JEO - Insight

Mendadak
Jadi Miliarder,
Harus Apa
dan Bagaimana?

Kamis, 2 Desember 2021 | 17:18 WIB

Fenomena miliarder dadakan mencuat dari sejumlah daerah selama dua tahun terakhir. Itu baru yang viral dan muncul di pemberitaan. Proyek infrastruktur dan investasi yang memang didorong di rezim pemerintahan sekarang memungkinkan fenomena serupa kembali berulang.

Proyek Kilang Tuban dan Tol Yogyakarta-Bawen dikupas mendalam sebagai contoh proyek infrastruktur dan pengembangan industri terkait aliran investasi yang memunculkan fenomena miliarder dadakan di sejumlah wilayah.

Nah, kalau kita mendadak jadi miliarder juga, apa yang seharusnya dilakukan? Kisah miliarder dadakan dari sejumlah wilayah jadi contoh kasus di sini, untuk mengantisipasi sekaligus biar makin lihai memaknai dan menggunakan uang, sekalipun belum tentu juga ikut mendadak jadi miliarder. 

PERNAHKAH kamu berpikir tiba-tiba menjadi miliarder? Seseorang datang kepadamu dan memberi uang miliaran rupiah? Tentu saja hal itu rasanya mustahil alias tak mungkin terjadi dalam hidup yang dijalani sehari-hari.

Namun, apa yang terjadi di tiga desa di Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa Timur, bisa jadi mengubah pikiranmu tentang cerita dadakan menjadi kaya. Ada juga cerita dari Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang sejumlah warganya pun mendadak kaya. 

Mereka mendadak kaya bukan karena menulis buku seperti JK Rowling atau punya perusahaan teknologi Amazon laiknya Jeff Bezos, melainkan tersebab mendapat uang pengganti lahan. 

Sebenarnya fenomena serupa banyak terjadi juga, terutama di era infrastruktur dan investasi lagi seru-serunya didorong. Yang seru dan kita juga perlu tahu adalah cara menggunakan uang, baik di kenyataan miliarder dadakan maupun saran dari pakar keuangan.

Cerita dari Tuban 

Masih ingat heboh miliarder dadakan dari Tuban?

Adalah PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia, kolaborasi perusahaan pelat merah PT Pertamina (Persero) dan Rosneft Oil Company—selanjutnya disebut Rosneft, perusahaan asal Rusia—, yang memberi ganti rugi miliaran rupiah untuk kompensasi lahan pembangunan kilang minyak baru (new grass root refinery atau NGRR) Tuban.

PT Pertamina Rosneft—penyebutan ringkas perusahaan sinergi Pertamina dan Rosneft— menghargai tanah warga di kisaran Rp 600.000 hingga Rp 800.000 per meter persegi.

Dengan harga tersebut, uang pembebasan lahan yang diterima warga pun bervariasi, mulai dari Rp 28 juta, tergantung luas lahan. Sebagian besar warga mendapat Rp 8 miliar hingga 10 miliar. Beberapa orang bahkan mendapat uang lebih dari Rp 20 miliar.

Cerita dari Sleman

Setali tiga uang, warga Dusun Pundong I, II, III, dan IV di wilayah ini mendadak jadi miliarder karena menerima uang penggatian lahan. Bedanya, mereka mendapat uang pengganti dari proyek Tol Yogya-Bawen. 

Warga di sini mendapatkan ganti rugi di kisaran Rp 1 juta sampai Rp 4 juta per meter persegi lahan dan bangunan yang tergusur proyek tol. Dari 45 petak lahan dan 25 bangunan, ada warga yang mendapatkan uang pengganti sampai hitungan miliar rupiah. 

Nominal yang didapat setiap warga berbeda. Penentuannya tergantung lokasi. 

Kabar berikutnya, uang pengganti lahan terkait proyek Tol Yogyakarta-Bawen tak akan dinikmati oleh warga Sleman saja. Mengapa?

Berdasarkan dokumen terkini yang bisa diakses publik, pengadaan lahan untuk proyek tol Yogyakarta Bawen akan berlanjut hingga setidaknya Juli 2022, mencakup lahan di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Uangnya buat apa?

Pertanyaannya, apa reaksi mereka yang mendadak jadi miliarder ini? Akankah duit miliaran ini menjaga bahkan menaikkan kualitas hidup para penerima atau justru membahayakan? 

Walau tak benar-benar perbandingan setara, pembebasan lahan untuk pembangunan Ibu Kota pada masa lalu menorehkan jejak warga yang terpinggirkan, pada akhirnya tidak lebih mapan dari sebelumnya, dan sejumlah catatan sosial lain. 

Mengingat ada banyak proyek infrastruktur yang masih terus berlanjut, belum lagi masuknya investasi untuk pengembangan industri sekalipun ada halangan bernama pandemi, tidak mustahil wilayahmu pun berpeluang menghadirkan fenomena miliarder dadakan serupa. 

Baca juga: Mendadak Jadi Miliarder, Warga Indramayu Terima Ganti Rugi Lahan Senilai Miliaran Rupiah

Cerita miliarder dadakan antara lain juga sudah mencuat dari Desa Kawungsari, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Warga di desa ini mendapatkan uang mencapai Rp 134 miliar dari pembebasan 179 bidang tanah untuk proyek Waduk Kuningan.

