"Kasarnya, aku kan orang kampung, cuma petani kopi. Buatku uang segitu susah banget nyarinya. Aku sempat kepikiran mau bunuh diri, cuma aku pikir konyol kalau mau bunuh diri cuma gara-gara uang segitu," kata AA, perempuan berusia 35 tahun asal Pangalengan, Jawa Barat.
SUARA AA bergetar saat menceritakan penipuan investasi kripto atau cryptocurrency yang dialaminya kepada Kompas.com pada awal Oktober lalu. Ia tak pernah membayangkan kehilangan aset senilai Rp 550 juta dalam sekejap.
Malapetaka ini bermula ketika AA dihubungi oleh Benny, laki-laki yang mengaku berasal dari Korea Selatan. Benny mengajak berkenalan melalui fitur percakapan di Instagram pada 20 Agustus 2022.
Awalnya Benny mengomentari salah satu foto AA. Dia bertanya mengenai lokasi foto tersebut diambil. Setelah itu, Benny mengungkapkan rencananya berkunjung ke Indonesia dalam tiga bulan ke depan.
Lantas, dia meminta AA memberikan rekomendasi tempat-tempat wisata yang menarik.
“Saya berencana untuk memulai perjalanan sekitar tiga bulan ke depan. Bisakah kamu merekomendasikan beberapa tempat wisata di Indonesia?” tulis Benny.
AA pun menanggapi ajakan berkenalan itu dengan terbuka. “Ada banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi di Indonesia,” jawabnya.
Tiga hari kemudian, Benny mengirimkan pesan kepada AA melalui Whatsapp. Percakapan mereka berlanjut seputar hal-hal ringan, seperti rencana yang akan dilakukan di hari itu, atau soal mobil yang dimiliki AA.
Sampai suatu saat, Benny menawarkan AA untuk belajar investasi aset uang kripto. Tentunya hal itu hanya manipulasi yang dilakukan Benny dalam mengelabui calon korbannya.
"Dia bilang, 'mau enggak diajarin investasi kripto biar kamu bisa kayak aku?' Siapa yang enggak mau, soalnya kalau lihat di Instagramnya, orang Korea ini hedon (punya gaya hidup mewah),” kata AA.
AA mengaku sempat curiga. Sebab, Benny menutup kolom komentar pada setiap unggahannya dan tidak pernah ditandai atau di-tag di unggahan orang lain.
Namun kecurigaannya itu kalah dengan sifat ramah AA terhadap orang baru. Rasa curiganya kian sirna saat Benny mengajaknya video call.
Baca juga: Kisah AA, Korban Pig Butchering Asal Indonesia yang Rugi Rp 500-an Juta
Menurut AA, Benny menceritakan soal pengalaman pilu, lalu pada suatu titik, Benny menceritakan kisah suksesnya berkat investasi kripto.
Meski tertarik, AA memilih mengurungkan niatnya berinvestasi karena berkaca dari pengalaman sang suami yang pernah rugi akibat investasi kripto. Kendati demikian, Benny tetap bersikeras mengajak AA berinvestasi.
Suatu saat, AA merasa tak nyaman dan meminta Benny tidak menghubunginya lagi. Tentu saja Benny tidak menyerah dan membujuk AA untuk membuka platform investasi kripto bodong yang telah disiapkan.
"Coba deh, kamu buka dulu ini link bitmartch.net. Coba kamu tap ini, tap ini, daftarin nomor KTP dan email. Coba saja masukan 200 dollar AS," kata AA, menirukan perkataan Benny.
"Aku ikuti saja maunya dia. Padahal itu kondisinya sudah hampir tengah malam," ucap AA.
Akhirnya, AA membuat akun di platform bitmartch.net, seperti arahan Benny. Dia berinvestasi senilai 200 dollar AS.
AA diminta untuk mengirim uang investasinya ke rekening CIMB Niaga atas nama orang Indonesia. Ia merasa curiga, mengingat bitmartch.net merupakan platform internasional.
Namun, menurut Benny, rekening itu milik perwakilan Bitmartch di Indonesia.
“Bodohnya aku ikut saja apa kata dia. Malam itu juga, aku top up 200 dollar AS, sekitar Rp 3 jutaan waktu itu," ujar AA.
Bermula dari 200 dollar AS, AA tergiur untuk berinvestasi lebih banyak lagi. Bahkan, ia rela menggadaikan mobilnya, menjual perhiasannya, sampai berutang ke orang lain.
AA termakan bujuk rayu Benny dengan investasi kripto yang mendatangkan keuntungan rata-rata 3 hingga 8 persen dalam tiap kali transaksi.
Dari 200 dollar AS, aset yang dimiliki AA bertambah menjadi sekitar 260 dollar AS dalam kurun empat hari.
Kecurigaan AA benar-benar hilang setelah investasinya mendatangkan keuntungan. Dia pun diminta untuk mencairkan sejumlah aset. Ini merupakan modus penipuan selanjutnya.
Korban dibuat percaya terhadap investasi kripto tersebut, sehingga dia mau berinvestasi lebih banyak dan meyakini asetnya dapat dicairkan sewaktu-waktu.
Ketika itu, AA mencoba mencairkan asetnya di bitmartch.net senilai Rp 700.000. “Terus besoknya, aku coba tarik lagi senilai Rp 20 juta, benar itu masuk ke rekening aku. Nah, di situ, kan timbul kepercayaan aku sama dia," kata AA.
Setelah benar-benar yakin dan tertarik dengan keuntungan besar, AA menjual perhiasannya senilai Rp 15 juta.
AA berpikir, keuntungan yang ia dapat akan semakin besar jika nilai investasinya diperbanyak. Setiap kali transaksi, AA mengaku mendapat untung Rp 2 juta.
Tidak hanya menjual perhiasan, AA juga menggadaikan Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) senilai Rp 120 juta untuk disetorkan ke bitmartch.net.
Total asetnya ketika itu sekitar 6.000 dollar AS atau kira-kira Rp 91,7 juta. Nilai ini merupakan modal sekaligus keuntungan investasi.
AA mengaku tak ingin mencairkan asetnya. Sebab, ia merasa sudah aman karena sudah pernah mencairkan investasi dan ditransfer ke rekening tabungannya.
Ia juga menyimpan tangkapan layar (screenshot) dari semua bukti transfer serta chat dengan customer service di platform bitmartch.net.
Saat asetnya mencapai hampir Rp 92 juta, AA diberitahu oleh Benny bahwa bitmartch menyediakan pinjaman sebesar 30.000 dollar AS atau setara Rp 458,6 juta, tanpa bunga.
Tanpa pikir panjang, AA pun memotret KTP-nya dan menyerahkan kepada customer service Bitmartch. Lalu, ia mendapatkan pinjaman 30.000 dollar AS tersebut dan langsung masuk ke aset akun AA di bitmartch.net.
Ketika itu, aset AA menjadi 36.921 USDT, setara 36.921 dollar AS, atau bila dikonversi mencapai Rp 564 juta.
"Aku senang waktu itu. Aku pikir nanti tinggal tarik saja aset dua hari sebelum jatuh tempo. Setelah itu, uangnya kan tinggal aku masukin untuk bayar pinjaman," kata AA.
Baca juga: Beda Penipuan Pig Butchering dan Romance Scam
Sesuai niat awal, dua hari sebelum pinjaman jatuh tempo, AA mengajukan pencairan aset. Rencananya dana tersebut akan digunakan untuk membayar pinjaman sebesar 30.000 dollar AS.
Ternyata, AA tidak bisa mencairkan asetnya sama sekali karena ia memiliki pinjaman yang belum dilunasi. Ia harus membayar 30.000 dollar AS terlebih dahulu, baru dijanjikan bisa menarik asetnya.
Apabila lewat dari tanggal jatuh tempo pengembalian pinjaman, AA bakal dikenai denda 1 persen dari nilai aset. Artinya, AA bakal terkena denda sekitar Rp 7 sampai Rp 8 juta jika pengembaliannya tak tepat waktu.
"Duh aku pusing dong ya. Di situ duit aku udah besar, sudah duit mobil dan perhiasan masuk ke situ semua. Masa iya enggak diperjuangin? Bodohnya aku, enggak kepikir ini penipu," kata AA.
Satu-satunya jalan, AA meminjam uang dari kenalannya sebesar Rp 400 juta. Saat itu AA masih tidak curiga dengan skema investasi itu. Ia berniat memasukkan uang pinjaman dari kenalannya ke bitmartch.net.
Tiba-tiba, Benny menawarkan bantuan dengan membayarkan pinjaman AA senilai 10.000 dollar AS atau setara Rp 152,8 juta. Setelah itu Benny menekan AA untuk segera membayar sisa pinjaman sebesar 20.000 dollar AS ke bitmartch.net.
