Jumlah penduduk Jawa Barat yang mencapai 48,86 juta pada 2018, dengan 31,7 juta pemilih, sangat potensial untuk mendulang suara bagi pasangan Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandiaga di tanah Jawa. Seperti apa peta kekuatan politik masing-masing pasangan calon ini?
JAWA Barat merupakan salah satu wilayah di Jawa yang menjadi ajang perebutan suara calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Jumlah penduduk Jabar yang mencapai 48,86 juta pada 2018 dengan 31,7 juta pemilih, tentu sangat potensial untuk mendulang suara pasangan bagi pasangan calon capres di tanah Jawa. Apalagi, Jawa Barat disebut bisa menentukan kemenangan pasangan capres-cawapres di Pulau Jawa.
Pada Pemilu 2014, Prabowo yang waktu itu berpasangan dengan Hatta Rajasa, di Jawa Barat unggul dengan perolehan 14.167.381 suara atau 59,78 persen. Sementara Jokowi-JK meraih 9.530.315 suara atau 40,22 persen suara. Saat itu, Jokowi hanya unggul di 4 kabupaten dari 27 kabupaten atau kota di Jawa Barat.
Berdasarkan survei Litbang Kompas pada akhir Ferbruari hingga awal Maret 2019, elektabilitas Prabowo-Sandi di Jawa Barat sebanyak 47,7 persen, lebih unggul daripada Jokowi-Ma'ruf Amin yang didukung 42,2 persen responden.
Apakah suara Prabowo yang kali ini disandingkan dengan Sandiaga Uno akan naik, stabil, ataukah malah menurun? Apakah elektabilitas pasangan Jokowi-Ma’ruf mampu menyalip Prabowo-Sandiaga di Jawa Barat?
YAKIN MENANG
BADAN Pemenangan Daerah (BPD) Prabowo-Sandiaga Jawa Barat mengklaim, saat ini posisi pasangan Prabowo-Sandiaga sudah unggul dari Jokowi-Ma’ruf Amin.
“Untuk calon presiden trennya naik. Terakhir kita survei selisihnya sudah 13 persen di Jawa Barat,” kata Haru Suandharu, Sekretaris BPD Prabowo-Sandiaga Jawa Barat.
Kubu Prabowo-Sandiaga optimistis Jawa Barat masih menjadi lumbung kemenangan untuk pasangan calon nomor urut 02. Apalagi jika merujuk pada pengalaman Pilpres 2014, Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa menang di Jawa Barat.
Fakta itu membuat kubu Prabowo menargetkan perolehan suara 70 persen. Indikasi kemenangan Prabowo-Sandiaga di Jawa Barat, kata Haru, terlihat jelas dari setiap kampanye rapat umum yang selalu dipadati oleh para pendukungnya.
“Setiap kampanye rapat umum Prabowo-Sandi yang hadir selalu antusias dan kita tidak pernah kesulitan mencari massa yang hadir. Tidak ada yang dibayar dan tidak ada penggalangan dari luar kota,” tutur Haru.
“Setiap kampanye rapat umum Prabowo-Sandi yang hadir selalu antusias dan kita tidak pernah kesulitan mencari massa yang hadir. Tidak ada yang dibayar dan tidak ada penggalangan dari luar kota.”
~Haru Suandharu, Sekretaris BPD Prabowo-Sandiaga Jawa Barat~
Indikasi lainnya adalah jumlah massa yang turut hadir saat kampanye akbar Prabowo-Sandiaga di stadion Gelora Bung Karno (GBK) pada Sabtu (6/4/2019).
Jawa Barat dianggap menyumbang banyak pendukung yang hadir ke lokasi tersebut. Itu pun masih sebagian saja, yakni dari sejumlah daerah di sekitar DKI Jakarta.
Keyakinan bahwa Prabowo-Sandiaga menang di Jawa Barat juga berdasarkan pada pengalaman Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2018.
Suara pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang diusung Gerindra, PKS dan PAN berada di posisi kedua dengan perolehan suara 28 persen.
Diketahui, ketiga partai tersebut kini berada di pihak Prabowo-Sandiaga. Dengan demikian, suara 28 persen tersebut diyakini akan menambah elektabilitas Prabowo-Sandiaga.
“Pilgub Jawa Barat jelas menjadi modal dan kami juga percaya modal Pak Prabowo di Pilpres 2014 bagi kami sangat diperhitungkan. Kami yakin dengan modal itu Prabowo-Sandi di Jawa Barat akan menang telak,” kata Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman.
Bahkan, PKS mengklaim bahwa kemenangan Prabowo-Sandiaga di Jawa Barat tidak dapat terelakkan. Menurut Sohibul, Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan Capres-Capwapres nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf Amin pun telah mengakui keunggulan Prabowo-Sandi di Jawa Barat.
BAGI kubu Jokowi-Ma’ruf Amin, perolehan suara Prabowo pada Pilpres 2014 di Jawa Barat bisa berbalik pada pemilu kali ini. Pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin diyakini akan mengungguli pasangan Prabowo-Sandiaga.
Bahkan, kubu Jokowi-Ma’ruf Amin menargetkan perolehan suara 60 persen di Jabar. Target tersebut juga pernah disampaikan Ma’ruf Amin saat berkampanye di Jawa Barat.
“Target kami 60 persen untuk Jokowi-Ma’ruf Amin di Jawa Barat cukup realistis,” kata ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma'ruf Jabar, Dedi Mulyadi.
Memang, di Jawa Barat, mayoritas warga yang bersuara di depan publik menunjukkan preferensi pada Prabowo-Sandiaga. Namun, suara-suara yang muncul itu dinilai tidak lebih besar dibanding mereka yang diam.
“Yang diam lebih banyak daripada yang berteriak,” kata Dedi.
Dia mengklaim, beberapa daerah yang dulunya basis pendukung Prabowo Subianto di ajang Pilpres 2014 kini berbalik mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
“Ada perubahan-perubahan di daerah yang dulu (basis pendukung Prabowo) kayak Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang dan Karawang sudah mulai berubah (mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin),” kata ketua DPD Golkar Jawa Barat ini.
“Ada perubahan-perubahan di daerah yang dulu (basis pendukung Prabowo) sudah mulai berubah (mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin).”
~Dedi Mulyadi, Ketua DPD Golkar Jawa Barat~
Kendati demikian, Dedi mengakui timnya masih sulit untuk menembus daerah-daerah di Jawa Barat yang menjadi basis pendukung Prabowo Subianto, yakni di sekitar perbatasan dengan DKI Jakarta dan Priangan Timur.
“Yang jadi tantangan berat kita ini kan perbatasan DKI dan di sana, Jawa Barat selatan, dan Tasik. Tapi di wilayah lain sudah relatif lebih baik,” ujar Dedi.
Dedi mengklaim pogram-program yang ditawarkan Jokowi, terutama "kartu sakti"—KIP kuliah, kartu pra kerja, dan kartu sembako murah—bisa menjadi daya tarik bagi warga Jabar.
Selain itu, pembangunan infrastruktur yang dilakukan Jokowi di Jabar terbilang memuaskan bagi masyarakat. Kalaupun ada kekurangan, kata Dedi, toh bisa dilanjutkan pada periode selanjutnya.
Daya tarik lain pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin adalah dengan kehadiran sosok Ma’ruf Amin. Mantan Ketua Umum MUI ini, selain untuk membendung narasi-narasi anti-Islam yang kerap dialamatkan pada Jokowi, juga bisa mendulang suara dari kaum nahdiyin (Nahdlatul Ulama/NU). Diketahui, jumlah warga NU di Jawa Barat itu terbilang besar.
Bahkan, sejumlah pimpinan pondok pesantren NU di Jawa Barat menyatakan mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin. Seperti, Pesantren Bunten di Cirebon, juga sejumlah pesantren di Bogor Raya dan Pesantren Cipasung Tasikmalaya.
Ma’ruf Amin disebut pula sebagai pituin (asli orang) Sunda yang menjadi mayoritas suku di Jawa Barat. Karakter warga Jabar yang cenderung masih primordialisme dinilai sangat menerima Ma’ruf Amin.
Sosok Ridwan Kamil juga dinilai ikut mendongkrak elektabilitas Jokowi-Ma’ruf Amin. Ridwan Kamil yang berpasangan dengan Uu Ruzhanul Ulum menang pada Pilgub Jabar 2018 dengan 7.226.254 suara atau 32,88 persen.
Pasangan ini diusung oleh partai yang kini mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin, seperti PDI-P dan Nasdem. Perolehan suara Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum ini menjadi modal tambahan bagi kemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin.
PADA akhirnya, peluang kemenangan kedua pasangan calon pada Pilpres 2019 di Jawa Barat akan tergantung pada swing voters dan undecided voters. Jumlahnya besar, berkisar antara 19 persen hingga 20 persen.
Pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, menilai, pasangan yang mampu menarik suara para swing voters dan undecided voters ini bakal memenangkan suara warga Jawa Barat.
Pasalnya, jika melihat referensi, baik pasangan Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandiaga memiliki kekuatan suara yang tidak jauh berbeda.
“Ada dua referensi. Pertama, berbagai survei yang dilakukan lembaga mainstream seperti LSI, Kompas, LIPI, memperlihatkan Jokowi-Ma’ruf Amin unggul,” ujar Asep.
Kedua, lanjut dia, gerakan di media sosial dan kampanye terbuka yang dilakukan Prabowo-Sandi menghadirkan massa yang secara kuantitatif luar biasa besar.
“Kebanyakan pemilih yang belum memutuskan atau masih labil itu kalangan milenial karena belum dapat banyak informasi. Mereka ini yang menentukan keunggulan,” ucap Asep.
Analis politik dan Direktur IndoStrategi, Arif Nurul Imam, menambahkan, melihat karakteristik Jawa Barat sebagai lumbung suara pasangan Prabowo-Sandiaga, dengan waktu yang tersisa, yang bisa dilakukan Prabowo adalah minimal bisa mempertahankan perolehan suara dengan menyasar pemilih yang belum menentukan pilihan.
Sementara itu, Jokowi harus mampu merebut hati masyarakat Jawa Barat yang dikenal religius.
SELAIN berebut suara para pemilih yang belum menentukan pilihan, pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, berpendapat bahwa perang strategi di menit-menit terakhir bisa menentukan.
Berdasarkan karakteristik pemilih Jabar, lanjut dia, kemungkinan para pemilih condong ke Prabowo. Namun, menurut Asep, Jokowi masih punya peluang untuk mengejarnya.
Misalnya, perbandingan suara Jokowi-Prabowo 40-60 persen, maka tim Jokowi harus mengerahkan segala upaya untuk meraih gap suara tersebut.
Jika tidak, sebaiknya tim Jokowi fokus ke suara di Jateng, Jatim, Papua, Sulawesi Utara, NTT, NTB, dan kantung-kantung suara Jokowi lain, untuk mengimbangi suara Jabar.
Pengamat politik dari Unpad, Firman Manan, menilai, sejumlah strategi yang sudah dimainkan dalam memperebutkan suara di Jabar akan menentukan perolehan suara.
Petahana memiliki keuntungan jika efektif menyuarakan keberhasilan program. Menurut Firman, petahana di mana pun di dunia ini memiliki kekuatan lebih dibanding penantang.
“Kalau diamati, Prabowo-Sandi gunakan strategi politik identitas. Apakah itu berhasil? Akan terlihat setelah pemilu nanti.”
~Firman Manan, pengamat politik dari Unpad~
Selain itu, warga Jawa Barat dikenal sebagai masyarakat religius. Oleh karena itu, mereka bisa disentuh melalui politik identitas dalam keagamaan.
Para pasangan calon yang efektif dalam strategi kampanye ini memiliki peluang besar untuk menang di Jabar.
“Kalau diamati, Prabowo-Sandi gunakan strategi politik identitas. Apakah itu berhasil? Akan terlihat setelah pemilu nanti,” kata dia.
Namun, Firman mengingatkan bahwa penggunaan politik identitas yang kebablasan bisa berdampak buruk bagi demokrasi. Secara elektoral itu menguntungkan, tapi bagi demokrasi jadi masalah.
“Nantinya jadi isu-isu manipulatif, hoaks, sehingga harus dicermati,” kata dia.
Analis politik dan Direktur IndoStrategi, Arif Nurul Imam menilai, peluang Prabowo untuk menang di Jabar pada Pilpres 2019 masih besar meski sejumlah tokoh dan pejabat Jawa Barat, seperti Ridwan Kamil, mendukung Jokowi.
Hanya saja, lanjut Arif, kemungkinan perolehan suara kubu Prabowo akan menurun. Tak bisa dimungkiri, dukungan tokoh dan Gubernur Jawa Barat pada Jokowi bisa menambah suara untuk kubu 01 di Jawa Barat.
“Dilihat dari aspek sosiologi Jawa Barat memang merupakan basis hijau sehingga menjadi lumbung Prabowo. Meski demikian, kemenangan Prabowo di Jawa Barat tidak setelak Pilpres 2014. Karena, Jokowi memiliki tambahan dukungan politik, selain sebagai petahana,” kata dia.
Pada menit-menit terakhir, menurut Arief, apa yang bisa dilakukan Prabowo adalah minimal mempertahankan perolehan suaranya dengan menyasar pemilih yang belum menentukan pilihan.
Pendekatannya bisa dengan memperkuat personal branding, mempertajam program kerja, dan melakukan kampanye door to door untuk meyakinkan undecided voters.
Sementara itu, kubu Jokowi bisa memaksimalkan mesin politik berupa mesin parpol dan mesin politik relawan, sekaligus mengkonter stigma Jokowi yang anti-Islam di masyarakat Jawa Barat. Ini jika kubu 01 ingin menaikkan peluang kemenangan di Bumi Parahyangan.