RUMAH di pojok Jalan Manggis, tepatnya di Jalan Manggis Blok A2 Nomer 3 - 4 Bojongsari, Perumahan Taman Serua, Tangerang Selatan, itu nampak "nyeni" dibanding rumah-rumah lainnya.
Maklumlah, sang pemilik rumah memang tak pernah jauh hidupnya dari kesenian, terutama seni pertunjukan.
Namun sudah sekira satu dekade, sang pemilik lebih berkosentrasi dengan permainan tradisi. Itulah soalnya, pada gerbang rumahnya tertulis "Gudang Dolanan".
Endi Agus Riyanto atau akrab dipanggil Endi Aras, sang pemilik rumah tersebut, memang telah mempersembahkan hidup dan rumahnya untuk merawat dan melestarikan dolanan (permanian) anak-anak se-Nusantara, terutama gasing
Itulah sebabnya, dari waktu ke waktu, hingga berbilang puluhan tahun, Endi telaten mengumpulkan gasing dari seluruh Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua.
Ya, gasing adalah permainan tradisi yang mendapatkan porsi perhatian terbesar dari Endi. Maka tanyalah kepadanya, perihal gasing, tentu ayahnya Lintang ini akan menerangkan perihal gasing dengan baik.
Katanya, gasing adalah salah satu bentuk permainan rakyat yang telah dikenal secara luas di seluruh pelosok Nusantara. Semua daerah yang ada di wilayah kepulauan Indonesia umumnya memiliki permainan ini.
Itulah sebabnya, bangsa Indonesia yang masyarakatnya multietnis, terdiri dari berbagai suku bangsa mengenal berbagi jenis permainan gasing.
"Daerah asal permainan ini maupun penyebarannya di wilayah Nusantara belum diketahui secara pasti. Data sejarah berupa naskah-naskah kuno maupun data arkeologi, baik artefak maupun nonartefak tentang permainan ini belum ditemukan, hingga sulit untuk mengungkap sejarah dan penyebaran permainan gasing di wilayah Nusantara secara pasti," terang Endi.
Ada yang menyebut, bahwa gasing diprediksi ada sejak 3.500 SM. Para arkeolog menemukan bentuk yang menyerupai gasing berbahan dasar tanah liat di kota tua Ur ( sekarang Mugayyar), 300 km sebelah tenggara Baghdad, Irak.
"Beberapa peneliti juga menemukan bentuk menyerupai gasing di Yunani, China, dan Mesir. Uniknya bentuk bentuk gasing yang ditemukan tak jauh beda antara satu dengan yang lain," papar Endi.
Yang terang, lanjut Endi, tak ada catatan pasti tentang masuknya gasing ke Nusantara. Beberapa cerita mengatakan, misionaris Eropa pertama kali yang mengenalkan nama itu kepada suku Dayak di Kalimantan.
Catatan sejarah lainnya mengatakan, bangsa Jepang mengenal gasing setelah dibawa oleh pendeta Buddha asal Korea yang berkunjung ke Sumatera.
Menurut informasi dari orang tua-orang tua penggemar permainan ini, permainan gasing di wilayah Pulau Tujuh (Natuna) Provinsi Kepulauan Riau telah ada sejak zaman penjajah Belanda, bahkan jauh sebelum masa itu telah ada.
Di wilayah Jawa Barat, permainan ini dikenal sebelum masa kemerdekaan. Sementara di wilayah Sulawesi Utara dikenal sejak tahun 1930an.
DI beberapa daerah Indonesia, permainan ini disebut dengan istilah yang berbeda, seperti permainan gangsing atau panggal (Jakarta dan Jawa Barat), permainan pukang (Lampung) permainan gasing (Jambi, Bengkulu, Tanjungpinang, dan wilayah Kepulauan Riau, Sumatra Barat) permainan begasing (Kalimantan Timur), permainan megangsing (Bali), permainan maggasing (Nusatenggara Barat), permainan apiong (Maluku).
Masyarakat Bolaang Mongondow di daerah Sulawesi Utara, misalnya, mereka mengenal gasing dengan sebutan paki. Masyarakat Bugis di daerah Sulawesi Selatan menyebutnya dengan maggasing atau agasing (Makasar).
Masyarakat Yogyakarta di Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutnya dengan istilah gangsingan, di Jawa Tengah ada yang menyebutnya dengan pathon, dan lain lain.
Permainan ini dapat dimainkan oleh anak-anak, orang dewasa, dan orang tua di pekarangan rumah yang kondisi tanahnya datar dan keras.
