widodo (Jokowi) seusai pelantikan periode kedua jabatannya, Minggu (20/10/2019).

Baca juga: Naskah Lengkap Pidato Presiden Joko Widodo dalam Pelantikan Periode 2019-2024

Meskipun hingga kini naskah akademik RUU Omnibus Law masih ditutup rapat-rapat dari publik, nada kekhawatiran terlanjur muncul.

Sejumlah Poin dalam Dua RUU Omnibus Law - (KOMPAS/GUNAWAN)

Singkat kata, produk hukum andalan pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin itu disebut-sebut sebagai bentuk dari liberalisasi investasi.

Dibilang, RUU Omnibus Law merupakan kekuatan pembuka pagar investasi sebesar-besarnya di Indonesia.

Bila begitu, bukan tidak mungkin investasi yang masuk melalui "karpet merah" bernama omnibus law bakal menggulung tikar UMKM.

Padahal, UMKM diakui antara lain pernah menyelamatkan ekonomi Indonesia saat digulung krisis moneter 1997-1998. 

Beragam kekhawatiran itu berembus bahkan menutupi narasi yang dibangun pemerintah, yang menyebut produk hukum sapu jagat itu sebagai sarana menciptakan lapangan kerja sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar enam persen.

Baca juga: Mengenal Omnibus Law, Aturan "Sapu Jagat" yang Ditolak Buruh

Pertanyaannya, benarkah semua kekhawatiran itu? Apa sebenarnya yang digagas pemerintah terkait UMKM ini sampai masuk ke omnibus law?

Jurnalis Kompas.com, Fabian Januarius Kuwado, berkesempatan mewawancarai Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Teten Masduki, menyoal dampak RUU Omnibus Law terhadap sektor UMKM di Indonesia.

Ditemui di kantornya, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2020), Teten mengungkap sejumlah isu krusial terkait UMKM dan—tentu saja—RUU Omnibus Law.

 

Mewaspadai
"Penumpang Gelap",
Menuju UMKM Naik Kelas

BERTEMAN secangkir teh panas, Teten membuka beragam data dan wacana tentang UMKM, termasuk rencana dan strategi yang bakal didukung omnibus law dalam percakapan Kamis siang itu.

KOMPAS.com/FABIAN JANUARIUS KUWADO
Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki, dalam wawancara khusus dengan Kompas.com, di Kementerian Koperasi dan UMKM, Kamis (23/1/2020).

Hasil wawancara tersaji dalam tulisan ini dalam format tanya jawab. Pertanyaan tampil dalam huruf tebal dan miring, langsung diikuti dengan uraian jawabannya. 

Bagaimana kondisi UMKM di Indonesia saat ini?

UMKM di Indonesia itu pangsanya sekitar 99,99 persen, menyerap tenaga kerja sampai 97 persen. Gede sekali. Sementara usaha yang gede-gede itu (pangsanya) hanya 0,01 persen.

Data Eksisting UMKM - (KOMPAS/ROBERTUS)

Sebenarnya itu bukan struktur yang buruk buat saya. Itu kan artinya pelaku usaha tidak hanya didominasi segelintir orang. Tapi didominasi oleh UMKM.

Kita 99,00 persen pelaku UMKM, tapi ekspornya cuma 14,5 persen.

Tapi kalau kita lihat dari share ke PDB, UMKM yang 99,99 persen itu hanya 60,36 persen kontribusinya. Sisanya yang dari 0,01 persen tadi. Kira-kira BUMN dan lainnya lah.

(UMKM), rata-rata pertumbuhannya dari tahun 2010 sampai 2018 itu 2,5 persen. Cukup rendah. Tapi trennya naik.

Kalau begini kan sebenarnya menunjukkan pembagian kue ekonomi ada gap antara yang kecil dengan yang besar.

Sementara untuk angka ekspornya, menurut catatan Kementerian Keuangan, (ekspor UMKM) angkanya ada di 14,5 persen.

Kalau dibandingkan dengan Negara-negara di Asia, (ekspor produk UMKM) kita termasuk masih rendah. Padahal, jumlah pelaku UMKM kita paling besar.

