JEO - Insight

Setrum Bersih,
Kisah Melintas Abad
PLTA Heritage

Kamis, 14 November 2024 | 20:13 WIB

Ini kisah, catatan, dan tantangan dari keberadaan PLTA heritage yang tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia. Kisah gemerlap Parijs van Java, adalah salah satunya. 

PENGARANG Sino-Melayu, Sie Lie Piet—yang merupakan ayah Arief Budiman dan Soe Hok Gie—merekam kemolekan Bandung malam hari pada periode akhir 1920-an di dalam novelnya Bandoeng di Waktoe Malam yang terbit pada 1931. 

“Riboean lampoe-lampoe listrik telah menjalah dengan terang, teroetama di gedong-gedong bioscoop dan tempat-tempat tontonan. Dalem itoe sinar remboelan dan di bawah sorotnya lampoe-lampoe, antero kota Bandoeng keliatan bergirang dan bersenjoem!

Di djalanan-djalanan rameh sama berbagi kendaran, sedeng jang djalan kaki poen tida koerang djoemblahnja. [...] Begitoelah keadannja ini Parijs van Java setiap soreh hingga djaoeh malam kapan oedara ada terang,” tulis Sie Lie Piet di novelnya.

Pada tahun-tahun tersebut, Bandung sudah menjelma menjadi salah satu kota besar di Hindia Belanda. Gedung Sate, Stasiun Radio Malabar, gedung bioskop dan pertunjukan, pertokoan, taman kota, dan bangunan-bangunan lain telah megah berdiri. Jalanan ramai dengan kendaraan, baik bermesin maupun tidak.

Lampu-lampu listrik sudah menerangi Bandung kala itu, menggantikan lampu gas yang lebih rentan kebakaran. 

Peradaban di kota “Parijs van Java” itu—julukan yang dipopulerkan oleh pengusaha berdarah Yahudi Belanda, Roth, di festival pameran tahunan Jaarbeurs 1920, sebagaimana dikutip dari buku Wajah Bandoeng Tempoe Doeloe (1984) karya Haryoto Kunto–“menyala terang” ketimbang kota-kota besar lain.

Bahkan, Bandung kala itu digadang-gadang menggantikan Batavia (sekarang Jakarta) sebagai Ibu Kota Hindia Belanda. 

Tiga waterkrachtcentrale

Kemolekan Parijs van Java saat itu tidak bisa dilepaskan dari peran tiga waterkrachtcentrale atau pembangkit listrik tenaga air (PLTA), yakni Bengkok, Lamajan, dan Plengan, yang beroperasi pada 1923 dan 1925. Dari ketiga PLTA inilah, seluruh Kota Bandung mendapatkan pasokan listrik.

DOK LEIDEN UNIVERSITY LIBRARIES
Miniatur model Waterkrachtcentrale yang dipamerkan di Jaarbeurs 1923. Jaarbeurs festival pameran tahunan?yang boleh jadi serupa Jakarta Fair di masa sekarang. Dibuka pertama kali pada 1919, Jaarbeurs di Bandung mempertemukan importir, produsen lokal, dan retailer. Pameran bergaya Eropa pertama di Hindia Belanda ini juga dimeriahkan oleh artisan dan hiburan musik maupun tari.

Waterkrachtcentrale Bengkok, Lamajan, dan Plengan, bersama sejumlah PLTA lain masih beroperasi hingga kini di bawah PT PLN (Persero) dan anak usahanya, PT PLN Indonesia Power.

PLTA-PLTA ini tak sekadar memberikan setrum bersih untuk keberlanjutan masa kini, tetapi warisan cagar budaya dan teknologi.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyatakan bahwa keberadaan PLTA Bengkok menunjukkan kemampuan PLN dalam memanfaatkan EBT selama bertahun-tahun.

"Kami memiliki pengalaman panjang mengelola pembangkit EBT. Sejak Indonesia merdeka, PLTA Bengkok sudah dikelola oleh PLN. Meskipun telah berusia lebih dari satu abad, pembangkit ini tetap beroperasi secara maksimal," ujar Darmawan seperti dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (5/9/2024). 