Baca juga: Warga Desa Kuningan Jadi Miliarder, Dapat Rp 135 M dari Proyek Waduk, Borong 300 Mobil dan Motor. 

Proyek Waduk Kuningan yang merupakan program nasional itu berlangsung sejak tahun 2013. Saat ini, fisik bangunan sudah selesai, tinggal pembebasan lahan yang mencapai sekitar tiga persen.

Sama seperti warga di Tuban, orang-orang di desa ini juga membelanjakan uang mereka untuk membeli kendaraan. Jika ditotal, ada 300 motor dan mobil baru yang sudah berseliweran di desa itu.

Belum lagi cerita dari Indramayu yang ada di Jawa Barat pula. Ada juga kisah dari Takalar,, Sulawesi Barat. Sekali lagi, cerita dari Tuban dan dari Sleman adalah contoh fenomena mendadak miliarder, bukan peristiwa satu-satunya. 

Baca juga: Mendadak Jadi Miliarder, Warga Desa Takalar Tak Tahu Cara Habiskan Uangnya karena Terlalu Banyak

Dari sini, masukan dan pengalaman dari yang memang tahu dan punya ilmunya atau yang pernah mengalami punya uang teramat banyak rasanya layak disimak.

Jangan sampai tanah dan bangunan hilang, uang penggantinya pun tak berumur panjang dalam genggaman. 

Tulisan ini akan banyak menggunakan fenomena miliarder dadakan di Tuban dan proyek Tol Yogyakarta-Bawen yang mulai berjalan sebagai contoh peluang munculnya miliarder-miliarder baru di sekitar kita. Mungkin kamu salah satunya? 

Simak selengkapnya di sini ya....

 M E N U : 

SEKILAS KILANG TUBAN

KESEPAKATAN Pertamina dan Rosneft menggarap kilang baru di Tuban alias NGRR Tuban dimulai pada 2016. Langkah pertama adalah pembentukan badan usaha hasil kolaborasi.

Dalam sinergi yang ditandatangani pada November 2017 itu, Pertamina dijembatani anak perusahaannya, yaitu Kilang Pertamina Internasional. Adapun Rosneft masuk joint venture melalui PT Petrol Complex Pte Ltd, yang kini bernama Rosneft Singapore Pte Ltd.

Penetapan kontraktor pelaksana pembangunan Kilang Tuban dilakukan pada 2019. Adapun soal lahan, awalnya berlarut-larut, bahkan sampai ada polemik hukum terkait pembebasan lahan. 

Terkini, pada pengujung 2020, PT Pertamina Rosneft memenangi sengketa melalui PN Tuban. Pembayaran ganti untung berlangsung cepat setelah keluar putusan hukum atas sengketa dimaksud. 

Kilang minyak baru di Tuban masuk daftar proyek prioritas Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP). Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 memasukkannya juga sebagai proyek strategis nasional (PSN) sektor energi.

Dari situs PT Pertamina Rosneft, pembangunan NGRR Tuban diperkirakan memakan biaya 15,7 miliar dollar AS. Menggunakan kurs tengan Bank Indonesia pada Jumat (26/2/2021), itu setara sekitar Rp 223 triliun. 

NGRR Tuban ditargetkan beroperasi pada 2024, lebih cepat dari target semula pada 2025. Kapasitas kilang direncanakan 300.000 barrel per hari, dengan hasil olahan menggunakan standar Euro 5. 

Kilang baru ini juga dibangun terintegrasi dengan pabrik petrokimia PT Trans Pacific Petrochemical Indotama. Olahan yang dihasilkan diklaim sebagai produk baru petrokimia.

Proyeksinya, Kilang Tuban per hari akan menghasilkan 80.000 barrel gasoline, 99.000 barrel solar, dan 26.000 barrel avtur. Lalu, dari NGRR Tuban juga per tahun bakal dihasilkan 1,3 juta ton polipropilen, 0,65 juta ton polietilen, 0,5 juta ton stirena, dan 1,3 juta ton paraksilen. 

Komposisi kepemilikan NGRR Tuban adalah 55 persen Pertamina dan 45 persen Rosneft. Adapun proporsi pasokan bahan baku yang akan diolah di kilang ini nantinya, 40 persen dipasok Pertamina dan 60 persen dari afiliasi Rosneft.

Lokasi kilang baru di Tuban memiliki luas 1.050 hektar. Rinciannya, 821 hektar lahan darat dan selebihnya lahan reklamasi laut.

Lahan darat tersebar di Desa Kaliuntu sebanyak enam bidang, 562 bidang di Wadung, 566 bidang di Sumurgeneng, serta lahan Perhutani dan KLHK masing-masing satu bidang.

Terkait pemenuhan lahan darat, Kompas.com mendapatkan data bahwa ada 225 kepala keluarga (KK) dari 887 KK di Sumurgeneng yang mendapatkan ganti rugi pembebasan lahan.

