JEO - Peristiwa

Geliat Gen Z Berinvestasi

Senin, 2 Januari 2023 | 20:24 WIB

Generasi Z mendominasi demografi investor pasar modal Indonesia, terutama dalam pertumbuhan investasi. Anak muda masa kini kerap terlihat memantau investasi di gawainya.

Para mahasiswa mulai memaknai investasi sebagai cara meningkatkan pendapatan, hingga diajarkan filosofi agar perusahaan di Indonesia tidak dikuasai asing.

***

INVESTASI saat ini bukan lagi kata yang identik dengan pengusaha, atau kelompok ekonomi atas. Berbagai kalangan sudah mulai melek investasi. Bisa jadi, ini tidak hanya disebabkan karena makin banyaknya cara untuk menanamkan dana dan membutuhkan modal yang tidak terlalu besar.

Kecilnya modal yang dibutuhkan untuk berinvestasi diakui mahasiswa STIE Ekuitas di Bandung, Aditya Fajar Ashari (19). Saat memulainya beberapa waktu lalu, ia hanya mengeluarkan Rp 100.000 dari uang jajan.

"Modalnya pas pertama Rp 100.000, saat itu dibelikan pada saham yang lagi jatuh, GoTo,” tutur Adit kepada Kompas.com pada Desember 2022 silam.

Selang beberapa minggu, nilai saham yang dia beli terus turun hingga rugi 45 persen. Namun kemudian, harga sahamnya mulai meningkat dan ia balik mengantongi keuntungan 10 persen.

Keuntungan tersebut ia putar kembali untuk membeli saham lainnya. Begitu pun keuntungan jualan cilok miliknya yang dia putar untuk membeli saham.

Adit mengaku sangat antusias mengikuti kegiatan pasar modal ini. Padahal sebelumnya ia sempat ragu.

“Tahu soal pasar modal sejak SMK, tapi saya mengurungkan niat karena ada anggapan pasar modal itu judi atau haram,” ujar Adit.

Baru saat mengikuti kuliah pasar modal, ia tercerahkan. Ia kemudian datang ke Galeri Investasi BEI di Ekuitas dan belajar di sana dari para senior.

"Dari modal Rp 100.000 ini saya sudah jadi pemegang saham, bisa diundang ke Hotel Trans untuk pertemuan investor. Saya bertemu dengan investor-investor terkenal di sana,” ucap dia.

Sejumlah mahasiswa melakukan kegiatan di Galeri Investasi BEI di Universitas Sangga Buana (USB), Bandung.
Dok USB
Sejumlah mahasiswa melakukan kegiatan di Galeri Investasi BEI di Universitas Sangga Buana (USB), Bandung.

Buat uang bekerja untuk kita

Para mahasiswa yang terjun ke dunia pasar modal, memiliki beragam alasan. Seperti mahasiswa Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Ananda.

“Saya sadar kalau uang itu nilainya bisa berkurang karena inflasi. Karena itu harus diinvestasikan,” tutur dia.

Caranya, ia belajar soal saham sejak 2020. Mulai dari mengikuti seminar hingga membaca buku investasi. Saat ia merasa yakin dengan pengetahuannya, ia mencari sekuritas dan platform paling mudah untuk dipakai pemula.

Uang Rp 300.000 pun ia gunakan untuk membeli saham BBRI. Tak berapa lama, ia mendapatkan keuntungan Rp 100.000 karena ia membeli saham saat sedang murah.

Ia lalu membeli beberapa saham lainnya. Terhitung sejak memulai bermain saham pada 2020, keuntungan yang Ananda peroleh sudah bisa dibelikan laptop dan handphone.

Hal ini membuat Ananda lama-lama menjadi trader saham. Tujuannya untuk mencari tambahan income.

Ia pun mendapatkan banyak benefit dari bermain saham. Terutama dari point of view seorang trader, di mana psychology of money sangat terasah. Begitu pun dengan manajemen uang.

"Kalau ditanya kenapa saya main saham, saya ingin buat uangnya kerja buat kita,” tutur dia.

