RUANG rapat Komisi I DPR RI, Sabtu (6/11/2021) siang, riuh rendah oleh tepuk tangan para wakil rakyat.
Keriuhan hadir setelah Ketua Komisi I Meutya Hafid mengumumkan bahwa komisinya menyetujui Jenderal TNI Andika Perkasa menjabat Panglima TNI menggantikan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang memasuki masa pensiun.
Nama Andika disodorkan Presiden Joko Widodo tanpa sandingan. Tunggal.
Baca Juga: Dikunjungi Komisi I, Andika Perkasa: Saya Apa Adanya
Bila ditilik, proses yang dilalui Andika mulai dari diusulkan Presiden hingga disetujui DPR RI, tanpa rintangan.
Nuansa kedekatan politik mewarnai proses tersebut. Andika merupakan menantu mantan Kepala BIN yang kini menjadi politikus penyokong kekuasaan, A.M Hendropriyono.
Pembicaraan semakin ramai mengingat nama Hendro berada di pusaran kasus pelanggaran HAM di Talangsari.
Tetapi, persoalannya Andika bukan tanpa kapabilitas. Ia mengawali karier militer dengan malang melintang di Kopassus. Andika juga pernah menjabat Kepala Dinas Penerangan TNI AD serta pernah bertugas di Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.
Masing-masing tugas tersebut menuntut kemampuan berbeda-beda bagi seorang prajurit sehingga kecakapan pun menjadi lengkap.
Kelengkapan kecakapan Andika jadi sinkron dengan tantangan TNI ke depan di mana menuntut sosok pimpinan yang berani, memiliki dukungan politik kuat tanpa harus terlibat di dalamnya, serta tak ragu melakukan terobosan lewat komunikasi yang baik.
Persepsi baik-buruk ini pun mengiringi proses penunjukkan Andika hingga akhirnya Presiden Jokowi melantiknya di Istana Negara pada Rabu (17/11/2021) siang.
Mari kita simak perjalanan Andika menuju kursi Panglima TNI…
Menilik lintasan waktu, spekulasi tentang pengganti Marsekal Hadi sudah mencuat sejak awal tahun. Kemudian, intensitas pemberitaannya semakin masif menjelang masa tugas Hadi berakhir pada November 2021.
Polemik berkutat pada beberapa topik. Antara lain, Panglima TNI pengganti Hadi berasal dari matra Angkatan Darat atau Laut. Selain itu, Panglima baru TNI dituntut dapat melakukan terobosan untuk menyelesaikan berbagai persoalan, mulai dari kekerasan di Papua, persoalan maritim, hingga terorisme.
Ada dua nama yang sejak awal diprediksi akan menggantikan Hadi untuk menduduki posisi orang nomor satu di tubuh TNI, yakni Andika dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono.
Baca Juga: Rotasi Antar-matra dan Ketentuan Penunjukan Panglima TNI Berdasarkan Undang-undang
Meski, ada pihak yang mendorong agar Presiden Jokowi memunculkan sosok ‘rising star’ dibandingkan dua nama itu. Terutama guna menghadapi situasi politik jelang Pemilu 2024.
Untuk diketahui, Andika akan pensiun pada Desember 2022, sementara Yudo akan pensiun pada Desember 2023. Artinya, tak ada satu pun dari keduanya, bila merujuk aturan yang ada saat ini, yang akan menjabat hingga kontestasi pemilu berakhir.
Sesuai klausul Pasal 13 ayat (4) UU TNI, jabatan panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan.
Klausul ‘bergantian’ itu lantas memunculkan dugaan bahwa posisi panglima TNI selanjutnya akan dijabat dari matra laut. Sebab, Hadi yang saat ini menjabat sebagai panglima berasal dari matra udara.
Sementara sebelumnya, Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo yang menjabat sebagai panglima berasal dari matra darat. Demikian pula panglima sebelum Gatot yang dijabat oleh Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, yang juga berasal dari matra darat.
Baca Juga: Daftar Panglima TNI Sejak 1945, Terbanyak dari Angkatan Darat
Menguatnya dugaan Yudo akan dicalonkan sebagai panglima pun juga muncul tatkala Wakil Presiden Ma’ruf Amin salah menyebutnya sebagai panglima.
