KABAR buruk diterima Stevenly Rio Loginsi pada awal 2020. Perusahaan tempat ia bekerja sebagai satuan pengamanan (satpam), gulung tikar. Ia dan seluruh pegawai terpaksa dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Perusahaan tak sanggup lagi menjalankan roda bisnisnya akibat hantaman pandemi Covid-19 yang mulai melanda Indonesia Maret 2020.
Rio-sapaan akrabnya-mengisi hari-hari selanjutnya dengan berpikir keras bagaimana cara menghidupi keluarga ke depan.
“Untuk menutupi kebutuhan, saya ngojek online dulu,” ujar Rio.
Hingga akhirnya sekitar tiga bulan kemudian, Rio mengetahui ada program Kartu Prakerja dari media sosial. Ia pun mendaftar.
“Saya waktu itu daftar gelombang tiga. Tidak ada kesulitan, langsung diterima,” lanjut dia.
Menyadari usianya saat itu sudah menginjak 41 tahun sehingga sulit mencari kerja, Rio memilih mengambil jenis pelatihan yang dapat memudahkannya berwirausaha. Ia mengambil pelatihan marketing optimizing.
Proses pendaftaran dan mekanisme pemberian insentif dapat Anda simak dalam infografik berikut ini:
Setelah beberapa bulan menyelesaikan pelatihan dan meraih sertifikat, ia mendapat kabar sebuah perusahaan operator seluler membuka lowongan pekerjaan.
“Saya iseng-iseng daftar, turut sertakan sertifikat yang dari Kartu Prakerja,” kata Rio.
Tak disangka, Rio dipanggil oleh perusahaan tersebut. Ia diwawancarai langsung oleh general manager perusahaan dan langsung ditawarkan untuk bekerja di bagian pemasangan poster produk-produk perusahaan.
Rio mengatakan, perusahaan percaya menerimanya lantaran ia memiliki sertifikat dari program Kartu Prakerja.
Buah dari ikhtiar Rio tidak berhenti sampai di situ. Setelah tiga bulan bekerja di posisi yang semula ditawarkan, ia mendapat kepercayaan naik jabatan menjadi seorang supervisor.
Rio berpandangan, program Kartu Prakerja rupanya mampu membuka peluang kerja seperti dirinya. Ia pun kembali mengikuti pelatihan lain yang diminati dan sesuai kebutuhan perusahaannya.
“Saya mengambil pelatihan lagi untuk mengasah keterampilan saya memasarkan produk lewat internet, ada desain grafis juga, yang menunjang pekerjaan saya,” ujar Rio.
Anda dapat membaca artikel ini secara runut dengan menggulirkan layar atau memilih topik berikut ini:
Jejak Pencapaian; Kartu Prakerja Meningkatkan Kompetensi dan Memudahkan Berusaha
Kilas Balik Kartu Prakerja; Ide Jokowi dan Perjalanan Program
Kritik, Polemik dan Jawabannya; Perbaikan Tata Kelola Kartu Prakerja
Kartu Prakerja ke Depan: Melanjutkan Kebaikan untuk Tahun 2022
Kisah Rio merupakan satu dari sekian banyak kisah sukses para penerima program Kartu Prakerja.
Sejak digulirkan 11 April 2020, program Kartu Prakerja berjalan sesuai harapan pemerintah.
Hingga September 2021, program itu telah menjangkau 11.428.364 orang dari Sabang sampai Merauke.
Sekadar catatan, untuk tahun 2021, anggaran bagi program Kartu Prakerja sebesar Rp 21,2 triliun. Sementara, untuk tahun 2020, anggarannya mencapai Rp 20 triliun.
Simak sebaran penerima Kartu Prakerja melalui infografik berikut ini:
Sebagian besar penerima program merupakan pengangguran dan belum pernah menerima pelatihan sebelumnya. Lebih dari setengah penerima program juga berasal dari desa.
Pihak Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja mencatat, ada enam outcomes dari Program yang ditujukan bagi semua angkatan kerja itu.
Keenamnya, yakni memberikan pengalaman dan menumbuhkan sikap positif penerima, meningkatkan kompetensi untuk kerja/wirausaha, mengakselerasi inklusi keuangan dan mendukung daya beli.
Kemudian, meningkatkan kesehatan mental penerima program dan yang terakhir membantu usaha mikro, kecil dan menengah.
