JEO - Insight

Menilik Gaya Gen Z Berbelanja

Rabu, 12 Januari 2022 | 12:20 WIB

POPULASI Generasi Z saat ini merupakan yang terbanyak di dunia. Jumlah  mereka mencapai 2,5 miliar pada tahun 2020.

Hal serupa juga terjadi di Indonesia. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) di  tahun 2020, Generasi Z mendominasi kelompok populasi dengan persentase 27,94 persen.

Sebagai pembanding, generasi Milenial  berjumlah 25,87 persen dan Generasi X berjumlah 21,88 persen.

Lihat saja tabel berikut ini:

Komposisi Penduduk Indonesia

Statusnya sebagai ‘penguasa dunia’ otomatis membuat Generasi Z menjadi target pasar baru bagi industri.

Tetapi menggaet hati mereka bukanlah perkara mudah. Anak-anak muda ini punya value dan karakteristik berbeda dibandingkan generasi-generasi pendahulunya, yakni Baby Boomer, Gen X, atau Milenial.

Perbedaan value serta karakteristik itu  berpengaruh pada tujuan hidup, gaya hidup hingga gaya konsumsi mereka.

Artinya, industri tak dapat menggunakan strategi pemasaran sebagaimana menyasar generasi sebelumnya. Dibutuhkan strategi baru agar pemasaran menjadi lebih tepat sasaran.

Baca juga: Mengenal Karakteristik Gen Z, Generasi Setelah Milenial

Di sisi lain, memang benar Gen Z masih  belum memiliki daya beli yang besar. Tetapi kepastian terhadap ketahanan mereka di pasar perlu diperhatikan.

Sebab, suatu saat nanti dunia dalam genggaman generasi mereka adalah sebuah keniscayaan.

 Ilustrasi generasi Z
THINKSTOCK/bowie15
Ilustrasi generasi Z

Mengenal karakter Gen Z

Nah, UMN Consulting telah menggelar riset tentang sejumlah aspek pada Gen Z. Sebanyak 1.321 Gen Z (usia 17-24) di seluruh Indonesia menjadi responden dalam penelitian ini. Kuisioner disebarkan melalui online.

Salah satu hasil riset itu mengungkap seperti apa sebenarnya gaya berbelanja Gen Z saat ini.

Namun sebelum masuk ke sana, ada baiknya kita terlebih dahulu  berkenalan lebih dekat dengan generasi ini…


Siapa itu Gen Z?

Dalam teori generasi yang dikemukakan Graeme Codrington & Sue Grant-Marshall (2004), manusia yang hidup di dunia ini terdiri dari lima generasi.

Pengkategorian lima generasi ini merujuk pada tahun kelahiran mereka.

Kelimanya, yakni generasi Baby Boomer yang lahir dalam kurun waktu 1946-1964, generasi X yang lahir dalam kurun waktu 1965-1980 dan generasi Y yang lahir dalam kurun waktu 1981-1995. Generasi Y ini sering disebut generasi Milenial.

Baca juga: Setelah Milenial dan Gen Z, Muncul Generasi Alpha

Selanjutnya, generasi Z yang  lahir dalam kurun waktu 1996-2010. Generasi Z  ini sering disebut generasi internet. Terakhir, generasi Alpha yang lahir dalam kurun waktu 2011-2025.


Apa yang membuat Gen Z unik?

Dalam perspektif Gen Z, ada beberapa hal yang membuat generasi mereka lebih unik dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Selain ketanggapannya terhadap tekonologi informasi, salah  satu hal yang paling dominan, yakni relasi mereka sendiri dengan role model atau panutan.

Role model di sini dapat disamakan dengan influencer atau key opinion leader.

Selengkapnya dapat disimak melalui infografik berikut ini: 

Hal yang Membuat Gen Z Unik

Peneliti UMN Consulting Elissa Lestari  mengungkapkan, Gen Z memiliki konsep  role model yang lebih spesifik.

