JEO - Peristiwa

Luluh Lantak karena Sesar Cugenang

Jumat, 20 Januari 2023 | 21:55 WIB

JALAN terbelah di beberapa titik dan reruntuhan rumah menjadi pemandangan di Desa Sarampad, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Gempa berkekuatan magnitudo 5,6 mengguncang desa di kaki Gunung Gede itu, pada Senin (21/11/2022). Lebih dari 60 persen bangunan di desa hancur dan hampir seluruh penduduk mengungsi.

“Hampir seluruhnya mengungsi karena ketakutan. Hanya yang rumahnya rusak ringan saja kembali,” kata Kepala Desa Sarampad, Dudu Abdurajab, saat dihubungi, Minggu (25/12/2022).

Akibat gempa itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 335 orang tewas per 13 Desember 2022.

Sementara, Pemerintah Kabupaten Cianjur mencatat jumlah korban tewas mencapai 600 orang. Bupati Cianjur Herman Suherman mengatakan, jumlah korban bertambah setelah pendataan ulang.

Sekitar 265 korban gempa yang meninggal tidak dilaporkan dan langsung dimakamkan oleh keluarganya.

“Banyak yang tidak melaporkan anggota keluarganya yang meninggal akibat gempa. Setelah dilakukan pendataan ulang, jumlahnya mencapai 600 orang yang tersebar di sejumlah desa di Kecamatan Pacet, Cugenang, Cianjur, dan Warungkondang,” kata Herman, Senin (12/12/2022), dikutip dari Antara.

Baca juga: BMKG Rilis Peta Bahaya Gempa Cianjur akibat Sesar Cugenang, Ini Daftarnya

Desa Sarampad disebut sebagai titik pusat gempa. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merekomendasikan Sarampad dan delapan desa lain direlokasi.

Rekomendasi tersebut dikeluarkan setelah desa itu dinyatakan menjadi wilayah yang dilalui Sesar Cugenang atau zona patahan yang baru ditemukan setelah gempa.

Sebelum ada pengumuman gempa disebabkan patahan tersebut, beberapa ahli sempat menduga gempa disebabkan pergerakan Sesar Cimandiri yang membentang dari Gunung Tangkubanparahu hingga Palabuhanratu.

Patahan Cugenang sepanjang 9 kilometer melintasi sembilan desa dalam dua kecamatan di Cianjur.

Delapan desa lainnya yaitu Ciherang, Ciputri, Cibeureum, Nyalindung, Mangunkarta, Sarampat, Benjot, dan Cibalakan masuk dalam Kecamatan Cugenang. Selain itu ada Desa Nagrak yang masuk dalam Kecamatan Cianjur.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, daerah yang dilewati Sesar Cugenang sebaiknya tidak lagi dibangun fasilitas publik. Ini untuk menghindari kerugian dan korban.

"Karena Sesar Cugenang adalah sesar aktif, maka rentan kembali mengalami pergeseran atau deformasi, getaran dan kerusakan lahan, serta bangunan," kata Dwikorita.

"Area sepanjang patahan harus dikosongkan dari peruntukan sebagai permukiman, sehingga jika terjadi gempa bumi kembali di titik yang sama, tidak ada korban jiwa maupun kerugian materil," ucapnya.

Baca juga: 1.000 Rumah Terdampak Gempa Cianjur yang Akan Direlokasi Ada di Wilayah Ini

Namun, daerah itu bisa tetap dimanfaatkan untuk pertanian, kawasan konservasi, dan destinasi wisata dengan ruang terbuka tanpa bangunan permanen.

Belakangan BMKG memperbarui zona berbahaya yang harus dikosongkan dari pemukiman di sepanjang Sesar Cugenang.

Semula, zona bahaya dari wilayah patahan itu sepanjang 9 kilometer, kini menjadi 2,63 kilometer. Radius daerah yang harus dikosongkan juga berubah, menjadi 10 meter daerah patahan.

Herman mengatakan, dengan berubahnya peta zonasi, maka luas wilayah yang masuk zona merah atau harus dikosongkan dari bangunan menjadi berkurang.

Jika mengacu dengan zona bahaya sebelum dipersempit, maka 1.800 rumah di sepanjang Sesar Cugenang harus dikosongkan.

"Untuk jumlah pastinya sedang dilakukan pendataan ulang karena rumah yang akan direlokasi tentunya banyak berkurang, sehingga pendataan di 12 desa di empat kecamatan terdampak kembali dilakukan," kata Herman, Rabu (28/12/2022), seperti dilansir Antara.

Foto udara daerah bahaya Sesar Cugenang. (Dokumentasi BMKG)
Dok. BMKG
Foto udara daerah bahaya Sesar Cugenang. (Dokumentasi BMKG) 

Dikelilingi sesar aktif

BMKG menyebutkan bahwa Cianjur merupakan salah satu kawasan rawan gempa. Kabupaten di selatan Jawa Barat ini dikelilingi sedikitnya tujuh sesar aktif.

"Sesar yang melintasi dan mengelilingi Cianjur di antaranya Sesar Cimandiri, Sesar Nyalindung-Cibeber, Sesar Rajamandala, termasuk sesar lain yang berdekatan dengan Cianjur seperti Sesar Cirata, Sesar Padalarang Bagian Barat dan Sesar Lembang," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, Jumat (6/1/2023).

