JEO - Peristiwa

Jalan-jalan Virtual
ke Karawang:
Mengingat yang Terjadi Setahun Lalu

Sabtu, 31 Oktober 2020 | 22:25 WIB

Guyub. Warga bersama 1.600 personel PHE ONWJ bahu-membahu membersihkan tumpahan minyak yang terjadi setahun lalu.

Penanganan sudah usai, kenangan guyub tak lalu lekang. Sejumlah rencana pun digulirkan dan dilakukan PHE ONWJ di kawasan yang pernah terdampak. 

DESA Cemara Jaya, Kabupaten Karawang berbicara dari dalam gambar yang Kompas.com akses lewat pencarian peta digital Google Maps.

 

Cuacanya cerah, matahari sedang terik-teriknya, kala dua orang  anak perempuan berseragam sekolah berjalan memunggungi tangkapan kamera.

Gambar itu adalah unggahan Bernard Ceisaro Purba pada Maret 2017. Belum ada lagi yang mengunggah gambar terbaru. Saat ini, situasinya bisa jadi sudah banyak berubah.

Terlebih lagi, dua tahun setelah pengambilan gambar itu, desa yang berada di pesisir Karawang satu ini ikut terdampak tumpahan minyak atau oil spill dari sumur minyak YYA-1 milik Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) yang ada di perairan Karawang.

Masyarakat di sekitar perairan Karawang mungkin tak akan lupa. Kala itu 12 Juli 2019.

Seketika pasir di tepian pantai berubah warna menjadi lebih kelam dibandingkan biasanya. Maklum, pasir yang ada di pesisir ini memang tak berwarna putih.

Selain itu, butirannya lengket. Airnya juga terkontaminasi minyak.

Di wilayah Karawang, Desa Cemara Jaya bukan satu-satunya yang terkena dampak. Ada juga Desa Pakis di Kecamatan Pakisjaya, Desa Sedari di Kecamatan Cibuaya, Desa Tambaksari di Kecamatan Tirtajaya, Desa Tambaksumur Kecamatan Tirtajaya, Desa Sungaibuntu di Kecamatan Pedes, dan Desa Pusakajaya Utara di Kecamatan Cilebar, terdampak pula.

Keadaannya kala itu memang memprihatinkan. Namun, salah satu yang berbekas adalah gotong royong dari warga. Mereka guyub, ikut bekerja sama membersihkan tumpahan minyak itu.

Warga mengumpulkan limbah tumpahan minyak milik Pertamina di Pesisir Pantai Cemarajaya, Karawang, Jawa Barat, Minggu (4/8/2019). Pasir yang tercemar minyak tersebut dikumpulkan dan dipindahkan ke pabrik penyimpanan limbah untuk dimusnahkan.
KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Warga mengumpulkan limbah tumpahan minyak milik Pertamina di Pesisir Pantai Cemarajaya, Karawang, Jawa Barat, Minggu (4/8/2019). Pasir yang tercemar minyak tersebut dikumpulkan dan dipindahkan ke pabrik penyimpanan limbah untuk dimusnahkan.

Pemandangan seperti itu tak akan bisa didapatkan pada hari-hari biasa.

Karena lokasi desa mereka berada di pinggir pantai, sebagian dari penduduk di desa-desa itu berprofesi sebagai nelayan dan petambak udang atau ikan bandeng.

Mata pencaharian itu menuntut mereka lebih banyak di laut dibanding bercengkerama dengan tetangga. Namun, kali itu berbeda.

Pagi betul saat matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya, warga sudah berkumpul di lepas bibir pantai. Saling membantu meski tetap sambil bercengkrama.

Mereka berpakaian lengkap dengan sepatu boot, bersiap membersihkan minyak-minyak itu.

Saat pagi, minyak di laut dan sampai ke pasir biasanya membeku. Di perairan pinggir pantai, butiran minyak membentuk seperti gelembung sehingga mudah ditangkap dengan jaring.

Kalau siang sedikit, minyak-minyak itu sudah mencair dan bercampur dengan air laut. 

Rutinitas itu jadi pemandangan yang mewarnai desa-desa tersebut beberapa bulan setelah kejadian itu.

Namun, cerita tak usai di situ. Hari ini, situasi sudah berubah. Harapan baik pun mengemuka. Guyub jadi kenangan sekaligus harapan itu. 

 

 MENU ARTIKEL: 

MENYIBAK
YANG TAK TERLIHAT...

DALAM prosesnya, Pertamina juga bergerak cepat menangani keadaan. Ada lebih dari 1.600 personel dikerahkan Pertamina untuk bersiaga, baik di darat maupun di laut, menangani tumpahan minyak.

