JEO - Bola

Perhentian Akhir
Liliyana Natsir,
Terima Kasih Butet...

Senin, 28 Januari 2019 | 10:35 WIB

"Untuk adik-adik saya, saya ingin mengucapkan, kekalahan itu tidak memalukan. Yang memalukan adalah saat kalian menyerah."

- Liliyana Natsir.

 

LILIYANA Natsir pensiun dari lapangan profesional bulu tangkis, Minggu (27/1/2019). Ajang Indonesia Masters 2019 menjadi laga pamungkasnya.

Meski tak mengulang prestasi pada 2015 dengan menjuarai ajang penghabisan ini, Liliyana mengakhiri karier gemilang di cabang olahraga tepok bulu dengan menembus babak final bersama Tontowi Ahmad di nomor ganda campuran.

Ada pertemuan, ada pula perpisahan. Ini salah satunya. Pecinta bulu tangkis yang selama ini kerap berbondong-bondong ke Istora Senayan untuk menyaksikan laga Liliyana, tak akan melihat sosoknya bertanding lagi di sana di ajang pertandingan resmi.

Liliyana memang bukan pebulu tangkis sembarangan. Sosoknya dihormati oleh kawan dan lawan karena ketekunannya sebagai atlet.

Pensiun di usia 33 tahun, Liliyana mengumpulkan tak kurang dari 40 gelar, termasuk medali emas olimpiade bersama Tontowi pada 2016 dan sederet turnamen yang digelar Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF). Nama Liliyana layak masuk daftar legenda bulu tangkis Indonesia.

Baca juga: Indonesia Masters 2019, Momen Perpisahan Liliyana Natsir

Jauh-jauh hari, Butet—panggilan akrab Liliyana—mengumumkan ajang Indonesia Master 2019 akan menjadi laga profesional terakhirnya. Perpisahan pun digelar khusus untuknya di pengujung turnamen.

JEO ini memutar ulang jejak perjalanan gemilang Liliyana mengharumkan nama bangsa dan negara dari lapangan bulu tangkis.

Terima kasih, Liliyana! 

FAREWELL...


MINGGU
(27/1/2019), suasana di Istora Senayan, Jakarta, temaram, tak seperti biasanya. Di tengah arena, diputar video menampilkan sosok pebulu tangkis Liliyana Natsir, lengkap dengan testimoni tentang dia, baik dari kawan maupun dari lawan di lapangan.

Setelah itu, diawali prosesi dari pasukan baris-berbaris, lampu sorot fokus mengarah kepada perempuan yang memakai jaket merah dan celana hitam itu. Ya, dia Liliyana. 

Didampingi dua pelatihnya—Richard Mainaky dan Nova Widianto—, serta sejumlah pebulu tangkis muda, Butet—panggilan akrab Liliyana—berjalan ke tengah arena. Di sini dia akan menyampaikan ucapan perpisahan.

Inilah "Liliyana Natsir's Farewell Event", pelepasan untuk Butet, perempuan kelahiran  9 September 1985 tersebut.

KOMPAS.COM/NUGYASA LAKSAMANA
Pebulu tangkis senior Indonesia, Liliyana Natsir, terlihat di layar raksasa Istora Senayan pada acara perpisahannya, satu jam sebelum laga final Indonesia Masters 2019, pada Minggu (27/1/2019).`

Sepanjang Liliyana berjalan, terdengar teriakan dari para penonton yang memenuhi Istora. "Cik Butet... Cik Butet... I love you, Butet...," bergema di venue yang berkali-kali menjadi tempat Liliyana berlaga, termasuk di Indonesia Masters 2019, turnamen terakhir yang dia ikuti. 

Sesampai di panggung, Liliyana terlihat menahan tangis. Beberapa kali dia tampak mengusap linangan air mata yang menetes. Suaranya bergetar.

"Hari ini menjadi hari yang sangat berat buat saya. Sepanjang karier saya, ada suka, ada duka, ada tangis, dan ada juga tawa," ujar dia mengawali pidato perpisahannya.

Dia melanjutkan, "Hari ini, Minggu, 27 Januari 2019, saya menyatakan pensiun sebagai atlet profesional bulu tangkis. Saya tak pernah menyesal jadi atlet bulu tangkis. Dunia inilah yang membesarkan nama saya. Dunia ini yang bisa membuat saya memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara."

Baca juga: Liliyana Natsir Resmi Nyatakan Pensiun pada Acara Perpisahannya

Mendengar hal itu, sontak, teriakan dari para penonton yang memenuhi Istora pun kembali menggema. "Cik Butet...Butet..." Pembawa acara sampai mengingatkan hadirin untuk hening sejenak agar Butet kembali bisa menyampaikan sambutannya.

Dok. PBSI
Kaus raksasa berwarna putih dengan gambar Liliyana pun muncul dari balik panggung sebagai simbol penghargaan atas dedikasi sang atlet untuk negeri saat acara bertajuk Liliyana Natsirs Farewell Event di Istora Senayan, Minggu (27/1/2019).

"Dunia inilah (bulu tangkis) yang membesarkan nama saya. Dunia inilah yang membuat saya bisa memberikan bangsa saya yang terbaik. Dan saya ingin adik-adik saya menjadi pemenang-pemenang yang baru," lanjut Liliyana.

Baca juga: Liliyana Natsir: Saya Pergi Bukan untuk Menjauh...

Ucapan terima kasih kepada orangtua dan sang kakak menjadi kelanjutan ucapan Liliyana.

"Dan, yang paling penting, saya ucapkan terima kasih untuk orangtua saya dan kakak saya yang selalu support saya, kalah ataupun menang," kata dia.

Dok. PBSI
Liliyana Natsir alias Butet berfoto bersama ibunya, Olly Maramis, serta sang ayah Beno Natsir, saat acara perpisahan di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (27/1/2019).

Selesai Liliyana menyampaikan ucapan perpisahan yang terus bersahut sambutan dari segenap penjuru Istoran Senayan, orangtuanya—Benno Natsir dan Olly Maramis—bergabung ke tengah arena.

Selebrasi Liliyana mengelilingi Istora Senayan untuk menyapa para penonton, laiknya ketika memenangi sebuah kejuaraan, menutup acara perpisahan tersebut. 

Laga terakhir

Pada Indonesia Masters 2019, Liliyana yang berpasangan dengan Tontowi Ahmad pada nomor ganda campuran, tampil hingga memasuki partai puncak alias final.

Meski hanya menjadi runner-up, kalah dari wakil China, Zheng Siwei/Huang Yaqiong, dengan skor 21-19, 19-21, dan 16-21 dari, perjuangan sengit Butet dan Tontowi di atas lapangan mendapat apresiasi dari para penonton.

Baca juga: Tontowi/Liliyana Tutup Indonesia Masters 2019 dengan Perjuangan Sengit

Liliyana mengaku tetap bersyukur dengan hasil yang didapat di turnamen terakhirnya itu dan merasa kariernya berakhir dengan indah.

"Saya bersyukur, pada akhir karier saya ini saya masih didampingi Tontowi dan bahkan bisa sampai ke final (Indonesia Masters 2019). Saya benar-benar pensiun dengan tenang," ucap Liliyana.

KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Pemain ganda campuran Indonesia Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir bertanding melawan ganda campuran ganda campuran China, Zheng Siwei dan Huang Yaqiong pada pertandingan final Daihatsu Indonesia Masters 2019 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (27/1/2019). Zheng dan Huang juara ganda camp[uran setelah menang dengan skor 19-21, 21-19 dan 21-16.

Pasangan ganda campuran China, kata Liliyana, punya kecepatan dan tenaga yang kuat. "Mereka juga jauh lebih muda dari kami. Masih on fire," tambah dia.

Liliyana mengaku tetap bahagia dengan penampilannya bersama Tontowi meski tidak menutup karier dengan trofi pamungkas.

"Saya senang dengan penampilan di pertandingan tadi karena saya punya kans memberikan penampilan terbaik dan menyusahkan pasangan nomor 1 dunia di usia yang tidak muda lagi," ucap Liliyana.

MERANTAU DARI MANADO DEMI BULU TANGKIS

 

HALAMAN rumahnya di Manado, Sulawesi Utara, menjadi awal perkenalan Liliyana Natsir dengan bulu tangkis. Di tempat itulah, dia mulai mengayunkan raket saat berusia sembilan tahun.

Liliyana tidak berasal dari keluarga atlet. Namun, mereka punya ketertarikan pada olahraga, terutama bulu tangkis. Sejak jadi siswa sekolah dasar (SD), Liliyana juga terlihat menyukai olahraga, tampak dari nilai rapor untuk mata pelajaran ini adalah 9. 

Belakangan, Benno Natsir, sang ayah, memasukkan Liliyana ke klub bulu tangkis lokal, PB Pisok Manado. Dari sinilah teknik bulu tangkis dan prestasi Liliyana bermula dan berkembang.

Baca juga: Ada Peran Motivator di Balik Kesuksesan Tontowi/Liliyana

Tjahjo Sasongko/Kompas.com
Liliyana Natsir (kanan) bersama ibunya, Olly Maramis dan Beno Natsir, ayahnya di Jakarta, Kamis (13/07/2017)

Tak sedikit medali emas kejuaraan lokal yang dia sumbangkan untuk klubnya tersebut. Hingga, pada satu titik muncul keputusan untuk Liliyana merantau ke Ibu Kota untuk mempertajam kemampuannya dengan bergabung ke PB Tangkas.

Ini bukan keputusan mudah. Salah satunya adalah karena Liliyana yang saat itu berusia 12 tahun juga harus meninggalkan bangku sekolah di Manado, sesuatu yang disesalkan sebagian keluarga besarnya. 

Namun, hidup adalah pilihan. Setelah melewati banyak pertimbangan bersama orangtuanya, Liliyana tetap bertolak ke Jakarta. Dia memilih untuk serius mendalami olahraga bulu tangkis. 

Anak mama

Saat memutuskan merantau ke Jakarta, Liliyana ditemani sang ibunda, Olly Maramis, hingga tiga bulan pertama.

