JEO - Tokoh

Sabtu, 17 Oktober 2020 | 19:38 WIB
 

 MENGENANG 
PAUS YOHANES PAULUS II:

KISAH HIDUP
DAN KIPRAH 26 TAHUN
MENJADI PAUS

Dalam sejarah Gereja Katolik, Paus Yohanes Paulus II merupakan Paus dengan masa jabatan terlama kedua. Dia menjabat selama 26 tahun.
 

 
TEPAT 42 tahun lalu, 16 Oktober 1978 sekitar pukul 19.15 waktu Roma, Italia, atau 17 Oktober 2020 pukul 00.15 WIB, Paus baru terpilih menampakkan diri untuk pertama kali.
 
Inilah Paus yang kemudian tercatat sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik dengan masa terlama kedua dalam sejarah.
 
Sebelumnya, pada pukul 18.00 waktu setempat, asap putih yang berarti Paus baru telah terpilih mengudara dari Kapel Sistine, Vatikan. Pengumuman dalam bahasa latin pun menyusul berkumandang dari balkon Basilika St Petrus.
 
Pada hari dan waktu itu, Gereja Katolik memilih Karol Jozef Wojtyla sebagai Paus. Wojtyla terpilih dalam konklaf—forum khusus untuk memilih Paus di Vatikan—yang berlangsung selama tiga hari.
 
Pelantikan Wojtyla menjadi Paus Yohanes Paulus II dilakukan pada 22 Oktober 1978.
 

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Karol Wojtyla Dilantik menjadi Paus Yohanes Paulus II

 
Dikutip dari arsip berjudul 1978: With John Paul II, a new era began for the church yang dimuat di Pittsburg Catholic pada 29 September 2008, konklaf tersebut dimulai pada 14 Oktober 1978, setelah Paus Yohanes Paulus I mendadak mangkat pada 28 September 1978.

Paus Paulus Yohanes I meninggal karena serangan jantung, saat baru menjabat Paus selama 33 hari. Dia terpilih menjadi Paus pada 26 Agustus 1978, menggantikan Paus Paulus VI yang wafat pada 6 Agustus 1978.
 
Wojtyla semula bukanlah kandidat yang diperhitungkan menjadi Paus. Semula, seperti dikutip dari pittsburghcatholic.org, ada dua kandidat dari Italia untuk posisi pemimpin tertinggi Gereja Katolik ini.
 
Kedua kandidat adalah Uskup Agung Genoa, Giuseppe Siri, yang beraliran konservatif, dan Uskup Agung Florence, Giovanni Benelli, yang moderat. Namun, mereka memutuskan mundur dari pencalonan.

Nama Wojtyla dimunculkan oleh Kardinal Franz Konig dari Wina, Austria, negara tetangga Polandia yang merupakan tempat asal Wojtyla. Dukungan lalu juga datang dari Kardinal Stefan Wyszynski asal Warsawa dan John Krol dari Philadelphia.

Para kardinal asal Amerika Serikat sudah sangat mengenal Wojtyla yang sempat berkunjung ke beberapa kota di AS dalam dua tahun sebelum konklaf.
 
Dukungan untuk Wojtyla datang pula dari negara-negara dunia ketiga. Terpilihnya Wojtyla mengakhiri dominasi 4,5 abad pemimpin Gereja Katolik dari Italia.
 
Wojtyla yang saat itu berusia 58 tahun juga tercatat sebagai Paus non-Italia pertama dalam 455 tahun terakhir.
Arsip Pemberitaan Kompas edisi 18 Oktober 1978 tentang Terpilihnya Karol Wojtyla menjadi Paus - (DOK KOMPAS)

Sebagai penerus Yohanes Paulus I, Wojtyla kemudian memilih nama Yohanes Paulus II sebagai penghormatan untuk pendahulunya.