Perputaran uang Rp 500 juta

Salah satu mahasiswa yang merasakan manisnya investasi adalah Abdul Rozzak Junaidi (22 tahun). Perputaran uang yang dia kelola sejak berinvestasi 2018 lalu mencapai lebih dari Rp 500 juta.

Kepada Kompas.com, pria yang akrab disapa Jun ini memulai investasi dengan ratusan ribu. Uang tersebut dari sisa uang saku atau biasa disebut sebagai "uang dingin" atau uang yang tidak digunakan dalam waktu dekat atau untuk kebutuhan darurat.

"Modal di awal ratusan ribu ke jutaan (rupiah),” ungkap Jun.

Mahasiswa Telkom University, Abdul Rozzak Junaidi (paling kiri) bersama rekan-rekannya.
Dok ABDUL ROZZAK JUNAIDI
Mahasiswa Telkom University, Abdul Rozzak Junaidi (paling kiri) bersama rekan-rekannya.

Awalnya dia bermain cryptocurrency. Pernah suatu waktu ia memasukkan uang Rp 1 juta. Dalam 2 bulan, uang itu naik menjadi Rp 9 juta.

Keuntungan itu kemudian diambil Jun sebanyak Rp 6 juta untuk diputar ke dalam tiga bentuk investasi: pasar modal, reksadana, dan investasi riil.

"Pembagiannya 50 persen saham, 30 persen bisnis riil, dan 20 persen aman di obligasi. Saya masukkan ke bisnis riil karena saya sudah bisnis sejak SMP, saya suka bisnis,” ucap Jun.

Kini, uang yang diputar di perusahaan miliknya, Incubaspace, mencapai lebih dari Rp 500 juta. Uang tersebut berasal dari berbagai investasi yang dilakukannya.

"Tapi enggak selalu untung (main saham dan crypto). Tahun 2020 saya pernah rugi Rp 55 juta-70 juta," ucap dia.

Untuk itu, dibutuhkan pengetahuan dan kebijakan dalam bermain saham. Karena itulah ia terus belajar.

Jun juga mencari komunitas investasi, tempat dia bisa enjoy membahas saham atau instrumen investasi lain. Bila ada sesuatu yang janggal bisa segera diketahui.

Tak hanya itu, ia berkesempatan bertemu dan menjalin komunikasi dengan para pengusaha besar di Bandung, sehingga dia bisa terus mengasah kemampuan bisnisnya.

Gen Z Mendominasi Pertumbuhan Investasi

Seorang pria memerhatikan layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (4/8). Dalam tiga bulan terakhir, sebanyak Rp10,67 triliun dana dari investor asing ditarik dari bursa saham indonesia. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pras/17
Akbar Nugroho Gumay
Seorang pria memerhatikan layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (4/8). Dalam tiga bulan terakhir, sebanyak Rp10,67 triliun dana dari investor asing ditarik dari bursa saham indonesia. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pras/17

Sejumlah kisah di atas seakan menjadi bukti geliat para anak muda dalam berinvestasi. Generasi Z memang kini mendominasi demografi investor pasar modal Indonesia.

Berdasarkan data jumlah single investor identification (SID) yang tercatat di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) hingga 14 Oktober 2022, sebanyak 58,91 persen investor berusia di bawah 30 tahun dengan total nilai aset Rp 52,77 triliun.

Kondisi ini terjadi di berbagai daerah di Indonesia, tak terkecuali Jawa Barat. Bursa Efek Indonesia (BEI) Jabar mencatat pesatnya kenaikan jumlah investor dalam beberapa tahun terakhir.

BEI Jabar mencatat, pada Maret 2020 jumlah investor usia 18-25 tahun atau generasi Z sebanyak 38.071. Jumlah tersebut melonjak drastis pada 2021 sebanyak 279.947 dan kembali naik di 2022.

“Data hingga November 2022, jumlah investor usia 18-25 tahun mencapai 347.728. Itu artinya dalam dua tahun tumbuh 800,23 persen,” sebut Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jawa Barat, Reza Sadat Shahmeini, Kamis (22/12/2022).

