PULUHAN wanita Indonesia menjadi korban penipuan melalui aplikasi kencan.
Tanpa pernah bertatap muka, para wanita mapan serta berpendidikan itu teperdaya. Tidak hanya merugi perasaan, mereka juga kehilangan miliaran rupiah apabila ditotal.
Sekilas, kisah para korban mirip dengan film dokumenter Netflix yang booming pada Februari 2023, The Tinder Swindler.
Tim Kompas.com menemui beberapa korban, pertengahan Juli 2023, di salah satu kedai kopi, Jakarta Barat.
Berikut ini kisah mereka:
DH (41) pertama kali berinteraksi dengan pelaku, Maret 2023, di dating apps bernama CMB (Coffee Meets Bagel).
DH membayar Rp 300.000 per bulan untuk menjadi anggota premium di aplikasi itu.
"Dia (pelaku) mengaku bernama Andrew, WNA keturunan Chinese-Malaysian, pekerjaannya auditor di salah satu kota besar di Malaysia," ujar DH.
Awalnya, percakapan hanya dilakukan di aplikasi. Topik percakapan menggunakan bahasa Inggris itu juga baru sebatas mengenal latar belakang satu sama lain.
Semakin lama, DH merasa klik dengan Andrew. Sebab, DH memiliki kesamaan latar belakang dengan Andrew.
"Aku ngetes dia. Aku tanya soal pajak di Malaysia, kalau lapor pajak ke mana, dan sebagainya, ternyata jawaban dia betul semua. Jadi, aku percaya bahwa background dia auditor," ujar DH.
Baca juga: Kisah Pengusaha Perhiasan Nyaris Terjerat “Tinder Swindler Indonesia” saat Cari Pasangan Hidup...
Oleh sebab itu, DH rela memberikan nomor ponsel pribadinya. Percakapan berpindah ke WhatsApp, sekitar tiga hari kemudian.
Andrew memiliki perangai romantis. Setiap hari, pelaku menyapa DH dengan kata "baby" dan "honey".
DH dibombardir perhatian yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya. DH juga dijanjikan untuk dinikahi suatu saat nanti.
"Dia bilang, ‘Saya akan tinggalin semuanya di Malaysia karena tidak punya siapa-siapa. Saya akan tinggal di Jakarta bersama kamu’. Lalu, dia bilang mau beli hunian di apartemen untuk kami hidup nantinya," ujar DH.
Saat kepercayaan sudah terbangun, pelaku menawari DH mengikuti bisnis jual beli daring di sebuah website. Pelaku menyebut, situs itu adalah e-commerce besar di China.
DH pertama-tama diminta membuat akun di website itu. DH lalu menjadi dropshipper di sana.
Jadi, DH diminta membeli barang di dalam website itu, contohnya meja, kursi, lampu hias, dan sebagainya.
Pembelian dilakukan menggunakan aplikasi penyedia transaksi menggunakan dollar.
"Saya top up (isi saldo ke aplikasi) sesuai dengan barang-barang yang saya pilih. Pelaku bilangnya, setiap barang kita yang laku terjual, kita dapat untung sepuluh persen. Dia juga mengaku sudah untung besar dari bisnis ini," ujar DH.
Baca juga: Wanita Korban “Tinder Swindler” Versi Indonesia Kebanyakan “Single Mom”, Kaya, dan Sedang Cari Jodoh
DH sempat menolak ajakan itu. Akan tetapi, pelaku memberikan pemahaman bahwa bisnis itu sangat penting sebagai pondasi finansial ketika mereka sudah berumah tangga nantinya.
"Dia mengiming-imingi enggak mau rumah tangga kami nantinya kenapa-kenapa. Makanya, butuh bisnis biar kami dan anak-anak kami enggak kesusahan. Wah, pokoknya manipulatif banget deh, sehingga saya akhirnya ikuti dia dan top up," ujar DH.
Total uang yang ditransfer ke aplikasi itu mencapai Rp 20 juta dalam kurs dolar AS.
Korban lainnya bernama CA (39) mengaku, menerima modus yang sama dari pelaku.
