JEO - Insight

‘Banjir’ Investor Pemula dan Jebakan Pompom Saham

Rabu, 24 November 2021 | 12:20 WIB

ZAMAN sekarang, siapa sih yang tidak berinvestasi?

Pertanyaan ini tidak berlebihan. Pertanyaan ini justru sangat relevan dan merepresentasikan fenomena terkini.

Pasar modal Indonesia memang tengah kedatangan investor baru atau pemula. Mereka yang merangsek didominasi oleh anak muda. 

Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Hasan Fawzi mencatat, pertumbuhan investor pemula terbesar berasal dari usia di bawah 25 tahun, diikuti 26-30 tahun, dan 31-40 tahun.

Kelompok usia 41 tahun ke atas juga banyak yang merambah, tapi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kelompok usia di bawahnya.

“Semua segmen investor mengalami kenaikan. Tapi percepatan pertumbuhannya didominasi generasi Z atau di bawah usia 25 tahun, kemudian diikuti oleh investor milenial,” kata Hasan dalam virtual konferensi, Selasa (22/2/2021).

Lihat saja demografi investor individu di Indonesia melalui infografik berikut ini:

Sebelum melanjutkan pembahasan, ngomong-ngomong Anda termasuk kelompok yang mana, nih?

Lima tahun terakhir

Pertumbuhan investor pasar modal ini terpantau mulai terjadi pada tahun 2017.

Data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, jumlah investor pada tahun tersebut mencapai 1,1 juta. Tumbuh 25 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Setahun kemudian, jumlahnya naik 46 persen menjadi 1,6 juta.

Pada 2019, persentase kenaikannya lebih tinggi, yakni 53,4 persen sehingga menjadi 2,4 juta investor.

Baca juga: Investor Pemula, Ini Sederet Investasi dengan Modal Kecil yang Bisa Anda Pilih 

Kenaikan semakin tinggi lagi saat Indonesia dilanda pandemi Covid-19 pada 2020. Jumlah investor naik 56,2 persen menjadi 3,8 juta.

Sementara itu, pada Januari-Oktober 2021, jumlah investor di pasar modal sudah mencapai 6,76 juta investor, atau melonjak sekitar 77 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Simak infografik berikut ini untuk mengetahui tren pertumbuhan investor di Indonesia:

Hasan menyebut, terdapat beberapakondisi yang mendorong orang untuk berbondong-bondong mencari cuan di pasar modal, baik melalui reksa dana, obligasi atau saham.

Kondisi pertama adalah pandemi Covid-19 yang mulai melanda Indonesia awal 2020.

Menurut Hasan, pandemi membuat sebagian orang jadi memiliki waktu luang untuk melakukan hal yang tidak dilakukan pada masa normal. Salah satunya adalah berinvestasi.

Selain itu, banyak orang jatuh ekonominya pada masa pandemi. Hal itu menjadi contoh yang mesti dihindari bagi kelompok yang memiliki simpanan uang.

Mereka pun memutuskan tidak terlalu konsumtif dan mengalihkan uangnya untuk investasi.

Harapannya, uang yang digelontorkan saat ini dapat menjadi jaminan finansial di masa yang akan datang. Cuan!

Baca juga: Investasi Jangka Panjang Vs Jangka Pendek, Ini Beda dan Untung Ruginya

Kondisi kedua yang mendorong pertumbuhan investor adalah banjirnya informasi tentang literasi investasi, terutama di media sosial. Orang-orang menjadi sadar pentingnya investasi bagi masa depan.

“Milenial dan Generasi Z sangat cocok dengan ekosistem dan kenyamanan di pasar modal. Belum lagi saat ini banyak sekali berita terkini yang terus muncul di pasar dan ini benar-benar diminati mereka untuk mengikuti perkembangan dari waktu ke waktu,” ucap Hasan.

Gandrungnya orang terhadap informasi berbau investasi ini ditandai banyaknya iklan produk pasar modal, termasuk iklan aplikasi investasi saham.

Bahkan setahun terakhir, sejumlah perusahaan yang terkait dengan pasar modal menggaet para influencer untuk menjaring lebih banyak investor pemula.

Naiknya jumlah investor pasar modal ini turut mengerek naik jumlah aset di pasar modal.

Belum teredukasi

Banjirnya investor pasar modal menjadi tantangan bagi BEI. Sebab, banyak investor pemula yang minim pengetahuan terkait pasar modal, tetapi bernafsu memperoleh untung setinggi-tingginya tanpa mampu mengantisipasi risiko.

Banyak investor pemula yang limbung mencari arah dan tujuan hidupnya sehingga apabila ditanya, mengapa memilih investasi? Jawabannya sekadar, cari cuan biar jadi sultan.

Meskipun informasi seputar investasi saat ini semakin mudah didapatkan, termasuk dari para influencer saham di media sosial, namun tentunya itu tidak bisa ditelan mentah-mentah.

