JEO - Peristiwa

Kode Keras
dari Pemunduran Paksa Indonesia
di All England 2021

Sabtu, 20 Maret 2021 | 15:59 WIB

Ada bau diskriminasi dari paksaan mundur tim Indonesia di All England 2021. Namun, otoritas di dalam negeri pun harus memetik pelajaran dari kode keras sekaligus pelajaran pahit All England 2021 ini.

PENGGEMAR bulu tangkis Indonesia mendapat kejutan tak enak, Kamis (18/3/2021) subuh WIB. Kejutan datang lewat unggahan akun instagram Marcus Gideon.

Rekan duet Kevin Sanjaya itu menyampaikan kabar bahwa ia dan anggota tim Indonesia di ajang All England 2021 dipaksa mundur dari ajang tersebut.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Marcus Fernaldi Gideon (@marcusfernaldig)

Total ada 12 pemain Indonesia yang tampil di All England 2021, terdiri atas dua pemain tunggal putra, tiga ganda putra, satu pasangan ganda putri, dan satu pasang ganda campuran.

Dari jumlah tersebut, ada tujuh pemain yang sudah lolos ke babak 16 besar usai mengalahkan lawan-lawannya di babak 32 besar yang dihelat Rabu (17/3/2021).

Baca Juga: Bertolak ke Inggris, Wakil Indonesia Siap Tempur di All England 2021

Sebelum dipaksa mundur, lima pemain seharusnya bertanding pada lanjutan babak 32 besar yang dihelat Kamis.

Pemberitahuan dari panitia disampaikan pada Rabu malam waktu setempat, atau setelah berakhirnya seluruh rangkaian pertandingan yang dimainkan tim Indonesia pada hari itu.

E-mail dari NHS

Dari 24 anggota tim Indonesia di All England 2021—termasuk pelatih dan ofisial—, ada 20 orang yang menerima e-mail dari otoritas kesehatan Inggris (NHS). Mereka diminta segera melakukan isolasi mandiri.

Perintah dari NHS tersebut berdasarkan temuan bahwa delegasi Indonesia menumpang pesawat yang sama dengan satu orang yang kedapatan terinfeksi Covid-19.

"Anda telah diidentifikasi kontak dengan seseorang yang baru-baru ini dites positif Covid-19. Jadi, Anda harus tinggal di rumah dan mengisolasi diri hingga 23 Maret (2021)," demikian bunyi e-mail dari NHS yang diterima pemain, pelatih, dan ofisial tim Indonesia.

Kedatangan tim bulu tangkis Indonesia di Birmingham, Inggris, Sabtu (13/3/2021) siang. Mereka akan tampil di All England 2021 yang dijadwalkan berlangsung pada 17-21 Maret mendatang.
DOK PBSI
Kedatangan tim bulu tangkis Indonesia di Birmingham, Inggris, Sabtu (13/3/2021) siang. Mereka akan tampil di All England 2021 yang dijadwalkan berlangsung pada 17-21 Maret mendatang.

Tim Indonesia bertolak ke Inggris dengan menumpang pesawat Turkish Airlines dari Jakarta pada Jumat (12/3/2021).

Pesawat sempat transit di Istanbul sebelum melanjutkan perjalanan ke Birmingham dan tiba pada Sabtu (13/3/2021). Satu penumpang pada penerbangan inilah yang kedapatan positif Covid-19.

Peraturan dalam pengendalian Covid-19 di Inggris mengharuskan seluruh orang yang berada di satu pesawat dengan pasien positif penyakit ini untuk melakukan isolasi mandiri penuh selama 10 hari.

Peraturan ini yang menghambat para pemain Indonesia melanjutkan perjuangannya di All England 2021.

Karena permintaan untuk melakukan isolasi mandiri datang langsung dari pemerintah Inggris, Federasi Bulu Tangkis Internasional (BWF) menyatakan tak bisa berbuat banyak.