Sosok yang mereka jadikan panutan adalah figur yang mempunyai  kesamaan nilai dan pandangan hidup. Bahkan kalau bisa, nilai dan pandangan hidup itu haruslah sama persis.

Baca juga: Survei: Gen Z Perlu Diyakinkan Soal Masa Depan Metaverse

Tetapi di sisi lain, Gen Z sendiri sangat sensitif dalam hal bagaimana sosok  yang mereka jadikan panutan menampilkan diri di hadapan publik.

Apabila suatu waktu figur tersebut terbukti palsu atau tidak autentik, maka hubungannya dengan sosok itu akan renggang.

“Gen Z itu sangat kritis serta  skeptis perihal siapa yang  bisa mereka anggap sebagai  role model. Mereka mengikuti nilai-nilai yang spesifik. Bagi mereka, role model adalah perpanjangan diri mereka,” ujar Elissa kepada tim JEO Kompas.com, awal Desember 2021.

“Hal itu membuat Gen Z berbeda  dengan Milenial. Milenial itu mudah terbuai  influencer yang memiliki ikatan emosional dengannya,” lanjut dia.


Apa yang membentuk identitas Gen Z?

Bagi Gen Z, pengalaman hidup merupakan hal yang sifatnya  paling esensial.

Dalam riset UMN Consulting, kebanyakan responden mengungkapkan hal tersebut saat diberi pertanyaan, hal apakah yang membentuk identitas Anda sebagai Gen Z.

Berikut ini grafiknya:

Hal yang Membentuk Identitas Gen Z

Elissa mengatakan, pengalaman hidup adalah hal utama yang membentuk identitas mereka menjadi figur yang seperti apa.

Dengan kata lain, peristiwa-peristiwa  yang terjadi, baik di lingkup lokal, nasional, maupun internasional, sedikit banyak berperan dalam membentuk identitas mereka.

Resesi ekonomi dan pandemi Covid-19 merupakan salah satu hal yang berdampak besar ke Gen Z.

Peristiwa itu tidak hanya membuat mereka jadi kesulitan bersosialisasi dengan keluarga atau social circle, tetapi juga memberikan ketidakpastian terhadap masa depan, mulai dari soal karier hingga perekonomian.

Elissa menyebut, secara spesifik, pandemi dan resesi ekonomi membuat Generasi Z menjadi lebih hemat, memiliki tanggung jawab lebih dalam hal keuangan dan cenderung pragmatis.

“Pandemi adalah event yang berperan besar. Gen Z masih di awal kehidupan mereka, namun pandemi ini memukul. Pandemi juga berdampak ke kehidupan sosial mereka,” ujar Elissa.


Apa yang paling dikhawatirkan Gen Z?

Dari segi usia, Gen Z masuk kategori muda. Rentang usia mereka dari 15 hingga 24 tahun.

Meski demikian, kelekatan terhadap teknologi informasi membuat mereka aware terhadap peristiwa yang terjadi di sekitar. Bahkan, sebagaimana yang sudah disinggung sebelumnya, peristiwa-peristiwa itulah yang membentuk identitas mereka.

Baca juga: Pengaruh Media Sosial, Milenial dan Gen Z Jarang Bercinta

Temuan ini berkaitan erat dengan temuan lain dalam riset yang sama, yakni bahwa Generasi Z merupakan generasi yang altruistic atau cenderung memperhatikan orang lain dibandingkan diri sendiri.

Mereka (Gen Z) lebih toleran terhadap pihak-pihak yang berbeda. Bahkan, memikirkan keselamatan dan kesejahteraan pihak-pihak yang berbeda itu. Itulah mengapa gerakan progresif dan inklusif banyak yang didorong oleh Gen Z,” ujar Elissa.

Karakter ini tergambar dalam hasil riset berikut ini:

Hal yang Paling Dikhawatirkan Gen Z

Ketika peneliti bertanya, hal  apa yang paling mereka khawatirkan, responden menjawab dengan hal yang menyangkut orang lain. Bukan diri mereka sendiri.