Hanya saja, total uang yang ia transfer tidak main-main, yakni sekitar Rp 900 juta dalam kurs dolar AS.
CA menyebut, pelaku sangat lihai memainkan psikologi korban yang diposisikan sebagai pedagang daring.
Melalui website fiktifnya, pelaku seolah tidak memberikan kesempatan bagi korban sebagai pemilik toko untuk menarik keuntungan.
Sebab, pesanan selalu datang sehingga pemilik toko merasa tokonya ramai pembeli.
"Padahal, ternyata pesanan-pesanan itu dibikin si pelaku sendiri. Kami dipaksa seolah-olah tokonya ramai sehingga mindset sebagai pedagang, ya tambah modal terus, bukan menarik keuntungan. Eh, ternyata, buntung," ujar CA yang berprofesi sebagai dokter ini.
Baca juga: Cerita Guru Korban “Tinder Swindler Indonesia”, Cari Jodoh Berujung Tertipu Rp 354 Juta
Terungkapnya tipu muslihat pelaku
Belakangan, DH mencurigai bahwa ada yang tidak beres dalam bisnis ini.
Sebab, ia seolah dipaksa top up terus-menerus. Selain itu, ia tidak bisa mengambil keuntungan dari hasil penjualan selama ini.
"Aku juga dapat surat, katanya tokoku di-freeze karena enggak melayani order. Aku diminta menebus 10.000 dolar AS untuk memulihkan toko. Ya masalahnya kalau order datang, saya harus top up lagi, saya enggak mau," ujar DH.
Ia kemudian iseng-iseng mengontak salah satu tetangganya yang merupakan pekerja IT.
Dari sang kawan, DH syok mengetahui bahwa laman jual beli daring itu ternyata fiktif dan baru dibuat beberapa bulan lalu.
Artinya, website beserta aktivitas dagang di dalamnya diduga kuat merupakan modus operandi pelaku mendapatkan keuntungan.
DH sempat putus asa dengan keadaan itu. Namun, ia memilih untuk ikhlas. Ia tidak bersikap marah-marah ke Andrew.
Baca juga: Korban “Tinder Swindler Indonesia” Capai 27 Orang, Kerugian Lebih dari Rp 3 Miliar
Melalui WhatsApp, DH mendoakan Andrew yang kemungkinan besar adalah nama palsu agar tak menipu orang lagi.
"Aku juga bilang, ada karma di setiap perbuatan. Kami mengakhiri komunikasi secara baik-baik," lanjut DH.
Korban lain berinisial TY, yang juga sudah menyadari tipu muslihat pelaku usai merugi sekitar Rp 300 juta, langsung berinisiatif mencari dan mengumpulkan korban-korban lainnya.
TY merasa harus mencari cara untuk memperingati korban lain sekaligus menghentikan kejahatan pelaku.
"Tiba-tiba saya ingat omongannya dia, kalau buka toko itu harus masukin atau daftar pakai nomor telepon," ujar TY.
Akhirnya, TY memutuskan untuk membuka profil akun di toko fiktif buatan pelaku itu satu per satu. Wanita yang berprofesi sebagai guru itu mengecek, menyimpan, dan menghubungi semua nomor kontak yang tertera pada akun itu.
"Ternyata benar, merchant di sana korban semua. Saya juga yakin orang yang ada di situ itu orang yang kontak sama dia (pelaku). Enggak mungkin enggak," tutur TY.
Pasalnya, kata TY, tidak mungkin para pemilik akun mau membuka toko online pada situs fiktif itu tanpa jerat pelaku.
Baca juga: Cerita Wanita yang Mempersatukan Korban “Tinder Swindler Indonesia” Sebelum Putuskan Lapor Polisi
TY menghitung, wanita yang menjadi korban kasus penipuan “Tinder Swindler” versi Indonesia berjumlah 27 orang. Ia pun yakin masih banyak korban yang belum terjangkau.
"(Korban) dari Jakarta lumayan banyak. Tetapi dari luar kota juga ada, misalnya dari Balikpapan dan Jawa Timur," ucap TY.
Berkat upaya TY, para korban kini sudah berjejaring. Bila ditotal, kerugian para korban yang berjumlah 27 orang bisa mencapai lebih dari Rp 3 miliar.