Keberhasilan PLN mengelola PLTA Bengkok dan sejumlah PLTA warisan Hindia Belanda juga mencerminkan semangat perusahaan dalam transisi energi. 

"Pembangkit ini merefleksikan semangat PLN sebagai tulang punggung transisi energi. Kami optimistis, kita mampu mencapai net zero emission (NZE) seperti yang dicita-citakan," tambah Darmawan.

Seperti apa cerita dan warisan waterkrachtcentrale Hindia Belanda yang dikelola PLN? Bagaimana juga kolaborasi bisa hadir bersama keberadaan pembangkit-pembangkit ini agar terus berkelanjutan?

Sila ketuk menu berikut atau gulir artikel ini.

Menu artikel:

  1. PLTA BENGKOK

  2. PLTA PLENGAN

  3. PLTA LAMAJAN

  4. PLTA-PLTA TUA LAIN

  5. KOLABORASI MERAWAT PLTA TUA

 

PLTA BENGKOK

KOMPAS.com/ANINGTIAS JATMIKA
Centrale Bengkok atau PLTA Bengkok menjadi tulang punggung aliran listrik di kawasan Dago. Gambar diambil pada Senin (11/11/2024).

BERJARAK 5,4 km dari Gedung Sate, tepatnya di Jalan Ir H Juanda, Ciburial, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat, Centrale Bengkok—yang kemudian dikenal dengan PLTA Bengkok—masih berdiri kokoh, meski sudah berumur 101 tahun.

Tak sulit menemukan PLTA yang dibangun pada awal 1920-an ini. Jika hendak ke sana, Anda cukup menyusuri Jalan Ir H Juanda atau akrab disebut Jalan Dago ke arah Dago Pakar. 

Di ujung Jalan Dago, Anda mengambil ke kanan, ke arah Jalan Jajaway Dago. Lebih kurang 100 meter dari pertigaan, Anda akan menemukan Centrale Bengkok.

Memasuki area ini, waktu seakan terhenti. Bagaimana tidak, fasad bangunan Centrale Bengkok masih dipertahankan oleh PT PLN Indonesia Power. Ruang kantor dan gedung power house masih sama seperti pertama kali dibangun.

Suasana Bandung 1920 masih terasa. Hanya saja, pemandangan di sekilingnya tak lagi tanah lapang, tetapi rumah-rumah penduduk.

Dari pembangkit listrik energi bersih inilah, nyala terang Bandung di awal abad ke-20 bermula. Meski tak lagi menjadi penyuplai listrik utama Kota Kembang, Centrale Bengkok tetap punya peran penting.

PLTA dengan tiga unit turbin berkapasitas masing-masing 1.050 kilowatt (kW) atau total 3,15 MW ini menjadi tulang punggung aliran listrik di kawasan Dago.

Rupanya, sisa limpasan air Sungai Cikapundung yang telah diberdayakan PLTA Bengkok masih potensial untuk dimanfaatkan lagi, sekalipun tepian sungai sudah dipenuhi rumah penduduk. Berjarak sekitar dua km dari PLTA Bengkok, terdapat PLTA Dago dengan kapasitas 700 kW.

Jelajahi PLTA Bengkok lewat wisata virtual berikut ini: 

Centrale Bengkok masih beroperasi secara maksimal. Bahkan, hampir seluruh bagian PLTA Bengkok masih asli seperti awal mula dibangun.

“Sebagian besar (mesin) masih bawaan Belanda yang disuplai General Electric (GE). Hanya bagian turbin yang sudah diganti dengan stainless steel yang 100 persen buatan lokal,” ungkap Team Leader PLTA Bengkok Dwi Wijanarko saat ditemui Kompas.com, Senin (11/11/2024).

Dwi menjelaskan, penggantian itu dilakukan guna menghindari risiko abrasi yang rentan dialami material kuningan (bronze) bawaan mesin asli.

Pemeliharaan rutin

PLTA Bengkok merupakan satu dari delapan PLTA subunit yang dikelola oleh Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling. Tujuh PLTA lain adalah PLTA Saguling, PLTA Plengan, PLTA Lamajan, PLTA Cikalong, PLTA Kracak, PLTA Ubrug, dan PLTA Parakankondang.

