NASIB rakyat di 171 daerah selama lima tahun ke depan akan ditentukan pada Rabu (27/6/2018), saat digelarnya pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2018.
Pemegang hak pilih diharapkan jernih menggunakan hak pilihnya untuk memilih calon pemimpin terbaik. Anda jangan apatis!
Pilkada Serentak 2018 merupakan pilkada serentak ketiga setelah Pilkada 2015 dan 2017.
Kali ini, Pilkada Serentak akan memilih 17 calon gubernur-wakil gubernur, 115 calon bupati-wakil bupati dan 39 calon wali kota-wakil wali kota yang sudah habis dan akan habis masa jabatannya pada 2018.
Sebanyak 152.066.686 orang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) untuk pilkada di 171 daerah tersebut. Apakah Anda sudah masuk dalam DPT?
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) KPU Hasyim Asyari berharap, seluruh warga yang merasa berhak memilih agar memeriksa apakah sudah terdaftar dalam DPT atau belum.
Jika ada yang belum terdaftar, ia menyarankan segera menghubungi kantor KPU terdekat atau kantor panitia pemungutan suara (PPS) di tingkat desa atau kelurahan.
"Supaya bisa diakomodir sesegera mungkin, paling tidak H-3 sebelum pemungutan suara," ujar Hasyim.
"Nantinya pemilih tersebut bisa dimasukkan ke daftar pemilih tambahan. Bisa menggunakan hak suaranya pada satu jam terakhir pemungutan suara," tambah dia.
Demikian juga untuk para pemilih yang ingin menggunakan hak pilihnya di tempat lain atau di luar TPS yang terdaftar.
"Kalau pilkadanya tingkat kabupaten, pindahnya hanya bisa tingkat desa atau kelurahan, atau antarkecamatan, kalau antarkabupaten tidak bisa. Kalau pemilihannya gubernur bisa pindah kabupaten/kota sepanjang masih dalam ruang lingkup se-provinsi," jelas dia.
Adapun sebaran peserta Pilkada Serentak 2018 berdasarkan partai politik pendukungnya adalah sebagai berikut:
Para kandidat juga terpantau memiliki berbagai latar belakang pekerjaan. Berikut ini pemetaannya berdasarkan data KPU:
PILKADA Serentak 2018 dibayang-bayangi rentetan kasus dugaan korupsi yang menjerat para kepala daerah.
Pada tahun ini saja, setidaknya sudah 14 kepala daerah yang terjerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan catatan ICW, korupsi kepala daerah selama ini terkait penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan perizinan.
Selain itu, terkait proyek infrastruktur, pengadaan barang dan jasa, promosi dan mutasi pejabat daerah, pengelolaan aset daerah, dan lainnya.
Menurut ICW, banyaknya modus penyalahgunaan APBD dalam kasus yang melibatkan kepala daerah diduga terkait kontestasi Pilkada Serentak 2018.
Di antara mereka yang terjerat KPK, sebagian juga merupakan calon kepala daerah. Ada pula yang keluarganya menjadi peserta pilkada.
Dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, mereka yang sudah ditetapkan sebagai peserta Pilkada tidak bisa diganti atas alasan ditetapkan sebagai tersangka. Jadi, mereka masih berhak dipilih saat Pilkada nanti.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, penting bagi publik untuk mempelajari karakter dan integritas tiap calon kepala derah. Kemudian, membandingkan masing-masing calon.
Masyarakat juga diimbau untuk melihat rekam jejak mengenai latar belakang calon, khususnya yang pernah dikaitkan dengan kasus korupsi.
"Pelajari janji-janji yang bersangkutan, apa realistis dan bakal seperti apa dia menyelesaikannya. Semakin banyak janji yang tidak realistis, apalagi main politik uang, maka harus semakin diwaspadai," kata Saut.
Menurut Saut, peradaban hukum suatu negara sangat ditentukan oleh masyarakatnya.
Sekalipun mantan napi korupsi berhak menyalonkan diri menjadi kepala daerah, menurut Saut masyarakat berhak tidak memilih calon tersebut karena meragukan integritasnya. Begitu pula dengan tersangka.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah juga mengatakan hal serupa. Menurut dia, siapa pun kepala daerah yang terpilih akan sangat berpengaruh pada kesejahteraan rakyat di suatu daerah.
Maka, sangat penting bagi pemilih untuk benar-benar serius memilih calon kepala daerah.
KPK menyarankan agar masyarakat memilih orang yang dapat dipercaya dan benar-benar peduli pada kepentingan publik.
"Bagaimana nasib suatu daerah lima tahun ke depan, itu akan ditentukan melalui pilkada. Bagi KPK, integritas adalah syarat yang utama," kata Febri.
DIREKTUR Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril mengatakan, banyak masyarakat tidak menyadari bahwa korupsi di pemerintah daerah sangat merugikan.
Hal itu disebabkan dampak korupsi yang tidak secara langsung dirasakan. Akibatnya, masyarakat sering kali tidak memberikan perhatian khusus pada calon-calon kepala daerah yang terindikasi korupsi.
Padahal, menurut Oce, isu korupsi harus diutamakan dalam memilih calon pemimpin.
"Dampak korupsi kepala daerah sangat besar, tapi tidak disadari karena secara tidak langsung," kata Oce.
Menurut Oce, lahan basah yang paling banyak dikorupsi oleh pemerintah daerah adalah dana APBD.
Dana yang seharusnya digunakan semaksimal mungkin bagi rakyat malah dijadikan bancakan oleh eksekutif dan legislatif.
Masyarakat sering tidak menyadari bahwa miliaran rupiah dana APBD yang dikorupsi seharusnya digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
Misalnya, pemberian jaminan kesehatan, serta dana pendidikan bagi anak-anak.
Belum lagi, menurut Oce, anggaran yang seharusnya digunakan untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur berupa jalan dan jembatan, malah masuk ke kantong pejabat.
"Anak-anak seharusnya bisa sekolah sekolah gratis, biaya rumah sakit warga ditanggung pemerintah," kata Oce.
Menurut Oce, masyarakat perlu jeli melihat latar belakang calon kepala daerah.
Sebagai contoh, apabila calon kepala daerah dari latar belakang pengusaha, pemilih dapat menelusuri, apakah calon tersebut pernah tercium menggunakan cara-cara kolusi dan nepotisme untuk memeroleh keuntungan.
Begitu juga dengan calon-calon yang berlatar belakang politisi. Menurut Oce, pemilih perlu memastikan calon tersebut tidak mengutamakan kepentingan kelompoknya ketimbang kepentingan publik.
KETUA Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengingatkan masyarakat agar memahami bahwa korupsi adalah salah satu penghambat pembangunan.
Masyarakat diminta tidak tergiur dengan pemberian yang sifatnya sementara.
Danhil menyarankan agar masyarakat menolak menerima uang dari para tim sukses calon kepala daerah.
Dengan menolak pemberian, masyarakat bisa ikut mencegah praktik korupsi kepala daerah yang kehabisan modal saat pilkada.
"Karena, mereka yang membagi-bagikan uang ketika pilkada diyakini akan siap mengambil hak-hak publik di APBD, berapa saja sebagai pengganti," kata Dahnil.
Dahnil juga meminta agar pemilih tidak menggunakan haknya untuk memilih calon kepala daerah yang pernah terindikasi korupsi.
Pemilih diminta berpikir panjang untuk melihat dampak buruk pemimpin daerah yang menjalankan praktik korupsi.
Terlebih lagi, menurut Dahnil, calon kepala daerah yang pernah menyandang status narapidana kasus korupsisangat berpotensi untuk mengulangi perbuatan.
"Korupsi adalah kejahatan laten dan kapan saja bisa terulang. Pemilih tidak boleh toleransi kepada calon kepala daerahnya yang terkait dengan kasus korupsi," kata Dahnil.
DIREKTUR Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, rentetan kasus korupsi kepala daerah bisa membuat masyarakat bersikap apatis terhadap Pilkada.
Mereka boleh jadi menilai, pemilihan umum justru akan memperburuk kehidupan bernegara.
Namun, Titi melihat hanya segelintir masyarakat Indonesia yang berpikiran demikian. Lainnya berpikiran positif, yakni berpendapat bahwa Pilkada justru menjadi momentum perubahan.
Terlebih lagi, dalam pesta demokrasi di Indonesia belakangan banyak bermunculan tokoh-tokoh pembawa harapan publik.
"Saya ingin ingatkan kepada pemilih, mungkin kita sulit mendapatkan pemimpin yang 100 persen bebas masalah atau tanpa kekurangan. Tapi mekanisme pemilihan langsung membuat kita punya peran untuk memastikan bahwa orang-orang yang punya masalah itu tidak terpilih, atau minimal memilih pemimpin yang dampak negatifnya atau mudharatnya paling sedikit bagi daerah, untuk terpilih," ujar Titi.
"Jadi, kalau kita tidak bisa mendapatkan yang sempurna, kita bisa menggunakan hak yang ada pada kita untuk memilih orang yang punya dampak negatif atau masalah yang paling sedikit untuk terpilih sebagai kepala daerah," lanjut dia.
Titi memberikan sejumlah tips untuk para pemilih sebelum menentukan pilihan.
Setiap warga negara memiliki beberapa identitas yang melekat, seperti perempuan-laki-laki, kaum muda-dewasa-orang tua, pelajar-wiraswasta-pekerja kantoran-petani, dan beragam identitas lain. Sebelum memilih, kenali kebutuhan khas mu.