Dengan cara memutarkan gasing, yaitu alat permainan dari kayu keras berbentuk bulat lonjong, jantung, piring terbang, silinder, dan bentuk-bentuk lainnya yang merupakan ciri khas daerah masing-masing dengan bantuan seutas tali.
Permainan ini dapat dimainkan secara perorangan atau beregu dengan jumlah bervariasi, di mana masing-masing daerah berbeda. Demikian pula dengan jenis, bentuk dan ukuran gasing, jenis bahan baku gasing dan aturan permainan gasing di masing-masing daerah berbeda.
SECARA umum dapat digambarkan bahwa gasing merupakan salah satu alat permainan yang dibuat dari kayu keras dengan bentuk badan bulat, bulat lonjong, jantung, piring terbang (pipih), kerucut, silinder dan bentuk-bentuk lainnya yang merupakan ciri khas kedaerahan dengan ukuran bervariasi, terdiri dari bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki/paksi.
Bagian-bagian gasing tersebut, di setiap daerah Indonesia bervariasi. Ada gasing yang memiliki kepala dan leher, seperti gasing yang dijumpai di Ambon (apiong). Sementara gasing Jakarta dan Jawa Barat tidak memiliki leher, melainkan hanya kepala.
Demikian pula pada gasing Jakarta dan Jawa Barat, tampak secara jelas paksi (taji) yang dibuat dari paku atau logam, sementara pada gasing Natuna (propinsi kepulauan Riau), paksinya tidak tampak.
Pada umumnya gasing dimainkan dengan cara dan urutan sebagai berikut :
Secara umum gasing yang tersebar di wilayah Indonesia, berdasarkan jenisnya dapat dikelompokkan ke dalam gasing adu suara, gasing adu putar, dan gasing adu pukul/adu kekuatan (gasing uri/penahan dan gasing pangkak/pemukul).
Di wilayah Jakarta, dikenal jenis gasing adu suara yaitu gangsing, dan gasing adu pukul/kekuatan yang disebut panggal.
Keragaman jenis gasing dapat dijumpai pula di wilayah Jawa Barat, meliputi gasing kelangenan (gasing adu suara) dan gasing adu (gasing kolo dan gasing gandek). Sementara di wilayah Tanjungpinang dan sekitarnya (Provinsi Kepulauan Riau), dikenal gasing penendin, penahan, dan pemangkak.
Khusus di museum gasing yang terletak di Kecamatan Pulau Belakang Padang, Batam, hanya dikenal gasing jenis ori (penahan) dan gasing pemangkak atau pengacau.
Di wilayah Riau Daratan, dikenal jenis gasing jantung yang khusus diadu dalam pertandingan dan gasing beralik yang hanya dimainkan untuk hiburan atau hanya dipusingkan (diputar) saja. Di Bali dikenal gasing adu kekuatan, terdiri dari gasing penahan (belek) dan gasing pemukul (gasing gebug).
Peralatan pendukung untuk memutar gasing adalah tali yang panjang diameter dan bahan bakunya bervariasi pada setiap wilayah Indonesia, tergantung pada sumber daya alam yang tersedia di lingkungannya.
Di Tanjung Pinang dan wilayah sekitarnya pada umunya tali yang digunakan untuk memutarkan gasing dibuat dari kulit batang pohon sukak atau kulit pohon turih pandan yang dipintal dengan panjang 3 meter untuk gasing penendin dan gasing penahan.
Sementara untuk gasing pemangkak, digunakan tali sepanjang 1,5 meter. Di Kalianda, Lampung Selatan, digunakan tali dari kulit batang pohon kerbang (sejenis pohon yang daunnya seperti daun pohon sukun) yang dipintal sepanjang 1,5 meter untuk memutar gasing dalam pertandingan.
Di Jawa Barat, tali yang digunakan untuk memutar gasing pada umumnya dibuat dari bahan kain yang dipintal sepanjang 1 meter.
Arena untuk permainan gasing pada umumnya berupa tanah datar dan keras tidak berdebu dan tidak berumput dengan ukuran arena di setiap daerah di wilayah Indonesia bervariasi.
Di Jakarta, arena gasing berbentuk lingkaran berdiameter 0,5 - 1 meter. Sementara di Tanjungpinang, arena gasing berbentuk persegi empat berukuran 10 x 10 meter dengan bagian atas arena diberi pasir halus.
Sementara di desa Munduk, kecamatan Banjar (Bali), arena gasing berbentuk persegi berukuran lebih besar dari arena gasing di wilayah Tanjung Pinang dengan kondisi tanah agak kental.
Arena tersebut dibagi dalam 4 kuadran yang berukuran sama, digunakan oleh masing-masing pemain melepaskan gasing (pemasang atau pemelek) dan memukul gasing (gebuk).