Korban penipuan kebanyakan memiliki latar belakang yang sama, yakni single mom, mapan secara finansial, serta hendak mencari pasangan hidup.
"Kebanyakan dari kami statusnya bercerai dan memiliki permasalahan hidup sehingga butuh seseorang untuk bercerita. Makanya mudah sekali terjerat sama pelaku seperti itu," ujar TY.
Oleh sebab itu, kasus penipuan ini cukup memberatkan mental dan pikiran beberapa korban.
Karena, mereka sebenarnya hanya ingin membangun kehidupan rumah tangga yang baru usai mengalami kegagalan.
"Ada yang bilang, mau bunuh diri segala. Kan kasihan banget ya," ujar TY.
Baca juga: Para Korban "Tinder Swindler" Indonesia Temukan Sendiri Indikasi kalau Pelaku Berjejaring
Profesi para korban juga tidak main-main. Ada yang berprofesi sebagai auditor keuangan, manajer perusahaan swasta, guru di sekolah internasional, bankir, pengusaha, hingga dokter.
Maka tak heran bila pelaku bisa meraup untuk yang tidak sedikit dari para korbannya. Ada yang puluhan juta, bahkan ada yang tertipu nyaris Rp 1 miliar.
"Jadi memang kami di sini itu bukan wanita bodoh. Kami sebenarnya wanita pintar," ucap TY.
Hanya saja, pelaku dengan cerdik memanfaatkan kondisi psikologis para korban yang membutuhkan kasih sayang dan sedang bermasalah dengan pasangan.
"Setelah kami cocokkan, (para korban) punya profilnya sama. Entah baru bercerai, sudah janda, atau sedang depresi," ungkap TY lagi.
Menurut TY, para korban teperdaya dengan pelaku yang mencitrakan diri sebagai sosok pria tampan, memiliki pekerjaan bonafid, kaya raya, memprioritaskan keluarga, tetapi kesepian.
"Di mata wanita-wanita seperti kami, image pelaku itu sempurna. Family man banget, suka sama anak kecil, mau bersih-bersih kayak menyapu mengepel, suka masak. Pokoknya perfect banget,” ujar TY.
"Itulah yang mungkin bikin para korban ini langsung klepek-klepek," lanjut dia.
Selama menjalin komunikasi dengan pelaku, para korban sebenarnya sudah menaruh rasa curiga atas sejumlah kejanggalan.
Misalnya, pelaku tidak pernah mau diajak berkomunikasi lewat panggilan video.
Korban berinisial LN sempat mempertanyakan mengapa pria yang rutin berkomunikasi dengannya itu tak kunjung mau diajak video call.
Baca juga: Saat Para Korban "Tinder Swindler" Indonesia Berjejaring demi Hentikan Kejahatan Serupa...
Namun, pelaku memanipulasi LN. Pelaku mengatakan, LN belum saatnya mengetahui latar belakangnya karena hal itu akan menjadi kejutan saat pertemuan mereka nanti.
Sebelumnya, pelaku memang kerap menjanjikan mengajak LN untuk menikah di Malaysia dan tinggal di rumahnya.
"Dia bilang, rumahnya, keluarganya, itu semuanya surprise. Saya enggak boleh tahu dulu karena itu akan jadi kejutan. Dia bilang rumahnya besar, bla bla bla," ujar LN.
LN juga menemukan kejanggalan lain saat mengecek alamat rumah yang diakui pelaku lewat temannya yang tinggal di Malaysia.
"Pelaku kan ngaku ke saya tinggal di Kuala Lumpur. Ada alamatnya. Kebetulan saya punya teman di Malaysia dan dia bilang alamat rumah pelaku ini rancu. Makanya saya diperingatkan untuk hati-hati," ujar LN.
"Tapi, ya itulah bodohnya saya. Saya enggak terlalu anggap serius saran teman saya ini. Makanya, saya tetap lanjut berkomunikasi dengan si pelaku," lanjut dia.
LN mengaku, sudah terlanjur luluh dengan kata-kata dan perhatian manis pelaku. Misalnya, pelaku memberikan perhatian ketika LN sakit.
