JEO - Tokoh






Kamis, 20 Februari 2020 | 12:53 WIB

S A T U   D E K A D E

 NAJWA SHIHAB 

MENGGERAKKAN ANAK MUDA

 

Najwa Shihab telah membawakan "Mata Najwa" lebih dari 10 tahun, yang baru saja diperingatinya. Acara ini jadi wahana untuk mewujudkan visinya dalam menggerakkan anak muda. Jalan yang ditempuh Najwa tidak mudah. Ini kisahnya. Simak pula wawancara khusus Kompas.com dengan Najwa tentang visinya soal anak muda itu di sini.

SOSOK Najwa Shihab selama ini memang dikenal sebagai pembawa acara gelar wicara di televisi.

Gayanya khas. Pertanyaannya kerap menyulitkan narasumber. Ini membuat program televisi yang lekat dengan namanya, "Mata Najwa", dikenal publik.




















Presenter Najwa Shihab saat wawancara eksklusif dengan Kompas.com di Kantor Narasi TV, Jakarta, Jumat (7/2/2020).

(KOMPAS.com/SANIA MASHABI)

Meski begitu, Najwa Shihab jauh lebih dulu dikenal sebagai jurnalis lapangan, sebelum menjadi bintang studio.

Salah satu liputan yang sangat dikenang penonton adalah saat dia melaporkan kondisi Aceh pasca-bencana besar gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004.

"Bencana terdahsyat abad ini. Itu benar-benar liputan yang tidak akan saya lupakan...."

Dengan rambut sebahu yang dikuncir kuda, terkadang ditutupi kerudung, Najwa menggambarkan kepada masyarakat betapa luluh lantaknya Aceh dilanda bencana.

Air matanya beberapa kali menetes di depan kamera. Reporter pertama di Metro TV dengan kode 01 sejak tahun 2000 itu memang mengakui bahwa tsunami Aceh menjadi liputan yang paling dia kenang.

"Bencana terdahsyat abad ini. Itu benar-benar liputan yang tidak akan saya lupakan. Mengerikan ketika melihat gelimpangan jenazah, bau anyir, terkadang masih melekat di ingatan," tutur Najwa


Baru kali itu putri dari intelektual Muslim dan mantan Menteri Agama Quraish Shihab ini melihat dan merasakan duka yang begitu dalam bagi masyarakat yang ditimpa musibah.

Salah satu adegan yang tidak akan pernah terlupakan adalah saat dia melihat anak yang menolak ajakan relawan dan hanya duduk diam di samping jenazah ibunya sepanjang malam.

"Duduk sepanjang malam di (samping) jenazah ibunya, berusaha membangunkan ibunya karena disangka ibunya hanya tidur dan akan bangun. Dan itu membekas," ucap perempuan yang akrab disapa Nana ini.

Tawaran program khusus

Pekerjaan sebagai reporter Metro TV terus dilakoni Najwa Shihab sepulang dari Aceh. Kariernya pun terus beranjak naik di Metro TV.

Hingga kemudian, Metro TV memintanya untuk memandu "Mata Najwa" pada 2009. Kala itu, Najwa Shihab baru saja menyelesaikan studi program magister di Australia.

Nana mengambil studi hukum di Universitas Melbourne pada 2008, melanjutkan studi S1 yang ditempuhnya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Sepulangnya dari Negeri Kanguru, tiba-tiba Nana diminta Metro TV untuk membuat program gelar wicara berbasis berita. Dia sekaligus diminta menjadi pembawa acara tunggal di program yang menggunakan namanya sebagai label.

DOK PRIBADI/NAJWA SHIHAB
Keluarga Quraish Shihab (duduk,kanan), termasuk Najwa Shihab (tengah, berdiri, nomor enam dari kanan).

Nana tidak langsung menjawab tawaran itu. Ia tak mau aji mumpung menerima tawaran hanya karena sudah berpengalaman sebagai jurnalis.