Bersama PLTA Plengan, PLTA Lamajan, PLTA Kracak, dan PLTA Ubrug, PLTA Bengkok merupakan warisan waterkrachtcentrale pemerintah Hindia Belanda dan sekaligus tonggak sejarah pemanfaatan energi bersih di Tanah Air.

Menariknya, hanya PLTA Bengkok yang masih dioperasikan secara manual. Bahkan, pembangkit listrik ini telah diakui sebagai Cagar Budaya.

KOMPAS.com/ANINGTIAS JATMIKA
Tiga mesin pembangkit listrik di PLTA Bengkok, Kota Bandung, Jawa Barat, yang masing-masing berkapasitas 1.050 kiloWatt (kW). Gambar diambil pada Senin (11/11/2024).

Untuk menjaga keandalan operasional PLTA Bengkok, PLN terus melakukan berbagai upaya pemeliharaan rutin. Ada dua tipe pemeliharaan berkala yang dilakukan, yaitu preventive maintenance dan periodic maintenance. Pemeliharaan ini mencakup visual check, pembersihan, dan pengukuran.

Selain itu, inspeksi umum juga dilakukan untuk PLTA Bengkok setelah 24.000 hingga 30.000 jam operasi atau sekitar 4-5 tahun.

Lalu, setiap 40.000 hingga 45.000 jam operasi atau setiap 8-10 tahun dilakukan overhaul untuk seluruh komponen PLTA Bengkok. Pemeliharaan ini termasuk penggantian bagian mesin serta pembongkaran generator dan turbin.

Ketelatenan dalam perawatan membuahkan kemampuan prima PLTA yang telah beroperasi selama lebih 100 tahun itu.

KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Team Leader PLTA Bengkok, Dwi Wijanarko, tengah menjelaskan teknis operasional PLTA Bengkok, Senin (11/11/2024).

Ketahanan tersebut membuat tim GE merasa takjub. Dalam sebuah diskusi, PLN sempat meminta masukan kepada GE untuk bisa merawat generator berusia lebih dari satu abad ini. 

Namun, tim GE sendiri merasa harus belajar dari PLN untuk merawat mesin. Pasalnya, generator buatan mereka umumnya hanya bertahan untuk masa pakai 30-40 tahun.

“Kami ingin menjaga warisan budaya ini agar terus lestari sehingga bisa terus mengalirkan energi berkelanjutan,” tegas Dwi.

 

 << Kembali ke awal artikel

PLTA PLENGAN

KOMPAS.com/M ELGANA MUBAROKAH
PLTA Plengan yang berdiri di Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat menjadi PLTA tertua di Indonesia. PLTA tersebut dibangun oleh pemerintahan Hindia Belanda pada 1922, hingga kini PLTA tersebut masih beroperasi dan menyuplai kebutuhan listrik masyarakat. Gambar diambil pada Senin (3/9/2022)

JAUH di selatan Bandung, kira-kira 51 km dari Centrale Bengkok, terdapat PLTA Plengan, satu warisan  waterkrachtcentrale penting dari sejarah setrum bersih di Indonesia.

Sedikit berbeda dengan Centrale Bengkok, PLTA Plengan terletak di daerah pegunungan dengan ketinggian sekitar 1.500 mdpl. Perjalanan ke tempat itu juga lebih “syahdu” dengan pemandangan yang menawan khas daerah Pangalengan. Tak ada kepadatan rumah-rumah penduduk seperti di Dago Utara. 

Kawasan Pangalengan, Kabupaten Bandung, memang terkenal sebagai daerah pariwisata. Pangalengan punya banyak curug, situ atau danau, dan perkebunan teh. Ada pula cagar budaya, seperti Makam Bosscha. Dengan udara sejuk dan beragam destinasi, tak ayal Pangalengan jadi ui wisatawan untuk pelesiran.

Lokasi PLTA Plengan tak jauh dari pusat Kecamatan Pangalengan. Jaraknya sekitar 4,3 km atau sekitar 11 menit berkendara.