Anda dapat melihat beberapa indikator outcomes Kartu Prakerja melalui infografik berikut ini:
Khusus dalam hal peningkatan kompetensi untuk kerja/wirausaha, pihak Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja mendapatkan temuan penting.
Sebelum mengikuti pelatihan, peserta mengikuti tes kompetensi terlebih dahulu. Rata-rata nilai peserta yakni 59.
Setelah serangkaian program pelatihan berakhir, peserta mengikuti tes kompetensi kembali. Hasilnya cukup memuaskan. Rata-rata nilai kompetensi peserta meningkat menjadi 73.
Survei Centre of Strategic and International Studies (CSIS) yang dilaksanakan pada kurun waktu 27 Juli hingga 2 Agustus 2021, melengkapi temuan tentang peningkatan kompetensi untuk kerja/wirausaha.
Dari 2.000 penerima program di penjuru Indonesia yang menjadi responden, sebanyak 45,3 persen di antaranya mengatakan bahwa memilih pelatihan tertentu dalam program pelatihan Kartu Prakerja atas alasan kualitas materi pelatihan yang baik.
Sebanyak 18,5 persen responden mengatakan, durasi waktu pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan.
Sebanyak 6,7 persen responden mengatakan, hasil rating yang tinggi dan ulasan yang memuaskan dari peserta lainnya.
Kemudian 6,5 persen responden menjawab, kualitas instruktur pelatihan yang baik dan 4,8 persen lainnya beralasan reputasi lembaga pelatihan yang baik.
Sisanya, ada yang mengatakan bahwa memilih pelatihan tertentu dengan alasan reputasi platform digital yang baik (3,3 persen), menambah wawasan/keterampilan (2,8 persen) dan sesuai kebutuhan/minat (2,5 persen).
Merujuk survei yang sama, pengalaman peserta yang sudah mengikuti program Kartu Prakerja juga tergambar. Sebagian besar peserta mengatakan, setelah mengikuti pelatihan Kartu Prakerja, pengetahuan dan keterampilan mereka menjadi meningkat.
Selain itu, mereka juga dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Selengkapnya, dapat disimak dalam infografik berikut ini:
Selain peningkatan kompetensi, program Kartu Prakerja juga terbukti membantu para peserta menjalankan wirausahanya.
Masih tergambar dari survei CSIS, dari 2.000 penerima program di penjuru Indonesia yang menjadi responden, 42,4 persen di antaranya mengaku menggunakan insentif Kartu Prakerja untuk modal usaha.
Angka itu pun dapat diurai kembali. Dari 42,2 persen, hampir setengahnya (47,7 persen) menggunakan insentif Kartu Prakerja untuk membeli barang dan menjualnya kembali.
Sebanyak 29,2 persen lainnya membeli bahan untuk produksi. Contohnya, membeli tepung untuk membuat roti yang akan dijual.
Sebanyak 10,1 persen menggunakan insentif untuk membeli alat produksi; 7,2 persen untuk menambah jenis produk/jasa; 5,1 persen membayar biaya operasional usaha yang sudah berjalan dan 0,7 persen membayar sewa untuk usaha.
Selengkapnya tentang survei CSIS dapat Anda simak dalam infografik berikut ini:
Temuan lain yang tidak kalah penting adalah soal pengurangan angka pengangguran.
Temuan ini terungkap dalam survei yang digelar Cyrus Network pada 1 hingga 5 Mei 2021. Populasi yang disurvei adalah seluruh penerima program Kartu Prakerja dari gelombang 1 hingga gekombang 11, yang diambil sampel secara acak sebanyak 2.000 responden menggunakan metode simple random sampling.
Status responden sebelum mengikuti program pelatihan Kartu Prakerja, yakni 56 persen belum bekerja, 31,4 persen bekerja, dan 12,6 persen berwirausaha.
Setelah mengikuti program pelatihan, jumlah yang belum bekerja turun menjadi 39,85 persen, yang bekerja naik menjadi 34,6 persen, dan yang berwirausaha naik menjadi 25,6 persen.
Artinya, selain meningkatkan kompetensi, Kartu Prakerja juga membantu menjalankan roda usaha yang sudah dijalankan sekaligus mengurangi angka pengangguran di Tanah Air.