 
Dalam sejarah Gereja Katolik, keberadaan tiga Paus dalam rentang satu tahun juga merupakan peristiwa langka, baru pertama kali terjadi sejak 1605.
 
Paus Yohanes Paulus II menjadi pemimpin tertinggi umat dan Gereja Katolik selama 26 tahun, hingga 2 April 2005, saat dia berpulang di kediamannya pada usia 84 tahun. 
 
Hanya Paus Pius IX yang tercatat menduduki Tahta Suci Vatikan lebih lama dibanding Paus Yohanes Paulus II. Paus Pius IX menjabat pada kurun 1846-1878 atau selama 32 tahun.
 
Pemakaman Paus Yohanes Paulus II dihadiri tak kurang dari tiga juta orang yang menyesaki Basilika St Petrus. 
 
Lalu, seperti apa kisah hidup dan kiprah Paus Yohanes Paulus II yang juga pernah berkunjung ke Indonesia ini? 
 
 

 MENU ARTIKEL: 

 
 
 
Poster Paus Yohanes Paulus II di pusat Kota Warsawa, Polandia. Gambar diambil pada 30 Maret 2015, saat umat Katolik memperingati 10 tahun wafatnya Paus Yohanes Paulus II. Polandia adalah negara asal Paus Yohanes Paulus II.
AFP/JANEK SKARZYNSKI
Poster Paus Yohanes Paulus II di pusat Kota Warsawa, Polandia. Gambar diambil pada 30 Maret 2015, saat umat Katolik memperingati 10 tahun wafatnya Paus Yohanes Paulus II. Polandia adalah negara asal Paus Yohanes Paulus II.

SELAMAT DARI NAZI,
PENEMBAKAN,
PENIKAMAN,
DAN RENCANA
PEMBUNUHAN
PAKAI BOM

KAROL WOJTYLA lahir di Wadowice, sebuah kota kecil di Polandia, pada 18 Mei 1920. Pada 1938, dia masuk Jurusan Filsafat dan Sastra di Universitas Jagiellonian Krakow. Kampusnya ditutup setahun kemudian ketika Nazi mulai masuk Polandia.


Pada 1944, Nazi menangkapi para pemuda di Krakow untuk meredam pemberontakan. Wojtyła sempat hampir tertangkap juga ketika rumah pamannya digerebek. Beruntung, persembunyiannya di ruang bawah tanah tak ketahuan.
 
Wojtyla lalu berlindung di kediaman Uskup Agung Krakow sampai selesainya pendudukan Nazi di Polandia. Dia juga mulai belajar di seminari rahasia yang dikelola Uskup Krakow karena ingin menjadi pastur.
 
Seminari ini diadakan diam-diam karena Nazi tak segan menghabisi pemuka agama yang berseberangan sikap dengannya. Wojtyla merampungkan seminarinya setelah Perang Dunia II usai dan ditahbiskan pada 1946.
 
Setelah itu, Wojtyla mengambil sekolah doktoral bidang teologi di Roma, Italia, dan rampung pada 1948. Kembali ke Polandia, Wojtyla melayani beberapa paroki di dan sekitar Krakow.
 
Ia menjadi Uskup Ombi pada 1958 dan kemudian diangkat menjadi Uskup Agung Krakow pada 1964. Sesudah itu, pada 1967, Wojtyla diangkat menjadi kardinal oleh Paus Paulus VI, hingga terpilih menjadi Paus pada 1978.
 
enam tahun kemudian. Pada 1967, Wojtyla diangkat menjadi kardinal oleh Paus Paulus VI. Ia menjabat sebagai kardinal sampai akhirnya terpilih sebagai Paus dengan nama Yohanes Paulus II.
 

Tak lepas dari insiden

Setidaknya ada dua serangan langsung ke Paus Yohanes Paulus II yang mengancam keselamatan nyawanya. Lalu, ada satu lagi rencana pembunuhan Paus tetapi gagal.
 