Namun, yang membuat para pemain dan publik Tanah Air berang, ada satu pemain putri asal Turki yang tetap dijadwalkan bertanding walaupun ia menumpang di pesawat yang sama.

Baca Juga: Dubes RI Ungkap Alasan Wakil Turki Sempat "Lolos" di All England

Belakangan diketahui bahwa pemain tersebut tetap dijadwalkan bertanding karena tidak melaporkan e-mail dari NHS ke panitia turnamen.

Setelah panitia mengetahuinya, pemain bernama Neslihan Yigit itu juga dipaksa mundur.

Sebelum All England dimulai, panitia sempat melakukan tes PCR ulang terhadap seluruh peserta. Hal itu dilakukan setelah ada tujuh ofisial dari tim India, Thailand, dan Denmark yang dinyatakan positif. 

Hasilnya, seluruh peserta All England dinyatakan negatif Covid-19, termasuk tim Indonesia dan para ofisial dari tim India, Thailand, dan Denmark yang sempat disebut positif tadi.

All England pun dimulai sampai akhirnya kejadian yang tak diinginkan publik pecinta bulu tangkis Tanah Air itu terjadi.

Baca juga: Duduk Perkara Dipaksa Mundurnya Indonesia dari All England 2021

Begitu ada perintah isolasi mandiri dan pengunduran dari All England, para pemain, pelatih, dan ofisial Indonesia meminta dilakukan PCR ulang. Namun, permintaan tak direspons.

Ini yang diprotes oleh para pemain dan sejumlah pihak terkait yang ada di Tanah Air.

Ketua Umum PBSI Agung Firman Sampurna menuntut transparansi NHS Inggris terkait identitas penumpang yang dinyatakan positif Covid-19.

"Itu aturan negara setempat, ada yang namanya NHS, itu adalah lembaga independen di Inggris. Kita ingin adalah adanya transparasi sekarang. (Dengan) BWF tidak ada masalah," kata Agung di Gedung BPK RI, Kamis siang.

Berbagai upaya pendekatan yang dilakukan Kedutaan Besar Indonesia untuk Inggris ke BWF dan  NHS tidak membuat tim Indonesia dapat kembali bertanding di All England 2021.

Duta Besar Indonesia untuk Inggris, Desra Percaya, mengatakan Kementerian Luar Negeri RI telah menyampaikan  permintaan agar pemerintah Inggris dan penyelenggara All England 2021 menghentikan turnamen tersebut.

Baca juga: Kemenkes Bantah RI Didepak dari All England akibat Tak Jadi Pakai Vaksin AstraZeneca

Desra menilai BWF tidak cukup kompeten dalam penyelenggaraan All England 2021. Hal itu mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan perlakuan tidak adil terhadap atlet bulu tangkis Indonesia yang mengikuti turnamen tersebut.

"Dapat saya simpulkan bahwa tidak ada kebijakan (Pemerintah dan otoritas Inggris) yang bersifat diskriminatif. Namun, karena kompetensi BWF tidak baik, dalam pelaksanaan kebijakan itu telah terjadi diskriminasi dan unfair treatment," ujar Desra dalam konferensi pers virtual pada Jumat (19/3/2021).

Dalam kesempatan yang sama, Desra pun menyebut sebelumnya meminta All England 2021 dihentikan sementara. Alasannya, delegasi Indonesia sudah berinteraksi dengan delegasi banyak negara di lokasi pertandingan sebelum pemberitahuan NHS diterima.

Penghentian keseluruhan All England 2021 merupakan opsi ekstrem yang disodorkan Desra melalui Kepala Departemen Asia Tenggara Kementerian Luar Negeri Inggris, untuk menghentikan All England 2021.

Bersamaan, Desra pun mengajukan protes keras atas diskriminasi yang dialami tim Indonesia, dibandingkan perlakuan atas tim dari India, Thailand, dan Denmark.