Sebanyak 37,70 persen Gen Z  khawatir menjadi beban untuk  keluarga mereka dan 31,19 responden lain menjawab, khawatir akan gagal memenuhi ekspektasi.

Peneliti UMN Consulting lainnya, Nosica Rizkalla menambahkan, jawaban-jawaban tersebut sedikit banyak dipengaruhi pula  oleh situasi ketidakpastian akibat  pandemi Covid-19 dan resesi  ekonomi yang masih terjadi.

Walau begitu, bukan berarti Gen Z akan menyerah begitu saja. Mereka menjadi sangat perhitungan, pragmatis, dan memandang situasi yang ada sebagai tantangan untuk berkembang lebih jauh supaya tidak membebani orang-orang di sekitar mereka. 

“Sulit diingkari bahwa pandemi mengamplifikasi apa yang mereka takutkan atau khawatirkan. Mereka merasakan betul tantangannya, namun mereka terus berupaya untuk membuat keluarga mereka bangga,” ujar Nosica.

Gaya Gen Z berbelanja

Dari hasil riset di atas, value dan karakter Gen Z sedikit banyak dapat tergambar, bukan?

Ternyata secara umum Gen Z merupakan generasi  yang tanggap teknologi, kritis tetapi terbuka, toleran serta mudah terusik oleh hal-hal di lingkungannya.

Dengan value dan karakter demikian, pertanyaan selanjutnya adalah adakah  hubungannya dengan gaya berbelanja mereka? Memangnya seperti apa sih gaya Gen Z dalam berbelanja?


Apa yang paling banyak dikonsumsi Gen Z dalam sebulan?

Sebagai generasi dengan label tanggap teknologi, kebanyakan orang mengasumsikan konsumsi terbesar Gen Z per bulan berkaitan dengan teknologi digital. Misalnya paket internet atau langganan layanan streaming.

Rupanya, anggapan itu tidak sepenuhnya benar.

Berdasarkan riset UMN Consulting, konsumsi terbesar bagi  Gen Z justru ada pada makanan ringan dan minuman. Persentasenya, yakni 71,76 persen.

Konsumsi terbesar kedua per bulan juga masih berkaitan dengan dunia kuliner, yakni makanan cepat saji. Persentasenya 70,55 persen.

Konsumsi yang berkaitan dengan digital masuk pada urutan ketiga, yakni dengan persentase 62,07 persen.

Baca juga: WFH Bikin Gen Z Lebih Stres Bekerja Menurut Microsoft

Lihat saja infografik berikut ini:

Barang yang Paling Banyak Dibeli Gen Z dalam Sebulan

Dari hasil riset di atas, terdapat temuan menarik tentang konsumsi spesifik dalam kategori usia.

Apabila konsumsi per bulan dibagi berdasarkan kelompok usia Gen Z, kelompok usia siswa SMA (15-17) adalah kelompok yang paling banyak mengonsumsi makanan dan minuman ringan.

Baca juga: Milenial dan Gen Z, Begini Cara Cerdas Belanjakan Gaji Pertama

Berbeda dengan mereka, kelompok Gen Z yang sudah  lulus pendidikan tinggi serta bekerja, lebih banyak mengonsumsi makanan cepat saji.


Di mana Gen Z mencari informasi sebuah produk?

Pandemi dan resesi ekonomi membuat Gen Z mempunyai  tanggung jawab lebih terhadap isi kantongnya. Apalagi secara finansial mereka belum terlalu mapan.

Mereka tidak mau sembarangan membeli barang yang  tidak sesuai dengan kebutuhan atau tidak memberi manfaat.

Oleh sebab itu, saat ingin membeli sesuatu, terutama produk dengan harga yang tinggi, Gen Z cenderung mengecek terlebih dahulu segala informasi tentang barang tersebut.

Simak infografik berikut ini: 

Di Mana Gen Z Mencari Informasi Sebelum Berbelanja

Hasil riset UMN Consulting menyebut bahwa media sosial adalah platform utama mereka dalam mencari informasi.