Pada empat bulan pertama sejak kejadian, Kompas.com mengikuti prosesnya. Bahkan, Kompas.com sempat pula menyusuri perairan di wilayah Kepulauan Seribu sampai Karawang.

Peliputan itu dijalani bersama tim Health Safety Security Environment (HSSE) Pertamina dan Polisi Air dan Udara (Polairud) yang tengah melakukan pemantauan, Kamis (15/8/2019).

Lewat perjalanan tersebut, hal-hal yang masuk dalam proses pembersihan tumpahan minyak di perairan tapi tak terlihat masyarakat pun tersibak.

Senior Vice President HSSE Korporat Pertamina Lelin Eprianto yang ada bersama rombongan pada saat itu mengungkapkan rutinitasnya sejak kejadian tumpahan minyak PHE ONWJ.

SVP HSSE Korporat Pertamina Lelin Eprianto (Kedua Kiri) Bersama dengan Dirpolairud Korpolairud Baharkam Polri Brigjen Pol Lotharia Latif (Kiri) saat melakukan Peninjauan di Salah satu Pulau di Kepulauan Seribu, Jakarta pada Kamis (15/8/2019).
Dok Humas Pertamina
SVP HSSE Korporat Pertamina Lelin Eprianto (Kedua Kiri) Bersama dengan Dirpolairud Korpolairud Baharkam Polri Brigjen Pol Lotharia Latif (Kiri) saat melakukan Peninjauan di Salah satu Pulau di Kepulauan Seribu, Jakarta pada Kamis (15/8/2019).

Setiap harinya, maksimal mulai pukul 10.00 pagi, tim di lapangan akan memantau titik genangan minyak dengan alat khusus untuk memudahkan strategi penanganan.

“Nanti ketahuan, ada berapa titik, tepatnya di koordinat berapa (terdapat tumpahan minyak)," kata Lelin.

Genangan minyak seperti kejadian ini biasanya mengikuti arah angin.

Dari data tersebut, lanjut Lelin, Pertamina bisa tahu lokasi dan alat yang tepat untuk penanganan.

"Dengan begitu, kami tahu bagaimana cara yang tepat menangkap genangannya,” imbuh Lelin.

Menurut Lelin, genangan minyak seperti kejadian ini biasanya mengikuti arah angin.

“Nanti kami hadang itu (genangan) lalu disedot,” sambung dia.

Penanganan yang dilakukan oleh personel lapangan memang berlapis. Mereka dikerahkan untuk melakukan pembersihan intens sesuai dengan batas zona.

Kala itu, wilayah terdampak dibagi dalam dua zona. Zona satu adalah lokasi yang paling dekat dengan sumur YYA-1 di Kabupaten Karawang dan zona dua adalah perairan yang lebih jauh, seperti di Kepulauan Seribu.

Perjalanan kami waktu itu memang sudah terlampau siang. Matahari sudah tepat di atas kepala. Waktu menunjukkan sudah lebih dari pukul 12.00 siang.

Sepanjang perjalanan, genangan minyak tak terlihat. Bau-baunya pun tak ada. Rupanya, kata Lelin, itu pun ada artinya.

“Itu berarti penanganan pada zona satu sudah baik sehingga tak ada ceceran yang terlihat sampai di zona dua,” tambah Lelin.

Melakukan pemantauan seperti ini dilakukan oleh Lelin dan tim setiap hari. Dari tengah laut, mereka mengupayakan penanganan terbaik.

Tim HSSE Pertamina beserta Tim Polairud memantau Perairan Kepulauan Seribu dengan Kapal Kapodang, Kamis (15/8/2019).
KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI
Tim HSSE Pertamina beserta Tim Polairud memantau Perairan Kepulauan Seribu dengan Kapal Kapodang, Kamis (15/8/2019).

Sambil menjelaskan, sempat pula Lelin berkisah soal pekerjaan dia sehari-hari bila tak ada masalah seperti ini.

Tiap tahun mereka menggelar simulasi untuk mengantisipasi hal seperti itu.

Soal penanganan tumpahan minyak, performa tim tak perlu diragukan. Timnya punya keahlian dan pengalaman untuk melakukan itu.

Pasalnya, tiap tahun mereka menggelar simulasi untuk mengantisipasi hal seperti itu.

“Macam-macam simulasinya. Mulai dari kebocoran yang diakibatkan gempa, tsunami, sampai jika ada pencurian. Simulasi dimaksudkan agar sewaktu-waktu ada hal yang tak diinginkan, kami sudah bisa menanganinya,” ungkap Lelin.

Meski simulasi, kata Lelin, keadaan dibuat seperti keadaan yang sebenar-benarnya. Bahkan, kondisi kerap dibuat lebih berat supaya timnya punya pengalaman langsung.

“Dengan ini kami jadi lebih tahu bagaimana meng-handle,” ujar dia.

 

 MENU ARTIKEL: 

 

DUKUNGAN BERSAMA

LELIN dan tim tentu bukan satu-satunya personel yang diandalkan dalam situasi seperti ini. Dukungan Polairud yang ikut bersama dalam proses saat itu juga punya andil.

Lalu, di darat, orang yang terlibat lebih beragam lagi. Ada masyarakat yang ikut terjun langsung. Ada pula tenaga kesehatan yang sengaja disediakan PHE ONWJ untuk berjaga-jaga.

Warga menggunakan motor untuk mengangkut karung yang berisi tumpahan minyak milik Pertamina di Pesisir Pantai Cemarajaya, Karawang, Jawa Barat, Minggu (4/8/2019). Pasir yang tercemar minyak tersebut dikumpulkan dan dipindahkan ke pabrik penyimpanan limbah untuk dimusnahkan.
KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Warga menggunakan motor untuk mengangkut karung yang berisi tumpahan minyak milik Pertamina di Pesisir Pantai Cemarajaya, Karawang, Jawa Barat, Minggu (4/8/2019). Pasir yang tercemar minyak tersebut dikumpulkan dan dipindahkan ke pabrik penyimpanan limbah untuk dimusnahkan.

Untuk masyarakat, PHE ONWJ punya rencana sendiri. Bahkan, mereka berjanji tak akan hengkang meski penanganan tumpahan minyak saat itu sudah selesai.

Perencanaan matang mengenai program pemulihan sudah disosialisasikan Pertamina sejak September 2019.

Vice President Relations Pertamina Hulu Energi, Ifki Sukarya, memaparkan agenda terencana untuk satu atau dua tahun ke depan saat itu.

Agendanya, mulai dari penanganan sebagai dampak di bidang lingkungan, seperti penanaman dan pemeliharaan mangrove.

Komitmen dan kepedulian yang sama, juga ditujukan ke Kepulauan Seribu.

PHE ONWJ juga akan menjadikan kawasan mangrove sebagai pusat wisata. Masyarakat akan diberi pelatihan usaha mangrove dan dibentuk menjadi kelompok-kelompok wisata.

Saat itu pula sebenarnya cikal bakal rencana sudah mulai direalisasikan. Adapun kawasan yang jadi fokus PHE ONWJ adalah Dusun Pasir Putih, Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Karawang.

Kawasan itu dijadikan sebagai kawasan wisata Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM). Kini, seluas 70 hektare pesisir Pasir Putih Karawang telah ditanami mangrove oleh PHE ONWJ.

Komitmen dan kepedulian yang sama, juga ditujukan ke Kepulauan Seribu.

Bersama Pemerintah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, PHE ONWJ melakukan coastal clean up atau bersih-bersih pantai dan area mangrove di Pulau Untung Jawa dan Pulau Lancang, pada Oktober 2019.

Selain mangrove, PHE ONWJ juga akan melakukan konservasi terumbu karang untuk menjaga ekosistem biota laut.

PHE ONWJ pun bekerja sama dengan perguruan tinggi seperti Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) serta LSM menyiapkan sekitar 804 modul Honai untuk konservasi terumbu karang.

“Untuk konservasi terumbu karang, akan dibangun Pusat Pelatihan Terumbu Karang yang ditujukan untuk para nelayan, pembudidaya, serta masyarakat pesisir dan pegiat lingkungan hidup,” papar Ifki.

Konferensi pers update kondisi YYA-1 PHE ONWJ pada Jumat (20/9/2019).
DOK HUMAS PERTAMINA
Konferensi pers update kondisi YYA-1 PHE ONWJ pada Jumat (20/9/2019).

Di bidang kesehatan, PHE ONWJ bekerja sama dengan Pertamedika untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

“PHE ONWJ juga akan terus meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir di wilayah terdampak dengan berbagai program kemitraan agar kehidupan ekonomi masyarakat menjadi lebih sejahtera,” kata Ifki lagi.

Pertamina berkomitmen pula memberi kompensasi pada masyarakat terdampak. Terbaru, PHE ONWJ telah menyelesaikan pembayaran kompensasi awal, Kamis (27/2/2020).

Tak berhenti sampai di situ, seusai upaya pemulihan, Pertamina akan menjalankan dan melakukan monitoring program yang telah disusun pada tahap paska-pemulihan menjadi program berkelanjutan.