Suasana asri masih terasa di PLTA Plengan. Kanan-kiri di sepanjang Jalan Sentral PLTA Plengan banyak pohonan. Memasuki area PLTA Plengan, pesona masa kolonial pun sudah bisa dirasakan.

Keaslian bangunan PLTA Plengan masih terjaga. Fasad gedung power house yang berisi lima turbin dengan kapasitas 6,7 megawatt (MW) masih sama seperti pertama kali dioperasikan pada 1923. Pipa-pipanya pun masih berbentuk sama. Hanya warnanya saja yang berbeda.

Pembaruan yang dilakukan PLN Indonesia Power hanya bersifat fungsional, seperti jendela dan gerbang.

Berikut ini tampilan wisata virtual ke PLTA Plengan

 

Teknologi lama dan baru

KOMPAS.com/ELGANA MUBAROKAH
PLTA Plengan yang berdiri di Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat menjadi PLTA tertua di Indonesia. PLTA tersebut dibangun oleh pemerintahan hindia Belanda pada tahun 1922, hingga kini PLTA tersebut masih beroperasi dan menyuplai kebutuhan listrik masyarakat. Gambar diambil pada Senin (3/9/2022).

Mula-mula, pemerintah Hindia Belanda menyiapkan waterkrachtcentrale ini untuk menyuplai listrik perkebunan teh di Pangalengan dan Stasiun Radio Malabar–stasiun komunikasi yang menghubungkan Hindia Belanda dan Kerajaan Belanda di Eropa. Lalu, disalurkan ke jantung Kota Bandung.

Kini, bersama tujuh pembangkit listrik di bawah UBP Saguling, PLTA Plengan melayani kebutuhan listrik untuk warga Jawa dan Bali.

Saat pemerintah Hindia Belanda mengoperasikannya, ada dua waduk yang dibangun untuk menjamin suplai air untuk digunakan PLTA tersebut, yakni Situ Cileunca yang dibangun pada 1922 dan Waduk Cipanunjang yang dibangun pada 1930.

Untuk mengoptimalkan pasokan listrik, PT PLN Indonesia Power memadukan digitalisasi. Berkat teknologi baru ini, pengoperasian PLTA Plengan dilakukan secara otomatis dari Saguling.

Direktur Utama PT PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra menjelaskan, kendati usia PLTA Plengan sudah lebih satu abad, teknologi yang digunakan tergolong baru.

Digitalisasi yang diterapkan tidak hanya bertujuan untuk meremajakan pembangkit listrik, tetapi juga memudahkan pekerjaan petugas di lapangan. Pemantauan juga sudah bisa dilakukan secara jarak jauh karena telah dipasang CCTV.

“Ini merupakan sebuah unit yang dibangun pada 1922. Kalau dibandingkan yang lain, tentu jauh sekali, tapi sekarang sudah terbarukan (teknologinya),” jelas Edwin seperti diberitakan Kompas.com, Senin (3/9/2022).

PT PLN Indonesia Power sendiri berencana memperbesar kapasitas PLTA Plengan. Salah satu yang akan diupayakan adalah memperbesar pasokan air. Dengan demikian, PLTA ini bisa menghasilkan energi bersih lebih banyak.

PT PLN Indonesia Power juga akan berkolaborasi dengan pemda agar masyarakat sekitar PLTA bisa ikut berkontribusi.

Berbeda dengan PLTA Bengkok yang telah dinobatkan menjadi benda cagar budaya—sehingga bangunan hingga alat-alat di dalamnya tak boleh diubah, tidak dengan PLTA Plengan.

Beberapa benda telah diubah, misalnya jendela, pintu, dan beberapa gerbang di tiap bangunan. Teknologi yang dipakai untuk pengoperasian PLTA juga ada yang sudah diperbarui dengan digitalisasi.

"Ini adalah bukti nyata bahwa Indonesia itu sudah memiliki energi terbarukan sejak lama, sudah 100 tahun lalu, dan kita mampu memelihara energi itu. Saya tetap yakin ini bisa dibangun di mana-mana di tempat lain juga bisa dibangun," tuturnya.

Datang ke PLTA Plengan akan membawa pengunjung menjejaki masa lalu dan sekaligus menyelami teknologi klasik yang dipadu dengan teknologi modern. Destinasi ini memberikan pengalaman wisata yang unik.