Polemik belum usai, tetapi tim Indonesia dipastikan pulang ke Indonesia pada Minggu (21/3/2021), setelah sempat terkatung-katung pula. Sudah tak bisa bertanding, pulang pun tak seketika bisa.

Baca juga: All England 2021, Tim Indonesia Dipastikan Bisa Pulang Lebih Cepat

 

 

PROSEDUR DI INGGRIS

KEJADIAN yang menimpa delegasi Indonesia untuk All England 2021 mengundang polemik dan tanya dari sejumlah kalangan.

Salah satu poin utamanya adalah soal perbedaan prosedur dalam merespons temuan kasus positif Covid-19 di Inggris terkait event olahraga.

Kasus seperti yang dialami tim Indonesia di All England 2021 tercatat belum pernah terjadi sebelumnya dalam ajang olahraga di Inggris.

Di kancah kompetisi olahraga domestik Inggris, pernah ada temuan kasus positif Covid-19 tetapi penangannya jauh berbeda dengan All England 2021.

Pada September 2020, pelatih West Ham David Moyes dan dua pemainnya, Issa Diop dan Josh Cullen, ditolak untuk ikut serta melanjutkan pertandingan setelah dinyatakan positif Covid-19 beberapa saat sebelum kick-off.

Baca Juga: David Moyes dan 2 Pemain West Ham Positif Covid saat Pertandingan

Peristiwa tersebut terjadi saat West Ham menjamu Hull City dalam laga putaran ketiga Piala Liga Inggris yang dihelat di Stadion Olimpiade London, Selasa (22/9/2020).

Issa Diop dan Josh Cullen pada awalnya masuk ke dalam starting line up West Ham. Namun, tidak lama setelah starting line up diumumkan, kedua pemain itu digantikan oleh Harrison Ashby dan Jack Wilsher.

David Moyes, Issa Diop, dan Josh Cullen terdeteksi terinfeksi Covid-19 setelah menjalani tes terakhir di Stadion Olimpiade London.

Meski terdapat tiga kasus positif Covid-19, laga West Ham United vs Hull City tetap dilanjutkan dan masih berjalan.

Hanya Moyes, Diop, dan Cullen yang diminta pulang, namun tidak dengan yang lainnya.

Keputusan melanjutkan pertandingan tentu menjadi pertanyaan karena Moyes, Diop, dan Cullen hadir di stadion. Mereka juga sempat berinteraksi dengan pemain lain saat sesi pemanasan.

Pada kesempatan lain, Premier League justru menunda pertandingan saat mendapati ada temuan kasus positif Covid-19 dari para pemain yang akan bertanding.

Baca Juga: David Moyes Heran Premier League Tunda Laga karena Covid-19

Pelatih baru West Ham United, David Moyes, dalam foto yang diunggah di laman West Ham United pada 29 Desember 2020.
DOK WEST HAM UNITED VIA WHUFC.com
Pelatih baru West Ham United, David Moyes, dalam foto yang diunggah di laman West Ham United pada 29 Desember 2020.

Panduan umum di Inggris

Dalam panduan di situs resmi Pemerintah Inggris yang diperbarui pada 16 Maret 2021, disebutkan bahwa setiap orang yang tiba di Inggris diwajibkan membawa surat yang menyatakan mereka dalam kondisi negatif Covid-19 sebelum keberangkatan.

Setibanya di Inggris, mereka juga harus melakukan isolasi mandiri selama 10 hari tanpa pergi ke mana pun. Mereka diharuskan melakukan lagi tes pada hari kedua dan kedelapan setelah kedatangan.

Namun, ada pengecualian dari aturan itu untuk beberapa kalangan dan kategori pekerjaan. Salah satu yang mendapat pengecualian adalah atlet internasional.

Atlet internasional yang datang ke Inggris tetap harus melakukan tes sebelum berangkat, memegang dokumen negatif Covid-19, dan menjalani isolasi mandiri setiba di Inggris.

Namun, mereka tak tak diharuskan melakukan tes ulang pada hari kedua dan kedelapan setiba di sana.