Hal itu terjadi ketika Yudo mendampingi Ma’ruf saat meninjau kegiatan vaksinasi Covid-19 yang digelar TNI Angkatan Laut di Pondok Pesantren An Nawawi Tanara, Serang, Banten pada 16 September lalu.
Namun, Ma’ruf yang menyadari bahwa ada keselahannya, langsung meralat ucapannya.
“Hari ini saya hadir di Pondok Pesantren An Nawawi Tanara, Serang, Banten untuk mengikuti vaksinasi yang diselenggarakan oleh TNI Angkatan Laut bersama dengan pemerintah daerah dan beliau ada bapak Panglima hadir di sini. Eh bapak KASAL, Kepala Staf Angkatan Laut, sudah ada di sini,” ucap Ma’ruf, seperti dilansir dari Kompas.tv.
Dalam perjalanannya, Yudo pun kerap menggantikan Hadi untuk hadir di sebuah acara. Sebut saja, saat melepas keberangkatan Satgas Covid-19 ke Papua pada 8 September dan meninjau vaksinasi di Kalimantan pada 18 September 2021.
Demikian pula saat kegiatan Gebyar Karya Pertiwi (GKP) 2021 pada 1 November lalu. Yudo hadir mewakili Hadi dalam acara tersebut.
Bagaimana dengan Andika?
Dalam beberapa waktu belakangan, perwira bintang empat itu justru kerap absen dalam kegiatan yang dihadiri Hadi. Salah satunya, saat upacara tabur bunga di TMP Kalibata dalam rangka HUT TNI awal Oktober lalu.
Namun, spekulasi bahwa Presiden Jokowi akan mengajukan Andika sebagai calon panglima kian menguat ketika Hendropriyono menemui Jokowi di Istana Negara pada 7 Mei silam.
Baca Juga: Hendropriyono: Saya Tidak Mau Menyosor, Minta Jabatan untuk Menantu, Anak, atau Saya Sendiri
'Kode' lain dari Istana muncul ketika secara tiba-tiba Pratikno menemui Andika di Markas Besar TNI AD pada awal Oktober lalu.
Salah seorang pejabat Istana yang tidak bersedia ditulis identitasnya mengatakan, sebenarnya pertemuan Pratikno dengan Andika di Mabes TNI AD bersifat internal dan direncanakan tidak dipublikasikan ke publik.
Namun, rupanya ada kesalahpahaman dengan pihak TNI AD sehingga akhirnya peristiwa itu ditayangkan di media sosial milik TNI AD.
Pihak Istana kemudian melakukan sejumlah cara agar meredam pandangan publik bahwa Presiden Jokowi lebih condong memilih Andika dibandingkan Yudo.
Dalam tayangan video yang diunggah kanal YouTube TNI AD, Pratikno dan Yudo berbincang mengenai renovasi yang tengah dilakukan di Markas TNI AD serta kegiatan olahraga rutin yang kerap dilaksanakan masing-masing.
Terbaru, Andika melepas kepergian Jokowi yang hendak melakukan lawatan ke luar negeri di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada 29 Oktober lalu.
Surat Presiden (Surpres) berisi nama calon Panglima TNI yang dikirim ke DPR RI pada Rabu, (3/11/2021) menjawab polemik itu.
Kebetulan, hari itu dalam penanggalan Jawa adalah Rabu Pon, hari baik bagi Presiden Jokowi. Ia sering mengambil keputusan penting pada hari kelahirannya itu.
Isi surat baru diumumkan beberapa jam setelahnya. Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, Presiden hanya mengajukan satu nama untuk menggantikan Hadi.
"Pada hari ini melalui Pak Mensesneg, Presiden telah menyampaikan surat presiden mengenai usulan calon panglima TNI kepada DPR RI atas nama Jenderal TNI Andika Perkasa," ujar Puan dalam konferensi pers.
Baca Juga: Jenderal Andika Calon Panglima TNI, KSAL: Jangan Ragukan Loyalitas AL
DPR bergerak cepat memproses pencalonan Andika. Sehari setelah menerima Surpres, Komisi I DPR RI menggelar rapat internal untuk memutuskan, uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test (FPT) Andika akan dilaksanakan Sabtu (6/11/2021).
Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi menjelaskan, pihaknya sengaja menggelar FPT pada akhir pekan agar DPR dapat menyetujui Andika sebagai panglima TNI pada Senin (8/11/2021).