Misalnya, ekspor produk UMKM Malaysia itu di atas 20 persen, Vietnam 17 persen, Thailand sudah 35 persen, China 70 persen, Korea 60 persen, Jepang 55 persen.

Kita 99,00 persen pelaku UMKM, tapi ekspornya cuma 14,5 persen.

Kita ngomong keadilan ekonomi. Tapi kalau yang diurus cuma yang gede-gede, menurut saya itu omong kosong.

Makanya yang mesti diurus itu ini, pengarusutamaan UMKM dalam pembangunan ekonomi nasional sebagaimana disampaikan Presiden, harus kelihatan. Harus sudah dilakukan.

Kita ngomong keadilan ekonomi. Tapi kalau yang diurus cuma yang gede-gede, menurut saya itu omong kosong.

Penting sekarang bagaimana kita melakukan pengarusutamaan UMKM dalam pembangunan ekonomi nasional. Penting ini sekarang bagaimana UMKM terintegrasi dalam sistem logistik nasional, masuk dalam strategi keuangan inklusi.

Intinya, sebagaimana yang diinstruksikan Presiden, UMKM ini harus naik kelas.

Apakah pelaku UMKM Indonesia patut khawatir dengan RUU Omnibus Law?

Ya memang omnibus law masih diproses. Masih dalam pembahasan.

Hanya saja, Presiden meminta tim Istana untuk memastikan agar konsepnya sesuai dengan keinginan beliau. Presiden menyampaikan dalam ratas, "Awas ya kalau ada banyak penumpang gelapnya." Nah, jadi itu penting.

Karena kan omnibus law ini yang mengkritik dari kalangan pekerja dan UMKM. Karena itu, Presiden minta betul dikaji dengan hati-hati. Jangan sampai dampak kepada pekerja dan UMKM jadi negatif.

Baca juga: Menurut Mahfud MD, Demo Menolak Omnibus Law karena Salah Paham

Kemudahan-kemudahan dalam investasi, ekspor, pendirian usaha, pembiayaan, dan lain sebagainya dari UMKM, inilah yang menjadi fokus Presiden. Makanya Presiden ingatkan, jangan ada penumpang gelapnya.

Janji Teten Soal Omnibus Law dan UMKM - (DOK KEMENTERIAN KUKM)

Pak Presiden secara khusus minta saya memastikan dampak omnibus law terhadap UMKM ini diteliti, dicermati betul. Karena, di sisi lain Presiden ingin UMKM naik kelas.

Saya tafsirkan naik kelas itu bukan ada konglomerasi baru. Bukan. Tapi bagaimana kesempatan UMKM untuk berusaha itu semakin luas, ikut pengadaan di pemerintah, ikut pengerjaan pembangunan infrastruktur, dan lain sebagainya.

Maka, UMKM naik kelas itu sebenarnya bagaimana gap tidak terlalu lebar.

Jadi apa sebenarnya maksud UMKM naik kelas?

(UMKM naik kelas itu adalah) bagaimana UMKM itu produksinya menyebar, masuk ke sistem logistik nasional, upgrade permesinan, masuk ke komoditas unggul.

Strateginya, didorong aktif di sentra-sentra produksi berdasarkan kluster daerah dan komoditas.

Kami punya strateginya, yakni didorong aktif di sentra-sentra produksi berdasarkan kluster daerah dan komoditas.

(Contoh), sekarang yang sudah mulai tersentralisasi furnitur. Kan sentra produksinya ada di Jawa Tengah. Kendal, Sukoharjo, Solo, Jepara, Yogyakarta. Sehingga di situ kita bisa lakukan upgrading permesinan alat produksi, bahan baku, kayunya standar industri.

Kita bisa bikin rumah produksi bersama untuk kayunya sehingga kayu-kayu yang diolah UMKM di workshop merek, standarnya sudah sama dengan industri.

Ini belum ada ya. Ini baru arah kita. Hanya mungkin ada rumah produksi bersama kalau terjadi sentralisasi.

Di Padang sudah ada rumah produksi bersama untuk rendang. Saya dapat laporan dari Kepala Dinas Koperasi di sana. Itu inisiatif daerah, tapi enggak apa-apa. Bisa inisiatif swasta juga.