 

 << Kembali ke awal artikel

PLTA LAMAJAN

ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI
Dua petugas menaiki lori untuk menuju gedung Power House. Lori kecil ini memiliki usia yang sama tua dengan PLTA Lamajan. Meski begitu, lori masih beroperasi dengan baik. Gambar diambil pada Jumat (29/11/2019).

MASIH di kawasan Pangalengan, PT PLN Indonesia Power juga mengoperasikan salah satu PLTA tertua di Indonesia, yakni PLTA Lamajan. 

Baik PLTA Lamajan maupun Plengan sama-sama berada di lereng Gunung Tilu dan memanfaatkan aliran Sungai Cisangkuy. Dari PLTA Plengan, PLTA Lamajan hanya berjarak sekitar 10 km atau sekitar 20 menit berkendara.

Suasana perjalanan ke PLTA Lamajan serupa dengan PLTA Plengan. Anda akan disuguhi pemandangan indah di sepanjang Jalan Raya Pangalengan. Hal menarik di perjalanan, Anda akan menemukan dua pipa raksasa menjalar mengikuti kontur pegunungan. Sepasang pipa ini terlihat mencolok dari Jalan Raya Pangalengan.

Di area PLTA Lamajan, Anda akan menemukan bangunan-bangunan khas era 1920-an. Struktur bangunan, termasuk tembok dan jendela masih kental bernuansa kolonial menjadi daya tarik tersendiri.

PLTA Lamajan dibangun pada 1922 di ketinggian 1.025 mdpl dan dirancang oleh Willem Beyerinc K. Mulanya, PLTA ini dibangun pemerintah Hindia Belanda untuk memberi setrum pada pabrik gula di Jawa Barat. Kemudian, dikembangkan untuk menyuplai listrik area Bandung dan sekitarnya. 

Jarak antara gedung kantor PLTA Lamajan dengan gedung Power House—tempat pembangkit berada—tidaklah begitu jauh. Namun, pengunjung harus ekstra hati-hati untuk ke sana karena gedung tersebut berada di bawah.

Untuk menuju Power House yang letaknya curam, dibutuhkan lori–semacam gerobak pengangkut yang dapat berjalan di atas rel–khusus yang masih ada hingga kini. 

Lori inilah yang menjadi salah satu daya tarik PLTA Lamajan. Karena melewati lintasan curam, lori yang berkapasitas 6-8 orang bergerak sangat lambat. Butuh waktu sekitar 8 menit dari pemberhentian lori sampai ke gedung Power House.

Dari atas lori, pengunjung bisa melihat hamparan pepohonan hijau di kanan dan kiri jalan. 

Selain dengan lori, pengunjung bisa turun ke bawah menuruni 500 anak tangga yang curam dengan kemiringan atau gradien sekitar 80 persen.

Berikut ini tampilan wisata virtual ke PLTA Lamajan

Cara kerja PLTA Lamajan

PLTA Lamajan memanfaatkan energi gravitasi air untuk memutar turbin menjadi energi listrik. Energi gravitasi air berasal dari aliran air pada pipa pesat. Pipa ini menyalurkan air dari kolam tandu harian di ketinggian.

DOK CSRHERO.CO.ID
Tangkap layar Jalur lori dan sepasang pipa pesat dilihat dari gedung Power House. (Dok. csrhero.co.id)

Aliran air yang deras tersebut kemudian memutar turbin yang telah terhubung dengan generator sehingga menghasilkan listrik.

Hingga kini, PLTA tersebut ditopang tiga unit generator dan mampu menghasilkan 19,56 MW. Adapun unit 1 dan 2 dibangun pada 1924. Sementara unit 3 baru dibangun 1933 dan beroperasi pada 1934.

Generator ini pernah dilakukan renovasi pada 1993 untuk menambah kapasitas dari 5 MW menjadi 6,5 MW.

PT PLN Indonesia Power telah menerapkan sistem automatic voltage ring (AVR) di PLTA Lamajan pada 1996. Dengan menggunakan sistem ini, pengaturan tegangan dan debit bisa dilakukan secara otomatis, tidak lagi manual.

