Presiden Joko Widodo, Rabu (27/1/2020), melantik Listyo Sigit Prabowo menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Ini profil, rekam jejak, komitmen, dan janji Listyo.
MEMASUKI Desember 2020, bursa perwira yang akan menjadi Kapolri mulai mencuat. Jenderal (Pol) Idham Azis yang saat itu masih jadi Kapolri akan segera purna tugas.
Idham, kelahiran 30 Januari 1963, memasuki pensiun sesuai ketentuan di UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Tentu, pengganti lulusan Akpol 1988 tersebut harus segera ada.
Sejumlah nama sempat disebut sebagai kandidat. Itu mulai dari Kabareskrim Komjen (Pol) Listyo Sigit Prabowo, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen (Pol) Boy Rafli Amar, sampai Wakapolri Komjen (Pol) Gatot Eddy Pramono.
Awal Januari 2021, untuk pertama kalinya daftar kandidat calon Kapolri beredar di publik. Sumbernya adalah rekomendasi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Kompolnas Serahkan Nama-nama Calon Kapolri Pengganti Idham Azis ke Presiden
Dari lima nama yang diserahkan Kompolnas ke Presiden Jokowi, tiga nama di atas masuk di dalamnya.
Dua nama lain adalah Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Komjen (Pol) Arief Sulistyanto (Akpol 1987) dan Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri Komjen (Pol) Agus Andrianto (Akpol 1989).
Penyerahan kelima nama itu dilakukan setelah pimpinan Polri menggelar Sidang Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) di internal, dalam kurun waktu tak jauh berbeda. Nama yang dikirimkan ke Presiden dari hasil forum itu dirahasiakan.
Lalu, pada 11 Januari 2021, Jokowi mengirimkan Surat Presiden (Surpres) ke DPR RI. Teka-teki pun terjawab.
"Bapak Presiden menyampaikan usulan pejabat Kapolri dengan nama tunggal, yaitu Bapak Drs Listyo Sigit Prabowo M.Si yang saat ini menjabat sebagai Kabareskrim di Polri," ujar Ketua DPR RI Puan Maharani dua hari setelah Surpres dikirim ke DPR RI.
Baca juga: Komjen Listyo Sigit Prabowo Jadi Calon Tunggal Kapolri Pilihan Jokowi
Rupanya pilihan Presiden Jokowi sejak awal tidak pernah berubah. Masuknya nama Sigit dalam perbincangan soal calon Kapolri bukan tanpa latar belakang.
Di antara semua nama kandidat, Sigit adalah yang paling junior. Dia adalah lulusan Akpol angkatan 1991. Buat catatan, Gatot dan Boy seangkatan dengan Idham Azis, yaitu 1988.
Ada sejarah panjang antara Sigit dan Jokowi. Ketika Sigit menjadi Kapolres Surakarta pada 2011, Jokowi adalah Wali Kota Surakarta.
"Duet" mereka berlanjut ke Istana. Pada waktu Jokowi menjadi presiden di periode pertama, Sigit dipilih menjadi ajudan. Sebutan Sigit sebagai "the president man" alias "orangnya Jokowi" pun lekat sejak itu.
Kembali ke awal Desember 2020, pejabat di Istana Kepresidenan bertutur kepada Kompas.com, Jokowi akan memilih sosok profesional sebagai Kapolri pengganti Idham.
“Tidak peduli mau agamanya apa, sukunya apa, tapi yang paling penting dia prajurit Bhayangkara sejati. Profesional,” ujar pejabat yang tidak bersedia disebut namanya.
Namun, dia tak sendirian berucap begitu. Pejabat lain di Istana—yang juga tak bersedia disebutkan namanya—mengonfirmasi hal senada.
Menurut dia, Presiden berpendapat bahwa Polri pada saat ini butuh sosok tegas dan responsif terhadap segala ketidakadilan.
Bahkan ia menyebut, “Presiden butuh personel yang enggak perlu mikir panjang-panjang. Pokoknya, menemukan sesuatu yang melanggar, tindak! Karena kalau mikir panjang-panjang jadinya enggak tegas.”
