MENENTANG DIKTATOR DAN KOMUNISME, MENGAGUMI PANCASILA DAN TOLERANSI DI INDONESIA
AFP/ALEJANDRO RUSTOM
Seorang perempuan memegang poster Paus Yohanes Paulus II di tengah kanonisasi Paus Yohanes XXIII dan Paus Yohanes Paulus II di Santiago, Cile, pada 27 April 2014. Di Vatikan, Paus Fransiskus pada hari yang sama mengumumkan kedua Paus ini sebagai santo.
PAUS Yohanes Paulus II dikenal sebagai seorang konservatif. Selama kepemimpinannya, ia gencar menyatakan penentangan terhadap hal-hal yang dianggap tak sesuai dengan ajaran agama.
Aborsi, alat kontrasepsi, hubungan sesama jenis, hingga ajaran komunisme, termasuk yang dia tentang.
Menentang kediktatoran
Khusus soal komunisme, penentangan Paus Yohanes Paulus II bukan semata-mata akibat pandangan ideologi. Dia melihat pula tindakan rezim yang mengekang kebebasan masyarakat.
Karenanya, Paus Paulus Yohanes II dikenal aktif menyuarakan penentangan terhadap kediktatoran, walau di negara yang tidak mengusung paham komunis.
Penentangan Gereja Katolik atas praktik pemerintahan suatu negara selama kepemimpinan Paus Paulus Yohanes II dapat ditelusuri antara lain pada perubahan politik di Filipina dan Cile.
Dia menegaskan pula akan berupaya membawa demokrasi kembali ke Cile. Di negeri itu, gereja pun tegas mengecam pelanggaran hak asasi manusia dan pembatasan kebebasan politik oleh pemerintah setempat.
Merujuk artikel tersebut, para uskup katolik di Cile telah membantu mengatur koalisi para penentang Pemerintahan Augusto Pinochet sebagai bagian dari misi Gereja.
Perjalanan Paus Yohanes Paulus II ke Uruguay, Cile, dan Argentina dianggap oleh pejabat Vatikan sebagai salah satu perjalanan paling sensitif secara politik yang pernah dia lakukan.
Kunjungan selama dua pekan ke kawasan Amerika Selatan itu mengindikasikan bahwa dia akan mengambil pendekatan agresif terhadap masalah hak asasi manusia.
Dia pun dengan nada tinggi merespons kritik penguasa Cile pada saat itu yang meminta Vatikan lebih baik menggunakan 90 persen waktu untuk berdoa.
"Kami tidak akan membiarkan diri mati dengan berhenti mengadvokasi keadilan sosial," tegas dia.
Paus Yohanes Paulus II pun menepis tudingan bahwa dia sekadar berpolitik.
"Mereka bilang ini politik (gereja). Ini bukan politik (gereja). Ini adalah (sikap) kami," tegas dia.
Keruntuhan komunisme
Paus Yohanes Paulus II merupakan salah satu sosok yang dianggap punya pengaruh kuat dan berperan dalam keruntuhan komunisme di sejumlah negara, termasuk di negara asalnya.
Suara penentangannya terhadap komunisme sudah lantang sejak tujuh bulan setelah terpilih. Dalam kunjungan ke Polandia pada Juni 1979, misalnya, dia berpidato tentang akar kristen di Polandia dan kefanaan rezim komunis.
Pidato ini telah dianggap sebagai tantangan langsung bagi pemimpin di Polandia dan negara-negara komunis. Kunjungan pertamanya ke Polandia setelah terpilih menjadi Paus ini disambut tak kurang oleh tiga juta orang, sekitar sepuluh persen populasi pada saat itu.
Meski meyakini tanpa kehadiran Paus dan pidatonya itu komunis di Polandia tetap bakal runtuh, pelaku sejarah negeri itu mengakui momentum tersebut mempercepat waktu kejatuhan.
"Ketika dia datang pada 1979, dia membawa pesan yang sangat sederhana. Dia bilang, 'Jangan takut'," ujar Bronislaw Geremek, aktivis dan mantan Menteri Luar Negeri Polandia,
seperti dikutip New York Times edisi 1 April 1987.
