PERANG Rusia-Ukraina yang telah berlangsung lebih dari 100 hari tidak hanya mengusik perdamaian dunia. Serangkaian pertempuran serta blokade yang dilakukan kedua negara rupanya juga menempatkan jutaan orang dalam bencana kelaparan.
Tercatat, Rusia-Ukraina adalah pemasok besar sejumlah bahan pangan. Mulai dari gandum, jagung, jelai, hingga minyak dari biji bunga matahari. Bahkan untuk urusan gandum, kedua negara sampai dijuluki “keranjang roti dunia” karena memasok sepertiga pasokan global.
Pada awal invasi, Rusia merebut pelabuhan utama Ukraina di area Laut Hitam sehingga menyebabkan distribusi tertahan. Pengiriman komoditas sempat dialihkan melalui jalur darat dan sungai, tetapi volumenya jauh lebih kecil dibandingkan melalui jalur laut.
Komoditas biji-bijian dari Rusia bernasib sama. Peperangan memaksa negara Barat menerapkan sanksi bagi sektor perbankan sehingga Negara Beruang Merah itu tidak dapat mengekspor bahan pangannya.
Kelangkaan di pasar dunia memicu naiknya harga gandum di sejumlah negara yang menggantungkan pasokan dari Ukraina-Rusia, antara lain Somalia, Libya, Lebanon, Mesir, dan Sudan. Harga gandum di negara itu melonjak hingga 750 persen.
Bagi negara yang cukup makmur seperti Mesir, kemungkinan konsumennya masih sanggup menghadapi kenaikan harga pangan. Akan tetapi, bagi negara-negara miskin, kenaikan harga bahan pangan berarti ancaman kelaparan di depan mata.
Baca juga: Kenapa Perang Rusia-Ukraina Disalahkan Sebagai Pemicu Krisis Pangan?
UNICEF telah mengangkat bendera kuning soal bahaya “ledakan kasus kematian anak” apabila dunia tidak mengambil langkah nyata mengatasi perang Rusia-Ukraina. Sejumlah badan PBB memperkirakan, lebih dari 200.000 orang di Somalia sudah berjuang menghadapi bencana kelaparan. Di Sudan, sekitar 18 juta orang mengalami kelaparan akut. Sementara di Yaman, telah terjadi kerawanan pangan bagi warga miskinnya.
Tak hanya di wilayah Afrika, situasi perang telah memicu kenaikan harga pangan di Inggris. Institute of Grocery Distribution (IGD) mencatat, harga berbagai pangan seperti roti, daging, susu, buah-buahan, dan sayuran naik 15 persen. IGD juga mencatat, Inggris akan menghadapi tekanan biaya hidup tertinggi sejak 1970-an akibat kenaikan harga pangan.
Bagaimana dengan Indonesia? Gandum Ukraina tercatat menempati urutan ketiga terbesar impor sepanjang 2010-2020 di mana volume impornya bertambah setiap tahun. Pemasok utama dan kedua gandum nasional, yakni Australia dan Kanada.
Pada Maret 2022, sekitar 60 kontainer gandum tertahan di Ukraina akibat agresi Rusia. Satu kontainer berisi sekitar 20 ton. Artinya, sekitar 1.200 ton gandum tak bisa keluar. Komoditas itu diimpor oleh sejumlah perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo). Banyak di antara perusahaan itu yang merupakan produsen tepung terigu, bahan baku makanan seperti mi instan.
Meski kelangkaan pasokan gandum di Indonesia dapat dipenuhi dengan menambah volume impor dari negara lain, kenaikan harga pangan tetap saja berpotensi terjadi di masa depan apabila perang tak kunjung usai. Faktor perubahan iklim ekstrem dapat memengaruhi produksi gandum di sejumlah negara pemasok.
Sederet efek domino global itulah yang mendorong Presiden Joko Widodo bertolak ke Ukraina dan Rusia untuk menemui pemimpin kedua negara pada akhir Juni 2022.
“Misinya adalah mengajak Presiden Ukraina, Presiden Zelensky (dan Presiden Rusia) untuk membuka peluang dialog dalam rangka perdamaian,” kata Kepala Negara di Bandara Soekarno-Hatta, Minggu, 26 Juni 2022, beberapa saat sebelum lepas landas.
Harapannya, kedua negara menempuh jalan damai. Kemudian bersama-sama berkontribusi mengatasi ancaman kelaparan dunia.
Indonesia memiliki modal legal dan historis yang kuat sehingga berani memosisikan diri sebagai “jembatan” komunikasi kedua negara berselisih.
Konstitusi telah mengamanatkan agar Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Prinsip ini yang menjadi landasan bagi Indonesia untuk turut serta dalam mendamaikan perselisihan Ukraina-Rusia.
Baca juga: Jokowi: G20 Jangan Sampai Pecah, Perdamaian Kunci Pemulihan Ekonomi Dunia
Dalam lintasan sejarah, Indonesia adalah pemrakarsa Konferensi Asia Afrika pada April 1955 sebagai upaya proklamator Ir. Soekarno untuk mendorong perdamaian pascaperang dunia ke-2. Selanjutnya, Indonesia juga aktif dalam gerakan Non Blok.
Indonesia juga dipercaya sebagai salah pemimpin dunia yang menjadi anggota Champion Group of the Global Crisis Response Group (GCRG) oleh PBB. Grup itu dibuat bertujuan untuk mendorong konsensus global hingga melakukan advokasi demi mengatasi krisis pangan, energi dan keuangan global.
Selain itu, Indonesia memegang tampuk keketuaan 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa kekuatan ekonomi terbesar di dunia yang tergabung dalam G20. Salah satu isu yang menjadi fokus G20 adalah pemulihan ekonomi global pascapandemi Covid-19.
Latar belakang itu pun kian memantapkan langkah Presiden Jokowi meretas perdamaian di Ukraina-Rusia.
Memanfaatkan waktu usai menghadiri undangan KTT G7 di Jerman, Senin, 27 Juni 2022, Presiden Jokowi bertolak ke Irpin, sebuah kota di barat Kyiv, Ukraina. Kota itu porak poranda akibat terjangan misil Rusia. Presiden Jokowi bersama Ibu Negara Iriana dan rombongan terbatas tiba di kota itu pada Rabu, 29 Juni 2022 dan langsung berkeliling.
Didampingi Wali Kota Irpin Alexander Grigorovich Markushin, Kepala Negara meninjau puing reruntuhan Kompleks Apartemen Lipky.
"Saya didampingi oleh Wali Kota Irpin dan Deputi Wali Kota Irpin melihat kerusakan yang terjadi di Kota Irpin akibat perang dan sangat menyedihkan sekali banyak rumah-rumah yang rusak kemudian juga infrastruktur yang rusak," kata Presiden Jokowi usai peninjauan.
Ia berharap agar perang bisa segera dihentikan dan tidak ada lagi kota-kota di Ukraina yang rusak akibat perang.
Baca juga: Reaksi Media Rusia atas Kunjungan Jokowi ke Ukraina
Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan ke Kyiv melalui jalur darat. Kepala Negara mengunjungi Rumah Sakit Ukrainian Center of Endocrine Surgery, Endocrine Organs and Tissue Transplantion. Ia dan Ibu Negara secara simbolik menyerahkan bantuan medis kepada warga sipil korban perang.
Ibu Negara sempat berkomunikasi dengan salah satu pasien. Iriana tampak memeluk seorang wanita yang tengah diperban di sekujur kakinya. Usai momen itu, ia mengaku merinding melihat kondisi Kyiv yang porak poranda.
"Semoga peperangan ini segera berakhir karena sangat merinding saya melihat," ujar Iriana.
Situasi peperangan di Ukraina sebenarnya masih tergolong membahayakan bagi delegasi Indonesia. Puluhan ribu roket, rudal, dan artileri milik militer Rusia setiap harinya menerjang sejumlah kota di Ukraina, termasuk Kyiv.
Bahkan pada Minggu 26 Juni 2022 atau tiga hari sebelum kedatangan Presiden Jokowi, sekelompok rudal menghantam pusat Kota Kyiv. Rudal menyasar area yang dipadati gedung-gedung pemerintah, mulai dari kantor presiden, perdana menteri, parlemen, sejumlah kementerian, dan kedutaan beberapa negara. Area yang dihantam rudal diketahui berjarak sekitar 6 kilometer dari Maidan Plaza atau Alun-alun Kemerdekaan Kyiv.