Serangan pertama terjadi pada Mei 1981. Paus ditembak dari jarak dekat di St Peter's Square. Dua peluru ditembakkan dari jarak hanya beberapa meter mengenai Paus.
 
Satu peluru menghancurkan dua sendi jari manis tangan kiri Paus. Satu peluru lain menembus perut, nyaris membuatnya kehilangan pankreas, aorta perut, dan tulang belakang.
 
Seperti dikutip dari Time, operasi untuk menyelamatkan Paus memakan waktu hingga lebih dari lima jam. Paus harus kehilangan sebagian ususnya dan kondisi tubuhnya setelah itu tetap terdampak cedera dari serangan ini.
 
Dalam hitungan hari setelah serangan, Paus secara terbuka memaafkan penyerangnya. Adapun Pemerintah Italia baru pada 2000 mengampuni pelaku penembakan, atas permintaan Paus. 
 
Pelaku serangan disebut sebagai teroris asal Turki. Namun, merujuk Time, motif sesungguhnya serangan ini tak pernah benar-benar terungkap. 
 
Kali pertama, penyerang mengaku bertindak seorang diri. Kali lain, dia mengaku mendapat perintah dari dinas rahasia Soviet dan Bulgaria.
 
Pengakuan kedua tersebut belakangan dikuatkan oleh hasil investigasi yang digelar komisi parlemen Italia pada 2006. Seperti dikutip dari Newsweek, Tim investigasi menyatakan bahwa tanpa keraguan serangan itu diatur oleh mantan pemimpin Soviet.
 
Serangan kedua yang nyaris merengut nyawa Paus Yohanes Paulus II terjadi pada 1982. Kali ini di Basilika Santa Maria Fatima (the Basilica of Our Lady of Fatima) di Portugal . 
 
Saat mendaki tangga basilika, seorang lelaki menikamnya dengan bayonet sepanjang 16 inci.
 
Penyerang Paus diidentifikasi sebagai pastor konservatif asal Spanyol yang menentang reformasi liberalisasi Konsisi Vatikan II, terutama untuk modernisasi atas misa latin dari abad ke-16.
 
Serangan ketiga terhadap Paus Yohanes Paulus II baru berupa rencana, diklaim sebagai tindakan Al Qaeda. Diduga, para pelaku akan membunuh Paus di sela kunjungannya di Filipina pada 1995.
 
Rencana ini gagal karena apartemen yang disewa para pelaku terbakar. Otoritas keamanan menemukan bahan rangkaian bom rakitan di apartemen tersebut.
 
Satu dari tiga orang yang diidentifikasi sebagai pelaku belakangan diklaim sebagai salah satu serangan 11 September 2011 yang antara lain meruntuhkan menara WTC di Amerika Serikat. 
 
 

 MENU ARTIKEL: 

 
 
 

MENENTANG DIKTATOR DAN KOMUNISME, MENGAGUMI PANCASILA DAN TOLERANSI DI INDONESIA

Seorang perempuan memegang poster Paus Yohanes Paulus II di tengah kanonisasi Paus Yohanes XXIII dan Paus Yohanes Paulus II di Santiago, Cile, pada 27 April 2014. Di Vatikan, Paus Fransiskus pada hari yang sama mengumumkan kedua Paus ini sebagai santo.
AFP/ALEJANDRO RUSTOM
Seorang perempuan memegang poster Paus Yohanes Paulus II di tengah kanonisasi Paus Yohanes XXIII dan Paus Yohanes Paulus II di Santiago, Cile, pada 27 April 2014. Di Vatikan, Paus Fransiskus pada hari yang sama mengumumkan kedua Paus ini sebagai santo.

PAUS Yohanes Paulus II dikenal sebagai seorang konservatif. Selama kepemimpinannya, ia gencar menyatakan penentangan terhadap hal-hal yang dianggap tak sesuai dengan ajaran agama.

Aborsi, alat kontrasepsi, hubungan sesama jenis, hingga ajaran komunisme, termasuk yang dia tentang. 