Bahkan, dia sampai menyarankan spesifik kepada LN untuk mengonsumsi obat tertentu agar cepat sembuh.
LN menilai, pelaku memiliki pengetahuan luas. Hal ini membuatnya sempat yakin bahwa sosok pelaku benar-benar nyata.
Baca juga: Penipu “Tinder Swindler Indonesia” Diduga Jaringan Besar
Para korban kini sudah melaporkan kasus penipuan ini ke Polda Metro Jaya pada 19 Juli lalu. Laporan teregister dengan nomor LP/B/4163/VII/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Dengan laporan itu, korban berinisial NA berharap pelaku bisa segera ditangkap dan uangnya bisa Kembali.
Namun, bagi NA yang merugi 24.500 dolar AS, peristiwa yang dialaminya ini jauh lebih penting untuk diketahui oleh masyarakat Indonesia, terutama para wanita yang hendak membangun hubungan melalui dating apps.
"Kalau uang mungkin susah kembali ya. Meski saya ada keinginan agar pelaku ditangkap. Tapi yang lebih penting, jangan ada lagi wanita Indonesia yang jadi korban," ujar NA.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak memastikan pihaknya tengah memproses laporan yang sudah disampaikan korban.
"Kami pasti akan optimalkan penyelidikan (mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana)," ujar Ade.
Menurut Ade Safri, pelaku saat ini terindikasi berada di luar negeri. Namun, dia belum membeberkan lebih jelas apakah pelaku berstatus warga negara asing atau warga Indonesia.
Meski baru dua korban yang melapor, polisi menduga jumlah korban lebih banyak.
Ade berujar, saat ini polisi mendalami kasus itu secara intensif.
"Masih kami dalami. Kemungkinan masih ada korban lainnya terkait dengan hal ini. Upaya penyelidikan masih dilakukan secara optimal," ujar Ade.
Baca juga: Polda Metro Terima 2 Laporan Terkait Kasus Penipuan "Tinder Swindler Indonesia"
Sementara itu, para korban menduga kuat pelaku berjumlah lebih dari satu orang. Bahkan, diduga pula merupakan sebuah jaringan.
TY mengatakan, para korban yang telah saling berjejaring pernah mencocokkan suara pelaku penipu mereka satu sama lain berdasarkan kiriman voice note.
Hasilnya, ada yang suara yang sama persis, ada pula yang tidak.
"Hasilnya, seenggaknya ada tiga suara yang berbeda," ujar TY.
"Jadi misalnya korban A, B, dan C itu suara pelakunya sama. Lalu, korban, D, E, dan F suara pelakunya beda lagi,” lanjut dia.
Namun demikian, modus para pelaku dalam melancarkan penipuannya cenderung sama. Para korban juga menduga para pelaku merupakan warga negara Malaysia.
Salah seorang korban berinisial ME mengungkapkan, pelaku yang menipunya pernah mengirimkan foto kartu identitas melalui WhatsApp.
"Aku sempat tanya, ‘kamu real atau enggak?’ Terus dikirimin foto KTP dia, KTP Malaysia," ujar ME.
Meski sangat mungkin kartu identitas pelaku yang diberikan itu adalah palsu, tetapi ME tetap meyakini bahwa penipunya yang mengaku bernama Alvin merupakan warga Negeri Jiran itu.
Hal tersebut dapat ditebak berdasarkan logat percakapan saat pelaku mengirim voice note dan telepon.
"Karena logat pelaku itu Malaysia banget. Dia sempat bilang, ‘Aku bisa bahasa Indonesia sikit-sikit lah’, dan beberapa kata lain yang logatnya itu Melayu," ujar ME.
Baca juga: Polisi Telusuri Lokasi Komplotan Penipu Bermodus Cinta "Tinder Swindler" Versi Indonesia
Korban DH mengungkapkan hal senada. Sejak berkenalan pada bulan Maret 2023, penipunya yang mengaku bernama Kenneth mengaku berkewarganegaraan Malaysia dan berdomisili di Penang.