Tetapi, kondisi itu tidak menyurutkan nyali Presiden Jokowi untuk datang dan menjadi 'juru damai' demi kepentingan dunia.
Usai dari rumah sakit, pada sore harinya Presiden Jokowi dan rombongan melanjutkan ke puncak kegiatan, yakni bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Istana Mariinsky, kota yang sama. Pertemuan keduanya berlangsung empat mata.
Dalam join press statement seusai pertemuan, Presiden Jokowi mengawali pernyataannya dengan mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Presiden Zelensky yang telah menerima lawatan bilateral Indonesia dengan baik meski dalam kondisi perang.
Baca juga: Media Asing Soroti Aksi Jokowi jadi Pemimpin Asia Pertama Kunjungi Ukraina-Rusia
Selanjutnya, Kepala Negara menyampaikan beberapa poin penting yang dibahas selama pembicaraan empat mata dengan Presiden Zelensky. Pertama, Indonesia mengundang Ukraina untuk hadir dalam KTT G20 yang akan diselenggarakan di Bali, November 2022 mendatang.
Penting bagi semua pihak untuk memberikan jaminan keamanan bagi kelancaran ekspor pangan Ukraina, termasuk melalui pelabuhan laut. Saya mendukung upaya PBB dalam hal ini
∼Presiden Jokowi∼
Kedua, Presiden Jokowi menekankan bahwa Indonesia sangat menghormati kedaulatan dan integritas wilayah, termasuk milik Ukraina.
Ketiga, Presiden Jokowi menyadari bahwa perdamaian sejati Rusia-Ukraina saat ini sulit dicapai. Tetapi, Indonesia akan tetap mengupayakan penyelesaian konflik melalui jalur perdamaian. Ia juga menekankan bahwa spirit perdamaian bangsa-bangsa tidak boleh luntur.
Dalam konteks itu, Presiden Jokowi menawarkan diri menjadi pembawa pesan bagi Presiden Zelensky ke Presiden Rusia Vladimir Putin yang akan ditemui selanjutnya.
“Dalam kaitan ini, saya menawarkan diri untuk membawa pesan dari Presiden Zelenskyy untuk Presiden Putin yang akan saya temui segera,” ujar Presiden Jokowi.
Keempat, pemerintah Indonesia sangat berempati bagi warga sipil yang menjadi korban perang. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia berjanji akan memberikan bantuan medis dan membantu merekonstruksi rumah sakit di Kyiv yang hancur akibat terjangan amunisi Rusia.
Kelima, Presiden Jokowi mengakui, Ukraina merupakan salah satu negara yang penting bagi rantai pasok pangan dunia. Oleh sebab itu, Ukraina diminta untuk kembali melakukan ekspor bahan pangan.
“Penting bagi semua pihak untuk memberikan jaminan keamanan bagi kelancaran ekspor pangan Ukraina, termasuk melalui pelabuhan laut. Saya mendukung upaya PBB dalam hal ini,” ujar Presiden Jokowi.
Terakhir, Kepala Negara menginformasikan bahwa tahun 2022 ini merupakan 30 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Ukraina. Pemerintah Indonesia pun berkomitmen terus memperkuat kerja sama dengan Ukraina dalam berbagai bidang.
Setelah Presiden Jokowi menyampaikan pernyataannya, giliran Presiden Zalensky yang berbicara.
Pertama, ia mengungkapkan bahwa hari ini adalah hari bersejarah bagi hubungan Ukraina-Indonesia. Sebab, kunjungan Presiden Jokowi merupakan kunjungan pertama pemimpin negara di Asia selama masa perang.
“Kami mengapresiasi hal tersebut,” ujar Presiden Zalensky.
Baca juga: Ukraina Mulai Pasok Listri ke Eropa, Akan Ambil Pasar Energi yang Ditinggalkan Rusia?
Masih dalam konteks hubungan Ukraina-Indonesia, ia mengatakan bahwa peran Indonesia di tingkat global sangat tinggi. Selain memegang tampuk presidensi G20, Indonesia juga menjadi salah satu negara pemimpin di ASEAN. Kehadiran Indonesia di Ukraina, menurut Presiden Zalensky, akan memperkuat koalisi negara-negara dalam rangka mengembalikan stabilitas dunia.