Saya dengar ada swasta yang ingin pabrik rokok modern sehingga nanti si pemegang merek yang kecil-kecil, di Jawa kan banyak tuh, bisa bikin di situ dengan brand sendiri.

Sama halnya dengan brand besar, mau Levis, Nike, itu kan mereka hanya punya brand. Mereka pabriknya maklon (dikerjakan oleh pihak lain, disubkontrakkan, dengan bahan baku dan atau standardisasi dari pengguna jasa).

Mau enggak mau, daya saing produk UMKM harus standar global.

Konsep ini sebenarnya bisa kita terapkan untuk UMKM yang enggak mungkin UMKM punya pabrik modern.

Karena sekarang UMKM di dalam negeri harus tarung dengan produk impor yang dengan mudah masuk lewat e-commerce. Baik-batik, makanan, dan lain-lain.

Mau enggak mau, daya saing produk UMKM harus standar global. Karena di dalam negeri pun harus menang persaingan itu.

Apalagi Presiden mau mendorong ekspor UMKM kita naik dua kali lipat dari sekarang.

Apa saja bentuk proteksi terhadap UMKM yang didorong masuk ke dalam RUU Omnibus Law?

Pada omnibus law, Pak Presiden intinya wanti-wanti betul, jangan sampai dengan adanya omnibus law itu liberalisasi di berbagai sektor dan konsentrasi ekonomi malah akan terjadi lagi, bukannya pemerataan.

Karena itu, omnibus law untuk sektor UMKM, selain memberikan kemudahan, juga memberikan ruang kepada UMKM supaya bisa mengambil peran ekonomi di pengadaan pemerintah, pembangunan infrastruktur, belanja kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan BUMN memprioritaskan produk UMKM.

Pak Presiden intinya wanti-wanti betul, jangan sampai dengan adanya omnibus law itu liberalisasi di berbagai sektor dan konsentrasi ekonomi malah akan terjadi lagi, bukannya pemerataan.

Tapi di sisi lain juga ada kebijakan afirmasi dan proteksi. Karena kalau UMKM disuruh tarung bebas dengan yang besar, pasti keok.

Maka, penting nanti agar pintu investasi asing ke dalam negeri, menurut saya, harus diseleksi betul.

Sekarang misalnya yang lagi growing di UMKM itu sektor makanan dan minuman, food and beverage. Bahkan, brand lokal itu sudah bisa bersaing dengan brand asing, baik yang di kopi (maupun) ayam-ayaman.

Kalau misalnya nanti yang masuk investasi di sektor makanan minuman dan market-nya dalam negeri, pasti akan memukul UMKM.

Maka, sebaiknya investasi yang masuk itu diprioritaskan untuk yang berorientasi ekspor.

Jadi, BKPM, Kemenko Perekonomian, Kemenko Maritim dan Investasi, harus fokus mencari investasi yang orientasinya ekspor supaya tidak menambah persaingan di sektor yang saat ini dikuasai UMKM.

Kalau pun ada (yang berinvestasi ke sektor terkait UMKM), mungkin kita dorong yang co-investasi, kemitraan. Jadi (investor) tidak menguasai si UMKM-nya.

Bagaimana dengan persoalan sertifikasi produk UMKM yang disebut-sebut juga akan diatur dalam omnibus law?

Memang ada berbagai usulan dari kami untuk omnibus law. Misalnya, yang paling pokok bagi UMKM itu adalah sertifikat dari BPOM dan sertifikat halal. itu kan sekarang memberatkan pelaku UMKM.

Misalnya, warung Padang. Itu kan pelaku UMKM. Sertifikat halalnya kan mesti satu produk satu produk. Kalau katakanlah ada 20 menu, ya satu per satu disertifikasi dan satu per satu biayanya Rp 10 juta.

Masak (sertifikasi) satu satu? Kapan selesainya juga? Ini ada 64 juta UMKM.

Satu restoran Padang untuk dapat sertifikasi halal bisa Rp 80 juta. Itu sudah pasti menghambat ekonomi rakyat. Jadi ini perlu ada pendekatan baru.

Misalnya pisang goreng deh, harus sertifikasi halal. Pisang goreng kan bahannya yang jelas pisang, minyak, terigu, gula.