PERMAINAN ini membutuhkan keuletan dan kerja keras. Tanpa latihan dan kerja keras, mustahil orang bisa memutar gasing.
Keadaan fisik yang sehatpun sangat dibutuhkan bagi seorang pemain gasing. Fisik yang kurang fit dan keadaan fisik yang loyo akan membuat orang tidak bisa mengikat gasing dengan benar dan tidak mungkin bisa melempar gasing dengan baik.
Kunci dari memainkan gasing ini adalah badan yang sehat, jadi bisa mengikat tali dengan benar dan melempar dengan kekuatan yang prima.
Menguasai teknik mengikat tali dan memutar gasing pun menjadi penting. Untuk mengikat tali gasing dan melemparkannya pun memerlukan teknik yang benar. Latihan harus dilakukan setiap saat. Bersosialisasi dan sifat sportif sangat dibutuhkan dalam permainan ini.
Filosofi Gasing dapat diterjemahkan sebagai berikut :
Kenapa gasing bisa berputar lama? Tentu, karena memiliki keseimbangan. Jika manusia hidupnya seimbang, antara jasmani dan rohani, niscaya hidupnya juga akan panjang.
Di daerah di luar pulau Jawa, gasing sangatlah popular. Tak hanya anak-anak, orang tua pun turut bermain gasing. Dan setiap waktu tertentu gasing dipopulerkan dengan mengadakan lomba adu gasing.
Daerah daerah yang masih mengadakan lomba adu gasing antara lain di Bali, Lombok, Tanjung Pinang, Bangka Belitung, dan Kalimantan.
BENTUK kepedulian negara terhadap gasing adalah dengan didaftarkannya beberapa gasing dari daerah tertentu sebagai Warisan Budaya Tak Benda di Unicef.
Beberapa tahun silam, setiap tahunnya pemerintah menyelenggarakan Festival Gasing Indonesia, lewat Direktorat Tradisi, namun kini sudah tak pernah ada lagi yang namanya Festival Gasing Indonesia.
Selain itu, pemerintah dalam hal ini Dirjen Kebudayaan telah menerbitkan buku Gasing Indonesia, Keseimbangan dalam Keberagaman, yang disusun oleh Endi Aras dan diterbitkan langsung oleh Direktorat Internalisasi dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Endi mengaku mulai tertarik pada gasing pada saat untuk pertama kali diselenggarakan Festival Gasing Indonesia yang diselenggarakan oleh Direktorat Tradisi, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada waktu itu, 26 – 29 Agustus 2005 di Ragunan.
Di situlah Endi mengenal gasing yang sangat beragam. Hatinya tersentak, karena begitu banyak gasing dari seluruh wilayah Indonesia bisa dia lihat.
Dalam hati ketika mulai mendata gasing yang akan dipamerkan, “Wah, ini harus ada yang ngurusi. Kalau nggak ada bisa bubar nanti!” kata Endi dalam hati.
Sejak itulah sedikit demi sedikit Endi mengumpulkan dan mengoleksi gasing seluruh Nusantara. Sangat beragam, dan masing-masing punya karakter.
Endi pun mulai keranjingan gasing. Pergi ke mana saja, pasti yang dicari adalah gasing. Meski banyak orang yang sudah tak tahu apa itu gasing, tetap saja Endi bertanya kepada siapapun sampai mendapatkan jawabannya.
Selain mengumpulkan gasing, Endi mengoleksinya untuk kemudian disosialisasikan ke masyarakat agar masyarakat tahu. Supaya anak-anak mengerti bahwa ada permainan yang namanya gasing. Juga supaya orang tua bisa bernostalgia, bermain gasing.
Sehingga para orang tua juga dapat mengenalkan permainan gasing kepada anak-anaknya. Yang jelas mengoleksi gasing adalah agar dapat mengenalkan kepada anak-anak Indonesia.
Meskipun berat, tapi harus dilakukan, supaya permainan tradisional (gasing) tidak punah dan hilang, karena kalau permainan itu punah atau hilang, tidak hanya permainannya yang punah atau hilang, tetapi juga nilai nilai yang terkandung di dalamnya. Seperti nilai kejujuan, sportivitas dan taat pada aturan yang berlaku.
Hingga saat ini koleksi gasing di Gudang Dolanan sudah ada 600 buah dari seluruh Indonesia. Jika dihitung dari wilayah provinsi, Gudang Dolanan sudah lengkap memiliki gasing dari 34 provinsi.
"Tapi jika dirunut tiap kabubaten atau kota, gasing saya belum apa-apanya. Karena hampir tiap kota/kabupaten memiliki kekhasan gasing, seperti bentuk dan bahannya," tutup Endi.