Menentang kediktatoran

Khusus soal komunisme, penentangan Paus Yohanes Paulus II bukan semata-mata akibat pandangan ideologi. Dia melihat pula tindakan rezim yang mengekang kebebasan masyarakat.  
 
Karenanya, Paus Paulus Yohanes II dikenal aktif menyuarakan penentangan terhadap kediktatoran, walau di negara yang tidak mengusung paham komunis.
 
Penentangan Gereja Katolik atas praktik pemerintahan suatu negara selama kepemimpinan Paus Paulus Yohanes II dapat ditelusuri antara lain pada perubahan politik di Filipina dan Cile. 
 
Dalam wawancara yang dikutip dalam artikel Pope, on Latin Trip, Attacs Pinochet Regime  di New York Times edisi 1 April 1987, Paus Paulus Yohanes II menyatakan gereja harus memainkan peran di Cile seperti pernah dilakukan di Filipina.
 
Dia menegaskan pula akan berupaya membawa demokrasi kembali ke Cile. Di negeri itu, gereja pun tegas mengecam pelanggaran hak asasi manusia dan pembatasan kebebasan politik oleh pemerintah setempat.
 
Merujuk artikel tersebut, para uskup katolik di Cile telah membantu mengatur koalisi para penentang Pemerintahan Augusto Pinochet sebagai bagian dari misi Gereja.

Perjalanan Paus Yohanes Paulus II ke Uruguay, Cile, dan Argentina dianggap oleh pejabat Vatikan sebagai salah satu perjalanan paling sensitif secara politik yang pernah dia lakukan.
 
Kunjungan selama dua pekan ke kawasan Amerika Selatan itu mengindikasikan bahwa dia akan mengambil pendekatan agresif terhadap masalah hak asasi manusia.
 
Dia pun dengan nada tinggi merespons kritik penguasa Cile pada saat itu yang meminta Vatikan lebih baik menggunakan 90 persen waktu untuk berdoa. 
 
"Kami tidak akan membiarkan diri mati dengan berhenti mengadvokasi keadilan sosial," tegas dia.
 
Paus Yohanes Paulus II pun menepis tudingan bahwa dia sekadar berpolitik. 
 
"Mereka bilang ini politik (gereja). Ini bukan politik (gereja). Ini adalah (sikap) kami," tegas dia.

Keruntuhan komunisme

Paus Yohanes Paulus II merupakan salah satu sosok yang dianggap punya pengaruh kuat dan berperan dalam keruntuhan komunisme di sejumlah negara, termasuk di negara asalnya.
 
Suara penentangannya terhadap komunisme sudah lantang sejak tujuh bulan setelah terpilih. Dalam kunjungan ke Polandia pada Juni 1979, misalnya, dia berpidato tentang akar kristen di Polandia dan kefanaan rezim komunis. 
 
Pidato ini telah dianggap sebagai tantangan langsung bagi pemimpin di Polandia dan negara-negara komunis. Kunjungan pertamanya ke Polandia setelah terpilih menjadi Paus ini disambut tak kurang oleh tiga juta orang, sekitar sepuluh persen populasi pada saat itu.
 
Meski meyakini tanpa kehadiran Paus dan pidatonya itu komunis di Polandia tetap bakal runtuh, pelaku sejarah negeri itu mengakui momentum tersebut mempercepat waktu kejatuhan.
 
"Ketika dia datang pada 1979, dia membawa pesan yang sangat sederhana. Dia bilang, 'Jangan takut'," ujar Bronislaw Geremek, aktivis dan mantan Menteri Luar Negeri Polandia, seperti dikutip New York Times edisi 1 April 1987.  
 
Adapun Anthony Judt, sejarawan dari New York University menyebut, kehadiran dan Paus di Polandia pada 1979 tersebut telah memberikan dukungan moral dan terbuka.
 