Adapun di Desa Waduk ada 70 KK yang mendapatkan ganti untung, sementara data jumlah KK di Desa Kaliwunu yang mendapatkan ganti untung masih belum bisa didapatkan. 

↵ Kembali ke awal artikel...

SEKILAS
TOL YOGYA-BAWEN

Rute Tol Yogyakarta-Bawen berdasarkan data rencana pembebasan lahan yang dipublikasikan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Rute Tol Yogyakarta-Bawen berdasarkan data rencana pembebasan lahan yang dipublikasikan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

BUAT para penjelajah area tengah Pulau Jawa, rute Yogyakarta-Bawen atau sebaliknya Bawen-Yogyakarta itu seru, menantang, tapi juga rentan banyak cobaan. Ini jalur yang menghubungkan Semarang di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Seturut kehadiran tol Trans-Jawa, pilihan bagi orang Jakarta untuk menuju Yogyakarta bisa bertambah dengan keluar di pintu tol sekitar Kartasura selain pintu tol Bawen. Lewat Klaten adalah rute lanjutannya bila memilih keluar di sekitar Kartasura.

Rute alternatif lewat Klaten ini sebenarnya bukan rute yang sebenar-benarnya baru. Namun, sebelumnya bisa dianggap kurang praktis karena harus melewati Salatiga dan Boyolali terlebih dahulu. 

Kalau yang paham atau sesejatinya pejalan, pilihan ketika lalu lintas jalur-jalur utama mulai mengesalkan tersedia pula rute melintasi Kopeng. Dari Semarang masuk ke Salatiga, pilih jalan lingkar Salatiga, langsung deh ke Kopeng, dan ujungnya nanti sudah menjelang perbatasan Magelang-Yogyakarta.

Hubungannya dengan rencana Tol Yogyakarta-Bawen?

Rute tol ini merupakan jalan baru yang menerabas semua pilihan-pilihan yang sudah ada tadi. Berdasarkan data rencana penggunaan lahan, rute tol ini akan meliuk-liuk di seputar jalur lama, kadang melambung ke atas jalur lama sebelum menikung ke pedalaman di seberangnya di bawah jalur lama. 

Rute Tol Yogyakarta-Bawen

Kelak, memakai rute tol ini, pejalan dari arah Semarang menuju Yogyakarta akan lempeng saja dari Bawen, belok kanan, tidak perlu melipir ke Salatiga.

Dari Bawen, rute akan sedikit melambung ke atas Ambarawa, lalu masuk ke sisi bawah jalan arteri lama di wilayah Kabupaten Magelang, tahu-tahu tembus mendekati area kawasan Candi Borobudur di Mungkid, Kabupaten Magelang.

Dari Mungkid, jalur berlanjut melintasi Muntilan, sedikit menyeberangi jalur lama juga, hingga diam-diam sampai ke wilayah Daerah Istimewa lewat bagian barat jalur lama. Ini semacam zig-zag dengan jalur arteri lama sebagai sumbunya. 

Lihat sekali lagi gambar rute berdasarkan informasi daerah-daerah yang masuk rencana pembebasan lahan untuk tol ini, klik gambar untuk memperbesar tampilan bila diperlukan:

Rute Tol Yogyakarta-Bawen Berdasarkan Data Rencana Lokasi Penggunaan Lahan - (KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI)

Berdasarkan siaran pers PT Jasamarga Jogja Bawen tertanggal 13 November 2020, tol ini akan memiliki enam seksi, yaitu:

Tol ini akan dikerjakan oleh konsorsium PT Jasamarga Jogja Bawen. Konsorsium ini terdiri dari PT Jasa Marga (Persero) Tbk selaku pemegang saham mayoritas sebesar 60 persen, PT Adhi Karya (Persero) Tbk dengan 12,5 persen saham, PT Waskita Karya (Persreo) Tbk 12,5 persen, PT PP (Persero) Tbk sebesar 12,5 persen, dan PT Brantas Abipraya (Persero) 2,5 persen.

Tol Yogya-Bawen direncanakan memiliki panjang 75,82 kilometer, dengan 67,05 kilometer berada di Jawa Tengah dan 8,77 kilometer di Daerah Istimewa Yogyakarta. Investasi untuk tol ini ditaksir mencapai Rp 14,26 triliun dengan masa konsesi selama 40 tahun. 

Baca juga: Pengadaan Lahan Tol Yogya-Bawen Seksi 1 Kurang Rp 1,1 Triliun Lagi

Direktur Utama PT Jasamarga Jogja Bawen, Mirza Nurul Handayani, dalam siaran pers tersebut menyatakan bahwa Tol Yogyakarta-Bawen direncanakan punya lima simpang susun (SS) dan satu persimpangan (junction). Rinciannya:

Dijanjikan punya 2x2 lajur yang masing-masing lajur memiliki lebar 3,6 meter, dengan 69,68 kilometer berada di atas tanah (struktur at grade) seperti jalan raya pada umumnya dan 6,15 kilometer berupa jalan layang (struktur elevated) di atas Selokan Mataram di Ring Road Barat Jogya.

Nah, uang pengganti yang diterima warga Sleman pun masih mungkin diterima oleh warga dari sejumlah wilayah yang dilewati rencana tol ini. Karena, hingga tulisan ini tayang, memang belum semua uang pengganti telah disepakati apalagi dibayarkan. 

