Keberadaan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) secara otomatis dapat menggeser kedudukan Visa dan Mastercard, dua perusahaan asing yang selama ini menguasasi jasa keuangan di Indonesia. Inilah gerbang masa depan transaksi di Indonesia.
GERBANG Pembayaran Nasional (GPN) merupakan bentuk kerja sama interkoneksi (saling terhubung) antarjaringan switching dan interoperabilitas (saling dapat dioperasikan) sistem pembayaran nasional.
Meski telah diperkenalkan pada akhir 2017, Bank Indonesia (BI) baru meluncurkan GPN secara resmi pada 3 Mei 2018. Semua bank di Indonesia pun wajib mengadopsi GPN.
Sistem GPN berlaku untuk kartu debit dan uang elektronik yang dikeluarkan oleh bank, dengan tujuan menyatukan beragam sistem operasi dalam transaksi pembayaran bank sehingga terhubung dalam satu sistem saja.
BI langsung ngebut agar masyarakat segera menukarkan kartu debit dan uang elektroniknya menjadi kartu berlogo GPN.
Logo GPN berupa bentuk burung garuda sebagai simbol program GPN. Penerapan logo nasional itu merupakan identitas kedaulatan nasional di bidang sistem pembayaran ritel.
Adapun tiga sasaran utama dalam implementasi GPN, yakni :
CHIEF Economist Permata Bank Josua Pardede mengatakan, keberadaan GPN diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dari jalannya sistem perbankan secara keseluruhan. Karena, satu kartu debit GPN dapat berfungsi untuk berbagai pembayaran berbasis sistem elektronik.
"Sehingga (lembaga keuangan) enggak perlu menerbitkan banyak kartu," ujar Josua ketika dihubungi Kompas.com.
Baca juga: Sudah Ada GPN, Apakah Nasabah Perlu Pegang 2 Kartu?
Dari situ, biaya operasional untuk perbankan juga diharapkan dapat dipangkas. Selain itu, penyelenggaraan sistem pembayaran dari otoritas nasional ini juga dapat menekan beban pembayaran dari setiap transaksi elektronik yang dilakukan nasabah.
"Bank jadi bisa menekan cost flow-nya, beban pembayaran untuk setiap transaksi kan sifatnya jadi sharing bareng-bareng dan enggak mahal," lanjut Josua.
Keuntungan tidak hanya dirasakan oleh lembaga keuangan penerbit kartu dan nasabah, namun juga oleh merchant (pedagang).
Baca juga: GPN, Konsumen Tak Dikenai Biaya Saat Gunakan EDC
Dengan adanya GPN, pedagang tidak perlu lagi menyediakan banyak mesin EDC di mesin kasir. Apa pun kartu elektronik yang dipakai, EDC bank mana pun dapat digunakan lewat jejaring GPN.
Dengan GPN, tarif yang dikenakan hanya 0,15 persen sampai 1 persen dari biaya transaksi.
Selain menekan biaya, keamanan transaksi menggunakan GPN disebut lebih terjamin bagi masyarakat. Sebab, proses transaksi dengan Visa atau Mastercard yang sebelumnya dilakukan di luar negeri, kini dilakukan di Indonesia.
Dengan kartu berlogo GPN, nasabah bisa melakukan transaksi di seluruh Indonesia seperti tarik tunai di mesin ATM dan perangkat EDC dari bank lain. Biaya yang dikenakan juga akan lebih murah dibandingkan saat uang elektronik menggunakan layanan dari prinsipal asing seperti Visa, Mastercard, atau Cirrus.
Sebelumnya, perbankan mengeluarkan kartu debit yang hanya bisa digunakan pada perangkat dari bank yang sama. Transaksi antarbank bisa dilakukan, namun dikenakan beban biaya Merchant Discount Rate (MDR) yang cukup tinggi, sekitar 2-3 persen per nilai transaksi.
Dengan GPN, tarif yang dikenakan hanya 0,15 persen sampai 1 persen dari biaya transaksi. Penghematan ekonomi dari MDR pun bisa menyentuh Rp 1,8 trilun per tahun.
GPN disebut secara efisien memangkas nilai transaksi pembayaran domestik yang selama ini dilakukan di luar negeri. Transaksi sistem pembayaran via prinsipal asing berkurang Rp 17,7 miliar per hari dari sebelumnya sekitar Rp 24 miliar per hari.
GPN juga menghilangkan fee atau biaya yang harus dibayarkan kepada penyelenggara sistem pembayaran asing.
"Sekarang nilai transaksi hanya Rp 7,25 miliar per hari, ada penghematan Rp 17,77 miliar per hari," kata Deputi Direktur Departemen Elektronifikasi dan GPN BI Aloysius Donanto pada saat konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Senin (30/7/2018).
