STIGMA sering kali terjadi karena ketidaktahuan yang memunculkan ketakutan. Stigma terhadap HIV/AIDS bukan perkecualian.
Banyak orang merasa tahu soal HIV/AIDS, padahal ketika dicek pengetahuannya itu keliru.
Ada banyak fakta dan mitos soal HIV/AIDS. Infografik berikut ini merangkum di antaranya:
Obat antiretroviral (ARV) yang digunakan dalam terapi antiretroviral (antiretrovira treatment/ART), dapat memperbaiki kehidupan banyak orang yang positif HIV dan membantu mereka hidup lebih lama.
Namun, obat ini memiliki efek samping seperti kehilangan kepadatan tulang, kadar gula darah tinggi, menaikkan kadar asam di darah dan gangguan jantung.
Alphonce Muhizi, kepala klinik HIV/AIDS Avega Clinic di Kigali, Afrika, mengatakan, belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIV dan strain HIV yang resistan terhadap obat membuat pengobatan menjadi lebih sulit.
Pencegahan selalu lebih murah dan lebih mudah, daripada mengelola kondisi dengan HIV seumur hidup.
Ketika bekerja dengan baik, pengobatan HIV dapat menurunkan jumlah virus di dalam darah Anda hingga ke tingkat yang tidak muncul dalam tes darah.
Meski demikian, virus masih dapat "bersembunyi" di area lain di dalam tubuh Anda. Rutin meminum obat menjadi cara menekan risiko penularan HIV sekaligus menjaga daya tahan badan.
Memakai kondom atau menggunakan dental dam dapat melindungi Anda dari kemungkinan penularan strain HIV yang resistan terhadap obat-obatan yang ada sekarang.
HIV bukan konspirasi dari siapa pun untuk membunuh pihak mana pun.
Tingkat infeksi yang lebih tinggi di suatu daerah, kemungkinan disebabkan oleh lebih rendahnya akses ke informasi dan layanan perawatan kesehatan.
Dengan perlakuan dan penanganan yang tepat, anak yang dilahirkan dapat terbebas dari kemungkinan terkena virus HIV/AIDS.
Ibu hamil dengan HIV/AIDS didampingi dan diberi edukasi untuk melahirkan melalui operasi caesar dan tidak memberi air susu ibu (ASI) kepada anaknya.
Penularan HIV/AIDS dapat terjadi melalui proses persalinan normal dan pemberian ASI karena dalam ASI ibu yang positif HIV/AIDS juga terkandung virus.
Sering kali, anak tertular dari ibu hamil positif HIV/AIDS terjadi karena ketidaktahuan orangtua bahwa dirinya adalah orang dengan HIV/AIDS.
Penyakit HIV/AIDS tak menular karena kontak sosial wajar.
Bergandengan tangan, mengajak dia bersalaman, mencium pipi, memandikan anak, menyuapi, dan bermain bersama anak tidak berpotensi menularkan HIV/AIDS.
Potensi penularan muncul melalui kontak seksual, pemakaian bersama jarum suntik tidak steril, dan melalui percampuran langsung cairan tubuh seperti saat transfusi darah atau berhubungan seks tidak aman.
Sebagian besar orang dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah heteroseksual (berhubungan seks dengan lawan jenis) serta para pengguna narkoba jarum suntik.
Penyakit ini menular melalui darah, hubungan seksual, dan dari ibu ke bayi. Penyakit ini bisa mengenai siapa saja; pria, wanita, bayi, dewasa, homoseksual, atau heteroseksual.
Anak-anak dengan HIV/AIDS usia 0-14 tahun, sebagian besar tertular dari orangtuanya, terutama karena para ibu saat hamil tidak tahu dirinya HIV positif.
Itu kenapa, para ibu hamil sangat disarankan menjalani pemeriksaan HIV, selain hepatitis dan sejumlah pemeriksaan wajib lain, untuk menekan sekecil mungkin melahirkan bayi dengan HIV.