Nanti mungkin yang disertifikasi itu bukan pisang gorengnya, karena pengusaha pisang goreng itu banyak sekali. Masak (sertifikasi) satu satu? Kapan selesainya juga? Ini ada 64 juta UMKM.

KOMPAS/LASTI KURNIA
Beragam roti dijual di toko roti Indra di Jalan Pesanggrahan, Kembangan, Jakarta, Jumat (17/1/2020). Pemerintah menyatakan akan membebaskan biaya sertifikasi halal bagi produk usaha kecil dengan syarat omzet dibawah Rp 1 miliar per tahun. Program sertifikasi gratis ini akan diprioritaskan bagi usaha makanan dan minuman, yang pelaksanaannya akan diberikan ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Misalnya nanti bisa yang disertifikasi itu tepung terigunya, minyak gorengnya, susunya.

Jadi kalau mereka memproduksi dari produk-produk yang sudah disertifikasi di hulunya, ya tidak perlu disertifikasi lagi. Itu kan bisa jadi solusi.

Sehingga si pembeli bisa tahu, oh, ini barang ini diproduksi dengan bahan A sampai Z yang sudah ada sertifikasinya.

Kemudian, sekali-sekali harus dilakukan check point.

Kalau misalnya tiba-tiba ditemukan ada bahan baku yang tidak halal, atau tidak sesuai dengan deklarasi produk mereka, itu harus dihukum dengan berat. Tutup bisnisnya, enggak boleh beredar. Saya kira akan takut yang nakal-nakal. Itu yang dilakukan mestinya.

(Sertifikasi) tidak hanya digratiskan, tapi dimudahkan juga. Kalau gratis tapi sulit, sama saja. Sudah kami usulkan di omnibus law.

Hal yang juga kami usulkan (terkait sertifikasi) dalam omnibus law, ada keringanan mengenai biaya, terutama untuk sektor kecil dan mikro yang pasti berat kalau harus membayar biaya sertifikasi. Pak Presiden sudah minta digratiskan. Sudah kami usulkan di omnibus law.

Baca juga: Ini Syarat agar UMKM bisa Dapat Sertifikasi Halal Gratis

Tidak hanya digratiskan, tapi dimudahkan juga. Kalau gratis tapi sulit, sama saja. Jangan sampai sertifikasi yang tadinya mau melindungi konsumen, terutama konsumen yang membutuhkan label halal, tapi di sisi lain bisa memukul ekonomi.

Nah, di sini perlu kebijaksanaanlah. Ini poin krusial.

Tidak hanya sertifikasi halal (dan sertifikasi) kesehatan dari BPOM, yang penting juga UMKM kalau mau masuk ke pasar global mendapatkan sertifikasi internasional. Tergantung negara tujuan dari UMKM mau (ekspor) ke mana. Atau mendapatkan sertifikat kelas dunia yang bisa beredar di seluruh pasar.

UMKM kan enggak mungkin ngurus satu per satu. Ini harus difasilitasi.

Thailand memfasilitasi bagaimana produk UMKM bisa go international. Itu di omnibus law kami usulkan juga supaya persyaratan SNI dimudahkan. Bahkan kami dorong mendapatkan sertifikasi kelas dunia.

Apa sih produk unggulan UMKM Indonesia yang berpotensi masuk dan menguasai pasar global?

Nah, (harus dilihat) yang lagi growing market-nya apa di dunia internasional?

Itulah nanti UMKM didorong yang memang komoditasnya unggul dan ada permintaan besar dari market luar negeri.

Kami sudah bikin list. Meskipun ekonomi dunia sedang lesu, permintaan beberapa produk masih tinggi. Terutama produk makanan berbasis laut. Dari mulai rumput laut, ikan, udang, tinggi.

Kedua, yang berbasis holtikultura. Terutama buah tropik, baik olahan maupun buah segar. Ada manggis, pisang, nanas. Banyak sekali.

Ketiga, home decoration. Salah satunya, selain kerajinan, (ada) perhiasan, termasuk furnitur.
Ada juga halal food dan moslem fashion yang market-nya gede.