Lalu, para atlet ini pun diperbolehkan meninggalkan lokasi isolasi mandiri atau domisili mereka di Inggris untuk ke lokasi event yang diikuti, sesuai jadwal. 

Dalam kasus kontak erat dengan seseorang yang dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19, panduan pemerintah Inggris menyebutkan keharusan isolasi mandiri penuh selama 10 hari. 

Inggris juga merilis red list travel ban terkait pandemi Covid-19. Baik Indonesia maupun Turki tidak masuk daftar ini, untuk pembaruan data hingga 19 Maret 2021. Kalaupun suatu negara masuk daftar ini, pengecualian berdasarkan jenis pekerjaan di atas tetap berlaku.

 

ANDAI
ALL ENGLAND 2021
TERAPKAN
SISTEM BUBBLE...

ALL ENGLAND 2021 merupakan turnamen bulu tangkis internasional keempat yang dihelat pada 2021.

Sebelum All England, ada tiga turnamen yang sudah dihelat di Thailand. Ketiganya adalah Thailand Open edisi I yang berlangsung pada 12-17 Januari 2021, Thailand Open edisi II pada 19-24 Januari 2021, dan BWF World Tour Finals yang dihelat 27-31 Januari 2021

Tiga turnamen di Thailand berlangsung dalam sistem bubble. Tim Indonesia sudah bertolak sejak 4 Januari 2021 atau sekitar seminggu sebelum turnamen pertama dimulai. Mereka juga terbang menggunakan pesawat carter.

Selama di Thailand, setiap pemain ditempatkan sendirian di satu kamar. Pergerakan mereka diawasi.

Makanan diantar langsung ke kamar. Lift dibatasi hanya dua orang, itu pun harus berasal dari negara yang sama. Adapun transportasi yang disediakan hanya melayani dari penginapan ke arena bertanding.

Penerapan sistem bubble dianggap sukses. Penerapan sistem ini merupakan inisiatif dari Thailand yang disetujui BWF.

Walaupun dalam perjalanannya ada beberapa atlet bulu tangkis yang dinyatakan positif Covid-19, secara keseluruhan jalannya turnamen tak begitu terganggu.

Mengapa Indonesia?

Usai polemik di All England 2021, sejumlah pemain Indonesia sempat menyinggung sistem bubble yang dipakai di Thailand. Salah satunya, pemain ganda campuran, Praveen Jordan.

Aksi pebulu tangksi Praveen Jordan di All England 2020, yang berpasangan dengan Melati Daeva Oktavianti. Gambar diambil pada 15 Maret 2020.
AFP/OLI SCARFF
Aksi pebulu tangksi Praveen Jordan di All England 2020, yang berpasangan dengan Melati Daeva Oktavianti. Gambar diambil pada 15 Maret 2020.

Praven berpendapat, sistem bubble seharusnya juga diterapkan di All England 2021.  

"Hal ini mungkin tidak akan terjadi apabila BWF menerapkan sistem bubble sebelum All England 2021 diselenggarakan," tulis Praveen lewat unggahan di akun Instagramnya, Kamis.

Baca Juga: Australia Open 2021, "Bubble" di US Open dan French Open Bisa Jadi Pilihan

Selain menyinggung soal sistem bubble, Praveen juga mempertanyakan beberapa hal yang ia tulis dalam unggahan di akun Instagramnya, yakni:

