JEO - Peristiwa

FAQ Zakat Fitrah

Sabtu, 23 Mei 2020 | 22:22 WIB

Yuk, cek lagi dalil dan pengetahuan tentang zakat fitrah di sini.

ZAKAT adalah satu dari lima rukun Islam. Karenanya, itu wajib bagi umat Islam.

Namun, belum semua dari umat Islam menjalankannya. Atau, yang menjalankan juga belum tentu tepat mengikuti hukumnya.

Dalam Al Quran, perintah menjalankan zakat kerap muncul dalam satu tarikan napas dengan perintah menegakkan shalat. 

Pentingnya melakukan zakat—juga infak dan sedekah—antara lain diingatkan soal hak orang miskin di dalam harta kita, seperti dalam QS 51:19 berikut ini:

وَفِىٓ أَمْوَٰلِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ

Dan pada harta benda mereka ada hak orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.

 Adapun fungsi zakat, antara lain termaktub dalam QS 9:103 berikut ini:

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ - ١٠٣

Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Apa saja jenis zakat?

Zakat ada dua, yaitu:

Apa beda zakat fitrah dan zakat mal?

Zakat fitrah dibayarkan satu kali dalam setahun, tanpa ada nisab dan haul, jamak dijalankan pada selama bulan Ramadhan hingga pagi menjelang shalat Idul Fithri.

Khusus soal waktu pembayaran zakat fitrah, ada beragam pendapat ulama tentang hal ini. Pembahasan lebih rinci ada di bab FAQ Zakat Fitrah.

Sebaliknya, dalam zakat mal dikenal istilah nisab dan haul. Setiap jenis harta dan atau cara mendapatkan harta memiliki nisab dan haul yang berbeda.

Nisab adalah batas minimal jumlah dan atau nilai harta sehingga seseorang wajib membayarkan zakatnya.

Adapun haul adalah batas waktu kepemilikan harta untuk dapat dihitung dan terkena kewajiban zakat. Gampangnya, kapan harta itu wajib dizakati.

Detail lebih lanjut tentang jenis harta, nisab, haul, dan beragam pertanyaan lain soal zakat mal, akan dibahas dalam tulisan yang berbeda.  

Ke mana bayar zakat?

Ada yang namanya amil zakat, panitia penerima zakat yang juga akan menyalurkannya kepada mereka yang berhak. Ada yang di masjid, lingkungan setempat, organisasi, atau bahkan lembaga di tingkat nasional.

Di era digital, banyak pula layanan pembayaran zakat yang disediakan melalui dunia maya, tidak harus berhadapan muka. Ini disediakan baik oleh lembaga pengelola zakat yang berafiliasi ke pemerintah, organisasi pengelola zakat non-pemerintah, dan bahkan perbankan.

Ke mana zakat disalurkan?

Dalil awal untuk penyaluran zakat adalah hadist yang diriwayatkan lebih dari satu ahli hadist, “Jika mereka taat kepadaku maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah SWT mewajibkan zakat kepada mereka dalam harta mereka. Diambil dari orang-orang yang mampu di antara mereka dan diserahkan kepada orang-orang yang fakir di antara mereka."

Sejumlah ulama mengharuskan zakat dibayarkan di tempat kita bermukim. Tujuannya, penerima zakat adalah mereka yang berhak menerima dan ada di sekitar kita bermukim saat ini. Dasarnya adalah hadist di atas.

Namun, sebagian ulama yang lain mengizinkan pembayaran zakat tidak dilakukan di area kita bermukim. Ini juga terkait dengan kondisi ekonomi di kawasan kita tinggal, yang mungkin saja tak lagi ada yang memenuhi syarat menjadi penerima zakat atau untuk tujuan silaturahmi. 

Menurut mazhab Hanafi, makruh mengalihkan zakat, kecuali jika pengalihan tersebut kepada
kerabat yang membutuhkan, karena dalam hal itu terkandung menyambung silaturahim.

Atau, zakat diberikan kepada kepada kelompok masyarakat yang lebih membutuhkan daripada para fakir di negeri tempat pemungutan zakat.

Perkecualian berikutnya, pengalihan tersebut mengandung maslahat bagi kaum muslimin, atau dari Darulharb ke Dar Islam, atau pengalihan tersebut untuk para penuntut ilmu, atau zakat tersebut dibayarkan sebelum masanya diwajibkan, artinya dibayarkan sebelum masa haul. 

Dalam semua kondisi ini, mahzab Hanafi tidak memakruhkan pengalihan penyaluran zakat. 

Adapun menurut mazhab Syafi’i, tidak boleh mengalihkan zakat dari suatu negeri ke negeri lain.

Zakat dibagi di negeri tempat zakat tersebut dipungut. Jika tidak ada mustahik zakat, zakat barulah dialihkan ke negeri yang ada mutahik. 

Menurut Mazhab Malik, zakat tidak dibolehkan penyalurannya ke negeri yang bukan tempat dia dipungut, kecuali sangat dibutuhkan. 

Lalu, menurut Mazhab Hanbali, batas terjauh penyaluran zakat adalah sejauh batas jarak dibolehkannya meng-qashar (meringkas jumlah rakaat) shalat dari tempat pemungutannya. 

Kemudian, Ibnu Qudamah al-Hanbali berkata, kalaupun pendapat tersebut ditentang dan seseorang tetap membayarkan zakat ke tempat lain maka zakatnya tetap sah menurut pendapat mayoritas ulama. 

Terkait harta yang berada di tempat lain—dalam konteks zakat mal—maka zakatnya dibagi di lokasi harta itu berada. Alasan yang dipakai, para mustahik melihat harta itu. 

Karenanya, jika harta itu berada di beberapa tempat maka zakat pun ditunaikan di setiap lokasi harta itu berada. 

Khusus untuk zakat fitrah, karena ini adalah zakat untuk diri setiap Muslim bukan zakat atas harta, pembagiannya harus dilakukan di tempat orang tersebut berada. 

Dengan semua keterangan itu, Ibu Qudamah Al-Hanbali menyatakan, bila di tempat seseorang tinggal masih ada mustahik maka zakat dibagikan kepada mustahik di lokasi dia tinggal itu. 

Namun, Abu Hanifah membolehkan zakat diberikan kepada kerabat demi alasan silaturahim atau karena memang membutuhkan. Pertimbangannya, ada maslahat yang kuat. 

Siapa yang berhak terima zakat?

Ada delapan golongan yang berhak menerima zakat, sesuai dengan QS 9: 60:

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ - ٦٠

"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.

Di sini, fakir dan orang miskin dibedakan. Fakir adalah mereka yang benar-benar tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya, termasuk tidak punya pekerjaan dan harta memadai.

Adapun orang miskin bisa saja punya harta, masih bekerja, atau punya penghasilan, tetapi itu belum cukup untuk kebutuhan hidupnya.

Adapun orang yang berutang berhak menerima zakat bila ia dipastikan tak punya uang saat jatuh tempo, atau kalaupun dia masih punya uang maka itu hanya cukup untuk kebutuhan pokok. 

Orang yang sedang dalam perjalanan bisa menjadi penerima zakat bila dia sampai kehabisan bekal. Perjalanan yang dia tempuh harus dipastikan bukan untuk tujuan maksiat. 

FAQ ZAKAT FITRAH

SEPERTI telah diuraikan pada pengantar di atas, zakat fitrah adalah zakat atas diri seorang Muslim, bukan zakat atas harta yang dia miliki. 

Berikut ini sejumlah pertanyaan yang kerap muncul terkait zakat fitrah beserta jawabannya berdasarkan sejumlah referensi yang sejauh ini dapat dikumpulkan dan dirangkum Kompas.com:

Apa syarat membayar zakat fitrah?

Beragama Islam, bertemu dua waktu—yaitu Ramadhan dan Syawal—meski hanya sesaat, dan memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kewajiban ini.

Bahasa sederhananya, Muslim yang bertemu dengan setidaknya satu hari Ramadhan dan hari pertama Syawal. 

Siapa yang wajib bayar zakat fitrah?

Setiap jiwa yang memenuhi syarat membayar zakat fitrah.

Ini berlaku untuk setiap orang dalam keluarga yang mampu untuk berbagi bahkan anak-anak di dalamnya yang belum mendapatkan penghasilan.

Zakat fitrah juga tetap berlaku untuk mereka yang berstatus budak atau hamba sahaya.

Siapa yang gugur kewajiban zakat fitrah?

Kapan waktu bayar zakat fitrah?

Ada sejumlah pendapat ulama tentang waktu membayar zakat fitrah. Satu hal yang sama, batas maksimal membayar zakat fitrah adalah sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri.

Kewajiban membayar zakat fitrah terhitung sejak terbenamnya matahari pada hari terakhir Ramadhan. Ini juga merupakan pertanda syukur dapat kembali makan seperti biasa setelah menunaikan ibadah puasa selama sebulan sepanjang Ramadhan.

Meski demikian, sejumlah ulama menyebut bahwa zakat fitrah sudah bisa mulai dibayarkan selama bulan Ramadhan. Ini pun ada yang berpandangan waktu pembayarannya tak boleh terpaut terlalu lama dengan hari raya.

Para sahabat nabi juga diketahui lazim membayarkan zakat ini dengan tenggat satu atau dua hari sebelum hari raya untuk keperluan "pengorganisasian" dan pendistribusian, agar penerimanya benar-benar dapat ikut merayakan hari raya.

Berapa besaran zakat fitrah?

Dasar penentuan nilai atau besaran zakat fitrah adalah hadist berikut ini: 

عَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: - فَرَضَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - زَكَاةَ اَلْفِطْرِ, صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ: عَلَى اَلْعَبْدِ وَالْحُرِّ, وَالذَّكَرِ, وَالْأُنْثَى, وَالصَّغِيرِ, وَالْكَبِيرِ, مِنَ اَلْمُسْلِمِينَ, وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ اَلنَّاسِ إِلَى اَلصَّلَاةِ - مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Artinya, “Dari Ibnu Umar ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha‘ kurma atau satu sha‘ gandum bagi setiap budak, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak, dewasa dari kalangan Muslimin. Rasulullah SAW memerintahkan pembayarannya sebelum orang-orang keluar rumah untuk shalat Id,” (HR Bukhari dan Muslim).

Para ulama bersepakat bahwa ukuran satu sha' setara dengan empat mud. Adapun satu mud setara dengan cakupan penuh dua telapak tangan orang dewasa pada umumnya. 

Konversi dari takaran ke bobot ini memunculkan sejumlah pendapat. Terlebih lagi, bobot yang sama tidak selalu mewakili takaran yang sama pula, laiknya satu kilogram kayu tidak memiliki volume yang sama dengan satu kilogram besi.

Dalam hal demikian, apabila mendapati makanan pokok kita sehari-hari tampaknya memiliki bobot tidak sesuai kelaziman yang kita ketahui, patokan yang sebaiknya dipakai adalah mengembalikan besaran zakat fitrah ini kepada ukuran takaran sesuai dalil asalnya.

Menurut mahzab Hanafi, satu sha' setara dengan 3,8 kilogram. Adapun mahzab Maliki, Syafi'i, dan Hanbali menyebut satu sha' setara dengan 2,75 kilogram.

Praktik jamak di Indonesia, zakat fitrah dibayarkan berupa beras seberat 2,5 kilogram atau sebanyak 3,5 liter. Ini sudah menggunakan upaya kehati-hatian, karena ada juga konversi mendapati beras satu sha' itu setara dengan 2,04 kilogram, 2,1 kilogram, atau 2,2 kilogram.

Masing-masing konversi bobot ini punya landasan. Sekali lagi, ukuran awal zakat fitrah adalah takaran satu sha' itu. Terlebih lagi, takaran makanan pokok berupa kurma, kismis, gandum, sagu, atau beras, sejatinya akan memberikan bobot yang beragam.

Bolehkan zakat fitrah dibayarkan oleh orangtua, suami, atau bahkan orang lain?

Kalangan ulama menyatakan, kewajiban zakat fitrah melekat pada setiap individu.

Anak yang sudah berpenghasilan sejatinya termasuk orang yang berkewajiban membayar sendiri zakatnya, sekalipun masih lajang atau secara legal menjadi tanggungan orangtuanya.

Pandangan serupa juga berlaku untuk perempuan yang telah diperistri, dia tetap wajib membayar sendiri zakat fitrahnya.

Namun, apabila orangtua atau suami hendak membayarkan zakat fitrah mereka, dibolehkan, sebagai sedekah dari orangtua atau sang suami.

Hal sebaliknya dibolehkan juga seorang anak membayarkan zakat fitrah bagi orangtuanya. Yang penting, yang membayarkan zakat dan dibayarkan zakatnya sama-sama ridha.

Pandangan yang sama berlaku untuk asisten rumah tangga. Secara hukum asal, dia wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya. Namun, bila orang yang menggunakan jasanya hendak membayarkan zakat fitrah, dibolehkan.

Bolehkah bayar zakat fitrah pakai uang?

Masalah ini juga terus menjadi pertanyaan dari hari ke hari.

Sebagian ulama berketetapan bahwa zakat fitrah haruslah berupa makanan pokok seperti yang kita santap sehari-hari, sesuai dengan hadist tentang zakat fitrah.

Imam Malik, Ahmad, dan Syafi'i termasuk yang tidak membolehkan zakat fitrah dibayarkan menggunakan uang.

Namun, dengan beragam pertimbangan praktis dalam operasional pengumpulan dan pembagian zakat, sejumlah ulama membolehkan membayar zakat fitrah dengan uang.

Imam Hanafi ada di antara yang membolehkan pembayaran zakat fitrah menggunakan uang senilai takaran dan jenis makanan pokok yang kita santap sehari-hari. 

Mereka yang membolehkan mengganti makanan dengan uang untuk zakat fitrah antara lain merujuk pada dalil ini:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS 9: 103)

Catatannya, harus dipastikan nilai uang tersebut harus dipastikan tidak kurang dari harga makanan pokok yang kita konsumsi sehari-hari, baik dari jenis maupun kualitasnya.

Jangan sampai, misalnya, kita makan nasi dari beras seharga Rp 30.000 per kilogram tetapi giliran membayar zakat fitrah hanya menggunakan harga beras Rp 10.000 per kilogram.

Demi mengedepankan kehati-hatian, membayar zakat fitrah memakai uang sebaiknya juga mengikuti konversi bobot zakat fitrah yang digunakan oleh Imam Hanafi, yaitu setara 3,8 kilogram.

Bagaimana kalau lupa membayar zakat fitrah?

Membayar zakat fitrah setelah shalat Idul Fitri "hanya" menjadi sedekah, sebagai wujud penyesalan bila keterlambatan itu karena terlupa. 

"Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kata-kata kotor, serta sebagai makanan bagi orang miskin. Barang siapa menunaikannya sebelum shalat (Idul Fitri) maka itu zakat yang diterima, dan barang siapa menunaikannya setelah shalat maka ia merupakan sedekah biasa." 

Tidak ada denda untuk mereka yang lupa membayar zakat fitrah. Meskipun, sejumlah ulama menyebut setiap kewajiban yang diatur syariat harus ditunaikan atau diganti, termasuk zakat.

SEJUMLAH REFERENSI