Atas seluruh pencapaian itu, tidak heran bila program Kartu Prakerja mendapatkan apresiasi positif, baik dari kalangan penerima maupun dari perspektif masyarakat umum.
Survei CSIS pada 1 hingga 5 Mei 2021 menunjukkan, 96,7 persen responden penerima Kartu Prakerja puas terhadap program tersebut. Hanya 3,3 persen yang menyatakan, tidak puas.
Pada rentang waktu 27 Juli-2 Agustus 2021, responden kembali ditanyakan perihal kepuasan. Hasilnya tak jauh berbeda. 96,8 persen menyatakan puas. Hanya 3,2 persen yang menyatakan sebaliknya.
Survei yang digelar IPSOS juga menunjukkan hal senada. Dari 500 responden yang diwawancarai, 35 persen di antaranya menilai, Kartu Prakerja adalah program pemerintah yang paling bermanfaat.
Pada urutan selanjutnya, ada program subsidi listrik (26 persen), subsidi kuota internet untuk pembelajaran daring (25 persen) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) (15 persen).
View this post on Instagram
Perjalanan program Kartu Prakerja selama sekitar 19 bulan ini tidak dapat dilepaskan dari cita-cita mulia sekaligus polemik yang mengiringinya.
Dilihat dari lintasan waktu, program Kartu Prakerja dicetuskan pertama kali oleh Presiden Joko Widodo pada Minggu, 24 Februari 2019 di Sentul International Convention Center (SICC), Jawa Barat. Kala itu, Jokowi berbicara dalam status calon presiden nomor urut 01.
Dalam acara bertajuk pidato kebangsaan, Jokowi mengungkapkan, pembangunan masif yang dilakukan pemerintahan periode pertamanya sebenarnya membuka banyak lapangan kerja.
Tetapi ia menilai, peluang tersebut tidak dapat dioptimalisasi dengan baik. Sebab, ada kesenjangan yang cukup tinggi antara kemampuan angkatan kerja dengan kebutuhan industri.
Di sisi lain, pendidikan dan pelatihan sebagai pintu masuk peningkatan kemampuan demi kebutuhan pekerjaan rupanya bukan menjadi prioritas, baik bagi para pekerja maupun perusahaan di Indonesia.
Simak kondisi angkatan kerja dan pengangguran di Indonesia dalam infografik berikut ini:
Merujuk catatan International Labour Organization (ILO) tahun 2019, Indonesia berada di peringkat ke-5 di ASEAN dalam hal produktivitas tenaga kerja per orang per tahun. Posisi Indonesia di bawah Brunei Darussalam yang menempati urutan pertama, disusul Singapura pada urutan kedua dan Malaysia serta Thailand yang menempati urutan ketiga dan keempat.
Data Bank Dunia 2018 menyebut, pekerja di Indonesia menempatkan pendidikan dan pelatihan sebagai prioritas terakhir (ranking 10 dari 10) dalam perjalanan kariernya.
Dari sisi perusahaan, catatan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pada 2019 menyebut, perusahaan tidak menempatkan pendidikan dan pelatihan sebagai prioritas utama (ranking 6 dari 10). Hanya 7,7 persen perusahaan yang menyisihkan anggaran untuk pendidikan dan pelatihan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) melengkapi fakta mengkhawatirkan itu. Sebanyak 90 persen angkatan kerja di Indonesia belum pernah mengikuti pelatihan bersertifikat.
Fakta-fakta tersebut tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi bonus demografi di Indonesia mengalami puncaknya pada tahun 2030 dan sesudahnya akan terus menurun.
Artinya, rasio penduduk produktif terhadap penduduk non-produktif sesudah tahun 2030 akan terus mengecil.
Kondisi ini tentu jangan dibayangkan sebagai situasi yang indah. Ini harus menjadi lonceng peringatan.
Sebab, apabila jumlah penduduk produktif menurun, apalagi ditambah dengan kualitasnya yang amburadul, mereka tidak akan bisa memiliki penghasilan untuk menyokong penduduk tidak produktif (lansia dan anak-anak).
Oleh sebab itu, pembangunan sumber daya manusia yang akan datang harus dimulai sejak saat ini.
Menyadari tumpukan persoalan itu, Jokowi berjanji memperkecil skill gap tersebut dengan sejumlah program peningkatan kompetensi. Salah satunya adalah Kartu Prakerja.