Baca juga: 3 Kesalahan Paling Umum yang Sering Dilakukan Investor Pemula, Apa Saja?

Head of Marketing PT Indo Premier Sekuritas Paramita Sari mengatakan, meskipun ada sisi positifnya, namun fenomena munculnya influencer saham bisa mendatangkan hal negatif yang kadang tak disadari investor pemula.

Influencer atau publik figur yang memprosikan saham cenderung menginformasikan potensi cuan, tetapi kerap abai dengan yang namanya potensi kerugian.

“Mempromosikan saham tertentu bisa saja menyebabkan harganya langsung melejit sesaat karena banyaknya pengikut yang membelinya. Namun sangat disayangkan potensi kerugiannya tidak tersampaikan dengan baik,” kata Paramita kepada Kompas.com, Senin (11/1/2021).

Influencer dan publik figur yang mempromosikan saham kemungkinan belum punya kemampuan analisis saham yang mumpuni.

Hal itu sangat berisiko karena saham yang dipromosikan belum tentu saham yang secara fundamental dan teknikal bagus.

Baca juga: Marak Influencer Saham, Ini Hal yang Harus Diwaspadai Investor Pemula

Sebenarnya, BEI sudah memiliki sejumlah program edukasi pasar modal, salah satunya yaitu Sekolah Pasar Modal (SPM). Khusus selama pandemi, SPM digelar secara daring.

SPM terbuka untuk umum, baik bagi karyawan, pengusaha, mahasiswa hingga ibu rumah tangga yang ingin belajar berinvestasi. Pendaftarannya bisa dilakukan melalui website sekolahpasarmodal.idx.co.id.

Pihak swasta juga membantu BEI dengan menggelar pelatihan atau edukasi keuangan. Misalkan program FinanSiap yang merupakan kolaborasi antara GoPay dan BEI.

Program ini menyasar masyarakat kelompok usia muda yang sekarang menjadi kelompok investor retail terbesar di pasar modal Indonesia.

Selain itu, ada juga Stockbit Academy dari Artha Sekuritas. Stockbit Academy merupakan platform video untuk belajar saham dari nol dan gratis untuk seluruh penggunanya. 

Awas, terjebak pompom saham!

Minimnya pengetahuan para investor pemula membuat sejumlah pihak memanfaatkan hal tersebut dengan melakukan pompom saham.

Pompom saham merujuk pada istilah untuk menghasut agar orang membeli suatu saham. Biasanya oknum tersebut memberikan kesan bagus untuk perusahaan atau saham tertentu, salah satunya lewat para influencer di media sosial.

“Fenomena influencer ini, biasanya satu perusahaan yang memiliki produk, ingin produknya di kenal publik dengan menggandeng influencer yang seolah-olah memakai produknya, dan mengatakan produk tersebut bagus, dengan tujuan harga sahamnya bisa naik,” kata Direktur Ekuator Swarna Investama Hans Kwee dalam Indonesia Financial Expo & Forum (IFEF) 2021, yang diselenggarakan oleh Kontan, Selasa (5/10/2021).

Baca juga: Ini Cara Beli Saham IPO Secara Online untuk Investor Pemula

Hans menilai, upaya yang dilakukan oleh beberapa influencer perlu disikapi hati-hati. Sebab, tidak semua influencer memahami risiko tinggi investasi saham.

Pompomers (orang yang melakukan pompom saham) bisa berasal dari kalangan masyarakat mana saja. Bisa oknum di perusahaan sekuritas, pemilik saham, hingga manajemen perusahaan.

Umumnya, pompomers mengaku membeli saham tertentu yang menghasilkan profit. Setelah itu, mereka mengajak orang lain untuk membeli saham tersebut.

Padahal, Pasal 35 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sudah memuat sejumlah larangan. Salah satunya, perusahaan efek atau penasehat investasi dilarang mengemukakan secara tidak benar atau tidak mengemukakan fakta yang material kepada nasabah mengenai kemampuan usaha atau keadaan keuangannya.

Selain itu, perusahaan efek atau penasehat investasi juga dilarang merekomendasikan kepada nasabah untuk membeli atau menjual efek tanpa memberitahukan adanya kepentingan perusahaan efek dan penasihat investasi dalam efek tersebut.

Oleh sebab itu, jangan sampai terjebak nafsu mendatangkan cuan besar, justru malah mendatangkan kerugian.

Baca juga: Hati-hati Pompom Saham, Ini Anjuran BEI untuk Investor Pemula

Direktur Utama PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, aksi pompom saham ini tidak ubahnya dengan kenaikan saham Gamestop beberapa waktu lalu.

Saham perusahaan penjual video game itu lantas meroket usai aksi sejumlah investor bergabung melawan “serigala Wall Street”.