KOMPAS/PRIYOMBODO
Tamu mencoba kopi dari sejumlah daerah di Tanah Air dalam Festival Ekonomi Syariah Indonesia (ISEF) 2019 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (13/11/2019). ISEF menjadi platform dalam pengembangan ekonomi syariah, pendalaman pasar keuangan syariah, serta penguatan riset dan edukasi syariah. Rangkaian kegiatan ISEF terdiri dari pertemuan internasional dan forum tingkat tinggi, konferensi internasional, forum investasi, konsultasi bisnis, serta pameran internasional yang menyertakan pelaku UMKM syariah dan pesantren sebagai bentuk inklusivitas strategi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia dalam rangka mendukung pengembangan ekosistem rantai nilai halal. 

UMKM didorong yang memang komoditasnya unggul dan ada permintaan besar dari market luar negeri.

Makanya sekarang saya sekarang sedang mengarahkan agar UMKM itu jangan keripik, akik, batik. Kalau di situ, enggak akan naik kelas.

Sekarang saya sedang dorong redesain supaya UMKM masuk ke komoditas unggul. Masuk ke tekonologi juga. Masuk ke sektor jasa yang market-nya ada.

Dengan begitu, UMKM bisa mengambil ruang ekonomi yang lebih besar. Juga bisa naik kelas. Potensi itu saya lihat ada.

Potensi kita di kelautan. Ini belum tergarap betul karena prioritas nasionalnya masih belum.

Industri pengolahan hasil laut, dari rumput laut sampai ke ikan, udang , lobster, rajungan, itu kan gede banget permintaannya. Tapi kan belum jadi kebijakan ekonomi nasional. (Sekarang) kita masih ingin mendorong industri manufaktur yang bahan bakunya impor.

Saya kira industri perikanan ini bisa menjadi industri unggulan nasional. Karena apa? karena kita punya suplai bahan baku yang cukup. Kita tinggal (siapkan) teknologi pengolahan, teknologi budi daya. Di situ banyak UMKM.

Arahan dan instruksi Presiden mengenai proteksi UMKM ini apakah sudah ditangkap dengan baik oleh kementerian yang merancang naskah akademik RUU Omnibus Law?

Sudah. Kami nanti tinggal memastikan legal draft yang didorong Kementerian Hukum dan HAM itu sudah sesuai atau belum. Sehingga, nanti proses pembahasan di DPR juga aman.

Apalagi kan bisa berubah juga di DPR, sebagaimana pembahasan UU selama ini.

Ada sekitar 82 undang-undang terkait ini. Yang berkaitan dengan kemudahan dan perlindungan UMKM ini ada sembilan undang-undang. Itu dibikin kluster ya

Tapi mudah-mudahan dengan koalisi (pendukung pemerintah) besar ini, saya kira tidak terlalu banyak perubahanlah.

Ngomong-ngomong, usulan-usulan mengenai proteksi UMKM ini akan masuk ke dalam RUU Omnibus Law yang mana? Apakah yang soal perpajakan atau cipta lapangan kerja?

Ya kan memang ada dua omnibus law. Ada cipta lapangan kerja dan perpajakan. Nah, kritik UMKM dan kalangan pekerja ini akan tercantum dalam (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

(Sekarang) ada sekitar 82 undang-undang terkait ini. Yang berkaitan dengan kemudahan dan perlindungan UMKM ini ada sembilan undang-undang. Itu dibikin kluster ya.

Nanti pasal-pasal yang menghambat, dalam omnibus law harus dicabut, ditambahkan, dikoreksi sehingga nanti sejumlah pasal dalam UU itu tidak berlaku.

Baca juga: Mahfud MD Pastikan Omnibus Law Tak Hapus Undang-Undang Sebelumnya

Kalau satu per satu UU yang menghambat dikoreksi, enggak akan cukup waktu. Puluhan tahun enggak akan cukup. Nah, dengan omnibus law, satu UU mengoreksi sekian banyak UU.

Intinya, sebenarnya dari omnibus law adalah deregulasi, debirokratisasi, supaya terjadi kemudahan berusaha. Apa pun yang menghambat kegiatan usaha, disederhanakan.

Kluster dalam Omnibus Cipta Lapangan Kerja - (KOMPAS/ARIE)