Setelah melalui uji kelayakan dan kepatutan di DPR pada 20 Januari 2021 dan dinyatakan lolos, Listyo dilantik menjadi Kapolri oleh Presiden Joko Widodo pada 27 Januari 2021.
Berikut ini profil ringkas Sigit—panggilan Listyo Sigit Prabowo:
DALAM uji kepatutan dan kelayakan di DPR RI, Rabu (20/1/2020), Listyo Sigit memaparkan sejumlah hal kepada para wakil rakyat terkait institusi berseragam cokelat. Rencananya bila menjadi Kapolri adalah salah satu bagian dalam pemaparan.
Dari semua itu, hal pertama yang ia tegaskan adalah bahwa Polri saat ini dalam kondisi solid. Kehadiran perwira polisi dari angkatan paling senior yang masih aktif di kepolisian dalam uji kepatutan itu dia sebut sebagai salah satu cermin kesolidan tersebut.
“Sebelum kami mulai, mohon izin dalam kegiatan uji kelayakan ini kami laporkan bahwa kami didampingi oleh Bapak Wakapolri, Bapak Kabaharkam Polri, Bapak Kalemdikpol, Kadiv Propam, kemudian Kapolda Aceh, Kapolda Sulut, kemudian ada Ibu (Brigjen Pol) Ida Utari, kemudian junior kami Kapolres, kemudian staf kami dan dua operator,” papar Sigit.
Dia pun melanjutkan pernyataan itu dengan rincian soal urutan angkatan kelulusan Akpol.
“Mohon izin Bapak, yang hadir mendampingi kami ini susunannya adalah urutan senior Pak, mulai dari 87, 88, 89, 90, kami sendiri 91 beserta leting kami dan adik-adik kami Pak. Jadi mohon izin melaporkan bahwa saat ini Polri solid,” lanjut dia.
DALAM paparan uji kelayakan dan kepatutan di DPR, Sigit menyatakan punya cita-cita mewujudkan institusi Polri yang humanis, transparan, dan modern.
Dia pun berujar, Polri di bawah kepemimpinannya tidak hanya akan mengedepankan kepastian hukum tetapi juga aspek keadilan di tengah masyarakat.
Berikut ini pernyataan Listyo Sigit berdasarkan pembagian sektoral:
Sigit menegaskan, institusi kepolisian tidak boleh menjadi alat kekuasaan.
"Karena sejatinya Polri adalah alat negara. Setiap tindakan Polri (adalah) untuk mendukung kemajuan Indonesia," kata Sigit.
Untuk meningkatkan profesionalisme Polri, Sigit mengusung konsep "Polri Presisi"’. Presisi, kata dia, merupakan singkatan dari prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.
"Pendekatan ini akan mentransformasi wajah Polri ke depan, antara lain pada pelayanan publik yang terintegrasi, modern, mudah, dan cepat," ujar Sigit.
Konsep prediktif berarti tindakan kepolisian harus didasarkan pada analisis fakta, data, dan informasi yang didukung perkembangan teknologi. Harapannya, tindakan kepolisian akan lebih tepat dan menyelesaikan persoalan secara tuntas.
Institusi kepolisian tidak boleh menjadi alat kekuasaan.
Adapun konsep responsibilitas artinya mengedepankan tanggung jawab dalam ucapan, sikap, perilaku, dan tanggung jawab saat menjalankan tugas.
Berikutnya, transparansi berkedalian merupakan realisasi dari prinsip, cara berpikir, dan sistem yang terbuka, akuntabel, dan humanis.
Selain itu, Sigit akan memberikan ruang bagi kelompok disabilitas atau kelompok masyarakat berkebutuhan khusus untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) Polri.
"Polri juga akan memberikan kesempatan kepada masyarakat yang berkebutuhan khusus untuk mengabdi sebagai ASN Polri sesuai kompetensinya," ujar Sigit.