Diketahui, 8 November 2021 merupakan hari kelahiran Hadi, di mana ia akan menginjak usia 58 tahun, usia pensiun bagi perwira TNI sesuai ketentuan dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
"Walaupun secara administratif TMT (Tanggal Mulai Terhitung)-nya Bapak Panglima Pak Hadi itu akhir bulan, tapi kita ingin tugas konstitusi kita (selesai) di hari yang sama," ujar Bobby.
Rangkaian FPT sejatinya dimulai pada Jumat dengan memverifikasi dokumen-dokumen Andika sebagai calon panglima TNI.
Dokumen-dokumen yang diverifikasi adalah data riwayat hidup, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Surat Pemberitahuan Tahunan, dan Surat Keterangan Bersih Diri/Sehat.
FPT tatap muka pun dilaksanakan pada Sabtu pagi.
Dengan mengenakan pakaian loreng-loreng khas TNI, Andika tiba di Kompleks Parlemen. Tak ada perwira tinggi selevel yang mendampinginya.
Situasi itu berbeda bila dibandingkan saat Hadi mengikuti FPT pada Desember 2017 lalu. Ketika itu, Hadi diantar oleh Panglima TNI saat itu, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, bersama KSAD Jenderal TNI Mulyono dan KSAL Laksamana Ade Supandi.
Menurut Andika, tidak hadirnya Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo bukan berarti dirinya tidak mendapat dukungan. Melainkan semata-mata karena adanya tugas yang mesti dilaksanakan para koleganya.
"Pak Hadi dinas luar dan sudah juga mengucapkan selamat. Ya pokoknya semoga sukses gitu ya. Itu kata beliau," kata Andika setibanya di Kompleks Parlemen.
Menurut Andika, selama ini tidak ada tradisi panglima TNI dan kepala staf mengantar calon panglima TNI yang hendak mengikuti uji kelayakan.
FPT digelar secara terbuka pada saat pemaparan visi dan misi oleh Andika. Namun, pintu ruang rapat Komisi I DPR ditutup bagi wartawan ketika FPT memasuki bagian pendalaman oleh para anggota dewan.
Selang sekitar tiga jam setelah FPT dimulai, akhirnya Komisi I DPR mengumumkan persetujuan kepada Andika sebagaimana yang diumumkan oleh Meutya.
Meski telah disetujui, urusan Andika dengan Komisi I DPR belum sepenuhnya usai. Pada Minggu (7/11/2021) sore, sejumlah anggota Komisi I DPR bertandang ke rumah Andika di bilangan Patal Senayan, Jakarta.
Walaupun bertajuk verifikasi faktual, pertemuan itu berlangsung cair di tengah cuaca gerimis. Sambil menyantap suguhan nasi liwet, Andika dan para anggota dewan lebih banyak berbicara soal hobi olahraga ketimbang topik substantif lainnya.
Baca Juga: Andika Perkasa: Pak Hadi Sudah Mengucapkan Selamat, Mendoakan Sukses
"Tadi obrol seputar hobi kita, kebetulan tadi rata-rata hobi olahraga, seputar itu saja, enggak ada yang penting," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari.
Sehari setelahnya, Senin (8/11/2021), barulah DPR menggelar rapat paripurna untuk menyetujui Andika sebagai pengganti Hadi.
Sama seperti saat FPT, persetujuan terhadap Andika juga diberikan tanpa aral.
"Sidang Dewan perkenankan kami tanya, apakah laporan komisi I DPR RI atas hasil uji kelayakan fit and proper test tentang pemberhentian Marsekal Hadi Tjahjanto dan menetapkan Jenderal Andika Perkasa sebagai calon panglima TNI tersebut dapat disetujui," kata Puan Maharani saat memimpin rapat.
"Setuju," jawab anggota dewan yang hadir diikuti bunyi tepuk tangan.
Dalam fit and proper test, Andika memaparkan visi misi di depan wakil rakyat.
Andika mengusung visi ‘TNI Adalah Kita’.
“Memang sangat singkat. Tetapi justru di sini saya ingin masyarakat Indonesia, masyarakat internasional, untuk melihat TNI ini sebagai kita atau bagian dari mereka,” terang Andika.
Melalui visi itu, Andika tidak ingin masyarakat melihat TNI dengan harapan yang terlalu tinggi. Sebab, dengan segala keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki TNI beserta beragam keanekaragamannya, ia ingin prajurit TNI menjadi prajurit yang profesional.
Hal itulah yang akan terus ia asah melalui dinamika yang berjalan di dalam TNI.
“Tapi juga saya ingin masyarakat kita sesuai dengan pelajaran yang saya jalani waktu di public policy and administration, saya ingin masyarakat kita melihat TNI sebagai organisasi TNI yang apa adanya,” ucap dia.
“Banyak yang bisa kita lakukan, misalnya dalam mengejar apa yang kita selesaikan, masih bisa,” lanjut Andika.
Baca Juga: "Fit and Proper Test" Calon Panglima, Jenderal Andika Perkasa Siap Terima Pertanyaan Secara Tertutup
Sementara itu dalam misinya, Andika menyatakan bahwa dirinya tidak ingin keluar dalam ketentuan UU TNI.
Secara umum, ada tiga misi yang ingin dibawa Andika, yakni menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
“Tapi memang kami punya fokus. Kami punya fokus dari sebetulnya 15 tugas, yaitu OMP atau Operasi Militer untuk Perang dan (14 tugas dalam) Operasi Militer Selain Peran,” ucap dia.
Terkait fokus ini, Andika menyebut, ada delapan hal yang menjadi fokus implementasi saat menjalankan tugas sebagai panglima kelak.
Proses fit and proper test berlangsung tiga jam. Sembilan fraksi dinyatakan hadir oleh Ketua Komisi I Meutya Hafid, dengan 32 anggota Komisi I yang hadir secara fisik.
Secara rinci, fokus itu dapat digambarkan sebagai berikut:
Pengusulan nama Andika pun mendapat sorotan tajam dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Salah satu hal yang disoroti yakni soal klausul “bergantian” yang diatur dalam Pasal 13 ayat (4) UU TNI.
Koalisi berpandangan bahwa Presiden Jokowi tidak seharusnya mengabaikan pola pergantian panglima TNI berbasis rotasi matra. Sebab, penerapan rotasi diyakini akan menumbuhkan rasa kesetaraan antar-matra, keseimbangan orientasi pembangunan postur TNI, serta kesempatan bagi perwira tinggi TNI, tanpa membedakan asal matra.
Selain itu, pola rotasi juga penting dilakukan guna meredam kecemburuan yang mungkin terjadi di antara prajurit akibat adanya kesan bahwa Presiden ‘menganakemaskan’ salah satu matra, seperti pada masa Orde Baru.
“Mengabaikan pendekatan ini dapat memunculkan tanda tanya besar, apakah Presiden RI lebih mengutamakan faktor politik kedekatan hubungan yang subyektif daripada memakai pendekatan profesional dan substantif,” demikian tulis keterangan Koalisi pada 4 November lalu.
Hal senada disampaikan Direktur Imparsial Gufron Mabruri. Ia khawatir, penunjukkan Andika akan menimbulkan kecemburuan, terutama dari matra laut.
Diketahui, pimpinan TNI yang berasal dari matra laut terakhir dijabat oleh Laksamana TNI (Purn) Agus Suhartono pada 2010-2013. Sebelumnya, pimpinan matra laut yang pernah menjabat sebagai panglima adalah Laksamana TNI (Purn) Widodo Adi Sutjipto (1999-2002).
Baca Juga: Deretan Panglima TNI Sejak Kemedekaan, Hanya 5 dari Angkatan Laut dan Udara
"Secara faktual, dalam tiga periode belakangan, kan hari ini Angkatan Udara, sebelumnya (Angkatan) Darat, mestinya kan secara faktual karena darat sudah beberapa kali, sudah dua kali, seharusnya kan secara normatif dan faktual itu digeser ke Angkatan Laut," kata Gufron.
Terkait rotasi ini, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko meluruskan bahwa tradisi rotasi dalam pergantian panglima bukanlah dari matra darat, kemudian matra laut lalu matra udara.
“Bukan darat-laut-udara, bukan. (Jadi) darat, laut. Lalu darat, udara. Nanti darat lagi. Itu tradisi yang berjalan selama ini,” ungkap Moeldoko.
Mantan Panglima TNI itu pun kemudian menyinggung frasa ‘dapat’ yang terdapat di dalam Pasal 13 ayat (4) UU 34 Tahun 2004 tentang TNI.
“Istilah ‘dapat’ di dalam UU itu tidak berarti harus. ‘Dapat’ bisa disesuaikan dengan kebutuhan,” ucap Moeldoko.