AA menceritakan, setiap kali transfer ke bitmartch.net, ia harus mengirim uang ke beberapa rekening dengan atas nama yang berbeda. Dari namanya, AA memperkirakan pemilik rekening merupakan orang Indonesia.
Kendati demikian AA tidak menganggap itu sebagai keanehan, karena dia percaya dengan perkataan Benny bahwa pemilik rekening tersebut merupakan perwakilan Bitmartch di Indonesia.
Setelah pinjaman dilunasi, akun AA kembali normal. Lantas AA berniat mencairkan aset senilai 35.000 dollar AS dari total aset yang telah mencapai 48.500 dollar AS atau setara Rp 741,4 juta.
Seperti biasa, AA pun mengajukan pencairan melalui customer service bitmartch.net untuk membayar utang ke kenalannya dan menebus BPKB mobilnya.
Keesokan harinya, AA mendapat email dari bitmartch.net. AA mengira email itu berisi notifikasi bahwa pencairan asetnya telah sukses dan uang sudah masuk ke rekeningnya.
Namun, bagai disambar petir di siang bolong, email itu justru menginformasikan bahwa akun AA dibekukan karena terdeteksi pencucian uang. Bila ingin akunnya kembali normal, AA mesti membayar 50 persen dari nilai aset AA ketika itu.
Situasi itu membuat AA kalut. Ia mencoba untuk meminjam uang ke kenalan lainnya, bahkan sempat ingin menjadikan sertifikat rumah sebagai jaminan.
Upaya AA meminjam uang ke kenalannya tak membuahkan hasil. Sementara, Benny mengancam agar AA segera membayar uang senilai Rp 360 juta.
"Kalau kamu enggak beresin kredit ini, nama kamu bakal jelek. Anak-anak kamu enggak bakal bisa kuliah di universitas yang bagus. kamu nggak bisa ke luar negeri, kamu bakal didatangi debt collector," kata AA menirukan ucapan Benny.
Nasi sudah menjadi bubur. Keyakinan AA soal investasi kripto mulai goyah.
Setelah kehilangan ratusan juta, AA baru mengetahui bahwa bitmartch.net merupakan platform bodong yang meniru platform crypto exchange bitmart.com.
Sebab, AA hanya bisa login ke akunnya lewat link yang diberikan oleh Benny dengan URL https://www.bitmartch.net.
Di toko aplikasi Google Play Store, ada aplikasi bernama Bitmart: Buy Bitcoin & Crypto dari pengembang GBM Foundation Compani. Aplikasi trading mata uang kripto ini telah diunduh lebih dari 1 juta kali.
Ketika aplikasi tersebut di-instal, AA tidak bisa melakukan login dengan akun dan kata kunci yang ia gunakan di bitmartch.net.
Baca juga: Apa Itu Pig Butchering Scam, Modus Baru Penipuan Kripto yang Disorot FBI
Saat itulah AA baru menyadari bahwa dirinya telah menjadi korban penipuan. AA mengaku telah rugi hingga 37.000 dollar AS atau sekitar Rp 565,7 juta hanya dalam tiga minggu.
AA sempat melaporkan kasus ini ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat. Bukannya diusut, AA malah disuruh mengikhlaskan uangnya yang sudah raib digondol penipu.
Menurut polisi, kasus seperti ini bukan satu atau dua kali saja, tapi sudah banyak terjadi bahkan kerugiannya sampai miliaran rupiah.
AA mengatakan, polisi bisa saja membantu untuk mencari pemilik rekening atas nama orang Indonesia yang diduga menjadi pengepul uang investasi kripto bodong ini.
"Cuma nanti bakal bolak balik dimintai keterangan dan bakal diminta dana buat operasional pencarian," kata AA.
Di sisi lain, AA belum bisa memasukkan lapor secara resmi karena uangnya sudah habis. AA masih memiliki tanggungan cicilan mobil dan melunasi utang ke kenalannya.
Kalau pun melaporkan secara resmi, menurut polisi, pemilik rekening atas nama orang Indonesia itu bisa dicari, tetapi pelaku utamanya berada di luar negeri.
"Kita terbentur aturan hukum yang berbeda. Kalau pun dapat, kita di sini cuma dapat admin sama si pemilik rekeningnya saja. Itu saja paling dipenjara, enggak akan bisa ganti uang. Mereka pasang badan, soalnya uangnya sudah ditransfer ke luar negeri," kata AA.
Oleh karena itu polisi menyarankan kepada AA untuk mengikhlaskan uangnya, mulai membereskan utang-utang, dan kembali menyehatkan mentalnya.
AA pun memutuskan untuk ikhlas dan mengambil pelajaran dari peristiwa ini. Ia mulai menata kembali kehidupannya.
Kini AA terpaksa menggadaikan sertifikat rumahnya ke bank untuk membayar utang-utangnya.
Baca juga: "Pig Butchering" Sasar Wanita, Psikolog Ungkap Mengapa Mereka Bisa Tertipu
Kasus yang dialami AA dikenal dengan istilah pig butchering atau pemotongan babi. Modus penipuan ini tengah menjadi perhatian Biro Investigasi Federal Amerika Serikat, FBI.
Istilah pig butchering mengacu pada peternak atau penjagal ketika menggemukkan babinya sebelum disembelih dan menghasilkan daging yang banyak.
Pelaku penipuan kripto disimbolkan sebagai penjagal. Sementara korban diibaratkan hewan ternak yang “digemukkan” oleh si penjagal melalui janji-janji manis agar mau terus berinvestasi atau menyerahkan uangnya.
Pelaku penipuan ini biasanya menggunakan identitas palsu dan membangun persona sebagai orang dengan hidup glamor serta memiliki banyak foto yang memikat.
Menurut laporan FBI, banyak investor kripto telah menjadi korban pig butchering. Kerugiannya beragam dan cenderung dalam jumlah besar, mulai dari puluhan ribu hingga jutaan dollar AS.
Forbes melaporkan, seorang pria 52 tahun asal San Fransisco kehilangan 1 juta dollar AS atau setara Rp 15,2 miliar gara-gara penipuan pig butchering. Pria itu menjadi korban penipuan setelah dihubungi oleh penipu yang berpura-pura menjadi rekan lamanya.
Baca juga: Pelaku "Pig Butchering Scam" Pakai Link Palsu untuk Jebak Korban
Menurut FBI, pig butchering merupakan penipuan dengan teknik rekayasa sosial yang memanipulasi psikologis korban.
Biasanya penipu bakal membangun hubungan dan kepercayaan dengan korban. Caranya, dia bisa menghubungi melalui media sosial, kemudian membangun hubungan persahabatan atau bahkan memakai kedok cinta untuk membuat hubungan romantis palsu.
Terkadang, penipu juga menyamar sebagai teman lama korban. Pada titik tertentu, penipu mengusulkan agar target berinvestasi kripto di platform palsu yang sudah disiapkan.
Psikolog klinis dari Yayasan Cintai Diri Indonesia (Love Yourself Indonesia) Alif Aulia Masfufah mengatakan, umumnya korban scam memiliki kepribadian neuroticism atau neurotik.
Orang dengan kepribadian ini memiliki kecenderungan terhadap emosi yang negatif, seperti marah, cemas hingga keraguan terhadap diri sendiri yang tidak stabil.
Selain itu, berdasarkan pengamatan Aulia, para korban umumnya memiliki idealisme tertentu tentang pasangan, tingkat kemapanan, cara berbisnis hingga hubungan yang romantis.
Mereka juga percaya pada hasil dan proses yang cepat, seperti mendapat uang banyak dalam waktu singkat, mendapat pasangan sempurna dengan cepat, sehingga mudah terjerat tipu daya pelaku.
Menurut penelitian, rata-rata korban scam adalah perempuan. Aulia menjelaskan, perempuan memiliki tingkat neurotik yang tinggi, mudah panik serta sensitif.
"Menurut penelitian, rata-rata korban scam memang perempuan," ujar Aulia.
Ia menuturkan, 80 persen korban scam adalah orang yang percaya dan punya idealisme tentang hubungan yang sempurna, romantis.
Ketika korban menemukan sosok yang sempurna dan dibutuhkan, ia dengan mudah terbuai tipuan pelaku.
“Akhirnya dengan semua tatanan yang sudah disiapkan scammers, mereka tidak percaya dengan istilah terlalu indah untuk dipercaya," paparnya.
Aulia menjelaskan, saat korban menyadari dirinya tertipu, mereka akan merasa bodoh hingga terhina.
Meski demikian, hal tersebut bukan karena ketidakcerdasan korban, melainkan kebutuhan psikologis mereka yang terbaca oleh penipu, hingga dijadikan pancingan dalam aksinya.
Baca juga: Penipuan "Pig Butchering Scam" Mengintai di Internet, Begini Cara Menghindarinya
Pig butchering adalah kejahatan yang terorganisasi dan sistematis. Dikutip dari ProPublika, terdapat enam modus yang biasa dilakukan oleh pelaku.
Pertama, pelaku membuat identitas palsu yang tampak meyakinkan di media sosial. Biasanya, mereka membangun persona sebagai orang yang hidup glamor dan memiliki banyak foto memikat.
Kedua, pelaku mulai menghubungi target dengan mengirim pesan ke orang-orang di situs kencan atau jejaring sosial.
Biasanya penipu menggunakan WhatsApp atau layanan perpesanan lain dan berpura-pura menemukan nomor yang salah saat mereka menghubungi calon korban.
Baca juga: Waspada Modus Penipuan “Pig Butchering Scam”, dari Bertanya Harta hingga Minta Empati
Ketiga, pelaku berupaya mendapat kepercayaan korban melalui percakapan yang ramah, misalnya tentang kehidupan, keluarga, dan pekerjaan.
Tujuannya adalah mengumpulkan informasi tentang kehidupan korban yang nantinya dapat digunakan untuk memanipulasi.
Kerap kali penipu mengarang cerita tentang kehidupan mereka sehingga seolah-olah sedang menghadapi situasi yang sama dengan korban.
Keempat, pelaku mulai berdiskusi soal investasi kripto. Penipu akan membuat klaim tentang keberhasilan investasi kripto mereka sendiri.
Misalnya, dengan membagikan tangkapan layar dari akun investasi kripto dengan angka yang fantastis kepada target.
Penipu akan meyakinkan target untuk membuka akun investasi di platform tertentu. Tentunya platform pertukaran atau pasar cryptocurrency palsu dan sudah disiapkan oleh penipu.
Setelah berhasil dibujuk untuk investasi kripto, korban bakal dibuat percaya seolah-olah investasinya itu mendatangkan keuntungan.
Caranya, korban bakal mengunjungi platform investasi palsu tersebut dan melihat bahwa investasinya telah mendatangkan keuntungan besar.
Kelima, pada satu titik, penipu akan membiarkan korban menarik investasinya sekali atau dua kali untuk meyakinkan korban bahwa investasi tersebut sah, tepercaya, dan dapat ditarik kapan saja.
Setelah percaya, korban dibujuk untuk menginvestasikan uang lebih banyak lagi lewat platform itu dan menahan uangnya sampai keuntungan lebih besar lagi.
Penipu bakal mengeksploitasi emosional korban dan memberikan jaminan bahwa investasi tersebut bebas risiko. Sehingga target terdorong untuk mengambil pinjaman, melikuidasi tabungan pensiun, bahkan menggadaikan rumah.
Keenam, begitu target mencapai batas dan menjadi tidak mau menyetor lebih banyak dana, penipu bakal memutus hubungan pertemanan, percintaan, hingga komunikasi.
Dengan demikian, korban tidak bisa meminta penarikan uang yang sudah diinvestasikannya. Skenario lainnya, investasi korban dibuat seolah-olah merugi besar sehingga seluruh uang yang diinvestasikan raib.
Baca juga: Penipuan “Pig Butchering” Rugikan Pria Ini hingga Miliaran Rupiah
Padahal, uang yang diinvestasikan korban sudah masuk ke rekening si penipu. Penipu juga tak jarang memanipulasi korban dengan mengatakan mereka memiliki solusi potensial untuk kembali mendapatkan uang korban yang hilang.
Di sini, penipu akan meminta korban memberikan sejumlah uang lagi dengan alasan untuk menyelesaikan membayar pajak penghasilan terlebih dahulu, biaya pemrosesan tambahan, biaya transaksi internasional, demi bisa mendapatkan kembali uang korban.
Namun, setelah semua uang yang dikeluarkan dan janji penipu untuk mendapatkan uang yang hilang, korban tidak pernah mendapatkan uang investasinya kembali.
Setelah korban menyadari bahwa mereka telah ditipu, para penipu sering menghina atau mengejek korban.
Selanjutnya, penipu menghilang dan platform investasi palsu yang dipakai tak lagi berfungsi.
Pelaku akan membuat platform pertukaran atau pasar cryptocurrency palsu yang baru dengan URL berbeda dan mulai mencari korban berikutnya.