Dengan penghematan ini, secara makroekonomi dapat membantu menekan defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD).
"Itu akan mendorong (pengurangan defisit CAD). Kalau pakai jasa Visa ini kan neraca berjalan kita defisit jasanya membengkak. Dengan GPN harapannya secara makro kita bsia menekan defisit dari sisi jasa ini," ujar dia.
Adapun untuk transaksi melalui EDC, penerapan GPN disebut dapat menghemat biaya yang selama ini dikenakan per transaksi melalui peranti EDC hingga Rp 1,8 triliun per tahun.
Baca juga: Pakai GPN, Transaksi di EDC Bisa Hemat Biaya Rp 1,8 Triliun per Tahun
PERTUMBUHAN transaksi menggunakan GPN terpantau lumayan pesat. Sejak GPN diperkenalkan pada Oktober 2017, transaksi dengan sistem ini hingga Juni 2018 tumbuh 107 persen.
Secara total, jumlah transaksi sudah mencapai 24 juta transaksi dengan nilai Rp 11,8 triliun dan diharapkan meningkat terus secara bertahap.
Kepala Deputi Direktur Departemen Elektronifikasi dan GPN BI Aloysius Donanto mengatakan, hingga Agustus 2018 jumlah kartu yang terdistribusi ke masyarakat mencapai 1,98 juta kartu. Adapun yang tercetak sebesar 4,5 juta kartu.
BI menargetkan hingga akhir 2018, akan ada 30 persen dari total komitmen National Standard Indonesian Chip Card Specification (NSICCS atau kartu bayar berlogo nasional) bisa selesai.
Rincian peredaran kartu berlogo GPN berdasarkan bank adalah sebagai berikut:
KARTU berlogo GPN secara otomatis dapat menggeser kedudukan prinsipal asing seperti Visa dan Mastercard untuk kebutuhan transaksi non-tunai di dalam negeri.
Sebelum ada GPN, bahkan transaksi yang ada di dalam negeri pun harus di-routing dari luar negeri. Dengan adanya GPN, prinsipal asing seperti Visa dan Mastercard tidak lagi meraup pendapatan dari transaksi dalam negeri.
Seiring dengan jumlah kartu GPN yang semakin banyak, pendapatan prinsipal asing diperkirakan juga akan berkurang. Sebelum adanya GPN, nilai transaksi rata-rata menggunakan kartu debit berlogo MasterCard dan Visa, misalnya, bisa mencapai Rp 25 miliar.
Potensi pendapatan switching asing seperti Visa dan Mastercard yang hilang dengan adanya GPN diprediksi lebih dari Rp 5,7 triliun.
Direktur PT Visa Worldwide Indonesia Riko Abdurrahman mengatakan, pihaknya mendukung Gerakan Nasional Non-Tunai sebagai fase pertumbuhan pembayaran elektronik di Indonesia.
Visa dan Mastercard menjajaki peluang kerja sama dengan layanan switching lokal.
Nanun, Riko enggan mengungkap seberapa besar penerimaan mereka berkurang akibat penerapan sistem GPN. Menyusul diterapkannya GPN, Visa menggandeng dua perusahaan switching lokal di Indonesia.
"Sebagai perusahaan teknologi pembayaran global, kami terus bekerja sama dengan mitra lokal dan juga regulator," kata Riko.
Visa ingin memastikan agar mereka dapat terus menyediakan nilai tambah terhadap pembayaran elektronik yang cepat, aman, dan dapat diandalkan kepada para klien dan konsumen di Indonesia.
Saat ini, Visa masih terus melakukan kajian dan melihat berbagai skema kerja sama yang nantinya dapat diterapkan.
Sementara itu, Direktur Mastercard Indonesia, Tommy Singgih mengatakan, pihaknya akan mengambil bagian dari kebijakan tersebut. Mastercard akan melihat peluang apa saja yang bisa diikuti dari kebijakan tersebut.
"Dari segi teknis Mastercard bisa ambil bagian di GPN. Tapi tentunya kita lihat apa yang diarahkan oleh regulator. Kita bisa kerja sama dengan hal-hal itu," ujar Tommy.
Tommy menambahkan, Mastercard bisa bekerja sama dengan perusahaan switching lokal terkait program tersebut. Yang pasti, lanjut Tommy, Mastercard akan mematuhi peraturan yang dibuat oleh regulator.
Menurut Tommy, perusahaannya juga siap mendukung pemerintah mengembangkan sistem pembayaran di Indonesia.
"Kami akan terus ada di Indonesia. GPN itu regulasi dari regulator, ya kita ikuti. Pak Sugeng (Deputi Gubernur BI) sampaikan, switching non-lokal bisa berperan di sana, ya kita ikuti. Banyak yang kita bisa lakukan di sana dengan kerja sama dengan switching lokal," kata Tommy.