"Kartu Prakerja akan kami luncurkan untuk memberikan layanan pelatihan vokasi, meningkatkan atau memberikan pelatihan bagi yang belum bekerja, bagi yang sudah bekerja, dan akan berganti pekerjaan. Pada tahun 2020, kami menargetkan untuk 2 juta orang,” ujar Jokowi.
Meski demikian, ide itu tak sepenuhnya diterima dengan baik oleh publik. Tak sedikit pihak yang mengira Kartu Prakerja adalah program untuk menggaji pengangguran sehingga program ini pun banyak dicemooh.
Publik baru melihat menilik program ini secara detail setelah sejumlah regulasi yang menjadi payung hukum Kartu Prakerja dirilis.
Pertama, Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Potensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja yang dirilis pada tanggal 26 Februari 2020.
Setelah itu, pemerintah membentuk Manajemen Pelaksana atau Project Management Office (PMO) Program Kartu Prakerja pada tanggal 17 Maret 2020.
Ketiga, Peraturan Menteri Ekonomi Nomor 3 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 Tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja. Regulasi ini dirilis 27 Maret 2020.
Perpres 36/2020 kemudian disempurnakan melalui Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 Tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja. Perpres 76/2020 ini sendiri diterbitkan pada tanggal 8 Juli 2020.
Penyempurnaan itu kemudian menuntut perubahan aturan teknis. Permenko 3/2020 diganti dengan Peraturan Menteri Ekonomi Nomor 11 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 Tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja Sebagaimana Telah Diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja. Permenko 3/2020 ini dirilis 4 Agustus 2020.
Program Kartu Prakerja yang memiliki total anggaran (2020-2021) sebesar Rp 41,2 triliun itu pun mulai bergulir sejak 11 April 2020 hingga saat ini.
Meski berdiri di atas cita-cita mulia, ide Kartu Prakerja yang disampaikan Jokowi tidak lepas dari kritik dan polemik publik.
Apalagi, mengingat momen kemunculannya pada masa tahun politik, ide itu sempat menuai kritik dari rival Jokowi.
Kritik pada awal-awal tentu hanya kegaduhan kosong. Sebab, Kartu Prakerja saat dicetuskan pertama kali baru berupa ide, belum ada penjabaran lebih lanjut.
Eskalasi kritik terhadap Kartu Prakerja kembali meningkat ketika Indonesia dilanda pandemi Covid-19, awal 2020.
Pemerintah melakukan reorientasi program Kartu Prakerja. Dari yang semula semata-mata untuk peningkatan kompetensi, kemudian merangkap menjadi jaring pengaman sosial.
Dari reorientasi itu, pemerintah menambah besaran anggaran insentif pascapelatihan yang diterima peserta, menjadi Rp 600.000 per bulan selama empat bulan.
Sementara, biaya bantuan pelatihan turun menjadi Rp 1.000.000 dan biaya survei pascapelatihan juga tetap Rp 150.000. Jadi total, peserta menerima uang Rp 3.550.000.
Turunnya bantuan pelatihan disebabkan karena semua pelatihan dilakukan secara virtual atas alasan meminimalisasi penularan virus.
View this post on Instagram
Karena mengemban misi ganda, Kartu Prakerja kembali mendapat kritik dari sejumlah pihak.
Di satu sisi, kalangan pro-kompetensi beranggapan, Kartu Prakerja semestinya fokus pada pelatihan untuk kompetensi.
Sementara, kelompok pro-bansos mengatakan sebaliknya. Orang-orang yang terdampak pandemi Covid-19 lebih membutuhkan bantuan tunai untuk menyambung hidup daripada meningkatkan kompetensi.
Beberapa pihak juga menyebut proses perekrutan mitra pada Kartu Prakerja rawan korupsi karena tidak melalui mekanisme lelang pengadaan barang/jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Eskalasi kritik dan polemik mencapai puncaknya ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kajian atas program Kartu Prakerja dan menemukan permasalahan pada empat aspek.
Pertama, pada proses pendaftaran. Kedua, soal kemitraan dengan penyedia platform yang tidak melalui mekanisme pengadaan barang/jasa pemerintah. Ketiga, adanya konflik kepentingan pada lima platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan. Terakhir soal materi pelatihan.
Buntutnya pada Juni 2020, KPK merekomendasikan menghentikan sementara program Kartu Prakerja yang saat itu memasuki pendaftaran gelombang keempat.