"Secara moral dia mendiskreditkan rezim," kata Judt seperti dimuat di CBC edisi April 2005.
 
Terpisah, Klaus Ziemer, Direktor Institut Sejarah Jerman di Polandia yang mengaku berada di Krakow pada 1980, menyebut bahwa inspirasi Paus untuk orang Polandia pada saat itu sangat luar biasa.
 
"Jangan takut, nasib Polandia tergantung padamu. (Kalimat Paus ini) diambil sebagai instruksi untuk aksi langsung," kata Ziemer, seperti dikutip New York Times edisi 6 April 2005.
 
Selain keruntuhan rezim komunis Polandia, Paus Yohanes Paulus II pun diakui turut andil dalam runtuhnya Uni Soviet. Pemilu demokratis Polandia pada 1981, sebagai yang pertama pada masa itu di wilayah satelit Uni Soviet, menjadi salah satu pendorong.
 
Transisi Polandia yang relatif damai menuju demokrasi menyebabkan perubahan besar-besaran di seluruh kawasan selama tahun berikutnya sampai akhirnya Uni Soviet runtuh.

Pemimpin terakhir Uni Soviet, Mikhail Gorbachev sempat menyatakan perubahan tak mungkin terjadi tanpa peran Paus Yohanes Paulus II, sekalipun bukan satu-satunya faktor.

Penentangan keras Paus terhadap komunisme berasal dari keyakinannya bahwa kesetiaan utama seseorang haruslah kepada Tuhan dan hati nuraninya sendiri, bukan negara.
 
Paus berkeyakinan, komunisme yang menekan kebebasan beragama, ekonomi dan politik, menempatkan diri menjadi semacam tuhan alternatif.

"Di zaman kita, kejahatan telah berkembang di luar semua batas," tulis Paus dalam buku Memory and Identity: Personal Reflections, yang terbit pada Februari 2005.

"Kejahatan abad ke-20 sangat besar, kejahatan yang menggunakan struktur negara untuk melaksanakannya. Pekerjaan kotor, kejahatan diubah menjadi suatu sistem," tulis dia.

Meski begitu, Paus dalam bukunya menolak pujian untuk peran dalam keruntuhan Uni Soviet. Justru, kata dia, kerusakan ekonomi-lah yang menjadi penyebab keruntuhan negara itu, yang lalu pecah menjadi banyak negara seperti sekarang. 

Pernah ke Indonesia

Selama menjadi pemimpin tertinggi umat Katolik dunia, Paus Yohanes Paulus II pernah mengunjungi 129 negara. Indonesia salah satunya.
 
Paus Yohanes Paulus II berkunjung ke Indonesia pada 1989. Dia sempat berhotbah di Stadion Gelora Bung Karno, yang waktu itu bernama Stadion Utama Senayan, yaitu pada 9 Oktober 1989.
Artikel Kompas edisi 10 Oktober 1989 tentang kunjungan dan khotbah Paus Yohanes Paulus II - (DOK KOMPAS)

Khotbah itu disaksikan langsung oleh lebih dari 100.000 orang yang memadati stadion. Paus membawakan khotbah Umat sebagai Warga Negara Pancasila.

 
Umat Katolik di Indonesia, ujar dia, harus terus memupuk rasa kebangsaan yang besar pada negara. Di dalamnya, Paus juga menyampaikan pesan persahabatan untuk umat Islam Indonesia. 
 
Tajuk rencana Kompas edisi 11 Oktober 1989, merespons khotbah Paus Yohanes Paulus II - (DOK KOMPAS)

Dalam kunjungan kehormatan ke Istana Negara dan bertemu Presiden Soeharto, Senin (9/10/1989), Paus menyatakan pula kekaguman pada falsafah Pancasila dan toleransi masyarakat Indonesia terhadap sesama umat beragama, seperti dimuat di berita utama Kompas edisi 10 Oktober 1989.

 
 

 MENU ARTIKEL: