Sosok muda nan mengaku ambisius satu ini cantik, cerdas, dan kaya juga. Sudah begitu, dia pun dipercaya menempati posisi penting di lingkungan Istana Negara.
Privilege dalam hidupnya sebagai anak konglomerat dan pejabat tak jadi alasan dia berleha-leha. Sebaliknya, itu jadi tanggung jawab bagi dirinya untuk ikut mengembangkan industri kreatif serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan pemberdayaan perempuan.
Melalui jalan hidupnya sekarang, ia berkeyakinan bahwa cerita sukses bukan hanya milik orang dengan latar belakang kaya, melainkan juga milik mereka yang gemar berusaha.
Inilah kisah Putri Indahsari Tanjung....
JANGKUNG, gendut, berambut kribo pula. Begitulah perawakan dan penampakan Putri Indahsari Tanjung semasa remaja.
Teman-teman di sekolah sering meledek penampilan fisik putri sulung dari konglomerat Chairul Tanjung itu.
“Inget banget dipanggilnya Brokoli. Jadi pas turun dari mobil, dipanggil, ‘Eh Brokoli, Brokoli’, gitu. Karena rambut aku (waktu itu) keriting,” kenang Putri saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (18/3/2021).
Aksi yang kalau di zaman sekarang dibilang bullying itu tidak berhenti sampai di situ.
Suatu hari, sekolah menggulirkan program kunjungan ke perusahaan. Tujuannya, memperkenalkan siswa/i kepada dunia kerja yang sesungguhnya.
Ayah Putri pun membuka pintu perusahaannya untuk dapat mereka kunjungi. Namun, para perundung justru punya pikiran berbeda. Tidak menyukainya.
Mereka memandang sekolah terlalu memberikan keistimewaan bagi Putri lantaran dia anak orang kaya. "Habislah" Putri saat itu, menjadi bahan omongan miring.
“Anak-anak tuh kayak pada kesal. Ah Putri nih, gini, gini, gini. Ya, intinya banyak pressure dan bully dari (teman-teman) sekolah,” tutur Putri.
Segala perlakuan buruk teman-temannya itu sempat membuat Putri tidak percaya diri.
Meski demikian, Putri tidak sampai jatuh dan terpuruk. Di belakang hari, pengalamannya dengan bullying ini justru menjadi benefit berharga.
Jadi anak orang kaya tak lalu bikin hidup Putri leha-leha. Orangtua dan nenek dari ibu mendidik Putri jauh dari kata manja.
Misal, sudah di abad milenial, uang saku Putri "hanya" Rp 15.000 sehari. Itu tahun 2004 atau 2005. Dan, ingat, dia anak konglomerat.
Menurut Putri, pada akhirnya semua adalah tentang nilai hidup. Dia mengaku mendapat didikan keras soal ini dari orangtua dan neneknya itu.
Hal yang sama menjadi bekal Putri untuk melangkah sebagai sosok perempuan tangguh, mandiri, dan bertanggung jawab di usia yang masih relatif muda, tidak semata mengandalkan pertalian darah.
Pada saat bersamaan, Putri pun menempatkan segala kegagalan dan peristiwa tak enak di hidup laiknya bensin yang menjadi bahan bakar kendaraan untuk terus melaju ke depan.
“Gimana caranya kita bisa channel that insecurity into positive energy. Kita semakin memperbaiki diri, semakin semangat untuk berkarya dan segala macam,” ujar Putri.
Pencarian jati diri terus berlanjut hingga Putri memantapkan hati menekuni apa yang sudah dia ingin sejak kecil, yaitu menjadi entrepreuner.
Ajaran keluarga dan pengalaman berorganisasi menurut Putri adalah modal penting yang membentuk dirinya pada hari ini.
Dalam perbincangan tengah hari di sela kesibukan kerjanya itu, Putri pun bertutur tentang pengalaman pertamanya menghelat event sendiri.
Dia ingat betul event pertama yang ia rancang dan kelola adalah perayaan ulang tahun teman sekelasnya yang berulang tahun ke-15.
Di situ dia belajar banyak hal tentang penyelenggaraan kegiatan, mulai dari menawarkan konsep, memahami detail, hingga yang namanya backup plan.
Dulu, Putri mengaku sering merasa risih bila dikatakan bahwa segala pencapaiannya saat ini semata karena bantuan dari orangtua, terutama sang bapak.
Buat Putri, sosok sang bapak adalah idola, teladan, sekaligus mentor. Namun, ada satu hal lagi, sosok bapak yang sama bukanlah model orangtua yang membantu anaknya dengan rupa uang dan atau akses gratis.
Ketika Putri menyatakan hendak menekuni dunia usaha dan kewirausahaan, ada tiga syarat diajukan sang bapak untuk pemberian izin dan restu.
"Pertama, Bapak enggak mau kasih modal. Kedua, enggak boleh minta uang dari CT Corp, dari perusahaan Bapak. Ketiga, enggak boleh pinjam uang (ke Bapak),” ujar Putri.
Seturut waktu, Putri tak mau lagi ambil pusing dengan prasangka orang tentang dirinya, tentang capaian-capaiannya.
Tak membantah ada privilege terlahir sebagai anak pengusaha papan atas, Putri menyebut hal itu hanya satu faktor, bukan penentu akhir perjalanannya.
"Jadi aku ngerasa semakin dewasa lebih bisa berdamai sama diri sendiri. Kayak, of course aku bisa seperti sekarang enggak terlepas dari orangtuaku yang sangat luar biasa,” tutur Putri.
Pada akhirnya, kata dia, setiap orang tetaplah akan dan harus menjalani proses hidupnya masing-masing, terlepas dari asal-usul dan privilege keluarga.
“(Terlebih lagi), mau dia anaknya pengusaha, mau dia gender-nya apa, umurnya berapa, semua orang itu punya hak yang sama untuk sukses. Asalkan lu mau,” tegas dia yang saat ditanya hobi pun jawabannya enggak jauh-jauh dari urusan bikin inovasi pekerjaan.
Dalam perbincangan tepat selama waktu pakai satu baterai kamera DSLR dari sekali cas penuh, perempuan bertinggi badan 172 sentimeter ini bertutur banyak hal tentang diri, keluarga, nilai, dan visinya.
Seperti apa pula respons spontan Putri ketika dicolek peluangnya terjun ke dunia politik? Bagaimana juga kisah dia mendadak jadi "pembantu" Presiden sebagai salah satu staf khusus? Seperti apa juga sebenarnya nilai-nilai yang dia warisi dari keluarganya?
Simak selengkapnya di video berikut ini...
Kepak sayap Putri masih jauh dari kata berhenti. Di sela kesibukan menjadi pembantu Presiden, dia mendirikan Creative Experience Office (CXO), unit usaha di bawah CT Corp yang fokus pada customer experience.
Lalu, pada awal 2021, Putri menginisiasi sebuah program untuk para perempuan, dia namai Elevate Women.
Seperti diungkap dalam video di atas, Putri berkeyakinan bahwa perempuan adalah makhluk istimewa, yang punya peluang sama besarnya untuk berkarya besar dan mendapatkan apresiasi setara di segala bidang.
Dari semua kiprah dan aktivitasnya, Putri berkeyakinan bahwa pada akhirnya segala hal haruslah berangkat dari niat baik, terlepas apa pun hasil akhir yang nanti akan didapat dari proses yang dijalankan.