  1. Apakah seluruh tim dari negara lain juga sudah melakukan vaksin seperti tim Indonesia?
  2. Apakah hasil swab PCR di Indonesia kurang terpercaya?
  3. Tim Indonesia sudah mengikuti semua aturan yang ditetapkan dan semua hasilnya negatif. Ada beberapa tim dari negara lain yang awalnya positif dan dalam waktu kurang dari 24 jam dinyatakan negatif. Mereka juga langsung mengikuti pertandingan. Bahkan, BWF masih menunda pertandingan dari jadwal yang sudah ditentukan demi menunggu hasil. Apakah hasil yang didapatkan dapat dipastikan 100 persen akurat?
  4. Menurut saya, BWF telah melanggar peraturan yang mereka buat sendiri. Ketika berita ini muncul, tim Indonesia yang sedang berada di arena dipaksa keluar dari arena untuk kembali ke hotel dengan cara berjalan kaki. Seharusnya, semua tim yang berpartisipasi dalam All England 2021 tidak diperbolehkan keluar dari area hotel jika tidak menggunakan akses yang telah disediakan (bus). Dengan disuruh berjalan kaki dari arena kembali ke hotel, apakah itu bukan berarti keluar dari area hotel?
  5. Saya melihat ketidakadilan yang telah dilakukan BWF kepada tim Indonesia. BWF tidak memberikan penjelasan yang detail kepada kami tentang siapa orang yang positif dan dari mana asalnya.
 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Praveen Jordan (@jordan_praveen)

Setelah didepak mundur dari All England 2021, seluruh tim bulu tangkis Indonesia kini hanya bisa berdiam di hotel untuk menjalani isolasi mandiri selama sepuluh hari. 

Ketua Komite Olahraga Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari menuding BWF tengah buang badan ke Pemerintah Inggris. Okto berkeyakinan BWF-lah yang seharusnya bertanggung jawab dalam kasus ini.

Karena itu, Okto menuntut BWF untuk menyampaikan permohonan maaf. Ia juga mengancam akan membawa kasus ini ke Mahkamah Arbitrase Internasional.

"Kami melihat apa yang dilakukan oleh BWF sangat tidak profesional. Dan kami sudah berkomunikasi dengan PBSI, dengan Kemenpora, dengan Kementerian Luar Negeri, dengan Federasi Bulu Tangkis Asia,” kata Okto seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet RI, Jumat (19/03/2021).

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Badminton Indonesia (@badminton.ina)

Terpisah, Ketua Umum PBSI Agung Firman Sampurna berkilah pemberangkatan tim Indonesia ke Inggris tak menggunakan pesawat carter seperti ke Thailand, semata karena pertimbangan biaya. 

"Kami tidak sedang berfoya-foya memakai pesawat jet pribadi. Kami datang ke sana (ke Inggris) untuk berlaga membawa nama bangsa ini dengan biaya yang ada," kata Agung, Kamis (18/3/2021).

Baca Juga: Alasan Tim Indonesia Tak Gunakan Pesawat Sewa ke All England 2021

 

POLA KOMPETISI BERUBAH SETELAH COVID-19

PANDEMI Covid-19 mengubah banyak sendi kehidupan bermasyarakat sejagat, tak terkecuali dalam hal penyelengaraan kompetisi olahraga lintas negara. 

Sebelum pandemi, organisasi tertinggi penanggung jawab kompetisi bisa dengan mudah menerapkan aturan baku yang harus diterapkan di seluruh lokasi pertandingan. Namun, ini tak bisa lagi setelah pandemi.

Terkadang aturan pertandingan harus menyesuaikan dengan kebijakan pengendalian pandemi yang dilakukan suatu negara. Acap kali, kebijakan negara yang satu berbeda dengan negara lain.

Contohnya bisa dilihat dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola Liga Champions di Eropa.

Saat babak penyisihan musim 2020-2021 yang berlangsung dari Oktober-Desember 2020, ada beberapa negara yang memperbolehkan kehadiran penonton di stadion dalam jumlah terbatas. Namun, negara lain tetap melarang kehadiran penonton.

Saat Krasnodar menjamu Chelsea di Rusia pada 29 Oktober 2020, pertandingan bisa dihadiri penonton langsung di stadion hingga 10.544 orang.

Giliran Chelsea yang menjamu Krasnodar di Inggris pada 9 Desember 2020, pertandingan hanya bisa dihadiri 2.000 penonton.

Kondisi serupa terjadi dalam dua pertandingan yang mempertemukan Dynamo Kiev dan Juventus.