"Saya sampai kos (indekos) dekat (PB) Tangkas," ujar Olly dalam sebuah wawancara dengan Kompas.com beberapa tahun lalu.

Olly tak pernah lepas memantau Adek, panggilan sayangnya untuk Butet. Dia selalu menemani Butet pada masa awal sang anak masuk asrama PB Tangkas.

"Tante selalu urus dia sendiri dari bayi sampai besar. Bahkan, dia dan kakaknya selalu tante suapin setiap makan, baju disiapkan, benar-benar tergantung sama tante," kenang Olly.

Selepas tiga bulan menemai sang putri di Jakarta, itulah kali pertama mereka berpisah. Sang mama kembali ke Manado untuk mengurus bisnis onderdil dan bengkel yang dijalankan bersama ayah Liliyana.

Baca juga: Tangis Tontowi/Liliyana Saat Berpelukan dengan Keluarganya di Bandara

"Saat saya mau pulang, dia nangis-nangis di asrama karena tidak mau pisah dengan saya. Namun, saya ajak pulang pun dia tidak mau. Dia minta saya tinggal di Jakarta, biar kakaknya di Manado diurus papanya," kenang Olly dengan logat Manado.

ANDREAS LUKAS ALTOBELI/KOMPAS.com
Pebulu tangkis ganda campuran Indonesia, Liliyana Natsir (kiri) disambut oleh sang ibunda, Olly Maramis, sesaat setelah tiba di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Jakarta, Selasa (23/8/2016).

Perjuangan Butet tak sia-sia. Anak bungsu yang selalu menangis karena enggan ditinggal sang ibu itu menjelma menjadi salah satu atlet bulu tangkis andal.

Butet dipercaya masuk ke pemusatan latihan nasional (pelatnas) Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) pada 2002. Legenda bulu tangkis yang disegani pun lahir. 

Mengapa dipanggil Butet?

Nama Butet sudah sangat melekat pada Liliyana. Berbagai media massa di Indonesia, termasuk Kompas.com, tak jarang menyebut sang atlet di artikel dengan nama tersebut.

Para penggemar bulu tangkis Indonesia yang kerap hadir di Istora juga sering meneriakkan yel-yel "Owi-Butet" sebagai bentuk dukungan kepada Liliyana dan pasangannya, Tontowi Ahmad.

Mengapa Liliyana bisa dipanggil Butet? Padahal, dia berasal dari Manado dan nama Butet tidak identik dengan panggilan untuk perempuan di daerah asalnya.

Rupanya, panggilan Butet memang dicetuskan oleh seniornya yang berdarah Batak di PB Tangkas, yaitu Muhrini.

Baca juga: Asal Mula Nama Butet dan Galaknya Liliyana

"Dia (Muhrini) mengatakan, kalau di Medan, panggilan Butet ditujukan kepada anak perempuan yang paling kecil dan itu biasanya dipakai buat yang paling disayang," ucap Liliyana saat ditemui di Pelatnas Cipayung, Jakarta Timur, Rabu (24/8/2016).

"Dia kan senior, jadi saya tidak berani melawan. Saya iyakan sajalah," ujar Liliyana sembari tertawa.

KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI
Ganda campuran Indonesia Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir saat melawan ganda Campuran Indonesia Hafiz Faizal dan Gloria Emanuelle Widjaja saat pertandingan Daihatsu Indonesia Masters 2019 di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (24/1/2019). Tontowi dan Liliyana berhasil lolos ke babak perempat final usai menang dengan skor 21-16 dan 21-12.

Sang ibu juga membenarkan asal-usul nama Butet. Liliyana adalah anak bungsu yang suka menangis dan tidak bisa lepas dari mamanya.

"Dahulu temannya orang Batak bilang kalau di kampungnya, seperti Liliyana ini dipanggilnya Butet. Akhirnya malah keterusan," ucap Olly sambil tertawa.

SRIKANDI BULU TANGKIS INDONESIA ERA MILENIUM

 

BERBICARA soal ratu bulu tangkis Indonesia, ingatan semua orang mungkin akan tertuju kepada Ivanna Lie atau Susy Susanti.

Julukan "ratu bulu tangkis" itu begitu mulus berpindah dari Ivanna Lie yang berjaya pada era ‘80-an kepada Susy Susanti menjelang akhir 2000.

Setelah keduanya pensiun, praktis tidak ada lagi tunggal putri Indonesia yang bisa mengguncang dunia hingga saat ini.

Namun, sosok Liliyana melejit di tengah lesunya prestasi bulu tangkis dari nomor perseorangan putri. Dia telah menjadi wajah srikandi Indonesia sedekade terakhir di nomor ganda, baik ganda putri maupun ganda campuran.

Pasangan selama berkarier

Sejak menembus pelatnas PBSI pada 2002 hingga akhir kariernya pada 27 Januari 2019, Butet sudah beberapa kali berganti pasangan. Berikut ini beberapa pebulu tangkis yang pernah berpasangan dengan Butet di berbagai kejuaraan:

  1. Nathalia Christine Poluakan (ganda putri)
    Duet Nathalia/Liliyana pernah muncul pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 2004 dan mereka menjuarai nomor ganda putri di ajang tersebut.

    Nathalia merupakan rekan pelatnas Butet yang juga berasal dari Sulawesi Utara. Dia bergabung ke Cipayung pada 2002.

  2. Markis Kido (ganda campuran)
    Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, Butet pernah berpasangan dengan Markis Kido pada 2002, dalam Kejuaraan Junior Asia di Kuala Lumpur, Malaysia.

    Di kejuaraan tersebut, Butet dan Markis Kido menjadi juara setelah mengalahkan pasangan China, Cao Chen/Rong Lu.

    Markis Kido kemudian dikenal sebagai pebulu tangkis ganda putra yang antara lain meraih medali emas Olimpiade Beijing 2008 bersama Hendra Setiawan.

    Baca juga: Momen Terindah dan Mengesalkan dalam Karier Liliyana Natsir

  3. Devi Sukma Wijaya (ganda putri)
    Butet sempat dipasangkan dengan Devi pada Kejuaraan Dunia Junior 2002 yang diselenggarakan di Pretoria, Afrika Selatan.

  4. Eny Erlangga (ganda putri)
    Bersama Eny, Butet pernah meraih medali perak SEA Games 2003 yang diselenggarakan di Ho Chi Minh City, Vietnam. Pada laga final, Butet dan Eny dikalahkan pasangan Indonesia lainnya, Jo Novita/Lita Nurlita.

  5. Devin Lahardi Fitriawan (ganda campuran)
    Butet dan Devin tak begitu lama berpasangan. Namun, mereka pernah menjuarai ajang Malaysia Masters 2010 dengan mengalahkan duet Thailand, Sudket Prapakamol/Saralee Thungthongkam.

  6. Muhammad Rijal (ganda campuran)
    Seperti halnya dengan Devin, Rijal juga bukan pasangan tetap Butet. Mereka berpasangan pada kejuaraan Japan Open 2012.

    Kala itu, duet Rijal dan Butet menghasilkan medali perak setelah dikalahkan pasangan Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying.

    Baca juga: Nyanyian Angsa Nova/Butet

  7. Nova Widianto (ganda campuran)
    Pelatih ganda campuran nasional Indonesia, Richard Mainaky, menyadari bakat yang dimiliki Butet di nomor pertandingan ganda.

    Akhirnya, pada 2004, Butet dipasangkan dengan Nova Widianto yang sebelumnya berduet dengan Vita Marissa.

    Seolah berjodoh, karier Butet memang semakin moncer bersama Nova berkat raihan gelar juara yang mereka raih di berbagai kejuaraan.

    Selama bersama Nova, Butet mampu mengoleksi lima gelar juara IBF World Grand Prix, lima gelar superseries, dua  medali emas SEA Games, satu medali emas Kejuaraan Asia, dua kali juara dunia, satu medali emas World Cup, dan medali perak Olimpiade Beijing 2008.

  8. Vita Marissa (ganda putri)
    Semasa berduet dengan Nova Widianto di ganda campuran, Butet juga tampil di nomor ganda putri bersama Vita Marissa.

    Butet dan Vita juga memiliki prestasi yang tak bisa dipandang sebelah mata, seperti juara China Masters 2007, Indonesia Open 2008, dan SEA Games 2007.

  9. Tontowi Ahmad (ganda campuran)
    Sepanjang karier Butet, mungkin bisa dikatakan bahwa Tontowi Ahmad merupakan pasangan terbaiknya. Indikatornya, capaian prestasi selama mereka berpasangan.

    Pasangan Tontowi/Liliyana muncul sejak akhir 2010. Sederet prestasi berupa gelar bergengsi mereka rengkuh bersama, yaitu delapan gelar juara grand prix, 16 gelar juara superseries, satu gelar BWF World Tour, satu medali emas SEA Games, satu medali emas Kejuaraan Asia, dan dua kali juara dunia.

    Bersama Tontowi pula, Butet mewujudkan cita-cita tertinggi dalam kariernya sebagai atlet, yakni meraih medali emas Olimpiade Rio 2016. Pada laga final, Tontowi/Liliyana mengalahkan pasangan asal Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying.

Baca juga: Raih Emas Olimpiade, Tontowi/Liliyana Dapat Rp 5 Miliar hingga Tunjangan Hari Tua

Perjalanan Karier Liliana Natsir - (KOMPAS.com/AKBAR BHAYU TAMTOMO)

Prestasi dari dua nomor 

Podium Singapura Open 2004 dapat dikatakan menjadi tempat Butet memperkenalkan diri ke dunia bulu tangkis internasional.

Belum genap berusia 20 tahun, Butet telah menyandang status juara dunia (juara World Championships) dan menaklukkan Asia Tenggara pada SEA Games 2005.

Perkenalan itu berjalan semakin intim setahun berselang. Bagaimana tidak, belum genap berusia 20 tahun, Butet telah menyandang status juara dunia (juara World Championships) dan menaklukkan Asia Tenggara pada SEA Games 2005.

Dua gelar prestisius itu kembali dipertahankan Butet pada 2007. Namun, medali emas SEA Games kedua Butet didapat dari nomor ganda putri bersama Vita Marissa.

Lima belas gelar dalam jangka waktu empat tahun menjadi modal Butet terbang ke Beijing, China, untuk debut di Olimpiade. Nahas, Butet gagal total di dua nomor dan hanya meraih perak bersama Nova Widianto.

Seusai kegagalan itu, pelatih ganda campuran Indonesia, Richard Mainaky, mulai mencoba mencari pasangan baru untuk Butet. Transisi ini berjalan hingga 2010.

Tiga pemain dicoba Richard Mainaky untuk dipasangkan dengan Butet, hingga akhirnya Tontowi Ahmad terpilih sebagai pasangan tetap Butet.

Rekor dan akhir penantian medali emas Olimpiade

Berbeda dengan sebelumnya, Butet yang lebih senior berperan membimbing Tontowi yang usianya dua tahun lebih muda.

"Butet punya insting dan skill sangat tinggi. Dia dipasangkan dengan pemain mana pun pasti akan menuai hasil," kata Richard Mainaky dikutip dari akun Youtube PB Djarum.

"Permainan Butet di depan menunjang karakter permainan Owi di belakang. Saya saat itu merasa yakin dengan menduetkan mereka. Keduanya bisa saling mengisi," ujar Richard  menambahkan.

Baca juga: Liliyana Natsir Itu Pemain Yang Langka!

 
LIliyana Natsird an pelatih ganda campuran, Richard Mainaky

Tak perlu menunggu lama untuk menunggu hasil racikan anyar dari Richard Mainaky. Kombinasi apik senior junior itu meraih gelar pertamanya di Macau Open 2010.

Chemistry Owi-Butet semakin terlihat pada 2011 dengan merengkuh empat gelar superseries dan medali emas SEA Games. Bersama Tontowi, Butet bisa merasakan podium tertinggi turnamen bulu tangkis tertua, All England, pada 2012.

"Untuk kami berdua, ini prestasi yang sangat bagus. Terakhir ganda campuran Indonesia juara di sini tahun 1979. Jadi, kami yang mengakhiri penantian selama 33 tahun itu."

~Liliyana Natsir~
seusai memenangi All England 2012~

"Untuk kami berdua, ini prestasi yang sangat bagus. Terakhir ganda campuran Indonesia juara di sini tahun 1979. Jadi, kami yang mengakhiri penantian selama 33 tahun itu," kata Butet dikutip dari akun YouTube BWF, seusai memenangi turnamen.

Setelah menaklukkan Birmingham, Butet melanjutkan perjalanan ke London demi medali emas Olimpiade. Gemerlapnya ibu kota Inggris itu seperti terlalu menyilaukan kontingen bulu tangkis Indonesia. Hanya Butet dan Tontowi yang mampu melaju hingga babak semifinal.

Pada akhirnya, tidak ada bendera Merah Putih dalam upacara penyerahan medali di Wembley Arena. Olimpiade London 2012 mungkin akan dikenang sebagai “kuburan” untuk bulu tangkis Indonesia.

"Pastinya kami sangat kecewa. Kami sudah berusaha maksimal. Kami minta maaf tidak bisa melanjutkan tradisi emas Indonesia di Olimpiade," kata Butet seusai tersingkir di babak semifinal, dikutip dari situs web PBSI.

Kalah rubber game dalam waktu 75 menit di semifinal, Owi/Butet semakin menderita ketika kembali gagal dalam perebutan medali perunggu.

Kontingen bulu tangkis Indonesia harus pulang ke Tanah Air dengan kepala tertunduk dan tanpa sekeping medali. Terpuruk hingga dirumorkan akan pensiun menjadi isu yang kerap dikaitkan dengan Butet seusai kegagalan di London.

Butet menjawab keraguan itu dan "membalaskan dendamnya" ketika kembali ke Inggris pada laga-laga berikutnya.

Baca juga: Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir Tiga Kali Berturut-turut Juarai All England!

AFP/BEN STANSALL
Ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad (kiri) dan Liliyana Natsir, mengangkat trofi All England yang mereka raih usai kalahkan pasangan China, Zhang Nan/Zhao Yunlei, Minggu (10/3/2013).

Butet dan Tontowi seperti mengamuk ketika mempertahankan gelar All England dua tahun berturut-turut.

Bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan ke-71 Indonesia, 17 Agustus 2016, Butet dan Tontowi mempersembahkan medali emas Olimpiade.

Namun, publik kembali meragukan Butet dan Tontowi seusai paceklik gelar superseries sepanjang kalendar 2015. Hal ini tentunya tidak bagus untuk persiapan menuju Olimpiade Rio 2016.

Meski sudah berusia 31 tahun, Butet tetap berangkat ke Brasil dengan misi yang sama seperti dua Olimpiade sebelumnya, meraih medali emas. Kali ini, hasilnya sesuai harapan. 

Bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan ke-71 Indonesia, 17 Agustus 2016, Butet dan Tontowi mempersembahkan medali emas Olimpiade.