“Saya kira kehadiran anda merupakan awal untuk memperkuat koalisi melawan perang yang dilakukan bersama-sama untuk mengambilikan stabilitas di dunia,” ujar dia.
Saya kira kehadiran anda merupakan awal untuk memperkuat koalisi melawan perang yang dilakukan bersama-sama untuk mengambilikan stabilitas di dunia.
∼Presiden Zelensky∼
Ia pun mengungkapkan, dukungan pemerintah Indonesia dan pribadi Presiden Jokowi kepada Ukraina akan mempercepat berakhirnya perang Ukraina-Rusia sehingga situasi politik ekonomi global kembali stabil.
Kedua, Presiden Zalensky berkomitmen untuk mengatasi tantangan hubungan dengan Rusia agar pintu ekspor gandum ke belahan dunia lain, termasuk Indonesia, kembali dibuka.
“Kita harus melakukan setiap hal yang memungkinkan untuk mengangkat blokade Rusia di Black Sea untuk meneruskan adanya ekspor gandum,” ujar dia.
Ketiga, Presiden Zalensky menyampaikan rasa terima kasih kepada Indonesia karena telah mengambil sikap menghormati kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina.
Keempat, ia menanggapi undangan Presiden Jokowi untuk hadir dalam KTT G20. Presiden Zalensky menyampaikan terima kasih atas undangan itu. Tetapi, kehadiran dirinya sangat bergantung pada dua hal, yakni situasi keamanan di Ukraina dan komposisi negara yang berpartisipasi dalam konferensi tersebut.
Kelima, Presiden Zalensky mengumumkan bahwa Ukraina-Indonesia menyepakati kebijakan bebas visa. Harapannya, kedua bangsa dapat saling berkontribusi bagi peningkatan pembangunan, ekonomi, kualitas pendidikan, hingga peningkatan hubungan antarmasyarakat kedua negara.
Terakhir, ia mengundang swasta dari Indonesia untuk turut serta dalam rekonstruksi Ukraina pascaperang.
“Saya harap kita dapat membantu rekonstruksi Ukraina. Saya mengundang Indonesia, perusahaan Indonesia, professional-profesional Indonesia ikut dalam proyek-proyek yang ada Ukraina saat ini,” ujar Presiden Zelensky.
Dalam pertemuan itu, Presiden Zelensky mengenakan kemeja hijau. Hal ini cukup menarik perhatian karena sejak invasi Rusia, ia selalu mengenakan kaus sebagai simbol kedaruratan.
Setelah pertemuan bersejarah itu, Presiden Jokowi beserta rombongan menuju ke Stasiun Central Kyiv untuk melanjutkan perjalanan ke Stasiun Przemysl di Polandia dengan menggunakan Kereta Luar Biasa (KLB). Sesampainya di Polandia, rombongan terbang ke Moskwa, Rusia, untuk bertemu Vladimir Putin.
Pertemuan dengan Presiden Putin berlangsung pada Kamis, 30 Juni 2022 di Kremlin. Sama seperti dengan pertemuan dengan Presiden Zelensky, pertemuan Jokowi-Putin juga berlangsung empat mata.
Salah satu fakta menarik dalam pertemuan ini adalah, kedua kepala negara duduk sangat dekat. Hanya diperantarai sebuah meja persegi di mana diletakkan bunga di atasnya. Hal ini dimaknai sebagai harmonisnya hubungan Rusia dengan Indonesia. Tafsir ini menjadi wajar karena dalam pertemuan sebelumnya dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz, Presiden Perancis Emmanuel Macron, dan Sekjen PBB Antonio Gutteres, meja yang dipilih berjenis meja panjang berwarna putih. Di atasnya pun tidak diletakkan apa-apa. Sangat kontras.
Baca juga: Putin Disebut Masih Ingin Rebut Sebagian Besar Ukraina
Mengawali pernyataan pers bersama setelah pertemuan itu, Presiden Putin mengapresiasi lawatan bilateral Presiden Jokowi ke Rusia. Ia menekankan, Indonesia adalah salah satu mitra Rusia di wilayah Asia Pasifik. Kerja sama Indonesia-Rusia disebut bersifat konstruktif, saling menguntungkan, dan kokoh atas dasar persahabatan yang telah berlangsung lama.