Di Ukraina, Dynamo Kiev menjamu Juve dalam sebuah pertandingan yang dihadiri hingga 14.850 penonton di stadion. Sebaliknya, saat Juve menjamu Dynamo Kiev di Italia, pertandingan digelar tertutup dan tak boleh dihadiri penonton.

Selain dalam hal jumlah penonton, ada pula aturan larangan masuk bagi tim dari negara tertentu yang tidak dialami tim dari negara lainnya.

Dua tim asal Inggris, Liverpool dan Manchester City, misalnya, dilarang masuk ke Jerman untuk laga tandang babak 16 besar pada pertengahan Februari 2021. 

Saat itu, Liverpool seharusnya datang ke Jerman untuk menantang RB Leipzig, sedangkan Man City bertandang ke markas Borussia Moenchengladbach.

Dua laga tersebut akhirnya digeser ke Hungaria. 

Baca Juga: The Citizens Menangi Laga Usiran di Hungaria

Dilarangnya Liverpool dan Man City masuk ke Jerman dilatarbelakangi adanya lockdown dan pelarangan masuk orang-orang dari negara tempat ditemukannya varian baru Covid-19, B.1.1.9.

Kondisi yang dialami Liverpool dan Man City justru tidak dialami tim asal Italia, Lazio. Pada awal Maret 2021, Lazio tetap bisa datang ke Jerman saat menantang Bayern Muenchen.

Lazio tidak dilarang masuk ke Jerman karena Italia tidak dianggap sebagai wilayah dengan risiko penularan B.1.1.9, sekalipun Jerman juga masih melakukan lockdown.

 

KODE KERAS
DARI
ALL ENGLAND 2021

POLEMIK All England 2021 bisa jadi adalah bentuk ketidakbecusan BWF seperti yang sudah banyak ditudingkan. Namun, bukan berarti otoritas bulu tangkis dan olahraga di Indonesia bisa berlepas tangan juga.

Praktisi olahraga nasional Hifni Hasan menilai, polemik All England 2021 jadi sinyal peringatan bagi PBSI. Menurut Hifni, PBSI teledor dalam mengantisipasi kejadian seperti itu.

Seharusnya, lanjut Hifni, PBSI sudah mempelajari soal adanya aturan pengendalian Covid-19 yang berbeda antara negara di Asia dan Eropa, apalagi Eropa Barat seperti Inggris.

"Sebelum berangkat seharusnya bisa konsultasi dulu dengan kedutaan (KBRI di London)," kata Hifni kepada Kompas.com, Sabtu (20/3/2021).

Hal yang seharusnya bisa dikonsultasikan terlebih dahulu, sebut dia, mencakup prosedur rinci yang diterapkan Pemerintah Inggris atas situasi Covid-19. Dari konsultasi itu, langkah yang dilakukan pun bisa lebih terukur.

"Kalau sudah tahu dari awal mereka bisa menentukan apakah akan naik pesawat komersial atau carter. Kalaupun harus naik komersial, kedatangannya bisa diatur lebih awal supaya bisa karantina 10 hari," ujar mantan Sekjen KOI itu.

Menurut Hifni, kejadian di All England 2021 harus jadi pelajaran agar tidak terulang lagi. Pelajaran ini pun tidak hanya bagi tim bulu tangkis tapi juga cabang olahraga lain.

Terlebih lagi, Olimpiade Tokyo juga dijadwalkan segera berlangsung pada pada 23 Juli-8 Agustus 2021.

Hifni menyarankan agar induk-induk organisasi cabang olahraga yang akan tampil di olimpiade, bersama dengan KOI dan Kemenpora, untuk mulai teliti mengetahui aturan pengendalian Covid-19 di Jepang.

"Kasus ditariknya tim Indonesia dari All England (2021) harus jadi pelajaran penting, bahkan alarm tanda bahaya agar jangan terulang, apalagi saat olimpiade nanti," tegas Hifni.