Baca juga: Fakta Seputar Tol Yogyakarta-Bawen, Proyek Strategis yang Dilengkapi Terowongan

Perubahan-perubahan atas rencana-rencana ini pun dimungkinkan masih terjadi. Misal, demi kelestarian lingkungan hidup. Atau, perubahan mungkin terjadi juga kalau ada masalah pembebasan lahan. 

Rencana penggunaan lahan

Berdasarkan pengumuman dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, rincian lahan untuk proyek Tol Yogyakarta-Bawen adalah sebagai berikut:

Daerah Istimewa Yogyakarta 

Berdasarkan Pemberitahuan Nomor 593/9956/2020 tentang Rencana Pembangunan Jalan Tol Yogyakarta-Bawen di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dikeluarkan Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tertanggal 3 Juli 2020.

Surat pemberitahuan dari Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini tidak mencantumkan detail waktu pelaksanaan pembebasan lahan dan pembangunan fisik.

Baca juga: Konstruksi Tol Yogyakarta-Bawen Mundur Akhir 2021

Pemberitahuan hanya mencantumkan perkiraan waktu untuk pembebasan lahan berlangsung maksimal dua tahun dan pembangunan fisik Tol Yogyakarta-Bawen di wilayah ini kurang lebih selama tiga tahun. 

Jawa Tengah

Berdasarkan Pemberitahuan Nomor 590/0009895 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Jalan Tol Yogyakarta-Bawen di Provinsi Jawa Tengah, yang dikeluarkan Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tertanggal 15 Juli 2021. 

Berdasarkan surat pemberitahuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terkait proyek tol ini, pembebasan lahan diperkirakan berlangsung sampai Juli 2022. Adapun pembangunan fisik di wilayah ini akan dimulai pada 2022 atau sesudah pembebasan lahan rampung. 

↵ Kembali ke awal artikel...

MILIARDER DADAKAN

TAK semua orang yang belakangan tenar karena cerita ratusan mobil tiba-tiba berdatangan ke Tuban saat uang pengganti sudah ketahuan nominalnya langsung menyetujui tawaran ganti untung dari Kilang Tuban. 

Sebagian warga sempat menolak lahannya dibeli Pertamina. Alasannya, nilai ganti untung per meter persegi dianggap terlalu murah.

Namun, mereka akhirnya menerima tawaran itu setelah melihat warga yang sejak awal sepakat menjual tanahnya menerima ganti untung miliaran rupiah. 

Dengan uang itu, mereka yang terdampak lahan untuk berladang kembali membeli lahan pertanian di desa tetangga. Adapun warga yang rumahnya digusur mencari lahan untuk mendirikan rumah baru.

Salah satunya, Romadi (35), warga Desa Wadung. Dia sempat menolak, tapi akhirnya luluh setelah mendapat uang pembayaran penjualan tanah pertanian dan rumah sebesar Rp 7,5 miliar.

"Setelah tahu warga lain menerima uang ganti tanah dengan harga mendekati yang diinginkan, jadi ya terpaksa harus direlakan," kata Romadi.

Selain membeli kembali tanah untuk pertanian dan rumah, Romadi ingin menambah mobil untuk usaha rental miliknya. Romadi juga ini membuka usaha kecil-kecilan.

Dari data yang didapatkan Kompas.com, rata-rata penduduk di Desa Sumurgeneng, Desa Wadung, dan Desa Kaliuntu bekerja sebagai petani jagung.

Untuk sekali panen, rata-rata warga mendapatkan Rp 18 juta hingga Rp 20 juta. Dalam setahun warga bisa tiga kali panen.

Selain bertani, ada juga warga yang bekerja di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Sleman tak seheboh Tuban

Sementara itu, kisah ganti untung yang menghadirkan orang-orang mendadak miliarder di Sleman tak seheboh cerita dari Tuban. Meskipun, tetap saja nominal yang didapat dirasa mengejutkan. 

Cuma, mungkin karena ini Sleman ya, kabupaten tempat Universitas Gadjah Mada (UGM) berada meski kerap disebut ada di Yogyakarta, kehebohannya cukup tertakar.

Baca juga: Ganti Rugi Lahan Tol Yogyakarta-Bawen yang Telah Dibayar Rp 365 Miliar

Penggunaan uang dadakan miliaran rupiah pun cenderung lebih terukur. Namanya juga harga tanah dan rumah di Daerah Istimewa Yogyakarta sudah banyak yang setara Jakarta, mungkin ya. Istimewa!

Namun, kehebohan laiknya di Tuban mungkin saja terjadi untuk wilayah lain yang lahannya akan terpakai untuk rencana pembangunan Tol Yogyakarta-Bawen. Mungkin lho ya....

Salah satu warga Pundong III Sumarsih, misalnya, tak menampik banyak sales mobil yang lalu datang ke kampungnya begitu ada kabar soal uang pengganti lahan tol. Namun, dia dan keluarganya memilih bijak memakai uang yang didapat. 