Adapun Anthony Judt, sejarawan dari New York University menyebut, kehadiran dan Paus di Polandia pada 1979 tersebut telah memberikan dukungan moral dan terbuka.
"Secara moral dia mendiskreditkan rezim," kata Judt seperti dimuat di CBC edisi April 2005.
Terpisah, Klaus Ziemer, Direktor Institut Sejarah Jerman di Polandia yang mengaku berada di Krakow pada 1980, menyebut bahwa inspirasi Paus untuk orang Polandia pada saat itu sangat luar biasa.
"Jangan takut, nasib Polandia tergantung padamu. (Kalimat Paus ini) diambil sebagai instruksi untuk aksi langsung," kata Ziemer,
seperti dikutip New York Times edisi 6 April 2005.
Selain keruntuhan rezim komunis Polandia, Paus Yohanes Paulus II pun diakui turut andil dalam runtuhnya Uni Soviet. Pemilu demokratis Polandia pada 1981, sebagai yang pertama pada masa itu di wilayah satelit Uni Soviet, menjadi salah satu pendorong.
Transisi Polandia yang relatif damai menuju demokrasi menyebabkan perubahan besar-besaran di seluruh kawasan selama tahun berikutnya sampai akhirnya Uni Soviet runtuh.
Pemimpin terakhir Uni Soviet, Mikhail Gorbachev sempat menyatakan perubahan tak mungkin terjadi tanpa peran Paus Yohanes Paulus II, sekalipun bukan satu-satunya faktor.
Penentangan keras Paus terhadap komunisme berasal dari keyakinannya bahwa kesetiaan utama seseorang haruslah kepada Tuhan dan hati nuraninya sendiri, bukan negara.
Paus berkeyakinan, komunisme yang menekan kebebasan beragama, ekonomi dan politik, menempatkan diri menjadi semacam tuhan alternatif.
"Di zaman kita, kejahatan telah berkembang di luar semua batas," tulis Paus dalam buku Memory and Identity: Personal Reflections, yang terbit pada Februari 2005.
"Kejahatan abad ke-20 sangat besar, kejahatan yang menggunakan struktur negara untuk melaksanakannya. Pekerjaan kotor, kejahatan diubah menjadi suatu sistem," tulis dia.
Meski begitu, Paus dalam bukunya menolak pujian untuk peran dalam keruntuhan Uni Soviet. Justru, kata dia, kerusakan ekonomi-lah yang menjadi penyebab keruntuhan negara itu, yang lalu pecah menjadi banyak negara seperti sekarang.
Pernah ke Indonesia
Selama menjadi pemimpin tertinggi umat Katolik dunia, Paus Yohanes Paulus II pernah mengunjungi 129 negara. Indonesia salah satunya.
Paus Yohanes Paulus II berkunjung ke Indonesia pada 1989. Dia sempat berhotbah di Stadion Gelora Bung Karno, yang waktu itu bernama Stadion Utama Senayan, yaitu pada 9 Oktober 1989.
Artikel Kompas edisi 10 Oktober 1989 tentang kunjungan dan khotbah Paus Yohanes Paulus II - (DOK KOMPAS)
Khotbah itu disaksikan langsung oleh lebih dari 100.000 orang yang memadati stadion. Paus membawakan khotbah Umat sebagai Warga Negara Pancasila.
Umat Katolik di Indonesia, ujar dia, harus terus memupuk rasa kebangsaan yang besar pada negara. Di dalamnya, Paus juga menyampaikan pesan persahabatan untuk umat Islam Indonesia.
Tajuk rencana Kompas edisi 11 Oktober 1989, merespons khotbah Paus Yohanes Paulus II - (DOK KOMPAS)
Dalam kunjungan kehormatan ke Istana Negara dan bertemu Presiden Soeharto, Senin (9/10/1989), Paus menyatakan pula kekaguman pada falsafah Pancasila dan toleransi masyarakat Indonesia terhadap sesama umat beragama, seperti dimuat di berita utama Kompas edisi 10 Oktober 1989.