Setiap daerah memiliki permasalahan khas, seperti kerusakan lingkungan hidup, tingginya angka kriminalitas, tingginya angka pernikahan anak, minimnya kesempatan kerja, dan lain-lain.
Kepala daerah, dalam sistem desentralisasi, bertugas untuk mempercepat pembangunan dan kesejahteraan di daerah.
Cermati masalah di daerahmu agar mengetahui apa yang harus dilakukan oleh kepala daerah selama lima tahun ke depan.
Agar tak memilih kucing dalam karung, kamu perlu membaca visi-misi dan program kerja para kandidat kepala daerah.
Kamu dapat mengunduh dokumen visi-misi dan program kerja kandidat melalui website KPU daerah mu.
Gunakan sepuluh menit mu untuk membaca, dan pastikan kebutuhan dan permasalahan daerah mu terakomodasi oleh kandidat.
Manfaatkan ponsel pintar mu untuk mencari tahu rekam jejak semua kandidat. Pastikan kepala daerah mu tak pernah terlibat kasus pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya.
Jika kandidat pernah menjabat sebagai kepala daerah sebelumnya, kamu perlu cari tahu kinerja dan konsistensi pemenuhan janji-janjinya.
Cek status pendaftaran mu sebagai pemilih melalui website KPU https://infopemilu.kpu.go.id/pilkada2018/pemilih/dpt/1/nasional.
Persiapkan Form C6 (Surat Pemberitahuan Memilih) dan atau KTP Elektronik/Surat Keterangan (Suket) untuk dibawa saat hari pemungutan suara.
Jika belum menerima Form C6 sampai H-3 pemungutan suara, hubungi Panitia Pemungutan Suara (PPS) di kelurahanmu untuk mendapatkan penjelasan.
Ingat, waktu pemungutan suara berlangsung mulai pukul 07.00 sampai 13.00 waktu setempat.
Meskipun tidak memperoleh Form C6, sepanjang namamu ada di Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada, kamu tetap bisa memilih dengan menunjukkan KTP Elektronik/Suket kepada petugas di TPS.
Jangan khawatir jika namamu tidak terdaftar di DPT, kamu masih bisa gunakan hak pilih. Caranya, datanglah ke TPS terdekat di tempat tinggal mu dan tunjukkan KTP Elektronik/Suket-mu kepada petugas KPPS.
Kamu bisa mencoblos mulai pukul 12.00 sampai 13.00 waktu setempat.
Kamu bisa berpartisipasi secara lebih bermakna untuk mewujudkan pilkada yang jurdil dan demokratis.
Laporkan pelanggaran pilkada yang kamu temui, seperti politik uang, adanya orang yang menggunakan hak pilih orang lain, intimidasi dan kecurangan dalam proses pungut-hitung di TPS kepada pengawas pilkada terdekat di daerah mu.
Buka website bawaslu.go.id untuk dapatkan informasi lebih rinci dan melaporkan pelanggaran secara online.
KOMISIONER KPU Hasyim Asyari berharap seluruh pasangan calon dan tim sukses ikut mengawal Pilkada secara demokratis, damai, aman dan sesuai peraturan perundang-undangan.
Hasyim memberi contoh tidak ada lagi kampanye selama masa tenang pada H-3 hingga hari pencoblosan.
"Kita berharap semua peserta Pilkada memegang komitmen itu, termasuk di media sosial, semua media, semua acara, semua bentuk kampanye Pilkada," kata dia.
Kemudian, siapa pun peserta Pilkada kemungkinannya hanya dua, menang atau kalah. Mereka harus siap menerima apapun hasilnya.
"Jadi mau tidak mau, ya nanti akan dinyatakan sebagai pemenang dalam pilkada ataupun dinyatakan kalah harus siap, ini semua kan pilihan dari rakyat," ucap dia.
Sementara itu, Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengingatkan bahwa pilkada adalah hajatan semua pihak.
Pilkada berkualitas tidak hanya bergantung kepada penyelenggara pemilu.
"Penting bagaimana kita, pemilih, peserta Pilkada, partai politik sama-sama menjaga proses Pilkada berkualitas dengan cara sama-sama taat aturan, tidak melakukan kecurangan. Kalau ini bersinergi antara penyelenggara, peserta, pemilih insya Allah pilkada kita akan sangat baik," ucap dia.
Dalam masa tenang ini, Afifuddin berharap semua pihak bisa menahan diri, terutama di media sosial. Jangan ada kampanye negatif, kampanye hitam, ujaran kebencian, dan tindakan negatif lainnya hingga hari pencoblosan.
Untuk peserta yang tidak puas atas kekalahan nantinya, Bawaslu berharap, mereka menempuh jalur hukum dengan mengajukan sengketa hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
"Harus siap kalah dan menang," pungkas Afifuddin.