Kritik dan polemik pada publik itu direspons positif oleh Pemerintah, dalam hal ini Komite Cipta Kerja yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI dan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan, rekomendasi KPK direspon dengan disesuaikannya Peraturan Presiden 36/2020 dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 3/2020 yang menjadi landasan proses bisnis dan tata kelola program.
"Manajemen Pelaksana yang bertanggung jawab di sisi operasional melaksanakan apa yang digariskan dalam tata kelola yang baru itu dan mengikuti rekomendasi KPK," ujar Denni kepada tim JEO Kompas.com, 8 Oktober 2021.
"Pada 29 Desember 2020, KPK menilai seluruh saran perbaikan telah diimplementasikan. Ini tertuang dalam surat KPK tanggal 2 Maret 2021," lanjut dia.
"Manajemen Pelaksana yang bertanggung jawab di sisi operasional melaksanakan apa yang digariskan dalam tata kelola yang baru itu dan mengikuti rekomendasi KPK,"
-Denni P. Purbasari-
Denni melanjutkan, hingga saat ini, program Kartu Prakerja berjalan mengikuti aturan dan kebijakan Komite Cipta Kerja termasuk perihal kriteria penerima.
Program ini juga diaudit secara rutin oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Keuangan, dan dimonitoring KPK.
"Ada juga survei atau tracing yang dijawab 7 juta peserta, survei oleh lembaga-lembaga independen dengan 2.000-4.000 responden. Jika ada yang tidak puas, itu wajar. Namun itu kecil," lanjut Denni.
Pemaparan ini menepis anggapan bahwa program Kartu Prakerja hanya buang-buang anggaran.
Selain itu, khusus soal platform dan lembaga pelatihan, sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Presiden 76/2020, program Kartu Prakerja menggunakan skema kemitraan, bukan pengadaan barang/jasa Pemerintah.
Meski demikian, pelaksanaannya mengedepankan prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah, yaitu adil, akuntabel, bersaing, terbuka, transparan, efisien dan efektif.
Berbeda dengan belanja Kementerian/Lembaga, dalam Kartu Prakerja, pemerintah mengucurkan dana bantuan langsung kepada peserta, dan menyerahkan sepenuhnya kepada peserta untuk memilih dan membeli pelatihan yang dibutuhkan di platform manapun.
Platfrom menghubungkan para peserta dengan sekitar ribuan jenis pelatihan dari ratusan lembaga pelatihan. Antarplatform dan antarlembaga pelatihan saling bersaing dalam harga, kualitas dan layanan.
Para platform dan lembaga pelatihan digandeng karena memenuhi persyaratan. Pemerintah pun tidak membatasi jumlah mitra dan membuka kesempatan kepada siapa pun untuk bergabung sebagai mitra jika memenuhi kriteria.
Singkat kata, tak ada aturan yang dilanggar dalam implementasi Kartu Prakerja.
"Pimpinan KPK juga menekankan bahwa Program Kartu Prakerja menjadi contoh best practice dalam mengelola suatu program besar dengan lingkup 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dengan meminimalisir banyak persoalan,"
-Airlangga Hartarto-
Oleh sebab itu, apabila masih ada kritik yang mengiringi program Kartu Prakerja hingga saat ini, Denni menyerahkan penilaiannya kepada masyarakat sendiri. Khususnya penerima program yang merasakan dampak baik program tersebut.
"Prakerja di masa pandemi diminta menjalankan dua peran sekaligus, yaitu selain meningkatkan kompetensi kerja angkatan kerja kita, juga membantu daya beli masyarakat yang menurun akibat pandemi," papar Denni.
"Dari survei TNP2K, BPS, Cyrus Network, CSIS, Ipsos dan Manajemen Pelaksana sendiri, hasilnya semua senada, yaitu kedua peran ini sudah dijalankan dengan baik," lanjut dia.
Artinya, program Kartu Prakerja berhasil meningkatkan keterampilan kerja para penerimanya sekaligus memberikan “bantalan sementara” bagi masyarakat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pimpinan KPK mengapresiasi Kemenko Perekonomian dan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja yang terus bekerja keras membenahi program.