Penempatan kelompok disabilitas, sebut dia, bisa di sejumlah bidang, mulai dari administrasi, pelayanan, hingga analisa teknologi dan informasi.
"Atau disesuaikan dengan posisi yang memungkinkan untuk saudara-saudara kita tersebut," imbuh Sigit.
Sigit berkomitmen, penegakan hukum yang dilakukan Polri ke depan tidak hanya mengedepankan azas kepastian hukum, tetapi juga memenuhi rasa keadilan masyarakat. Yang tidak kalah penting, tidak tebang pilih.
“Ke depan, tidak boleh lagi ada hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas," tegas dia.
Saat ini masyarakat memerlukan penegakan hukum yang memberikan rasa keadilan.
Dia pun mengungkap, tidak boleh lagi ke depan ada kasus seperti perkara Nenek Minah. Perempuan ini dipidana karena mencuri tiga butir buah kakao yang sudah jatuh ke tanah.
Baca juga: Duh... Tiga Buah Kakao Menyeret Minah ke Meja Hijau...
Sigit juga menyitir, tidak boleh lagi ada perkara seorang ibu diproses hukum karena laporan anaknya.
"Atau kasus-kasus lain yang mengusik rasa keadilan masyarakat,” ujar Sigit.
Menurut Sigit, hukum memang harus ditegakkan dengan tegas. Namun, hukum juga harus punya wajah humanis.
"Saat ini masyarakat memerlukan penegakan hukum yang memberikan rasa keadilan, bukan penegakan hukum dalam rangka kepastian hukum," kata dia.
Dia pun berjanji menjadikan kebutuhan rasa keadilan ini sebagai salah satu fokus utama perbaikan Polri selama dia memimpin.
Soal tindak pidana ujaran kebencian, Polri tidak akan mengedepankan penegakan hukum.
Selain humanis dan memenuhi kebutuhan rasa keadilan, Sigit berpendapat pula bahwa penegakan hukum yang harus dikedepankan sekarang adalah keadilan restoratif.
"Melalui penyelesaian perkara restorative justice dilakukan dengan memberikan ruang yang lebih luas dalam implementasi restoratif dan problem solving," ujar dia.
Polri, ujar dia, akan berorientasi pada kepentingan masyarakat berbasis hukum yang berkeadilan, menghormati HAM, dan demokratis.
Sigit menyebutkan juga bahwa proses penegakan hukum harus diawasi ketat melalui optimalisasi e-management penyidikan guna menghindari proses hukum yang berlarut.
Khusus soal tindak pidana ujaran kebencian, Sigit menekankan, Polri tidak akan mengedepankan penegakan hukum. Polri, kata dia, akan lebih mengedepankan pendekatan lunak alias soft approach.
“Kalau masih biasa, kami akan tegur. Minta maaf, selesai," kata Sigit.
Namun, apabila ujaran kebencian dinilai berpotensi memecah belah bangsa, barulah Polri tidak akan segan-segan menindaklanjutinya.
Menurut Sigit, ketegasan penegakan hukum tetap diperlukan agar masyarakat bersikap lebih bijaksana di ruang-ruang publik.
Terkait pelayanan masyarakat, Sigit mendorong pemanfaatan teknologi untuk peningkatan pelayanan.
Selain dapat memperluas jangkauan ke masyarakat, kata dia, pemanfaatan teknologi ini juga dinilai meminimalisasi penyalahgunaan kewenangan oleh oknum Polri.
"Karena apa pun yang terjadi, (ketika) makin sering terjadi interaksi maka kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang akan terjadi," kata Sigit.
Penggunaan teknologi akan diperluas pula hingga ranah penegakan hukum. Misalnya, untuk penegakan hukum lalu lintas berbasis elektronik lewat modernisasi electronic traffic law enforcement (ETLE).
Tujuannya, ujar dia, menghindari penyalahgunaan wewenang anggota polisi lalu lintas yang bertugas di lapangan saat melakukan penilangan.
Sigit mengakui, interaksi antara polisi lalu lintas dan masyarakat dalam pemberian hukuman tilang kerap memunculkan penyimpangan.
Dia berkeinginan, polisi lalu lintas yang bertugas di jalan hanya akan fokus mengatur lalu lintas. Penilangan tetap ada tetapi akan dirancang serba otomatis melalui ETLE.
"Pelanggaran jelas, hukumannya jelas, dan peran polisi seperti apa (juga jelas). Tidak ada ruang untuk titip sidang, karena itu yang paling berbahaya. Jadi, ya kalau salah, proses," kata Sigit.
Upaya modernisasi ETLE, lanjut Sigit, akan menggandeng pemerintah daerah.
Terkait kualitas layanan ke masyarakat, Sigit berkeinginan memastikan setiap personel Polri mendapatkan kesetaraan layanan kesehatan di mana pun penugasannya.
"Diharapkan, ke depan anggota Polri yang berdinas di daerah terpencil akan bisa mendapatkan pelayanan yang sama dengan teman-temannya yang melaksanakan dinas di perkotaan," ujar Sigit.
Sigit mengungkap pula rencananya menghidupkan lagi Pam Swakarsa.
Salah satu yang akan dilakukan untuk itu adalah meningkatkan standardisasi rumah sakit Polri. Misal, dengan meningkatkan kelas dan kapasitasnya.
“Ke depan, standar ini kami akan buat sama. Di samping bisa untuk melayani anggota, tentunya juga untuk melayani masyarakat yang ada di sekitarnya," kata Sigit.
Satu hal yang menarik, Sigit mengungkap pula rencananya menghidupkan lagi Pam Swakarsa. Ini kependekan dari Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa.
Rencananya, Pam Swakarsa akan diintegerasikan dengan teknologi informasi dan fasilitas yang ada di kepolisian.
"Sehingga Pam Swakarsa ini bisa tersambung atau ter-connect dengan petugas-petugas kepolisian," kata Sigit.
Rencana menghidupkan kembali Pam Swakarsa diketahui telah ada sebelumnya.
Keterangan dari Divisi Humas Polri menyebut, pembentukan Pam Swakarsa merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Aturan turunannya juga telah tersedia, yakni Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa, yang diteken Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis.
Dalam Pasal 3 ayat (2) Perpol itu disebutkan, pengamanan swakarsa terdiri dari satuan pengamanan (satpam) dan satuan keamanan lingkungan (satkamling).
Selain itu, pengamanan swakarsa juga dapat berasal dari kearifan lokal atau pranata sosial. Misal, pecalang di Bali, kelompok sadar keamanan dan ketertiban masyarakat, atau siswa dan mahasiswa Bhayangkara.
Aturan itu juga mengatur proses pembentukan hingga pengukuhan anggota Pam Swakarsa.
Strategi yang menjadi janji Sigit dijalankan selama menjadi Kapolri adalah terkait penanganan terorisme.
Di depan DPR, Sigit berencana melibatkan mantan narapidana kasus terorisme untuk mencegah masyarakat terpapar radikalisme.
“Melibatkan rekan-rekan mantan napiter untuk bisa membantu memberikan edukasi agar masyarakat di sekitarnya tidak terpapar aliran baik itu radikalisme ataupun ajaran-ajaran yang mengarah kepada terrorisme,” ujar Sigit.
Kerja sama dengan badan yang mengurus tentang terorisme dan kementerian yang mengurus tentang informasi juga akan terus dikedepankan. Janji yang sama juga akan dia lakukan ke tokoh-tokoh agama.
"Tidak ada satu agama pun yang mengajarkan terorisme. Semua agama mengajarkan kasih sayang, termasuk Islam yang di dalamnya mengajarkan Islam rahmatan lil alamin," kata Sigit.
Adapun untuk penanganan tindak pidana terorisme, lanjut Sigit, Polri di bawah kepemimpinannya akan mengedepankan deteksi dini aksi dalam bentuk pendekatan lunak.
Namun, bukan berarti aspek penindakan dikendurkan. Polri akan tetap galak, kata dia, apabila ada potensi gangguan terhadap keamanan dan keselamatan masyarakat.
Urusan pemberantasan narkoba, Sigit menegaskan, tidak akan memberikan toleransi. Tidak boleh ada ruang bagi bandar narkoba di Indonesia.
Ini termasuk bagi personel polisi yang kedapatan terlibat penggunaan apalagi pengedaran narkoba.
"Termasuk anggota Polri yang terlibat di dalamnya, pilihannya hanya satu, (yaitu) pecat dan pidanakan," tegas Sigit.
Janji Sigit yang lain adalah terkait korupsi. Dia berjanji mengumakan pencegahan dan pemulihan kerugian negara dalam perkara ini.
Salah satu fokus yang dia sebutkan adalah asistensi program pemulihan ekonomi nasional agar tidak terjadi penyimpangan.
Meski begitu, penegakan hukum tetap akan dilakukan ketika ditemukan dugaan tindak pidana korupsi.
Sigit punberjanji akan menjalin kerja sama dengan institusi penegak hukum lain soal pemberantasan tindak pidana korupsi. Penegakan hukum pun dijanjikan profesional dan proporsional.
“Kami siap untuk join dengan KPK ataupun dengan kejaksaan, sehingga postur penegakan hukum khususnya terkait dengan masalah tipikor itu kami kompak," tegas dia.
Sigit sekaligus memastikan bahwa hubungan Polri dengan KPK dan Kejaksaan Agung saat ini sangat baik dan solid.
PRESIDEN Joko Widodo melantik Sigit menjadi Kapolri di Istana Negara, Jakarta, Rabu (27/1/2021).
Pelantikan dihadiri sedikit tamu undangan saja, yang masing-masing diberi jarak sekitar setengah meter. Mereka juga mengenakan masker, face shield, dan sarung tangan.
Selebihnya, pelantikan hanya dapat disaksikan melalui siaran langsung (live streaming).
Sigit ditetapkan menjadi Kapolri dengan Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Surat ini dibacakan oleh Sekretaris Militer Presiden, Mayjen TNI Suharyanto.
Selain pelantikan, Sigit juga mengikuti upacara kenaikan pangkat. Sesuai Keputusan Presiden Nomor 7 Polri Tahun 2021 tentang Kenaikan Pangkat Dalam Golongan Perwira Tinggi Polri, pangkat Sigit naik dari Komisaris Jenderal Polisi menjadi Jenderal Polisi.
Presiden menanggalkan pangkat lama dari pundak Sigit dan menggantinya dengan tanda pangkat baru, bintang empat. Sesudahnya, Presiden menyerahkan tongkat komando kepolisian, sebagai tanda beralihnya kepemimpinan Polri ke Sigit.
Dalam konferensi pers pertamanya sebagai Kapolri, Sigit menegaskan tiga hal. Pertama, Polri ke depan harus memenuhi harapan masyarakat.
Polri, kata dia, dituntut menjadi personel yang tegas tetapi humanis, mampu memberikan pelayanan publik yang baik, memberikan pelayanan secara transparan, dan mampu memberikan penegakan hukum yang berkeadilan.
“Ini menjadi komitmen kami agar harapan masyarakat terhadap Polri betul-betul bisa kita tindak lanjuti," kata Sigit.
Kedua, Sigit menekankan bahwa Polri akan membantu menanggulangi penyebaran Covid-19 dengan pendisiplinan masyarakat soal protokol kesehatan.
Dia menyatakan, keselamatan masyarakat merupakan salus populi suprema lex esto alias hukum tertinggi.
Ketiga, Sigit menekankan kembali bahwa Polri akan mengawal pertumbuhan ekonomi nasional sehingga perekonomian Tanah Air dapat kembali tumbuh.
“Itu semua bisa terlaksana apabila stabilitas kamtibmas bisa berjalan aman, lancar, dan baik,” ujar Sigit.