Contoh konkret dari kerja sama itu, yakni Rusia membantu membangun sejumlah infrastruktur di Indonesia. Mulai dari transportasi, industri, stadion, rumah sakit, hingga bangunan lembaga penting lainnya. Di antara semua itu, banyak yang masih beroperasi hingga saat ini.
Kemudian, Presiden Putin mengungkapkan beberapa poin hasil pertemuannya dengan Presiden Jokowi. Pertama, yakni soal kerja sama perdagangan Indonesia-Rusia yang menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Pada 2021 misalnya, perdagangan kedua negara meningkat lebih dari 40 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, dalam lima bulan terakhir, volumenya meningkat di atas 65 persen. Presiden Putin pun menyodorkan skema perdagangan bebas Indonesia-Rusia.
“Kami berharap negosiasi proyek tersebut dapat dilakukan sebelum akhir tahun dan efektif,” ujar dia.
Kedua, Presiden Putin menawarkan Indonesia untuk mengembangkan perusahaan teknologi energi nuklir dan non-nuklir. Soal nuklir, Rusia memiliki perusahaan yang berpengalaman dan memiliki model teknologi yang unik dalam pengembangannya. Sementara, soal teknologi energi non-nuklir, kerja sama dapat merambah pada sektor kedokteran, pertanian, transportasi, dan logistik. Investasi itu akan menambah daftar perusahaan Rusia yang beroperasi di Indonesia.
Ketiga, Rusia menyatakan dukungannya terhadap rencana pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan.
Keempat, Presiden Putin mengapresiasi kebijakan Indonesia yang melonggarkan pembatasan selama masa pandemi Covid-19. Kebijakan itu, menurut Presiden Putin, berdampak baik bagi sektor pariwisata kedua negara. Apalagi, Indonesia berencana menerapkan bebas visa dan memungkinkan digelarnya penerbangan langsung dari Moskwa ke Bali.
Dalam hal ini, koneksi sangat penting untuk mengembalikan rantai (pasok pangan) yang rusak.
∼Presiden Putin∼
Kelima, Presiden Putin mengapresiasi dialog kemanusiaan antarsuku dan antaragama yang dijalin komunitas Rusia-Indonesia.
“Baru-baru ini untuk pertama kalinya dalam sejarah, Jakarta dikunjungi delegasi wilayah Muslim Rusia. Tentu saja mereka membicarakan mengenai toleransi negara-negara di dunia,” ujar Presiden Putin.
Keenam, Presiden Putin membahas terhambatnya rantai pasok pangan global yang disebabkan oleh kebijakan ekonomi makro sejumlah negara, akumulasi utang, dan diperparah pandemi Covid-19. Di tengah situasi ini, ia menyebut, negara-negara barat yang memiliki ekonomi lebih stabil justru melakukan pembatasan produk pertanian terhadap Rusia yang dinilai semakin memperparah keadaan.
“Pasar biji-bijian Rusia menghadapi aturan asuransi pengangkutan kargo dan pembayaran bank serta kontrak perdagangan yang rumit,” papar dia.
Padahal, Rusia merupakan salah satu produsen utama bahan makanan dan produk pertanian. Tahun 2021 misalnya. Rusia mengekspor lebih dari 43 juta ton sereal dan 33 juta ton gandum. Tahun 2022, ia pun memprediksi panen komoditas unggulannya itu meningkat sehingga semestinya dapat meningkatkan pula pasokan ke dunia. Terhadap Indonesia, Presiden Putin menyatakan kesiapannya untuk memenuhi permintaan gandum.
Tak hanya memproduksi bahan pangan, Rusia juga merupakan salah satu produsen pupuk di dunia. Produk pupuk Rusia disebut menguasai 11 persen pupuk mineral A di dunia. Sementara untuk jenis pupuk mineral B menguasai 20 persennya. Tahun 2021, sebanyak 37 juta ton produk pupuk berbagai jenis didistribusikan ke sejumlah negara.
Oleh sebab itu, Presiden Putin menekankan, Rusia sungguh-sungguh berniat melanjutkan pemenuhan produk pangan dan pupuk bagi dunia. Salah satu caranya adalah dengan memperbaiki hubungan.