"Ya kalau orang kampung, dari tanah kembali ke tanah lagi. Mobil itu ya orang-orang tertentu yang butuh. Dapatnya berapa, untuk beli tanah, membangun rumah," ucap Sumarsih.

Tanah milik Sumarsih yang terkena proyek Tol Yogyakarta-Bawen memiliki luas 650 meter persegi, termasuk dua bangunan rumah. Dia menyebutkan, uang pengganti yang didapat tak sampai Rp 3 miliar. 

↵ Kembali ke awal artikel...

UANGNYA UNTUK APA?

Ilustrasi tumpukan rupiah.
SHUTTERSTOCK/PPART
Ilustrasi tumpukan rupiah.

NAMANYA uang, tentu menggoda. Setiap orang juga punya cara berbeda menggunakannya, apalagi ketika tiba-tiba tersedia dalam jumlah sekaligus besar di depan mata. 

Misalnya Siti Nurul Hidayatin, salah satu warga Desa Sumurgeneng, Tuban, yang mendapatkan Rp 18 miliar dari menjual 2,7 hektar tanahnya.

Ibu satu anak ini sudah lama ingin memberangkatkan haji keluarganya. Dengan uang yang dimiliki sekarang, dia langsung mendaftarkan haji delapan anggota keluarga termasuk dirinya sendiri.

"Ya, mau memberangkatkan ke Tanah Suci, ini kan impian umat Islam, cita-citalah. Doanya saja semoga berkah," ujar Siti. 

Sebagian uang juga dia gunakan untuk membeli tiga mobil, yaitu Toyota Innova, Honda HR-V, dan mobil pikap. Tak lupa Nurul menyisihkan uangnya untuk membangun usaha ternak ayam petelur dan deposito.

Ali Sutrisno, juga warga Desa Sumergeneng, mengaku menggunakan uangnya untuk beberapa hal. 

Dari hasil menjual tanah seluas 2,2 hektar yang dihargai Rp 15,8 miliar, Sutrino langsung memborong empat mobil, yaitu Mitsubishi L300, Mitsubishi Xpander, Toyota Innova, dan Honda HR-V. Dia membeli sekaligus empat mobil itu demi menikmati uang yang datang dadakan ini. 

"Masa dulu yang susah, sekarang uang banyak dinikmati. Tetangga pada punya, saya juga ingin punya," ujar dia.

Yang unik, sebagian warga lain membeli mobil pula sekalipun dia tak bisa mengemudi. 

"Saya beli dulu baru belajar. Sekarang sudah bisa sedikit-sedikit. Belum berani jalan ke kota, di desa dulu," kata Matrawai.

Cerita senada juga disampaikan oleh Wantono yang mendapat uang sekitar Rp 24 miliar dari penjualan tanah seluas 4,2 hektar. Namun, dia berkilah bahwa mengendarai traktor lebih sulit daripada belajar menyetir mobil.

"Memang sebelum beli mobil ini tidak bisa nyetir. Setelah beli saya belajar," ujar Wantono.

Tidak semua warga yang mendadak jadi miliarder di Tuban menggunakan uang dadakannya untuk keperluan konsumtif. Salah satunya, Tain, yang mendapatkan Rp 9,7 miliar dari hasil menjual tanah.

Tain lebih memilih menabung dan membeli tanah dibanding membeli mobil seperti kerabat dan tetanganya.

"Saya tidak beli mobil dulu. Keluarga yang jual tanah sudah pada beli mobil," terangnya.

Apa yang berubah?

Sejumlah perubahan terjadi pasca-viral warga di tiga desa tersebut mendadak jadi miliarder. Misalnya, ada peningkatan patroli keamanan dari aparat TNI dan Polri, beberapa waktu setelah heboh miliarder dadakan Tuban. 

"Sejak ada pembebasan lahan pembangunan kilang minyak, saya hampir setiap hari standby di desa. Saya dan pak Bhabinkamtibmas selalu siaga dan handphone saya on terus 24 jam untuk warga," kata Serka Heri Purnomo, salah seorang anggota Babinsa Desa Sumurgeneng.

Hal lain yang berubah adalah semakin ramainya sales datang ke tiga desa ini. Informasi bahwa warga di tiga desa mendadak jadi miliarder tentu saja membuat mereka berharap produk yang mereka jual bisa laku, ibarat terciprat rezeki setelah pandemi membuat banyak usaha termasuk penjualan kendaraan terdampak.

Berpakaian necis, para sales datang berkeliling, berseliweran menapaki jalan desa. Penandanya, mobil-mobil berpelat nomor polisi dari luar Tuban. Ada yang menjajakan mobil, umrah, dan bahkan rumah. Ada juga yang menawarkan paket investasi. 

Bimo (30) adalah satu dari sekian sales yang datang ke Tuban. Sehari-hari dia bermarkas di Surabaya. Bersama teman-temannya, Bimo datang ke Desa Sumurgeneg begitu tahu soal fenomena miliarder dadakan di Tuban yang memang sempat viral dan menyesaki pemberitaan. 

Pernyataan senada disampaikan sales biro umrah asal Surabaya, Anita. Dia datang bersama timnya ke Desa Sumurgeneng untuk menawarkan paket umrah setelah terpapar kabar tentang miliarder Tuban.