DH sering berkomunikasi dengan Kenneth melalui sambungan telepon. Dari logat percakapan Kenneth, DH meyakini pelaku merupakan keturunan Chinese-Melayu.
Kriminolog sekaligus pakar psikologi Reza Indragiri Amriel menilai, pelaku penipuan melalui aplikasi kencan ini menyelidiki terlebih dahulu latar belakang calon korbannya.
Menurut dia, para pelaku sengaja menargetkan korban yang serius mencari pasangan hidup karena usia yang tak lagi muda.
"Jangan-jangan pelaku sudah melakukan victim profilling," ujar Reza.
"Jadi, yang dia targetkan adalah perempuan yang secara umum dianggap punya 'kelemahan'. Misal, usia sudah telat menikah," terang dia.
Dengan victim profiling ini, maka pelaku juga bisa mencitrakan diri sesuai dengan profil para korbannya.
Kepada salah seorang korban berinisial TY pelaku mengaku bernama Jamien, seorang pria yang memiliki paras oriental tampan serta bertubuh atletis.
Baca juga: Saat Korban "Tinder Swindler" Indonesia Tak Sadar Diperas Ratusan Juta karena Telanjur Percaya...
Selain itu, pelaku membangun persepsi bahwa dirinya adalah seorang yang tidak masalah apabila harus mengurus rumah dan suka sekali dengan anak kecil.
Pelaku juga membangun citra bahwa dirinya merupakan seorang yang sudah melewati masa sulit dan berjuang hingga mapan secara finansial.
Begitu pula kepada korban berinisial DH. Pelaku mengaku bernama Kenneth.
Kenneth mencitrakan dirinya sebagai seorang duda kaya raya tetapi kesepian, sehingga sedang mencari pasangan hidup di dating apps.
Kenneth memiliki perangai romantis. Setiap hari, pelaku menyapa DH dengan kata ‘baby’ dan ‘honey’.
DH mendapatkan perhatian yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya. DH juga dijanjikan untuk dinikahi.
Sementara itu, pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menduga pelaku "Tinder swindler" Indonesia merupakan sosok yang profesional dan terpelajar.
Pasalnya, para penipu bisa membuat sebuah website fiktif yang tampak profesional untuk menjerat korbannya.
umumnya menyinggung bisnis jual beli daring yang disebutnya sebagai salah satu sumber kekayaannya selama ini untuk menjerat korbannya.
"Tampilannya sangat profesional, bahkan (pelaku) cukup terpelajar. Sehingga korbannya percaya dan mengirimkan uang," ucap Alfons.
Baca juga: Pakar IT Sebut Pelaku Penipuan "The Tinder Swindler" Indonesia Profesional dan Terpelajar
Agar tidak mudah tertipu hal serupa, Alfons berujar, masyarakat harus mengerti cara mengecek domain.
Hal yang perlu dicek meliputi kapan dan oleh siapa website, siapa pemegang sahamnya, dan di mana alamat hosting-nya.
"Semua itu agak teknis dan sulit dimengerti oleh awam. Mungkin konsultasi atau tanya dengan teman yang mengerti IT (teknologi informasi) lebih baik," ucap Alfons.
Pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa ini, menurut Alfons, setiap masyarakat harus berhati-hati apabila ingin menjalin hubungan dengan melalui aplikasi kencan daring.
"Karena di dunia digital identitas orang sulit dikenali dan identifikasi hanya berdasarkan kredensial," ucap Alfons.
Saat ini foto, video, dan gambar sangat mudah dipalsukan. Apalagi dengan adanya kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), penipuan lebih sulit lagi di identifikasi kalau hanya mengandalkan kanal digital.
"Jadi kalau memang mau mengandalkan kanal digital dalam hubungan, ya harus ada kopi darat dulu. Harus ada sikap skeptis karena ini dunia digital sudah pasti menjadi incaran penipu profesional," ucap Alfons.
Catatan redaksi: Apabila Anda merupakan korban penipuan seperti artikel di atas dan ingin berbagi kisah, silakan hubungi tim Megapolitan di sejumlah akun media sosial Kompas.com, yakni Twitter, Instagram, TikTok, atau Telegram.