Ini bukan semata label The Godfather of Broken Heart untuk Didi Kempot. Ini tentang pertemuan dan kesan atas pribadi Lord Didi, juga tentang pesan-pesan pengingat dan penguat hati bagi mereka yang tengah dan pernah patah hati.
BEGITU kabar Didi Kempot meninggal dunia pada Selasa (5/5/2020), jagat media sosial bertaburan ungkapan duka dan kenangan.
Dari semua itu, sejumlah cerita yang tak biasa pun bermunculan. Salah satunya, kisah Yeti Trisnawati ini.
Di laman Facebook, dia menuliskan kenangan tentang pertemuan tak sengajanya dengan Didi pada September 2001.
Hanya karena melihat Yeti terlihat sendirian, Didi menyapa lebih dulu.
"Padahal tidak kenal, dijawil (disapa), bahkan ditraktir es teh," kenang Yeti.
Berikut kisahnya. Kalimat dalam kurung adalah terjemahan ke dalam bahasa Indonesia yang kami tambahkan untuk kalimat-kalimat dalam bahasa Jawa.
===
Memori September 2001
"Dhewekan sampeyan mbak?" (Kamu sendirian, mbak?)
"Eh, nggih Mas." (Eh, iya, mas)
"Mrene lungguh ngancani aku." (Ke sini, duduk temani saya).
"Sampun, matur suwun." (Sudah, terima kasih)
"Ora sah isin, santae wae. Kene arep ngombe opo. Teh yo." (Enggak usah malu. Santai saja. Mau minum apa? Teh ya?)
"Matur suwun." (Terima kasih)
"Lha kok sampeyan ki kendel men dhewekan. Arep nyang ndi." (Kok kamu berani banget sendirian. Mau kemana?)
"Budhal dhateng Holland Mas." (Berangkat ke Belanda, mas)
"Arep dolan opo napa?" (Jalan-jalan atau mau apa?)
"Mboten, kuliah." (Enggak, kuliah)
"Weh, larang sekolah nyang kana." (Wah, mahal ya sekolah di sana)
"Beasiswa Mas."
"Tenan sekolah tho? Sing temenan." (Beneran sekolah, kan? Yang serius ya.)
"Nggih. Njenengan wonten acara napa wonten mrika?" (Iya. Anda ada acara apa di sana?)
"Biasa, tho. Ngamen. Oleh undangan ning Den Haag njuk bablas nyang Suriname." (Biasa, kan. Mengamen. Dapat undangan di Den Haag terus lanjut ke Suriname).
Pertemuan singkat di terminal keberangkatan Bandara internasional Soetta. Kami naik pesawat yang sama, kelas yang sama. Semanak, grapyak, ora rumangsa iso ning iso rumangsa. (Akrab, ramah, tidak merasa bisa tetapi bisa merasakan)
Ngaturaken sugeng tindak Mas Didi Kempot 🙏 (Selamat jalan, mas Didi Kempot)
=====
Lewat percakapan melalui media sosial, Yeti melanjutkan lagi cerita kenangannya itu.
Di dalam pesawat, kata dia, Didi masih menyapa lagi. Ketika turun di bandara tujuan, Didi juga masih dadah-dadah dan berpesan lagi untuk serius sekolah.
"So humble. Sayang, kartu nama dia hilang. Dia kasih kartu nama, di baliknya ada tanda tangan dia," ujar Yeti.
Perempuan yang kini tinggal di Kabupaten Bandung Barat ini mengaku mengenal lagu-lagu Didi karena mendiang ayahnya.
"Dari lagu Stasiun Balapan. Jadi ketularan senang," ujar dia.
Lain lagi kesan bagi Jiji, ibu rumah tangga yang tinggal di kawasan Tangerang Selatan. Dia mengaku dari dulu mengikuti perjalanan Didi Kempot.
"Orang yang enggak macam-macam. Sedang naik daun seperti apa juga tetap sama, low profile, tidak neko-neko, dan dermawan," ujar perempuan asal Yogyakarta ini.
Meski menggemari lagu-lagu Didi, Jiji mengaku itu tidak selalu mewakili pengalamannya. Menurut dia, selalu ada karya yang bisa dinikmati meski tak mewakili pengalaman pribadi.
"Aku senang kalau dia bikin lirik lagu itu simple tapi lucu dan mengena. Bagus, menyenangkan. Copywriter yang cerdas dan berima lirik-liriknya," tutur Jiji.
Namun, tak urung banyak penggemar yang menyesuaikan pengalaman pribadinya juga dengan lagu-lagu Didi. Ini bisa dilihat misalnya di kumpulan kutipan di sini.
Atau, ada pula sebagian dari penikmat tembang-tembang campursari Didi yang tersentil oleh ungkapan-ungkapan sederhana Didi.
opo wae sing dadi masalahmu, kuwat ora kuwat kowe kudu kuwat. tapi misale kowe uwis ora kuwat tenan, yo kudu kuwat.