"Ini lagi mencoba menawarkan perjalanan umrah ke warga. Tahu kampung ini viral dari pemberitaan," tegas Anita.

Jadi penonton

Meski demikian, tak semua di area sekitar Kilang Tuban mendapatkan kucuran rezeki apalagi miliaran. Tarsimah, misalnya. Warga Desa Sumurgeneng ini hanya bisa menjadi penonton saat tetangganya memborong mobil dan memiliki banyak uang.

Tarsimah tak memiliki lahan di desa itu. Jangankan lahan, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja dia harus bergantung pada pemerintah.

Di dinding depan rumahnya tertempel tanda penerima bantuan pangan non tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH). Di rumah itu ia tinggal bersama Parman (70), suaminya, yang kini sakit dan tidak bisa berjalan.

"Tidak dapat apa-apa saya, ya hanya lihat orang yang jual tanah saja pada senang," katanya.

Tentu situasi ini juga terjadi di banyak lokasi lain, apalagi bila uang pengganti terkait proyek seperti jalan tol. Yang kejatuhan rezeki nomplok ya hanya yang benar-benar terlintasi jalur jalan, tak semua warga meski di kampung yang sama.

Tak semua berubah juga

Meski telah menjadi miliarder, ada juga warga yang tidak berubah. Misalnya Ali Sutrisno. Beli mobil memang dia lakukan, tetapi aktivitas kesehariannya setelah menjadi miliarder dadakan tetap adalah bertani. 

Sudah berkecukupan sekalipun, ungkap dia, tidak berarti harus meninggalkan aktivitas yang sudah digeluti sejak lama itu. 

"Ya tetap bertani, seperti sekarang jemur jagung," katanya.

Wantono juga punya pemikiran serupa. Pria ini tetap melakukan aktivitas sehari-hari karena tidak ingin terlena. Asal tahu saja, Wantono mendapatkan uang Rp 24 miliar dari menjual tanah miliknya.  

"Ya masih tetap bertani, karena memang dari kecil bertani," kata Wantono. 

Ini juga terjadi untuk warga yang menerima ganti rugi dari proyek Tol Yogyakarta-Bawen. Sumarsih, salah satunya, seperti sudah dikutip sebelumnya, yang "mengembalikan" uang penggantian lahan untuk membeli tanah dan rumah pengganti. 

Lalu, ada Sumianto, warga Dusun Pundong III Kalurahan Tirtoadi, Sleman. Dengan uang pengganti yang didapat senilai Rp 2 miliar, dia langsung membeli dua bidang tanah dan membayar uang kuliah anaknya.

"Usaha saya kan bengkel dan dekorasi, (yang selama) pandemi kan sepi. Ya sempat bingung mencari uang untuk biaya anak masuk kuliah. Ini pas cair saya gunakan untuk biaya sekolah," ujar Sumianto, Jumat (3/9/2021).

Meski demikian, Sumanto juga menyisihkan sebagian uangnya untuk membeli tiga mobil, yaitu Mitsubishi Xpander, pikap Suzuki Carry, dan Honda Jazz.  

↵ Kembali ke awal artikel...

KATA PAKARNYA
SOAL
MILIARDER DADAKAN

Ilustrasi rupiah
SHUTTERSTOCK/DANI DANIAR
Ilustrasi rupiah

FENOMENA miliarder baru memborong mobil dengan harga ratusan juta menjadi perhatian banyak kalangan. Meski ini sesuatu yang bisa dimaklumi karena memiliki harta melimpah, berpikir realistis untuk masa depan tetap harus jadi pertimbangan.

Menurut Pakar Perencana Keuangan Aidil Akbar Madjid, ada baiknya masyarakat yang mendapatkan rezeki berlimpah dari hasil kompensasi tanah atau bangunan, berpikir jangka panjang.

Pilihan-pilihan seperti menabung, berinvestasi, atau membuka usaha sebagai pengganti aktivitas penghidupan sebelumnya yang mungkin hilang karena proyek-proyek yang mendatangkan uang itu tetap perlu diambil. 

Soal beli barang konsumtif

Kata Aidil, konversi lahan menjadi uang hingga miliaran rupiah merupakan rezeki nomplok yang patut disyukuri. Namun, dia mengingatkan, sikap konsumtif dan terjebak pada sikap mengedepankan gengsi dikhawatirkan akan memengaruhi situasi keuangan di masa depan

"Beli mobil boleh, tapi enggak usah yang (harganya) ratusan juta apa lagi miliaran rupiah. Enggak perlu termakan gengsi," kata Aidil.

Sah-sah saja juga setiap orang yang tiba-tiba menjadi miliarder langsung membeli mobil.  Hanya yang perlu diingat, membeli mobil tanpa perhitungan realistis berpotensi merugikan di masa depan.

Membeli mobil juga bukan langkah investasi strategis. Selain berpotensi menjadi beban, nilai mobil akan susut seiring waktu berjalan.

"Beli mobil itu kan konsumtif. Jadi sebenarnya mereka rugi. Mereka beli mobil Rp 1 miliar, Rp 500 juta, tapi waktu dijual harganya turun 20 persen (atau) 30 persen," ujar Aidil.

Alternatif penggunaan uang

Saran Aidil, agar tidak memengaruhi situasi keuangan di masa depan, ada baiknya sebagian uang yang dimiliki ditabung atau digunakan untuk membeli barang yang tidak susut nilainya saat dijual nanti.

Misalnya, dibelikan emas. Bagi masyarakat yang belum memahami betul soal investasi di pasar luas, mereka bisa menyisihkan uangnya untuk membeli perhiasan berbahan emas atau sekalian emas batangan. 

Dengan membeli perhiasan, paling tidak harganya tak akan surut seperti membeli mobil. Dalam ilmu ekonomi, emas merupakan salah satu bentuk aset yang punya kemampuan menjaga nilai di tengah fluktuasi nilai tukar mata uang pada masa mendatang. 

Pilihan lainnya, uang hasil kompensasi lahan bisa digunakan untuk membeli lahan sebagai pengganti dari lahan sebelumnya. Bila memilih tetap tinggal di desa dan bertani, uang itu sebagian bisa dibelikan sawah. 

Edukasi

Terkait fenomena uang-uang pengganti yang mengguyur warga di sejumlah daerah, ada baiknya setiap lembaga atau institusi yang hendak memberikan kompensasi untuk pembebasan lahan turut memberikan edukasi kepada masyarakat agar berperilaku realistis dalam mengelola keuangan.

"Kalau ada uang penggantian dari penggusuran atau segala macam, harusnya juga diiringi dengan edukasi. Kasihan masyarakat, mereka cuma bisa menghamburkan uang sesaat, tetapi nantinya jadi miskin lagi hidupnya," ujar Aidil.

Presiden Direktur PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia Kadek Ambara Jaya juga khawatir warga desa di Tuban yang mendadak menjadi miliarder jatuh miskin karena tak bisa mengelola uang dengan baik.

Untuk itu, dia akan bekerja sama dengann pihak ketiga untuk melakukan riset dan pemetaan kondisi warga di tiga desa tersebut. Pertamina juga ingin mengajak warga berbagi pekerjaan dengan padat karya.

Namun, tentu saja sebelum melibatkan warga sekitar, perusahaan akan memberikan pembinaan dan pelatihan. Sehingga, warga sekitar memiliki kemampuan yang baik.

"Kita punya kewajiban untuk membantu warga dari ring satu, apalagi warga saat ini kan mulai susah karena Covid-19," jelasnya.

Tips profesional global

Fenomena mendadak miliarder tak hanya kejadian di Indonesia. Terlebih lagi, di banyak negara juga ada lotere yang hadiahnya sampai enggak bisa ditulis nol-nya dalam rupiah.

Deborah L Jacobs dari Forbes menjadi salah satu yang memberikan saran profesional kepada orang-orang yang mendadak tajir melintir sampai bingung memakai uangnya. Dia menggunakan contoh pemenang lotere Powerball yang pada 2016 memberikan hadiah jackpot senilai 1,5 miliar dollar AS.

Saran pertama, adalah sebisa mungkin enggak menunjukkan ke dunia bila mendapatkan hadiah uang runtuh. Ini tujuannya menghindari orang-orang yang memanfaatkan situasi untuk kepentingannya, baik secara profesional maupun kejahatan. 

Saran kedua, pastikan urusan pajak beres. Di Indonesia sekalipun, uang ini kena ketentuan pajak, masuk sebagai objek pajak. 

Saran ketiga, jangan langsung berubah total gaya hidup. Boleh saja sedikit merayakan dan menikmati uang yang tiba-tiba melimpah ada tetapi bukan gaya hidup yang sepenuhnya berubah apalagi drastis berubah.

Saran keempat, lunasi segera semua utang mumpung ada duitnya. Biar hidup tenang ya.

Saran kelima, cari penasihat dan perencana keuangan profesional kalau sudah mulai mumet karena kebanyakan uang. Ini untuk mencegah pemakaian yang tak terkendali apalagi salah.

Saran keenam, investasikan sebagian uang secara bijak. Pilihannya banyak, bentuknya banyak. Investasi enggak berarti main saham.

Saran ketujuh, tetaplah disiplin hidup berdasarkan budget yang masuk akal. Ingat, uang-uang dadakan seperti ini bukanlah pemasukan rutin, bahkan bisa jadi hanya sekali datang seumur hidup. Belum lagi, nilai uang juga berfluktuasi bahkan bisa terdepresiasi alias tak seberharga sebelumnya. 

Saran kedelapan, menyambung saran ketujuh di atas, rencanakan dan gunakan sebagian uang untuk aset yang secara jangka panjang akan tetap menjaga nilai uang yang sekarang didapat. Tanah dan emas adalah contoh aset yang saat ini masuk kategori aset semacam itu. 

Saran kesembilan sebenarnya ada, yaitu menggunakan sebagian uang dadakan ini untuk charity yang bisa mengurangi kewajiban perpajakan. Namun, di Indonesia sepertinya belum sepenuhnya dapat diakomodasi. Buat dicatat saja dulu ya. 

Kata pengamat psikososial 

Pengamat Psikososial dan Budaya Endang Mariani mengatakan, fenomena borong mobil yang terjadi di sejumlah daerah karena cairnya uang pengganti lahan merupakan reaksi yang dapat dimengerti.

"Tentu saja jika tidak dilakukan secara berlebihan dan (itu memang) sesuai dengan kebutuhan, fungsi, dan manfaatnya," kata Endang. 

Doktor Psikologi lulusan Universitas Indonesia ini menyebut memang uang tidak selalu dapat memenuhi seluruh kebutuhan manusia yang sangat kompleks. Namun, uang dapat menjadi “jalan keluar” bagi pemenuhan kebutuhan manusia.

Dengan miliaran rupiah yang diterima, hampir seluruh kebutuhan fisik untuk hidup, seperti pangan, sandang, dan papan dapat dipenuhi.

Uang itu bisa dipakai pula untuk memenuhi  kebutuhan akan keamanan diri, seperti ketersedian sumber-sumber kehidupan untuk diri dan keluarga, jaminan kesehatan jika dibutuhkan, dan kepemilikan atas berbagai aset yang dapat menopang kehidupan.

"Kebetulan saya hanya melihat, membaca, dan mendengar dari berita, belum turun langsung untuk melakukan penelitian lapangan. Namun, dapat saya simpulkan bahwa tidak semua warga menggunakan uang yang diterima secara konsumtif," lanjut Endang.

Menurut dia, ada warga yang menggunakannya untuk investasi jangka panjang, seperti membeli tanah di daerah lain, mempersiapkan pendidikan anak, meningkatkan modal usaha, mempersiapkan hari tua, dan sebagainya.

Ada juga yang akan menggunakan sebagian uang yang diterima untuk memenuhi panggilan naik haji dan bahkan ada yang akan membangun TPA.

Artinya bagi sebagian masyarakat, uang yang diperoleh secara instan, selain digunakan untuk pemenuhan kebutuhan fisik dan sosial, juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan spiritual.

Terkait alasan harus membeli mobil, menurutnya hal ini hanya fenomena yang tampak di permukaan. Namun, situasi ini juga dapat dipahami karena kendaraan masuk dalam kebutuhan sekunder.

Jika kebutuhan primer dan sekunder telah terpenuhi, dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersier untuk sebagian orang mungkin akan muncul.

"Misalnya untuk membeli sesuatu yang dianggap mewah," kata dia.

Adapun faktor-faktor yang dapat memengaruhi kebutuhan tersier, antara lain tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, status sosial, pergaulan, dan lingkungan tempat tinggal.

Namun, Endang juga menyebutkan bahwa ada kebutuhan manusia untuk mendapatkan penghargaan dan respect, baik dari diri sendiri maupun dari orang lain. Nilai yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri yang akan menjadi patokannya.

Apabila kebutuhan akan penghargaan ini terpenuhi, rasa percaya diri mereka akan tumbuh, sebagai sarana untuk dapat diterima oleh lingkungan sosial di sekitarnya. Ini kerap disebut sebagai kebutuhan aktualisasi diri. 

"Semua itu tentunya bergantung pada lingkungan dan nilai-nilai yang berlaku pada masyararakat di mana seseorang tinggal dan beraktivitas," kata dia.

Pencapaian bisa saja dinilai melalui usaha atau bisnis yang berhasil, tingkat pendidikan, atau juga kegiatan-kegiatan sosial.

Hal-hal yang berubah

Perubahan lingkungan secara fisik, biasanya diikuti dengan perubahan lain seperti perubahan pola hubungan sosial dan perilaku sosial. Nilai-nilai budaya mungkin juga akan mengalami perubahan. Namun, perubahan itu tidak selalu berkonotasi negatif, bisa juga positif.

Dari sisi ekonomi, misalnya, jelas akan terjadi peningkatan taraf kehidupan ekonomi.

"Semoga saja hal ini tidak mengubah nilai-nilai baik yang selama ini sudah tertanam dari generasi ke generasi,. Seperti pola hidup sederhanaan menjadi konsumtif, atau hilangnya nilai guyub dan gotong royong menjadi sangat individual," kata Endang.

Terkait mata pencaharian hidup, kemungkinan perubahan juga bisa saja terjadi. Mereka yang selama ini kebanyakan adalah petani bisa jadi akan perlu beradaptasi dengan lingkungan baru yang tak memungkinkan lagi untuk bertani.

Seberapa banyak pun uang yang dimiliki, tanpa pengelolaan yang baik dan penggunaan yang bijaksana, tentu suatu saat akan habis. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu mendapatkan sosialisasi dan pendampingan dalam pengelolaan keuangan.

"Jangan sampai terjadi culture shock yang tidak dapat dikelola, yang justru dapat menimbulkan dampak negatif jangka panjang," kata dia.

Ia berpendapat, penting pula untuk tetap menanamkan etos kerja pribadi maupun kepada anak-anak mereka. Sebab, kekayaan materi bisa habis. Namun, kekayaan hati dan ilmu pengetahuan harus selalu ada untuk menjalani kehidupan yang masih panjang.

↵ Kembali ke awal artikel...