Hingga kini, bangunan tua ini masih berfungsi, berbaur dengan pemandangan sekitar yang asri dan alami. Suasana damai pegunungan yang mengelilingi PLTA ini menjadikannya tempat yang ideal untuk wisata dan sekaligus tempat belajar tentang perkembangan teknologi energi dari masa ke masa.

Tempat ini mengajarkan pengunjung tentang pentingnya energi terbarukan dalam melestarikan alam.


 << Kembali ke awal artikel

PLTA-PLTA TUA LAIN

KOMPAS/PRIYOMBODO
Petugas menggunakan lori menuju PLTA Kracak di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/5/2012). PLTA Kracak yang dikelola oleh PT. Indonesia Power telah beroperasi sejak zaman Belanda tahun 1926 dengan memanfaatkan aliran Sungai Cianten dan Sungai Cikuluwung. Kapasitas 18,9 Megawatt yang dihasilkan PLTA tersebut menyuplai gardu induk Kedung Badak di Bogor dan Gardu Induk Bunar di Rangkasbitung.

WARISAN waterkrachtcentrale Hindia Belanda tidak hanya PLTA Bengkok, Plengan, dan Lamajan. Masih ada PLTA-PLTA tua lain yang menerangi banyak kota di Indonesia dengan energi bersihnya.

PLTA-PLTA tua itu tidak hanya menjadi sumber energi baru terbarukan, tetapi juga menawarkan daya tarik bagi para penjelajah sejarah dan pencinta alam. Melalui tangan PT PLN (Persero) dan PT Indonesia Power, setiap PLTA ini masih eksis hingga kini.

Klik infografik interaktif berikut ini untuk melihat sejumlah PLTA lawas yang masih beroperasi hingga kini:

 

<< Kembali ke awal artikel

KOLABORASI
MERAWAT PLTA TUA

PLTA Heritage telah lama menjadi bagian dari sejarah energi Indonesia. Lebih dari sekadar sumber energi bersih, PLTA-PLTA tua yang tersebar di seluruh penjuru Tanah Air merupakan warisan berharga yang menyimpan jejak peradaban dan teknologi masa lalu.

Bagi sebagian masyarakat, PLTA bukan hanya infrastruktur fungsional, melainkan simbol perjuangan Tanah Air dalam membangun negeri yang terang-benderang. Terawatnya PLTA lama berarti merawat sejarah, budaya, dan teknologi yang telah menopang kehidupan selama bertahun-tahun.

Namun, mempertahankan PLTA lama di tengah perubahan zaman bukanlah perkara mudah. Usianya yang bahkan sudah ada yang lebih dari seabad membuat infrastruktur tersebut rentan terhadap tantangan alam dan lingkungan.

Banyak PLTA tua menghadapi masalah operasional. Sering kali, faktor penyebabnya datang dari alam, seperti sedimentasi, polusi air, serta perubahan ekosistem di sekitar sumber air.

Untuk itu, diperlukan kolaborasi antarpihak guna merawat dan mempertahankan warisan ini bagi generasi mendatang.

Salah satu contoh nyata adalah PLTA Bengkok. Meski diklaim memiliki biaya operasionalnya murah, tak berarti PLTA ini mulus beroperasi.

KOMPAS.com/ANINGTIAS JATMIKA
Petugas PLTA Bengkok tengah melakukan pengecekan rutin terhadap pipa-pipa yang terhubung ke bagian turbin, Senin (11/11/2024).

Dalam perjalanan menyediakan listrik yang ramah lingkungan, PLTA ini harus menghadapi beragam tantangan.

Pertama, area sekitar sungai, termasuk kawasan PLTA telah dikelilingi permukiman. Perubahan fungsi lahan dari hutan menjadi area tinggal masyarakat mengganggu resapan air. Hal ini berpotensi mengurangi debit air yang tersedia untuk PLTA karena resapan yang seharusnya menyimpan air hujan menjadi berkurang.

“Selain itu, aktivitas peternakan di sekitar area PLTA, seperti pembuangan kotoran hewan (sapi) ke sungai, juga berkontribusi pada pencemaran dan penumpukan material sedimen di sungai, yang lebih lanjut memperburuk masalah sedimentasi,” papar Dwi.

Sedimen ini tak hanya mengotori aliran air, tetapi juga mengurangi kinerja turbin secara signifikan. Jika tidak segera ditangani, turbin bisa rusak, dan hal ini akan berdampak pada pasokan listrik.

Dengan tantangan yang ada, pengelola PLTA Bengkok harus melakukan pembersihan secara berkala agar PLTA tetap beroperasi optimal. Namun, kegiatan ini memerlukan dukungan.

“Saat ini, kami merangkul akademisi dari Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) untuk terlibat dalam beberapa inisiatif yang berfokus pada pengembangan dan keberlanjutan,” lanjutnya.

Beberapa poin penting mengenai kerja sama tersebut di antaranya, program corporate social responsibility (CSR) untuk mengedukasi masyarakat, termasuk memproduksi biogas dan kompos memanfaatkan kotoran sapi. Kerja sama ini memberikan nilai tambah ekonomi kepada masyarakat sekitar, khususnya peternak.

Kolaborasi menarik lainnya adalah proyek "Teras Hijau," yang melibatkan dosen dan mahasiswa SBM ITB bersama ibu-ibu di sekitar PLTA untuk menciptakan kebun komunitas berkelanjutan. 

Kebun tersebut menggunakan metode pairing tanaman—misalnya, menanam cabai bersama tomat untuk menghindari hama tanpa penggunaan pestisida. 

Melalui berbagai upaya kolaboratif seperti itu, PLTA Bengkok berharap dapat menginspirasi masyarakat agar turut menjaga alam sekitar dan membangun energi berkelanjutan untuk masa depan. 

Setiap PLTA Heritage yang tersebar di berbagai lokasi dengan kondisi beragam, seperti PLTA Plengan, Lamajan, dan Tonsealama, menyimpan cerita tersendiri tentang inovasi di tengah keterbatasan. Seiring perjalanan waktu, fasilitas ini juga berpotensi menjadi obyek wisata edukasi yang mampu memperkaya pemahaman generasi muda tentang pentingnya energi bersih.

“Keberhasilan PLTA Heritage dalam menjaga operasionalnya bisa menjadi benchmark bagi PLTA-PLTA lainnya untuk menunjukkan bahwa pemeliharaan yang baik dapat memperpanjang umur pembangkit listrik. Ini juga memberikan keyakinan kepada pihak luar bahwa PLTA di Tanah Air dapat dikelola dengan baik hingga ratusan tahun lamanya,” ujar Senior Manager PLN IP Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling Doni Bakar.

KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Senior Manager (SM) PLN Indonesia Power UBP Saguling, Doni Bakar, Senin (11/11/2024).

Bayangkan bila PLTA Heritage dapat berkembang dan mengoptimalkan potensinya lebih dari sekadar pembangkit yang menghasilkan setrum bersih. Generasi mendatang bisa melangkah kembali ke masa lalu, menyaksikan teknologi lama yang masih bermanfaat dalam kehidupan modern. 

Untuk memastikan PLTA Heritage tetap menjadi aset bagi bangsa, kolaborasi lintas sektor sangat dibutuhkan. Setrum bersih yang diwariskan sejak era Hindia Belanda ini bukan hanya milik generasi sekarang, melainkan juga bagi masa depan.

Hal terpenting, menjaga PLTA Heritage harus menjadi kesadaran karena ini adalah bagian dari identitas Tanah Air demi keberlanjutan energi nasional.

Yang juga tak kalah penting, visi swasembada energi Astacita yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto pun dapat tercapai. Sebab, kemandirian energi merupakan salah satu syarat utama kemandirian dan kedaulatan sebuah negara.

Oleh karena itu, sesuai dokumen Astacita, pencapaian swasembada energi harus dilakukan secara cepat dan saksama. 

"Kita punya energi dari air yang sangat besar. Saudara-saudara sekalian, pemerintah yang saya pimpin nanti akan fokus untuk mencapai swasembada energi," tegas Prabowo dalam pidato perdananya sebagai Presiden Indonesia, Minggu (20/10/2024).


 << Kembali ke awal artikel