“Ini fenomena investor ritel di tengah pasar yang sempat terguncang akibat pandemi. Tapi ini menyebabkan pasar di global dan berpengaruh ke pasar saham kita,” kata Hans.

Tips bagi investor pemula

Untuk menghindari rugi, para investor pemula perlu mempersiapkan diri saat memutuskan untuk berinvestasi saham. Sebab harga saham bisa melonjak dengan cepat, tetapi bisa juga anjlok dengan cepat.

Ada beberapa tips sebelum membeli atau menjual saham bagi investor pemula. Berikut tipsnya:

 

 Jangan buru-buru, apalagi ikut-ikutan 

Sebagai investor pemula, hal pertama yang penting sebelum membeli dan menjual saham yaitu jangan buru-buru, apalagi ikut-ikutan orang lain. Tidak ada yang bisa menjamin harga saham yang dibeli terus naik atau turun.

Head of Marketing PT Indo Premier Sekuritas Paramita Sari menyarankan investor pemula jangan menelan mentah-mentah informasi saham yang disampaikan influencer atau publik figur karena bisa berakibat fatal. Apalagi informasi itu disampaikan oleh orang yang tergolong baru mengenal saham.

Investor pemula perlu mencerna dan menganalisis saham yang direkomendasikan dan jangan langsung membelinya.

Vice President Senior Technical Portfolio Advisor PT Samuel Sekuritas Indonesia Muhammad Alfatih mengatakan, investor pemula perlu memahami mengenai analisis dan tren pergerakan saham.

Baca juga: Kemenkeu Sarankan Investor Pemula Investasi di SBR010 Ketimbang Aset Kripto

Elliot Wave Expert dari B Trade Elliottician Wijen Pontus menekankan pentingnya analisa teknikal.

“Belajar analisa teknikal harus selangkah demi selangkah. Investor ritel harus bersikap tak terburu-buru, jangan langsung panik harga turun terus dan banyak berita jelek langsung cut loss. Tapi lihat dulu, biasanya orang banyak panik,” kata dia. 

 

 Punya rencana trading 

Wijen juga mengatakan, rencana trading sangat dibutuhkan ketika akan membeli saham. Investor saham perlu memahami tujuan, target harga, dan alasan membeli saham tersebut.

“Kita harus lebih tenang. Setiap trader kalau mau berhasil harus punya trading plan. Sebelum beli, tentukan dulu yang mau dibeli, level belinya berapa, targetnya berapa, alasannya apa. Tentukan dulu trading plan, baru action,” ucap dia.

 

 Ingat prinsip high return high risk 

Biasanya influencer atau publik figur hanya menunjukkan sisi yang menyenangkan, yakni memperlihatkan cuan besar yang didapatkannya, tetapi abai dengan potensi kerugian yang ada di baliknya.

Oleh sebab itu, saat menghadapi rekomendasi saham dari influencer atau publik figur, investor pemula wajib hukumnya untuk selalu mengingat prinsip dalam investasi saham, yakni high return high risk.

“Saham yang memberikan potensi return tinggi pada dasarnya berbanding lurus dengan risiko kerugian yang besar pula,” kata Paramita.

 

 Pilih saham blue chips 

Hans Kwee merekomendasikan agar investor pemula memilih saham-saham yang bagus performanya alias saham blue chips. Ini bisa dilihat dalam beberapa klasifikasi seperti saham-saham LQ45, IDX 30, JII, atau Kompas 100. 

“Indeks tersebut yang menjadi acuan kita dalam berinvestasi. Saham-saham itulah yang banyak di-hold oleh fund manager, dana pensiun, dan isntitusi-institusi. Saham-saham tersebut juga jarang bisa digoreng. Walau demikian, saya enggak bilang LQ45 itu bagus, tapi tentunya likuiditasnya lebih terjamin,” kata Hans.

Baca juga: Mitos-mitor Investasi yang Bisa Membuat Investor Pemula Gigit Jari

Technical Analyst Mandiri Sekuritas Hadiyansyah menyarankan agar investor pemula mengoleksi saham-saham yang fundamentalnya baik.

Selain itu, ia juga menyarankan agar investor pemula tetap harus melihat tren pasar.

“Tren besar IHSG seperti apa? kalau lagi bearish tunggu dulu, ketika bullish baru masuk,” kata dia.

 

Saya yakin generasi muda masa kini sudah mulai memahami kenapa harus berinvestasi dan kenapa harus dilakukan sedini mungkin. Maka, yang perlu diluruskan adalah niat berinvestasi dan apa yang akan dilakukan atas hasilnya.

Pahami bahwa dorongan untuk konsumsi keinginan gaya hidup pasti selalu ada, tetapi investasi sebenarnya bukan jalan pintas untuk menjadi anak sultan. Investasi adalah cara terbaik untuk merancang masa depan yang lebih sejahtera dan bermanfaat.

Live a Beautiful Life!

-Prita Hapsari Ghozie, Konsultan Keuangan-