"Pimpinan KPK mengapresiasi Kemenko Perekonomian dan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja yang terus memperbaiki tata kelola program Kartu Prakerja, mengikuti aturan, menetapkan SOP, transparan, persaingan terbuka dan insentif sampai ke penerima. Seluruh rencana aksi dan saran KPK juga telah diimplentasikan," ujar Airlangga, Selasa 19 Oktober 2021.
"Pimpinan KPK juga menekankan bahwa Program Kartu Prakerja menjadi contoh best practice dalam mengelola suatu program besar dengan lingkup 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dengan meminimalisir banyak persoalan," lanjut Airlangga.
Oleh sebab itu, program ini dapat menjadi pilot project bagi program-program lainnya.
Selengkapnya tentang kepuasan peserta atas program Kartu Prakerja dapat disimak di infografik berikut ini:
Saat ini, program Kartu Prakerja telah menyelesaikan pendaftaran gelombang 21 yang merupakan gelombang terakhir sesuai alokasi Tahun Anggaran 2021.
Manajemen Pelaksana terus memantau kepesertaan dari setiap gelombang. Mereka yang sudah lolos tapi tidak membeli pelatihan pertama dalam waktu 30 hari setelah dinyatakan lolos, maka kepesertaannya akan dicabut.
Mereka tidak bisa mendaftar lagi di gelombang-gelombang selanjutnya.
Manajemen telah mencabut sekitar 70 ribu kepesertaan dari gelombang 12 hingga 20.
Lantas, kapan gelombang selanjutnya dibuka?
"Kami masih menunggu pencabutan kepesertaan peserta gelombang 21. Sesudah itu, baru kami buka gelombang tambahan, gelombang 22," papar Denni.
Untuk tahun 2022 sendiri, pemerintah telah memutuskan untuk melanjutkan program Kartu Prakerja.
Denni menyebut, dalam Nota Keuangan/RAPBN 2022, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 11 triliun. Sesuai Perpres dan Permenko, Kartu Prakerja untuk pencari kerja, korban PHK, dan pekerja/wirausaha.
Tetapi, orang yang sudah pernah mengikuti program ini tidak bisa menjadi penerima lagi.
“Ini demi pemerataan kesempatan, karena BPS mencatat 90 persen angkatan kerja kita atau sekitar 120 juta orang belum pernah ikut pelatihan seumur hidupnya,” ujar Denni.
Selain itu, sesuai dengan sifat pendaftarannya yang terbuka, program Kartu Prakerja juga sudah dinikmati oleh penyandang disabilitas, perempuan, lulusan SD, mereka yang ada di daerah tertinggal, hingga purna pekerja migran sehingga dapat dikatakan inklusif.
Menurut survei, ada sekitar 267.000 orang purna pekerja migran yang telah menjadi penerima program Kartu Prakerja.
Simak tata cara mendaftar di program Kartu Prakerja melalui infografis berikut ini:
Dalam kunjungannya baru-baru ini di Lombok Tengah, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto berdialog dengan 22 alumni Prakerja dimana 8 di antaranya adalah purna pekerja migran yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi.
Mereka ada yang dulunya bekerja di kapal pesiar, pabrik tekstil, perkebunan dan restoran baik di Amerika, Eropa, Malaysia, maupun Saudi Arabia.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, untuk enam bulan ke depan, program Kartu Prakerja masih sama seperti sebelumnya sembari menyesuaikan situasi pandemi Covid-19 di Tanah Air.
"Nanti enam bulan kedua kita lihat bagaimana situasi pandemi Covid-19," ujar Airlangga, Selasa 19 Oktober 2021.
Pemerintah, lanjut Airlangga, berharap Kartu Prakerja mampu menjadi harapan angkatan kerja Indonesia yang terdampak pandemi Covid-19. Khususnya pelaku UMKM yang omzetnya menurun akibat kebijakan pembatasan aktivitas dan mereka yang terkena PHK.
”Selain mendapat tambahan skill, insentif Kartu Prakerja dapat digunakan sebagai tambahan modal,” kata Airlangga, Selasa 19 Oktober 2021.
Pemerintah sekaligus berkomitmen akan terus meningkatkan kualitas pelatihan agar memberikan dampak yang optimal.
Pencapaian program Kartu Prakerja melalui angka-angka di atas merupakan etalase.
Bila kita tengok ke dalamnya, ada jiwa-jiwa yang pernah patah, tetapi memilih untuk memelihara harapan, berjuang dan bangkit.