Ia menambahkan, tradisi rotasi matra juga tidak bersifat permanen. Penunjukkan calon panglima oleh Presiden telah melalui proses kalkulasi yang matang dengan pertimbangan penataan organisasi, sehingga regenerasi akan semakin baik ke depan.
Jenderal Andika resmi dilantik oleh Presiden Jokowi di Istana Negara pada Rabu (17/11/2021). Pelantikan itu berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 106 TNI Tahun 2021 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Panglima Tentara Nasional Indonesia yang ditetapkan pada 17 November 2021.
Prosesi pelantikan diisi dengan pengucapan sumpah jabatan yang dipimpin Presiden. Kemudian, Andika menandatangani berita acara pengangkatan sumpah jabatan yang juga disaksikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Selanjutnya, Presiden Jokowi mengganti pangkat yang melekat di pundak Andika dan menyerahkan tongkat komando kepadanya. Dengan hal ini, Andika pun resmi menjabat sebagai Panglima TNI ke-21.
Setelah dilantik, masa tugas Andika terbilang cukup singkat. Ia hanya memiliki waktu 13 bulan untuk memperbaiki institusi TNI. Sebab, masa tugas Andika akan berakhir pada Desember 2022.
Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono meyakini Andika dapat memanfaatkan waktu yang dimiliki untuk bekerja optimal.
Salah satu hal yang mendapat sorotan Dave yakni terkait kesejahteraan prajurit, baik yang masih aktif maupun yang telah pensiun. Termasuk pendidikan keluarga mereka beserta anak-anaknya.
Politikus Partai Golkar itu juga turut menyoroti pentingnya penyelesaian konflik di Poso dan Papua.
Hal senada juga disampaikan anggota Komisi I lainnya, Nurul Arifin. Menurut dia, Andika perlu mencari terobosan dan inovasi untuk menyelesaikan persoalan konflik di dalam negeri.
“Soal potensi konflik di dalam negeri, seperti di Papua dan Poso, ini PR yang harus diselesaikan agar tidak berlarut-larut, mencari akar masalah dan menentukan solusi yang tepat. Hal ini menjadi tantangan,” ucap Nurul.
Baca Juga: Soal Dugaan Pelanggaran HAM di Papua, Andika Perkasa: Saya Terbuka, Enggak Ada Ketakutan
Terkait konflik berlarut di Papua, Andika disebut akan menggunakan pendekatan humanis dan tidak lagi menggunakan pendekatan militer untuk menyelesaikan persoalan yang ada.
Anggota Komisi I dari Fraksi Nasdem Hasbi Anshory mengungkapkan, rencana itu disampaikan Andika saat mengikuti fit and proper test secara tertutup dengan Komisi I.
Menurut Hasbi, Andika mengakui bahwa masih ada kelemahan dalam penanganan konflik di Papua.
“Dia tidak menutup-nutupi bahwa terhadap kelehamah dia sampaikan bahwa ada kelemahan dan dia akan mencoba penyelesaian (konflik) Papua itu sehumanis (mungkin), tidak lagi dengan pendekatan militer,” kata Hasbi.
Hal serupa pun diamini oleh anggota Komisi I lainnya, Bobby Adhityo Rizaldi dan Syaifullah Tamliha.
Selain konflik, persoalan HAM berat di masa lalu juga dinilai menjadi pekerjaan rumah tersendiri yang harus diselesaikan Andika, di samping peremajaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dimiliki TNI.
Direktur Imparsial Gufron Mabruri berharap, terpilihnya Andika jangan sampai justru menjadi variabel penghambat penyelesaian kasus HAM berat masa lalu.
Ia pun kemudian menyinggung peristiwa Talangsari yang terjadi pada tahun 1989 silam.
Penerapan asas tunggal Pancasila pada masa Orde Baru yang termanifestasi dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, telah menimbulkan tragedi di Dusung III Talangsari, Kabupaten Lampung Timur.
Melansir keterangan dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada 7 Februari 2016, saat itu terjadi penyerbuan ke Desa Talangsari yang diduga dipimpin oleh Danrem Garuda Hitam 043, Kolonel Hendropriyono. Diketahui, Hendro merupakan mertua dari Andika.
Menurut Gufron, Hendro seharusnya bertanggung jawab atas peristiwa itu.
“Ini menjadi tantangan dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM,” kata Gufron.