Daryono menjelaskan, Cianjur merupakan zona sesar yang sangat rumit dan sangat aktif yang sebagian besar bagian dari Sesar Cimandiri termasuk Sesar Cugenang. Berdasarkan data aktivitas kegempaan BMKG sejak 2008, sesar tersebut sangat aktif.

Baca juga: Korban Gempa Cianjur Bakal Terima Rp 1 Juta untuk Bangun Hunian Darurat

BMKG juga menemukan aktivitas kegempaan di zona Sesar Cimandiri yang kemungkinan berasal dari patahan yang belum terpetakan atau teridentifikasi termasuk Sesar Cugenang yang baru teridentifikasi.

"Sesar yang belum terpetakan harus menjadi kewaspadaan semua pihak karena ditakutkan akan terjadi aktivitas kegempaan yang merusak. Pemerintah daerah harus melihat aspek histori atau sejarah kegempaan di wilayahnya," katanya.

Karena itu, ketika gempa besar pernah terjadi di satu wilayah akan kembali terjadi beberapa puluh tahun setelahnya seperti di Cugenang pernah terjadi gempa besar pada 1879 dan 1897 yang sesarnya tidak teridentifikasi.

Foto udara pada lokasi gerakan tanah yang dipicu gempa bumi di Kampung Cisarua, Desa Sarampad, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. (Dokumentasi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral).
Dok. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Foto udara pada lokasi gerakan tanah yang dipicu gempa bumi di Kampung Cisarua, Desa Sarampad, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. (Dokumentasi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral).

Mitigasi

Masyarakat Cianjur diminta tidak panik meski dikelilingi banyak sesar. Di sisi lain, pemerintah daerah harus mengatur kembali tata ruang sesuai dengan rekomendasi BMKG.

Pencegahan dan mitigasi bencana gempa bumi yang dilakukan BMKG, kata Dwikorita, adalah dengan mengidentifikasi kluster patahan.

Hasilnya akan disosialisasi ke pemerintah termasuk ke Pemerintah Kabupaten Cianjur, bukan ke warga karena akan menimbulkan keresahan.

Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meilano menyebutkan, memang masih banyak sesar gempa di Indonesia yang belum terpetakan.

Menurut dia, sebagian besar sesar baru diketahui setelah gempa terjadi.

Baca juga: Zona Bahaya Sesar Cugenang Dipersempit Jadi 2,63 Kilometer

Dia mencontohkan, sesar penyebab gempa di Majene, Sulawesi Barat, pada 2021 dan Yogyakarta pada 2006. Kedua sesar itu baru diindetifikasi setelah terjadi gempa.

Irwan menuturkan, masyarakat perlu diedukasi soal masih banyaknya sumber gempa yang belum terpetakan.

Sebab, berdasarkan hasil kajiannya di Jawa Barat, masih banyak warga yang merasa hidup jauh dari ancaman gempa.

“Belajar dari kejadian gempa Cianjur yang jadi alarm penting bagi kita bersama yang tinggal di bagian barat pulau Jawa. Tidak perlu sebuah gempa dengan magnitudo besar untuk memberikan dampak kerusakan signifikan. Gempa (magnitude) 5,6 bisa merusak dan korbannya bisa banyak,” ujar peraih gelar Doktor Ilmu Bumi dari Universitas Nagoya itu.

Menurutnya, memunculkan kesadaran masyarakat terkait mitigasi bencana lewat pendidikan dan peningkatan literasi merupakan hal yang mendesak. Setelah itu, pemerintah harus mulai menyesuaikan tata ruang dan rencana pembangunan.

“Banyak kita lihat wilayah yang berpotensi terdampak gempa atau sudah terdampak gempa tidak dipersiapkan untuk itu. Kalau kita lihat di Cianjur itu banyak kerusakan struktural yang tipikal. Misalnya, fondasinya tidak kuat, kerusakan di sekolah itu detailing-nya yang tidak baik, pasti atap rusak, pemilihan bahan yang tidak tepat,” sebutnya.

Baca juga: Sesar Cimandiri Pemicu Banyak Gempa Besar, Sesar Apa Itu?

Warga, polisi, dan anggota TNI bahu membahu membersihkan beberapa ruas jalan dari puing-puing bangunan yang hancur karena gempa. Alat berat sudah diterjunkan untuk mempercepat proses tersebut.

Di sisi lain, pemerintah daerah sedang mempercepat proses relokasi. Sebanyak 1.200 unit hunian tetap telah selesai dibangun.

Pemerintah menggunakan teknologi rumah instan sederhana sehat (Risha) dengan konstruksi tahan gempa. Diharapkan seluruh bangunan itu sudah terisi warga yang direlokasi sebelum Idul Fitri 2023.

Namun, Pemkab Cianjur mengakui beberapa tantangan dalam proses relokasi, antara lain masih ada warga yang enggan pindah.

“Ada yang mau ada yang tidak. Tapi kan ini baru prediksi karena saya pun belum yakin yang menolak itu yang akan direlokasi atau tidak,” sebut Herman.

Herman menjanjikan program padat karya agar masyarakat bersedia pindah ke lokasi yang lebih aman dari ancaman Sesar Cugenang, 

Selain itu, daerah yang ditinggalkan juga masih diizinkan untuk digarap asalkan tidak didirikan bangunan permanen.