Sesudah penanganan usai

Hari ini, usia peristiwa itu sudah lebih dari satu tahun. Penanganan juga sudah selesai.

Langkah selanjutnya terkait pemulihan lahan dan ekosisten terkontaminasi sumur YYA-1 di Karawang sudah disosialisasikan oleh PHE ONWJ.

Lewat rilis tertulis, Kamis (27/8/2020), Ifki menyampaikan bahwa pemulihan lahan dan ekosistem itu merupakan komitmen PHE ONWJ.

Pekerjaan pemulihan di Area Karawang dimulai pada akhir Agustus 2020.

Langkah tersebut sesuai dengan dokumen Rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup yang telah disetujui oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Pekerjaan pemulihan lingkungan area terkontaminasi minyak yang meliputi batuan lahan, substrat mangrove, dan ekosistem, menggunakan metode kerja yang disetujui," sebut Ifki.

Selain itu akan dilakukan pembersihan break wave, tanggul, penggantian sand bag, dan yang terakhir adalah penanaman mangrove termasuk pemeliharaannya di delapan titik dari Karawang-Bekasi.

Pekerjaan pemulihan di Area Karawang dimulai pada akhir Agustus 2020.

Kawasannya meliputi Pantai Mutiara, Pantai Galangan Kapal, Pantai Jalasena, Tambak Garam Cemara, Muara Sungai Buntu, Pantai Cemara (Pisangan), Pantai Samudera Baru, Pantai Pelangi, Pemukiman Cemara 1 dan 2, Pisangan, Pantai Dobolan, Pantai Sedari, Pantai Karangsari, Pantai Singkih , Pantai Sarakan dan Pantai Bungin.

“Beberapa program telah kami laksanakan lebih dulu, di periode bulan Juni-Agustus (2020), seperti pekerjaan housekeeping dan clean up sudah berlangsung di 15 lokasi pantai termasuk di antaranya perbaikan rumah warga yang terkena banjir rob,” ujar Ifki.

Dalam upaya pemulihan lahan dan ekosistem, selain melibatkan warga sebagai pekerja lokal dan kerja sama dalam penanaman mangrove sesuai dengan metode dan tata cata yang telah ditentukan, PHE ONWJ juga melibatkan anak perusahaan Pertamina, seperti Elnusa dan Pertamina Patra Niaga

“Kami berharap agar seluruh pihak mendukung upaya kami yang secara resmi dimulai akhir Agustus 2020, sehingga PHE ONWJ dengan bantuan seluruh pemangku kepentingan dapat mengembalikan kondisi lingkungan seperti semula,” tutur Ifki.

Bagi sebagian masyarakat di sana, kenangan akan kebersamaan dulu membersihkan minyak jadi satu kesan tersendiri.

Lagi, PHE ONWJ akan mengajak masyarakat untuk guyub. Kali ini, bukan menangkap minyak di tepi pantai seperti setahun lalu, melainkan ikut mengembalikan kondisi lingkungan.  

Bagi sebagian masyarakat di sana, kenangan akan kebersamaan dulu membersihkan minyak jadi satu kesan tersendiri.

Hal itu diutarakan oleh Hamdan E, petambak udang yang juga salah satu warga di desa terdampak. 

Sebagai petambak, pekerjaan Hamdan memang terkendala untuk sementara waktu ketika itu. Namun, ia mengaku senang dapat bekerja bakti bersama para tetangga membersihkan tumpahan minyak di pinggiran pantai.

“Hitungannya waktu itu seperti pekerjaan sampingan karena memang dibayar (oleh PHE ONWJ) tapi senang juga bisa ketemu tetangga. Biasanya kan sibuk bekerja,” ujar Hamdan, ketika dihubungi Kompas.com, Sabtu (24/10/2020).

Hamdan berandai-andai. Kalau sosialisasi yang dikatakan oleh PHE ONWJ bisa mendatangkan lagi kesempatan guyub seperti yang terjadi satu tahun lalu.

“Apalagi sekarang pandemi Covid-19, sudah jaranglah kami bisa punya kegiatan yang memungkinkan dikerjain bersama-sama,” ujar Hamdan.

Pada akhirnya, saat semua yang direncanakan PHE ONWJ dapat terealisasi, lahan dan ekosistem di wilayah itu pelan-pelan akan pulih kembali.

Empat atau lima tahun lagi, niscaya pemandangan yang dilihat saat jalan-jalan virtual ke pesisir Karawang adalah hamparan mangrove hijau yang luas.

 

 MENU ARTIKEL: