Pada pertengahan 2019, mencuat wacana pelarangan peredaran ponsel BM menggunakan mekanisme pemblokiran nomor IMEI. Ini daftar pertanyaan (FAQ) dan penjelasan terkait wacana tersebut.
PEMERINTAH ingin memberantas peredaran ponsel black market (BM) di Indonesia dengan cara memblokir ponsel BM melalui IMEI yang ada di setiap ponsel.
Upaya ini dilakukan bersama oleh tiga kementerian, yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), serta Kementerian Perdagangan.
Langkah ini ditempuh menyusul banyaknya peredaran ponsel BM di Indonesia. Ponsel-ponsel BM itu pun mudah ditemui di toko-toko di pusat perbelanjaan (offline) atau melalui e-commerce dan media sosial (online).
20 persen dari total penjualan ponsel yang beredar di Indonesia merupakan barang BM alias ilegal.
~APSI~
Menurut Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI), sebanyak 20 persen dari total penjualan ponsel yang beredar di Indonesia merupakan barang BM alias ilegal.
Setiap tahun, ada sekitar 45-50 juta ponsel terjual di sini. Artinya, 20 persen dari jumlah itu sekitar 9 juta unit ponsel yang beredar di Indonesia berasal dari jalur BM.
Katakanlah rata-rata harga ponsel tersebut di kisaran Rp 2,5 juta, nilai total penjualan ponsel BM per tahun mencapai Rp 22,5 triliun.
Akibat dari maraknya ponsel ilegal tersebut, negara berpotensi kehilangan pendapatan dari pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen dan pajak penghasilan (PPh) 2,5 persen. Nilainya ditaksir Rp 2,8 triliun per tahun.
Pemblokiran ponsel BM ini rencananya akan menggunakan payung hukum berupa peraturan menteri (permen). Semula, peraturan tersebut ditargetkan terbit pada Agustus 2019. Namun, sampai tulisan ini tayang, aturan tersebut belum terbit.
Dikutip KompasTekno dari situs Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika, pemerintah juga menyiapkan Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional (Sibina).
Isi Sibina adalah basis data IMEI. Di dalamnya ada fitur pengetesan IMEI, sinkronisasi data operator seluler, sosialisasi, penyiapan sumber daya manusia (SDM) dari tiga kementerian dan operator, serta pusat pelayanan konsumen.
Fase terakhir dari kebijakan pembatasan ponsel BM ini adalah operasional.
Ini adalah eksekusi daftar oleh operator, pengiriman notifikasi dari operator kepada pemegang IMEI duplikat (jika ada cloning IMEI) untuk membuktikan keaslian perangkat, penyediaan layanan lost and stolen, serta sosialisasi lanjutan.
Ketiga fase tersebut—dari penandatanganan peraturan menteri hingga operasional—diperkirakan butuh waktu setidaknya 6 bulan.
Bila peraturan terbit sesuai rencana awal pada Agustus 2019, operasional penuh pemblokiran IMEI ponsel baru akan akan terjadi pada Februari atau Maret 2020.
Selama masa tenggang antara penandatanganan regulasi dan fase operasional, pemerintah akan memberlakukan pemutihan bagi ponsel-ponsel BM yang telah beredar di Indonesia.
Hingga jangka waktu tertentu, ponsel-ponsel BM yang telah terbeli tetap dapat digunakan sekalipun peraturan sudah berlaku dan masuk fase operasional.
UNTUK mengetahui detail tentang wacana pemblokiran ponsel ilegal atau black market (BM) menggunakan IMEI ini, KompasTekno merangkum pertanyaan-pertanyaan seputar hal tersebut (frequently asked questions atau FAQ) beserta penjelasannya.
Klik kalimat pada menu navigasi di bawah ini bila ingin langsung melompat ke bagian yang dikehendaki:
Untuk diingat, penjelasan-penjelasan ini masih berdasar Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Komunikasi dan Informatika alias masih berupa DRAFT per Agustus 2019. Perubahan atas substansi pun karenanya masih dimungkinkan.
IMEI adalah kependekan dari international mobile equipment identity. IMEI berlaku laiknya nomor identitas sebuah ponsel.
Nomor ini bersifat unik dan berbeda-beda di setiap perangkat. IMEI selalu menempel pada perangkat tersebut.
Operator telekomunikasi, biasa menggunakan deretan nomor IMEI ini untuk mengidentifikasi setiap ponsel yang mengakses jaringannya.
IMEI terdiri dari deretan 14 hingga 15 angka yang berbeda-beda. Deretan angka ini dirilis oleh GSMA, asosiasi yang mewadahi kepentingan operator seluler di seluruh dunia.
Dirjen SDPPI Kementerian Kominfo, Ismail, mengatakan, nomor IMEI ini dapat ditemukan pada perangkat yang menggunakan kartu subscriber identity module (SIM) untuk terhubung dengan jaringan seluler.
Perangkat tersebut adalah handphone, komputer genggam seperti mesin EDC, dan tablet.
WACANA pemblokiran ponsel ilegal (black market) lewat IMEI sebenarnya sudah muncul sejak 2014.
Kala itu usulan muncul setelah Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan berencana mengenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada produk ponsel.
Rencana pengenaan pajak tersebut dikhawatirkan Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) akan memicu jumlah peredaran ponsel black market di Indonesia kian tinggi, karena harga ponsel resmi semakin mahal.
Bagi regulator, IMEI bisa digunakan untuk mengawasi status barang yang beredar, apakah didistribusikan secara resmi atau ilegal. IMEI dapat diidentifikasi ketika perangkat tersebut terhubung dengan jaringan melalui operator seluler.
KEMENTERIAN Perindustrian (Kemenperin) memiliki database berisi nomor IMEI ponsel yang masuk secara resmi ke Indonesia.
Jika nomor IMEI sebuah ponsel tak terdaftar pada database tersebut, kemungkinan perangkat tersebut masuk lewat jalur non-resmi.
Dalam proses pemblokiran ini, ada sejumlah pihak yang terlibat. Basis data yang dimiliki Kemenperin akan terhubung dengan operator seluler.
Operator inilah yang nantinya bakal menjadi ujung tombak operasional pemblokiran.
Operator seluler menggunakan nomor IMEI dalam mengidentifikasi perangkat yang tersambung ke jaringannya.
Jika mereka melihat ada ponsel dengan nomor IMEI yang tidak tercantum dalam daftar milik Kemenperin maka operator wajib memblokir akses jaringan terhadap ponsel tersebut.
UNTUK mengidentifikasi apakah IMEI terdaftar atau tidak, pertama-tama Anda harus mencari tahu nomor IMEI pada perangkat ponsel yang Anda miliki.
Cara yang paling mudah adalah dengan menekan tombol *#06# pada ponsel Anda. Ketika tanda pagar terakhir ditekan, maka nomor IMEI perangkat secara otomatis akan muncul di layar.
Nomor IMEI juga biasanya melekat pada bagian punggung atau bagian dalam perangkat. Nomor ini juga bisa ditemukan pada bagian luar dus ponsel.
Setelah Anda mengetahui berapa nomor IMEI yang akan dicek, buka halaman imei.kemenperin.go.id pada browser Anda. Masukkan nomor IMEI perangkat ke kolom isian yang tersedia, guna pengecekan.
Jika muncul tulisan "IMEI terdaftar di database Kemenperin" maka dapat dipastikan perangkat yang Anda miliki didistribusikan lewat jalur resmi.
Artinya, perangkat yang Anda miliki tidak akan terblokir ketika regulasi tersebut mulai diimplementasikan. Perangkat yang terdaftar akan tetap dapat terhubung dengan operator seluler dan dapat digunakan untuk berkomunikasi sebagaimana mestinya.
Jika muncul tulisan "IMEI tidak terdaftar" maka ponsel tersebut adalah perangkat blackmarket alias masuk ke Indonesia secara tak resmi dan tak dapat digunakan.
Namun jika perangkat tersebut telah aktif (menggunakan kartu SIM) sebelum tanggal 17 Agustus 2019—rencana awal penerbitan regulasi—maka pemerintah akan memberi keringanan melalui tindakan "pemutihan".
Melalui pemutihan inilah perangkat blackmarket yang aktif sebelum tanggal 17 Agustus 2019 akan tetap dapat digunakan sebagaimana biasanya.
"HP BM yang dibeli sebelum tanggal 17 Agustus akan mendapatkan pemutihan yang regulasinya sedang disiapkan," demikian penjelasan Kemenperin.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pemutihan yang diatur dalam aturan IMEI didasari oleh rata-rata waktu penggunaan ponsel atau harapan hidup ponsel, sebelum penggunanya berganti lagi yang baru.
Jangka waktu untuk pemutihan ini belum ditetapkan, namun setidaknya bisa mencapai dua tahun.
UNTUK menghindari pembelian ponsel ilegal, ada serangkaian cara yang bisa dilakukan untuk membedakan smartphone resmi dan blackmarket.
Pertama, cek IMEI ponsel. Caranya mudah, pengguna cukup melihat deretan angka pada stiker yang tertera di dus, atau dengan menekan tombol *#06# pada ponsel.
Kemudian, masukkan nomor IMEI yang tertera pada ponsel ke halaman imei.kemenperin.go.id yang bisa langsung dijajal lewat tampilan di bawah ini:
Jika terdaftar, di situs akan muncul tampilan “IMEI terdaftar didalam database kemenperin”.
Sebaliknya, jika tidak terdaftar akan muncul ditampilan bahwa IMEI tidak terdaftar di database kemenperin.
Kedua, memperhatikan garansi. Jika ponsel tersebut dilabeli dengan "garansi distributor" maka dapat dipastikan ponsel tersebut adalah ilegal.
Biasanya ponsel ini dijual di kios-kios kecil dengan harga yang lebih murah.
Ketiga, jika dus ponsel memperlihatkan tulisan atau bahasa asing, maka ponsel tersebut patut dicurigai masuk lewat jalur non-resmi.
Pasalnya, pemerintah Indonesia memiliki regulasi terkait tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang mewajibkan beberapa komponen dirakit di Indonesia, termasuk dus.
Selain itu, ponsel resmi dilengkapi buku panduan berbahasa asing dan Bahasa Indonesia.
ATURAN pelarangan ponsel BM ini rencananya berupa peraturan menteri (permen) dari tiga kementerian.
Meski masing-masing kementerian memiliki permen yang berbeda, inti dari aturan tersebut tetap sama yakni mempersempit peredaran ponsel ilegal.
Pengesahan peraturan ini semula ditargetkan pada 17 Agustus 2019. Sempat pula dikabarkan mundur menjadi 19 Agustus 2019.
Namun, sampai tulisan ini tayang, peraturan tersebut belum terbit.
BILA regulasi terkait pelarangan ponsel BM ini jadi terbit, proses pemblokiran total ponsel black market (BM) akan dimulai paling lambat 6 bulan setelah peraturan menteri ditandatangani.
"Perkiraan kami butuh waktu enam bulan. Setelah itu, peraturan tersebut akan live dan dieksekusi oleh operator. Sebelum enam bulan pasti ada evaluasi lagi," ungkap Dirjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail.
Artinya, bila pengesahan regulasi terlaksana sesuai rencana awal pada Agustus 2019, pemblokiran ponsel BM baru akan dimulai pada sekitar Februari atau Maret 2020. Namun, sampai tulisan ini tayang, peraturan tersebut belum jadi terbit.
KEMENTERIAN Perdagangan menyatakan, ponsel black market (BM) yang telah aktif sebelum peraturan terbit—semula ditargetkan pada 17 Agustus 2019— tidak akan langsung terblokir.
Akan ada proses pemutihan. Pengguna ponsel BM yang dibeli sebelum tanggal terbit regulasi dapat mendaftarkan IMEI ponselnya itu ke basis data kementerian.
Adapun ponsel BM yang dibeli setelah regulasi disahkan, tidak akan dapat digunakan di Indonesia.
KETENTUAN mengenai ponsel bawaan turis asing diatur dalam Pasal 10 Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Komunikasi dan Informatika tentang Pembatasan Akses Layanan Telekomunikasi Bergerak Seluler pada Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi.
Draf pasal itu menyatakan bahwa pembatasan atau pemblokiran smartphone berdasarkan IMEI tidak berlaku untuk turis asing yang menggunakan fitur jelajah internasional (international roamer).
Namun, apabila wisatawan tersebut akan tinggal di Indonesia dalam jangka waktu lama dan menggunakan kartu subscriber identification module (SIM) terbitan operator telekomunikasi di Indonesia, mereka harus mendaftarkan IMEI ponsel mereka paling lambat 30 hari setelah kedatangan.
DIRJEN Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika Ditjen SDPPI, Mochamad Hadiyana, mengatakan peraturan ini berlaku untuk semua perangkat HKT alias handphone, komputer genggam, dan tablet.
Namun, istilah "komputer genggam" pada regulasi ini bukanlah mengarah kepada laptop, melainkan alat komputer genggam yang menggunakan kartu SIM seperti alat pembayaran, electronic data capture (EDC), atau pemindai harga di supermarket.