 

Data generasi Z mendominasi jumlah pertumbuhan investor di Jawa Barat.
Dok BEI JABAR (Sumber: diolah dari data KSEI)
Data generasi Z mendominasi jumlah pertumbuhan investor di Jawa Barat.

Adapun jumlah investor keseluruhan di Jabar pada 2020 sebanyak 278.679 orang dengan nilai transaksi Rp 251,30 triliun.

Kemudian, angka ini naik 137,28 persen pada 2021 menjadi 705.265 investor dengan nilai transaksi Rp 444,72 triliun.

Reza menjelaskan, pertumbuhan investor dari kelompok generasi Z dipengaruhi beberapa faktor, antara lain perkembangan teknologi dan sarana edukasi tentang pasar modal.

"Sekarang ini untuk berinvestasi tak perlu modal besar, Rp 50 saja sudah bisa membeli satu lot. Kita terus edukasi mereka di galeri-galeri investasi yang ada di sekolah dan kampus,” tutur Reza.

Hingga Desember 2022, terdapat 106 Galeri Investasi di Jabar. Jumlah ini terdiri dari 42 GI BEI Konvensional, 53 Galeri Investasi, dan 11 GI BEI Syariah.

Data Galeri Investasi di Jawa Barat.
Dok BEI JABAR
Data Galeri Investasi di Jawa Barat.

Memfasilitasi semangat berinvestasi

Jika ada mahasiswa seperti Jun dan Ananda yang memulai investasi dengan otodidak, lain halnya dengan Yanwar Ayu.

Yanwar mulai tertarik dengan dunia pasar modal setelah mengikuti seminar di kampusnya, Universitas Sangga Buana YPKP. Di kampus itu, mahasiswanya memang menerapkan motto:  kuliah sambil punya perusahaan.

Ia lalu ikut organisasi Kelompok Studi Pasar Modal (KSPM) USB YPKP yang dinaungi Galeri Investasi.

Mahasiswa tengah mengikuti Sekolah Pasar Modal di Bandung.
Dok USB
Mahasiswa tengah mengikuti Sekolah Pasar Modal di Bandung.

Di KSPM, ia mengkaji dasar-dasar pasar modal. Kemudian fundamental, teknikal, atau bahkan isu-isu di pasar modal. Selain itu, ia mengikuti Sekolah Pasar Modal (SPM) dengan pemateri dari Bursa Efek Indonesia dan MNC Sekuritas.

"Saya lalu mempraktikannya dengan modal Rp 100.000. Saya ambil trading karena itu lebih menarik dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar,” ujar dia.

Dari keuntungan tersebut, Yanwar kembali membeli saham, obligasi, dan reksadana untuk jangka panjang. Sebab waktu yang terbatas untuk memantau pergerakan saham, membuatnya berhenti sementara menjadi trader.

700 Investor

Kepala Laboratorium Manajemen dan Kepala Pelaksana Galeri Investasi USB YPKP, Hadi Ahmad Sukardi mengatakan, Galeri Investasi di kampusnya berbeda dengan di tempat lain.

Bila di kampus lain investasi diangga sunah, maka di USB YPKP sunah muakad: mahasiswa diwajibkan namun tidak diberi sanksi bila tidak mengikuti.

Sejak pendaftaran, mahasiswa USB YPKP akan membayar Rp 500.000. Uang itu nantinya akan digunakan sebagai modal awal investasi. Namun bila tidak tertarik untuk melanjutkan bisa mengambil kembali uangnya.

Di Galeri Investasi, mahasiswa akan mendapatkan edukasi dengan skema menabung saham. Tujuannya, agar kepemilikan perusahaan di Indonesia tidak dimiliki asing.

"Itu visi BEI yang sinkron dengan visi kampus USB," ucapnya.

Mahasiswa saat mengikuti Seminar Pasar Modal di Bandung, beberapa waktu lalu.
Dok USB
Mahasiswa saat mengikuti Seminar Pasar Modal di Bandung, beberapa waktu lalu.

Sedikitnya ada tiga yang dipelajari di Galeri Investasi. Pertama, pengenalan aplikasi.

Kedua, mahasiswa diberikan pengetahuan analisis fundamental yang mempelajari rasio keuangan perusahaan termasuk isu-isu nasional yang bisa memengaruhi pasar modal.

Ketiga, kampus memberikan pemahaman analisis technical, indicator yang digunakan di pasar modal.

Selama lima tahun Galeri Investasi ini berdiri, sekitar 1.000-an mahasiswa mengikuti pasar modal ini. Namun yang mengimplemantasikan dan aktif di dalamnya sekitar 797 mahasiswa.

Untuk nilai yang berputar terbilang cukup besar. Ia mencontohkan perputaran uang pada 1-31 Maret 2020 mencapai Rp 4,5 miliar.

"Sederhananya, bila mahasiswa punya uang saku lebih Rp 100.000 per bulan, diharapkan ditabungkan di saham. Dengan menabung saham ini, mereka sudah menjadi pemilik saham dan mengikuti RUPS. Banyak mahasiswa yang ikut RUPS di sini,” kata Hadi.

Cari Komunitas

Ilustrasi investasi berkelanjutan.
 
Ilustrasi investasi berkelanjutan.

Lantas bagaimana jika tidak difasilitasi kampus? Pengajar di Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB), Nur Islami Javad menyarankan untuk mencari komunitas.

Komunitas tersebut bisa berasal dari fasilitas kampus seperti Galeri Investasi yang dikerjasamakan dengan BEI ataupun komunitas terpercaya yang bisa diikuti secara online.

Misalnya, Investor Academy Indonesia (IAI), Ganesha Stocks Club, dan Investor Saham Pemula.

“IAI ini bisa untuk pemula berbagai usia hingga gen X, milenial, gen Z. Kalau Ganesha Stocks Club, lokasinya di sekitaran (jalan) Ganesha,” ujar dia.

Namun bila bingung, bisa langsung datang ke BEI yang ada di berbagai daerah.

Jeff menjelaskan, bergabung ke komunitas sangat penting. Di komunitas, mahasiswa bisa berdiskusi soal saham, investasi yang bagus, kondisi ekonomi, hingga berfungsi sebagai pengingat.

Dicontohkan, beberapa waktu lalu saat Binomo lagi gencar-gencarnya, komunitas ini berhasil mencegah para anggotanya untuk mengikuti investasi mencurigakan tersebut.

Ciri investasi bodong, salah satunya menjanjikan keuntungan yang besar terus-menerus, cepat kaya dalam waktu singkat. Padahal yang namanya investasi itu netral, bisa untung, bisa rugi.

Untuk itu, bagi mahasiswa yang ingin mulai berinvestasi, Jeff menyarankan beberapa hal. Pertama, pelajari dulu tentang investasi tersebut.

Untuk pasar modal bisa mengikuti sekolah pasar modal atau langsung datang ke BEI. Sebagai awal, bisa juga menonton sejumlah konten di YouTube yang valid.

Kedua, mulailah dengan uang yang kecil. Ketiga, ikutlah komunitas, belajar, dan berdiskusi dengan lebih giat. Keempat, saat berinvestasi berhati-hatilah dengan iming-iming cepat kaya.

Bila mengikuti alur tersebut, mahasiswa akan lebih paham dan bijak menginvestasikan uangnya. Sebab tidak sedikit mahasiswa yang sukses.

“Kalau yang saya pantau ada yang kenaikannya 1000-5000 persen. Mahasiswa juga banyak yang menjadi trader,” ucapnya.

Itu terlihat saat kelas yang dibimbingnya. Ada sebagian mahasiswa yang kerap terlihat membuka ponsel untuk memantau investasinya.

Pemilik Sharing Vision Indonesia ini mengatakan, mahasiswa sekarang berbeda dengan zaman dulu. Mahasiswa sekarang lebih melek investasi dan itu penting.

"Kami (dosen) enggak mempermasalahkan, malah senang lihatnya. Mereka kan lagi 'jaga lilin', kalo kelewat momen (membeli atau melepas saham) bisa nangis,” ucapnya.

***