Instagram merupakan platform yang paling populer bagi Gen Z dalam mencari informasi tentang produk yang akan dibelinya. Jumlah responden yang memilihnya, yakni 86,45 persen.

Setelah Instagram, ada Youtube yang dipilih oleh 58,36 persen dan Tiktok yang dipilih oleh 41,79 persen.

Meski Tiktok berada pada urutan ketiga secara keseluruhan, tetapi rupanya aplikasi berbasis video pendek tersebut lebih populer di kalangan Gen Z berusia setingkat anak SMA (15-17 tahun).

Uniknya, media tradisional seperti televisi masih cukup relevan digunakan di era digital. Sebanyak 14,53 persen responden masih menggunakan televisi sebagai sumber mencari informasi tentang sebuah produk.

Bahkan, apabila dibandingkan dengan Facebook, televisi sedikit lebih populer sebagai sumber informasi.

“Bagi Gen Z, sekalinya  mereka nyantol di salah  satu platform, mereka  akan sulit berpindah ke lain hati. Mereka tidak memiliki akun media sosial sebanyak Milenial,” papar Nosica.

Baca juga: Tips Memulai Bisnis Bagi Generasi Milenial dan Gen Z

Sementara tentang  jenis informasi yang paling banyak dicari Gen Z adalah ulasan produk (14,99 persen), gaya hidup (14,53 persen) dan unsur kebaruannya (11,20 persen.

Nosica menyebut, Gen Z tidak hanya ingin barang  yang mereka beli sesuai dengan kebutuhan serta gaya hidup, tetapi juga mengandung unsur kebaruan alias up do date.


Di mana Gen Z membeli barang?

Mengacu pada Susenas 2019, sembilan persen  dari 44 juta pengguna internet dari kalangan Gen Z sudah pernah berbelanja online.

Riset kualitatif dengan tema serupa yang digelar Semantic Scholar pada tahun yang sama juga menunjukkan bahwa Gen Z memiliki tendensi untuk berbelanja secara online.

Riset UMN Consulting ini pun seperti meneguhkan fakta tersebut.

Simak grafik berikut ini:

Di Mana Gen Z Suka Berbelanja?

Riset menunjukkan. Adanya gap besar  antara Gen Z yang berbelanja di e-commerce dengan supermarket.

Sebanyak 66,09 persen responden Gen Z  memilih berbelanja di e-commerce, sementara yang berbelanja di supermarket hanya 13,25 persen.

Baca juga: Bagi Gen Z, Gaji dan Kesuksesan Karier Jadi Prioritas Utama

Peneliti UMN Consulting Elissa menyebut, pilihan tempat Gen Z dalam membeli barang didasarkan pada unsur kemudahan dan kepraktisan dibandingkan fitur atau citra.

Maka tidak heran bila mereka memilih berbelanja di e-commerce. Sebab, lebih praktis, efektif dan efisien secara waktu karena bisa dilakukan kapanpun dan di manapun.

Nilai tambah produk dan jasa di platform e-commerce juga cenderung lebih murah karena adanya promo, mulai diskon atau cashback.

 

Dunia cepat sekali berubah. Rasa-rasanya, baru saja kita menguliti generasi Milenial. Bahkan, belum habis dikupas, kondisi pasar kembali bergeser.

Kini perbincangan hangat tertuju pada Gen Z. 

Memang, belum semua memahami 'bahasa' Gen Z. Tetapi, minimal keberadaan serta potensi finansial mereka di masa mendatang sudah masuk perhitungan.

Industri tidak perlu panik. Hal yang paling  penting adalah terus mempelajari perilaku mereka yang dinamis dan mengadaptasinya ke dalam berbagai strategi bisnis.  

Aksi itu harus dimulai dari sekarang. Sebab, dunia dalam genggaman Gen Z sudah jelas dan terang sekali. 

 

*Anda dapat melihat hasil riset UMN Consulting tentang perilaku Generasi Z secara lengkap dengan klik tautan ini