Dia khawatir jika acara itu tidak sukses maka nama "Najwa" yang digunakan sebagai label acara akan negatif di benak penontonnya.

"Sempat ada keraguan dan sempat lewat berbagai proses yang panjang, lah... Sampai akhirnya saya yakin mau buat program," kata Najwa kepada Kompas.com pada 12 Februari 2020.

Setelah menerima tawaran itu,  kesempatan Najwa Shihab untuk unjuk diri sebagai presenter gelar wicara dimulai.

SATU DEKADE

"MATA NAJWA" telah memasuki usia ke-10 pada November 2019. Sebagai acara bincang televisi, tentu satu dekade bukan waktu yang singkat.

Butuh proses panjang untuk menjadikan "Mata Najwa" sebagai salah satu acara bincang yang disukai penonton di tanah Air.

DOK PRIBADI VIA INSTAGRAM/NAJWA SHIHAB
Pembawa acara Najwa Shihab memakai sepatu Air Force 1 Para Noise yang merupakan hasil kolaborasi G-Dragon dengan Nike.

Sejak tawaran membuat program itu muncul, dalam waktu sekitar tiga hingga enam bulan, Nana terjun langsung membentuk tim dan memproses pembuatan "Mata Najwa".

"Juni atau September pertengahan bulan nah setelah itu proses persiapan sampai Mata Najwa tayang perdana," tutur dia.

Hingga kemudian, sejarah kehidupan Najwa Shihab tercipta. "Mata Najwa" tayang perdana pada 25 November 2009 di Metro TV.

Perjalanan satu dekade Mata Najwa tentu tidak berjalan mulus. Kendala tetap dialami Nana ketika menjalani "Mata Najwa".

Contohnya, kendala saat "Mata Najwa" tidak bisa menghadirkan narasumber A1—sebutan di kalangan wartawan untuk narasumber utama dan atau terpercaya—, atau narasumber yang diharapkan memberikan penjelasan gamblang saat pembahasan.

Narasumber itu tiba-tiba batal dan tidak memberi informasi beberapa saat sebelum "Mata Najwa" on air.

Kendati demikian, kendala semacam itu tetap bisa ditangani Nana dan tim. Perlahan, "Mata Najwa" mulai disukai penonton dan semakin berkembang. Pengakuan publik terhadap Najwa Shihab sebagai pembawa acara pun datang.

DOK PRIBADI/NAJWA SHIHAB
Najwa Shihab bersama Presiden Joko Widodo dalam salah satu edisi Mata Najwa.

Tak sedikit juga penghargaan yang diraih program "Mata Najwa", mulai dari Panasonic Award hingga penghargaan Komisi Penyiaran Indonesia.

"Saya merasa selama 10 tahun berkarya "Mata Najwa" bisa memberikan dampak dan pengaruh untuk pemirsanya. Dan saya rasa itu juga salah satunya pengakuan itu juga diberikan oleh beragam penghargaan yang selalu kami dapatkan," kata Nana.

Mundur dari Metro TV

Namun, tantangan kembali muncul setelah "Mata Najwa" berjalan sekitar delapan tahun.

Pada 2017, Najwa Shihab memutuskan mundur dari Metro TV, stasiun televisi yang membesarkan namanya selama 17 tahun.

"Mata Najwa" yang menampilkan wawancara eksklusif bersama penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan—yang saat itu menjadi sasaran serangan teror—, menjadi episode terakhir "Mata Najwa" di Metro TV.

"Rasa bangga menjadi reporter pertama Metro TV, sebagai pemilik kode reporter 01 dalam istilah teman-teman di Kedoya (kantor Metro TV), sampai kapan pun tak akan luntur," kata Nana, pada 8 Agustus 2017.

Catatan Tanpa Titik, Episode Terakhir Mata Najwa di Metro TV - (KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI)

Setelah mundur dari Metro TV, Nana berusaha membuktikan bahwa "Mata Najwa" bisa terus dilanjutkan. Dalam babak barunya, "Mata Najwa" tayang di Trans7.

Jurnalisme berdampak

Meski beda "rumah", visi Nana untuk "Mata Najwa" tetap sama. Perempuan kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, pada 16 September 1977 ini senang programnya dapat memberi dampak nyata di masyarakat.

Salah satu contohnya ketika "Mata Najwa" mengangkat masalah Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Usai isu itu diangkat, kepolisian langsung membentuk Satuan Tugas Anti-Mafia Bola dan menangkap terduga pelaku pengaturan skor.

Kemudian, "Mata Najwa" juga pernah mengangkat masalah umrah palsu. Episode ini seperti menjadi pengingat agar masyarakat berhati-hati dalam memilih agen perjalanan umrah.

"Banyak sekali sih, alhamdulilah, isu-isu atau topik-topik yang diangkat di 'Mata Najwa' yang bergulir dan membawa dampak ke kebijakan dan juga ke narasumber yang hadir," ucap Nana.

Najwa pun berbagi keyakinan bahwa jurnalisme memang seharusnya dan sesungguhnya dapat berdampak bagi khalayak.

"... jurnalisme itu bisa berdampak dan beraksi nyata di akar rumput lewat Komunitas Mata Kita yang merupakan perpanjangan tangan di tayangan televisi 'Mata Najwa'," ucapnya.

"BERI RUANG ANAK MUDA UNTUK BERPARTISIPASI..."

PROGRAM "Mata Najwa" merupakan salah satu andalan Metro TV sejak menayangkan episode pertama pada 25 November 2009.

Najwa Shihab lalu memutuskan mundur dari stasiun televisi yang didirikan pengusaha dan politisi Surya Paloh itu pada 2017. Akan tetapi, keputusan itu tidak otomatis membuat "Mata Najwa" berhenti.

Nana yang kemudian mendirikan Narasi TV terus memproduksi gelar wicara yang pernah menghadirkan sejumlah tokoh besar, mulai dari Bacharuddin Jusuf Habibie, Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla, Boediono, hingga hingga Joko Widodo tersebut.

Upaya mempertahankan "Mata Najwa" menemui hasil. Program ini tayang di stasiun televisi swasta nasional lain, Trans7. 

Baca juga: VIK Menjaga Api Kartini

Untuk memperingati "1 Dekade Mata Najwa", Narasi TV kemudian membuat acara khusus pada Rabu (19/2/2020) yang bertajuk "Indonesia Butuh Anak Muda". 

Acara ini berupaya mengajak anak muda terus bergerak untuk melakukan perubahan. 

Bagi Najwa Shihab, anak muda memang lebih dari sekadar pangsa pasar atau target audience program itu. Ada misi besar Nana dalam merekrut anak muda.

Perbincangan

Kompas.com mendapat kesempatan untuk berbincang langsung dengan Najwa pada 7 Februari 2020. Pendapat dan harapan Nana terungkap banyak di sana. 

DOK NARASI
Co-founder Narasi, Najwa Shihab, di panggung acara Indonesia Butuh Anak Muda, Rabu (19/2/2020).

Berikut ini petikan langsung wawancara Kompas.com dengan Najwa, dalam format tanya jawab:

Satu Dekade "Mata Najwa" menjadikan anak muda sebagai tema utama. Bagaimana seorang Najwa melihat kondisi anak muda saat ini?

Menurut saya beragam. Tapi kalau ada benang merahnya, menurut saya, kesempatannya jauh lebih banyak. Tapi juga tantangannya jadi jauh lebih besar buat mereka.

Karenanya penting untuk selalu mengajak mereka terlibat dalam banyak hal. Karena energinya makin luar biasa, opportunity-nya juga makin luar biasa.

Persaingan juga ketat. Karenanya, penting sejak awal membuat mereka menyadari full potential dan menggerakan mereka untuk melakukan banyak hal.

Itu yang berusaha kami fasilitasi.

 

Apa tantangan anak muda saat ini?

Pertama, kalau bicara soal dunia yang terus berubah karena teknologi, perkembangan teknologi yang sedemikian pesat membutuhkan anak muda yang juga punya kemampuan untuk selalu mengikuti perkembangan itu.

Kalau cuma menguasai satu skill tertentu dipastikan di menit berikutnya akan ada teknologi baru.

Maksudnya bukan hanya menguasai satu skill teknologi tertentu. Karena kalau cuma menguasai satu skill tertentu dipastikan di menit berikutnya akan ada teknologi baru.

Jadi, diperlukan anak muda yang punya ketahanan dan kesabaran untuk terus menerus mau jadi live long learner, untuk terus menerus mau meng-upgrade skill, meningkatkan pengetahuan sehingga dia selalu bisa mengikuti perkembangan.

Kemampuan untuk menjadi pembelajar seumur hidup sehingga kita bisa selalu keep up sama perubahan-perubahan yang terjadi.

Jadi, perlu skill itu sih. Perlu mental untuk selalu mau belajar hal yang baru dan punya grid ketahanan, untuk kemudian mencoba lagi, mencoba lagi. Itu yang kami lakukan di Narasi.

Kami bikin Gerakan Indonesia Butuh Anak Muda. Kami fasilitasi mereka bukan hanya mendengarkan atau berdiskusi, tapi juga beri ruang untuk berpartisipasi, terlibat dalam beberapa gerakan yang memang kami percaya penting, bukan hanya (buat) Indonesia tapi dunia.

Apa peran anak muda untuk negara sudah terlihat? Perannya sejauh ini seperti apa?

Menurut saya selalu butuh lebih banyak lagi peranan (buat anak muda). Kalau sekarang sebagian beda-beda sektornya ya.

Kalau dari segi dunia digital-teknologi, itu perannya memang kita lihat mencuat. Menonjol. 

Kalau di dunia politik sebagian sudah. Tapi sebagian masih melihat (politik) sebagai sesuatu yang asing. (Yang sebagian itu masih) melihat politik itu hanya sebatas ramai-ramai elite.

Saya percaya politik itu rangkaian kebijakan publik dan justru penting anak muda terlibat di sana.

Sementara saya percaya politik itu rangkaian kebijakan publik dan justru penting anak muda terlibat di sana. Karena sejarah Indonesia ini sejarahnya anak muda. 

Negara ini dibentuk dan didirikan oleh anak-anak muda. Berbagai peristiwa penting negeri ini selalu ada peran anak muda di sana, mulai dari Sumpah Pemuda kemudian (peristiwa) Rengasdengklok, Reformasi '98.

Kemarin ketika #ReformasiDikorupsi, ketika demonstrasi menuntut undang-undang yang tidak aspiratif untuk dicabut, itu juga gerakan anak muda di sana.

Jadi penting untuk terus menerus melibatkan anak muda dalam berbagai keputusan dan hal-hal penting negeri ini, termasuk soal politik. 

Semata-mata, menurut saya, (politik) jangan dilihat sebagai kontestasi elite. Tapi politik sebagai hal sehari-hari yang memang penting untuk merumuskan berbagai kebijakan publik.

Kalau dari situ, menurut saya, sekarang (politik) hanya sebatas seolah-olah berpartisipasi di pemilu lima tahun sekali.

Menurut Anda, Indonesia butuh anak muda seperti apa?

(Anak muda) yang percaya pada kekuatan dirinya. Yang tidak gampang terhasut oleh berita dusta.

Yang punya kegigihan untuk mau mencoba dan tidak takut gagal. Coba lagi, coba lagi, sampai berhasil.

Anak muda yang peduli lingkungan, peduli bumi. Karena kita akan hidup ini bumi ini bukan hanya untuk kita sekarang, tapi untuk anak-cucu kita. Jadi penting anak muda yang sadar pentingnya peduli lingkungan.

Anak muda yang bisa menggalang solidaritas. Karena menurut saya, definisi pemimpin itu orang yang bisa menggerakkan orang lain untuk mewujudkan satu agenda bersama yang dipercaya. Jadi anak muda yang memang bisa menggalang solidaritas itu.

Apa yang paling penting yang bisa dilakukan anak muda untuk Indonesia?

Ada banyak sekali dan dalam berbagai bidang, tergantung di bidang apa. Menurut saya, (anak muda harus selalu) terlibat.

Katakanlah mahasiswa, ya jangan cuma urus IPK. Karena bukan satu-satunya itu yang penting.

Mahasiwa jangan jadikan kampus jadi tembok yang memenjarakan. Jadi, harus lihat ke sekeliling apa kira-kira yang dibutuhkan masyarakat. Jadi mahasiwa yang juga bergerak.

Untuk yang berkecimpung di bidang digital itu juga ada banyak sekali yang bisa dilakukan. Mencoba berbagai inovasi baru, berkolaborasi dengan banyak pihak.

Ada begitu banyak hal di negeri ini yang butuh sentuhan anak muda

Kemudian, juga kalau bidangnya di social entrepreneur, bagaimana menemukan masalah sosial, berusaha men-tackle masalah sosial, tetapi juga bisa menghasilkan keuntungan sehingga usahanya bisa sustainable. Misalnya.

Anak muda yang jadi tergantung minat dan kepeduliannya apa. Literasi, saya Duta Baca Indonesia, banyak sekali anak-anak muda yang jadi pegiat literasi. Bagaimana mereka turun membuka lapak-lapak baca di jalan-jalan.

Bagaimana mereka mendirikan forum-forum taman bacaan masyarakat, bagaimana mereka bergabung dengan pustaka bergerak. Jadi ada satu komunitas yang berkeliling membawakan buku ke anak-anak lewat kapal, dan sebagainya.

Jadi ada begitu banyak hal di negeri ini yang butuh sentuhan anak muda. Kenapa anak muda? Karena yang masih punya energi, masih punya tenaga, masih belum disibukkan dengan berbagai hal, yang biaya cicilan, atau apalah, dan sebagainya.

Negara sebenarnya punya peran penting untuk menghasilkan anak muda berkualitas. Apa yang seharusnya dilakukan Negara untuk menghasilkan bibit-bibit yang berkualitas?

Pendidikan. Tanpa pendidikan kita enggak akan bisa ke mana-mana.

Saya berharap banyak pada Menteri Nadiem (Mendiknas Nadiem Makarim). Menurut saya ide-idenya menarik dan sudah sekian lama pendidikan memang tampak business as usual.

Jadi, Menteri Nadiem masuk dengan ide-ide, gebrakan, terutama idenya soal bergerak. Guru penggerak, mahasiwa penggerak, murid penggerak.

Kita percaya Negara saja tidak cukup. Saya percaya warga negara yang berdaya dalam hal ini bisa bergerak bersama. Itu jauh lebih punya kekuatan dibandingkan kalau kita hanya menyerahkan pada Negara.

Selain politik, isu climate change juga menjadi sorotan Anda. Apakah Anda melihat anak muda kita sudah cukup berperan untuk mengatasi global warming atau climate change?

Menurut saya anak muda sekarang lebih punya kesadaran itu. Kalau kita lihat gerakan-gerakan peduli atau lingkungan, itu justru banyak inisiatornya anak-anak muda.

Salah satu pegiat aktivis lingkungan, usianya masih sangat muda. Plus juga inspirasi dari Greta (aktivis lingkungan Greta Thunberg) yang anak muda.

Menurut Anda, siapa anak muda yang paling inspiratif?

Banyak. saya enggak boleh menyebut satu, nanti dibilangnya ini-itu.

Yang jelas, ada banyak sekali speaker-speaker inspiratif yang akan hadir di "Indonesia Butuh Anak Muda". Itu dari berbagai kalangan.