— Didi Kempot (@didikempotid) July 12, 2019
Pemilik akun Facebook bernama Sabrang Layun, misalnya, mengutip salah satu kalimat Didi, "Sing uwis ya uwis. Lara ati oleh, ning tetep kerja lho ya.... Sebab urip ora isa diragati nganggo tangismu."
Terjemahan bebasnya, kurang lebih, "Yang sudah ya sudah. Sakit hati boleh, tapi tetap kerja ya. Sebab, hidup tidak bisa dibiayai dengan tangisanmu."
Bernama lengkap Dionisius Prasetyo, Didi Kempot lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 31 Desember 1966.
Malang-melintang di dunia seni, nama Didi melejit lagi belakangan dengan banyak atribusi baru pula. Sebut saja, Bapak Loro Ati Nasional, Bapak Patah Hati Indonesia, Lord Didi, dan bahkan The Godfather of Brokenheart.
Padahal, 20-an tahun lalu saja, lagu-lagu Didi juga sudah menggema di mana-mana. Lagu Sewu Kutho yang sampai sekarang masih sering dinyanyikan, itu sudah tenar berdekade silam.
Didi menghadirkan pula fenomena Sobat Ambyar. Menakjubkan adalah, tidak semua dari penggemarnya ini mengerti bahasa Jawa.
Awal mula kehadiran Sobat Ambyar berikut kisah-kisah para fans yang bahkan tak mengerti bahasa Jawa itu bisa disimak di JEO-Sobat Ambyar dan Sihir Didi Kempot.
Sejatinya pula, lagu-lagu Didi tak serba patah hati. Nuansa kebangsaan juga ada, seperti lagu Podho Indonesia-ne ini.
Namun, harus diakui bahwa lagu-lagu dengan lirik patah hati cenderung lebih gampang diterima pasar. Pengalaman pribadi para pendengar?
Duka menyeruak. Jagat Twitter pun langsung menempatkan kabar meninggalnya Didi ini dengan menjadikan Didi Kempot dan tagar #SobatAmbyarBerduka sebagai trending topic di kategori pop dan lokasi di Indonesia.
Meninggal di RS Kasih Ibu, Surakarta, Jawa Tengah, Didi dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) Desa Majasem, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur pada Selasa menjelang ashar setelah sejenak disemayamkan lalu dishalatkan.
Makam Didi bersebelahan dengan pusara anak pertama dari perkawinan pertama, Lintang, yang meninggal saat masih berusia enam bulan. Pemakaman Didi diiringi ribuan Sobat Ambyar.
Kabar meninggalnya Didi Kempot tak hanya mengguncang Indonesia. Media internasional juga memberitakannya, antara lain yang berbasis di Inggris dan Suriname.
Sejak lama, seperti juga muncul dalam cerita pembuka tulisan ini, Didi tampil di Suriname. Bahkan, Didi juga berduet dengan penyanyi asal Suriname dalam salah satu konsernya di Purwokerto. Tentu, konser lagu-lagu berbahasa Jawa.
BBC yang berkantor pusat di Inggris, sempat memberitakan Didi meninggal karena virus corona dalam cuitan di Twitter. Namun, mereka menghapus cuitan itu dan membuat cuitan baru dengan pemberitahuan tentang kesalahan itu.
Folk singer Didi Kempot has died, his cause of death is not yet known
— BBC News (World) (@BBCWorld) May 5, 2020
An earlier tweet has been deleted, which suggested it was linked to coronavirushttps://t.co/dbVFv7IBx0 https://t.co/vlN7ySWyK6
Meski demikian, berita kematian Didi tetap masuk dalam halaman live update yang BBC buat untuk peliputan Covid-19. Ini terkait dengan konser amal Didi yang digelar secara online dan tayang di Kompas TV pada Sabtu (11/4/2020) yang meraup donasi Rp 7,6 miliar.
Ungkapan duka datang pula dari Presiden Joko Widodo. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengunggah ungkapan duka di akun instagram-nya, menyertakan video Didi yang mendorong masyarakat menggunakan layanan online untuk pelaporan pajak.
Tentu, ada banyak lagi kenangan dan ungkapan duka dari publik untuk Didi. Cerita-cerita tentang keinginan dan rencana Didi ke depan pun bermunculan dari banyak figur, termasuk keinginannya membuat lagu bernuansa agama dalam lirik Jawa.
Manusia boleh berencana, Penguasa Semesta yang menentukan....
Rencana konser Didi Kempot di Jakarta pada November 2020 termasuk dalam deretan daftar yang tak lagi bisa Didi penuhi. Tak hanya Yuni Shara pula yang harus kecewa karena gagal tampil duet dengan Didi.
Pada hari-hari terakhirnya, Didi banyak menyuarakan seruan meminta masyarakat mengikuti protokol penanganan Covid-19, termasuk untuk tidak mudik. Dia pun menggubah lagu khusus untuk itu.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa afihi wa'fu'anhu... aamiin...
Sugeng tindak, mas....