Butet menjadi perempuan kedua Indonesia yang menyanyikan Indonesia Raya di podium Olimpiade, setelah Susy Susanti pada 1992 di Barcelona. 

Baca juga: Emas Olimpiade Sempurnakan Gelar All England dan Juara Dunia Tontowi/Liliyana

GOH CHAI HIN/AFP PHOTO
Pasangan ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, berfoto dengan medali emas Olimpiade Rio yang dimenangi setelah mengalahkan wakil Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying Goh, 21-14, 21-12, pada laga final di Riocentro Pavilion 4, Rio de Janeiro, Brasil, (17/8/2016).

"Tekanan di Olimpiade memang luar biasa walaupun sudah berpengalaman, apalagi kami tinggal sendiri dan hari ini adalah hari kemerdekaan Indonesia. Maunya kami memberikan yang terbaik. Pokoknya perasaannya campur aduklah," kata Butet.

"Saya dan Owi seperti belum percaya bisa juara. Namun, kami sangat bersyukur. Kami berterima kasih buat keluarga, pelatih, dan seluruh masyarakat Indonesia yang mendoakan. Akhirnya, kami bisa mempersembahkan emas untuk Indonesia," ujar Butet menambahkan.

AFP PHOTO / ANDY BUCHANAN
Peraih medali perunggu pebulu tangkis Inggris, Chris/Gabrielle Adcock, pebulu tangkis Hongkong Chun Hei/Hoi Wah, peraih medali emas, pebulu tangkis Indonesia Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, dan peraih medali perunggu, pebulu tangkis China Zheng Siwei/Chen Qingchen, berfoto bersama di podium setelah partai ganda campuran di Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2017, di Emirates Arena, Glasgow, Skotlandia, Minggu (27/8/2017).

Medali emas Olimpiade Rio Brasil 2016 seperti menjadi tenaga tambahan untuk Butet bertahan di level tertinggi ketika kondisi fisiknya mulai tergerus usia.

Satu tahun setelah kenangan manis di Brasil, Butet mencetak sejarah di Glasgow, Skotlandia. Di sini, dia kembali merebut gelar juara sekaligus menjadi satu-satunya pebulu tangkis putri di dunia yang tercatat menjuarai empat Kejuaraan Dunia di satu nomor—ganda campuran—, yakni pada 2005, 2007, 2013, dan 2017.

Yang gagal ditaklukkan Butet 

Meski sudah puluhan kali naik podium juara, Butet masih belum pernah merasakan gelar di lima turnamen bergengsi dunia. Asian Games mungkin menjadi yang paling disayangkan Butet. 

"Yang paling diinginkan tentunya Asian Games untuk melengkapi apa yang sudah saya punya. Saya sudah pernah SEA Games, juara dunia, Indonesian Open, dan Olimpiade," kata Butet dikutip dari akun YoTube BolaSport.com.

Namun, Butet merasa tidak terlalu kecewa karena mimpi tertingginya sudah tercapai.

"Tuhan berencana lain. Saya merasa sudah cukup dengan medali emas Olimpiade," ujar dia. 

BADMINTON INDONESIA
Pasangan ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.

Sepanjang kariernya, Butet empat kali mengikuti ajang Asian Games. Dari semua keikutsertaannya di ajang olahraga tertinggi Asia itu, dia "hanya" mendapatkan medali perak pada 2014 dan perunggu pada 2018. 

Sebagai pemain putri, Piala Uber juga menjadi impian. Namun, dari tiga kali kesempatan, Butet hanya satu kali menembus babak final, yaitu pada 2008. Itu pun, pil pahit kekalahan harus ditelan setelah kalah 0-3 dari tim China. 

Untuk turnamen yang dihelat BWF, Butet belum pernah merasakan juara di tiga ajang yang termasuk dalam rangkaian superseries. Ketiga turnamen itu adalah Denmark Open, Jepang Open, dan BWF Superseries Finals/World Tour Finals.

Baca juga: Kabar Liliyana Natsir Pensiun Sampai ke Denmark

Di Denmark Open, Butet gagal secara beruntun di empat partai final sejak 2012. Adapun di Jepang Open, Butet dua kali menjadi menjadi runner-up pada musim 2008 dan 2012.

Sementara itu, BWF Superseries Finals adalah turnamen yang mempertemukan para pemain pemilik poin tertinggi selama satu musim. Butet hanya satu kali mencapai partai final, tetapi kalah, yakni pada edisi 2008 bersama Nova Widianto.

Daftar Gelar Liliyana Natsir - (KOMPAS.com/AKBAR BHAYU TAMTOMO)

RENCANA SETELAH PENSIUN

INGIN refreshing dan mengembangkan bisnis. Itulah rencana terdekat Butet setelah mengumumkan pensiun.

Namun, dia mengaku ingin menjauh sejenak dari bulu tangkis, alias menyegarkan pikiran terlebih dahulu.

"Dari kecil, saya di bulu tangkis, pasti ada kangen, ingin berkunjung-berkunjung (ke pelatnas), mungkin sharing-sharing dengan teman-teman, tukar pengalaman." 

~Liliyana Natsir~

"Normalnya, atlet yang sudah berkecimpung puluhan tahun, inginnya setelah berhenti, ingin sedikit refreshing, jauh-jauh sedikit dari bulu tangkis karena pagi, siang, sore, malam itu soal bulu tangkis, kok, raket dan lapangan setiap hari. Jadi, ingin liburan dulu," kata Butet dalam sesi konferensi pers menjelang Indonesia Masters 2019.

Terkait apakah nantinya akan kembali bergelut di dunia tepok bulu, jadi pelatih misalnya, Butet belum bisa memastikan meski tak menutup peluang untuk itu. 

"Saya enggak bisa ngomong sekarang (soal tetap di dunia bulu tangkis atau tidak). Dari kecil, saya di bulu tangkis, pasti ada kangen, ingin berkunjung-berkunjung (ke pelatnas), mungkin sharing-sharing dengan teman-teman, tukar pengalaman," ujar dia. 

Baca juga: Liliyana Natsir Ingin Hidup "Sedikit" Lebih Bebas

KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Liliyana Natsir berpose usai jumpa pers Indonesia Masters 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (21/1/2019). Turnamen bulu tangkis Indonesia Masters 2019 akan bergulir 22-27 Januari di Istora Senayan, Jakarta.

Soal bisnis, Butet mengaku ingin mengembangkan usaha di bidang pijat badan (massage), pijat refleksi, dan properti. Tak hanya itu, Butet mengatakan ingin juga mencoba berbisnis penukaran uang. 

"Saya fokus dengan bisnis yang saya tekuni dari tiga tahun sebelumnya. Ada tempat massage dan refleksi, properti, dan rencananya ke depan mau buka money changer. Saya berharap selain sukses di bulu tangkis juga sukses di dunia bisnis," ucap Butet.

Harapan untuk penerusnya

Butet pensiun dengan catatan sebagai ganda campuran terbaik di Indonesia. Bersama pasangannya, Tontowi, terakhir dia menempati posisi keempat dalam peringkat dunia ganda campuran.

Menyusul mereka ada Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja yang menduduki peringkat ke-14 dunia serta Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti di urutan ke-15.

Butet berharap segera ada penerus dirinya sehingga ganda campuran Indonesia mampu menghentikan dominasi pasangan China, Zheng Siwei/Huang Yaqiong, yang sekarang adalah peringkat pertama dunia.

"Saya berharap mereka bisa konsisten, bisa mengimbangi. Apalagi dengan (kekuatan) China, Zheng Siwei/Huang Yaqiong (China) sudah terlalu mendominasi," kata Butet.

Secara khusus 

"Saya berharap Praveen/Melati, Hafiz/Glo, juga tontowi yang belum pasti pasangannya, saya berharap mereka siap," tuturnya.

Baca juga: Liliyana Natsir Inginkan Regenerasi di Ganda Campuran Indonesia

Selain itu, Liliyana juga berharap regenerasi ganda campuran Indonesia bisa berjalan dengan cepat untuk menghadapi turnamen-turnamen besar yang akan digelar.

"Saya berharap cepat ada regenerasi, cepat bisa berprestasi lagi. Apalagi ke depan ada turnamen-turnamen penting, ada All England, ada Kejuaraan Dunia, dan ada Olimpiade 2020," kata Butet.

TAK HANYA BUTET,
DEBBY SUSANTO PUN PENSIUN...

 

TAK hanya Butet, Indonesia pun mesti melepas srikandi bulu tangkis Debby Susanto. Ya, pebulu tangkis ganda campuran ini pun gantung raket seusai tersingkir di babak pertama Indonesia Masters 2019, Rabu (23/1/2019).

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Debby Susanto

Setelah menekuni bulu tangkis profesional selama kurang lebih 16 tahun, Debby memutuskan gantung raket. Atlet kelahiran Palembang, 3 Mei 1989 ini pensiun untuk fokus ke keluarga.

"Ini keputusan yang sangat sulit, tetapi saya memiliki prioritas berbeda sekarang, dan itu membuat saya lebih mudah memilih."

~Debby Susanto~

"Ini keputusan yang sangat sulit, tetapi saya memiliki prioritas berbeda sekarang, dan itu membuat saya lebih mudah memilih," kata Debby, seperti dilansir bwfbadminton.com.

Baca juga: Jalani Laga Terakhir di Indonesia Masters 2019, Debby Susanto Pensiun

Pada 2006, Debby bergabung dengan PB Djarum. World Junior Championship 2006 di Korea menjadi kesempatan pertamanya mewakili Indonesia di turnamen internasional. 

Debby mengukir prestasi internasional pertama dengan lolos ke semifinal nomor tunggal putri German Junior 2007. Lalu, pada tahun yang sama, Debby menyabet medali emas nomor ganda putri bersama Richi Puspita Dili di Asia Junior Championship 2007.

Performanya yang cemerlang membuat atlet berpostur 161 cm ini mendapatkan tempat di pelatnas bulu tangkis Indonesia pada 2008. Awalnya, Debby diplot sebagai pemain ganda putri. Dia pernah berpasangan dengan Komala Dewi, Pia Zebadiah, dan Richi Puspita.

Satu tahun bergabung pelatnas, Debby mempersembahkan gelar Vietnam International Challenge 2009 bersama Pia Zebadiah. Pada tahun yang sama, Debby juga mulai dimainkan di sektor ganda campuran berpasangan dengan Muhammad Rijal.

Setelah bertahun-tahun berduet, Debby/Muhammad Rijal akhirnya menyumbangkan prestasi untuk Indonesia, yakni menjuarai SEA Games 2013. Namun, Rijal kemudian memutuskan keluar dari pelatnas.

Setelah berpisah dengan Rijal, Debby dipasangkan dengan Praveen Jordan yang saat itu baru berusia 20 tahun, pada 2014. 

BADMINTONINDONESIA.ORG
Pasangan ganda campuran Indonesia, Praveen Jordan/Debby Susanto, mencium trofi juara All England 2016 yang didapat setelah mengalahkan pasangan Denmark, Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen, di Birmingham, Minggu (13/3/2016).

Bersama Praveen, Debby menorehkan berbagai prestasi bergengsi. Mereka merebut medali emas SEA Games 2015 serta menyabet dua gelar BWF Superseries, yakni All England 2016 dan Korea Open 2017.

Praveen/Debby juga mengoleksi satu gelar juara BWF Grand Prix, yakni Syed Modi International 2016. Bersama Praveen, Debby pun meraih posisi terbaiknya di peringkat dunia BWF, yaitu nomor dua dunia pada 2016. 

Namun, prestasi pasangan ini menurun pada 2017. Praveen/Debby akhirnya berpisah setelah tiga tahun berpasangan. Pada awal 2018, Debby mulai berduet dengan Ricky Karanda Suwardi.

Baca juga: Debby Susanto Kembali Isyaratkan Pensiun Dini

Namun, pasangan Debby/Ricky gagal bersinar di sepanjang 2018. Duet Debby/Ricky kini menduduki peringkat ke-19 dunia.

Sebelum memutuskan gantung raket, Debby juga beberapa kali berganti pasangan di beberapa turnamen. Debby sempat berduet dengan Tontowi Ahmad di Malaysia Masters 2019, sebelum menutup kariernya berpasangan dengan Ronald Alexander di Indonesia Masters 2019. 

Rencana setelah pensiun

Kendati telah belasan tahun berkecimpung di dunia tepok bulu, Debby mengaku belum memiliki keinginan untuk menjalani pekerjaan yang berkaitan dengan bulu tangkis setelah pensiun.

"Saya tidak berpikir akan (punya kegiatan) berkaitan dengan bulu tangkis. Setidaknya, untuk sekarang tampaknya begitu, tapi tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan," ujar Debby.

Menikah pada 2017, Debby mengaku lebih ingin menikmati perannya sebagai istri di rumah tangganya. Selain itu, Debby juga berkeinginan segera memiliki buah hati dengan suaminya, Haptiwan Daya.

"Saya akan berusia 30 tahun, jadi saya harus mulai berpikir tentang memiliki seorang bayi dan sebagainya," kata Debby.

KATA MEREKA TENTANG BUTET DAN DEBBY...

 

BERKERINGAT dan berkecimpung di lapangan yang sama, tentu menorehkan sejuta kesan dan cerita, termasuk dari arena tepok bulu ini. Tak semuanya gampang diucapkan saat perpisahan tak terhindarkan, tetapi sebagian di antaranya dapat terwakili. 

Berikut ini sejumput kesan dan cerita tentang Butet dan Debby dari para koleganya:

BADMINTON INDONESIA
Pasangan ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir dan Praveen Jordan/Debby Susanto, berpose di podium pertama dan kedua. Tontowi/Liliyana menang 21-19, 21-17 atas Praveen/Debby pada laga final yang berlangsung di Hong Kong Coliseum, Minggu (27/11/2016).
PBSI
Pada turnamen yang baru saja naik kelas ke level BWF World Tour Super 500 ini, Indonesia akan turun dengan kekuatan penuh, termasuk Jonatna CHristie, Gregoria Marsika, Kevin sanjaya/Marcus Gideon, Greysia Piolii/Apriyani dan Liliyana Natsir/Tontowi Ahmad.
KOMPAS.com / ANDREAS LUKAS ALTOBELI
Pebulu tangkis ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir berpose dengan menggigit medali usai meraih gelar juara Indonesia Open 2018 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (8/7/2018). Tontowi/Liliyana keluar sebagai juara usai menang atas pasangan Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying dengan skor 21-17 dan 21-8.
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Pemain ganda campuran Indonesia Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir bertanding melawan ganda campuran ganda campuran China, Zheng Siwei dan Huang Yaqiong pada pertandingan final Daihatsu Indonesia Masters 2019 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (27/1/2019). Zheng dan Huang juara ganda camp[uran setelah menang dengan skor 19-21, 21-19 dan 21-16.

Heroes come and go, but legends are forever…

~Kobe Bryant~

 

Terima kasih, Butet, Debby...