“Dalam hal ini, koneksi sangat penting untuk mengembalikan rantai yang rusak,” ujar Presiden Putin.
Baca juga: Untuk Pertama Kalinya, Rusia Mengakui Kehabisan Senjata untuk Perang di Ukraina
Ketujuh, Presiden Putin mendukung penyelenggaraan G20 yang digelar di Bali, November 2022 mendatang.
Presiden Jokowi yang mendapat giliran berbicara selanjutnya juga menyampaikan sejumlah poin penting. Pertama, ia menekankan, isu perdamaian dan kemanusiaan selalu menjadi prioritas politik luar negeri Indonesia. Sebab, konstitusi mengamanatkan agar Indonesia selalu berkontribusi bagi terciptanya perdamaian dunia.
“Dalam konteks inilah saya melakukan kunjungan ke Kyiv dan ke Moskwa,” ujar Presiden Jokowi.
Kedua, meski di satu sisi mengakui bahwa perdamaian Rusia-Ukraina sulit dicapai, tetapi di sisi lain Indonesia terus mendorong kedua negara untuk menempuh jalur dialog ketimbang perang fisik. Atas dasar inilah, Presiden Jokowi telah menyampaikan kepada Presiden Ukraina dan Rusia bahwa Indonesia siap menjadi jembatan komunikasi antara kedua pemimpin tersebut.
Saya mengajak seluruh pemimpin dunia untuk bekerja sama kembali menghidupkan semangat multilateralisme, semangat damai dan semangat kerja sama. Hanya dengan spirit itulah perdamaian dapat dicapai.
∼Presiden Jokowi∼
Ketiga, Presiden Jokowi menekankan bahwa komoditas pangan dan pupuk bukan semata persoalan perdagangan, tetapi juga persoalan kemanusiaan. Terganggunya pasokan pangan dan pupuk di dunia dapat berdampak buruk bagi nyawa banyak orang, terutama di negara-negara miskin dan berkembang.
Oleh sebab itu, ia mengapresiasi komitmen Putin untuk turut berkontribusi dalam stabilisasi rantai pasokan pangan dunia.
“Saya sangat menghargai Presiden Putin yang tadi menyampaikan bahwa memberikan jaminan keamanan untuk pasokan pangan dan pupuk, baik dari Rusia dan juga Ukraina. Ini sebuah berita yang baik,” ujar Presiden Jokowi.
Keempat, Presiden Jokowi mendukung upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melaksanakan reintegrasi komoditas pangan dan pupuk dari Rusia dan Ukraina ke dalam rantai pasok dunia.
Kelima, Presiden Jokowi mengatakan, kerja sama Indonesia-Rusia dalam berbagai bidang akan terus ditindaklanjuti di masa depan. Bahkan, kedua negara akan membentuk tim yang membahas kemungkinan peningkatan kerja sama tersebut.
Baca juga: Sikap Jokowi yang Tak Berpihak di Konflik Rusia Vs Ukraina Dinilai Bukan Berarti RI Cari Selamat
Menutup pernyataannya, Presiden Jokowi menegaskan, Indonesia tidak memiliki kepentingan apa pun selain mengakhiri perang dalam lawatannya ke Ukraina dan Rusia. Berakhirnya perang, menurut dia, pasti akan berdampak baik bagi stabilitas rantai pasok pangan global sehingga akan menyelamatkan ratusan juta orang di penjuru dunia.
“Saya mengajak seluruh pemimpin dunia untuk bekerja sama kembali menghidupkan semangat multilateralisme, semangat damai dan semangat kerja sama. Hanya dengan spirit itulah perdamaian dapat dicapai. Terima kasih Presiden Putin, terima kasih,” ujar Presiden Jokowi.
Pakar hubungan internasional Dinna Prapto Raharja mengungkapkan, pertikaian Rusia-Ukraina telah menjadi pusaran yang turut menyeret sejumlah negara di dunia, baik langsung maupun tidak langsung. Masing-masing negara backing mendukung salah satu, kemudian menerapkan sanksi kepada negara lainnya sehingga bukannya memperbaiki hubungan, justru semakin memperburuk situasi global.
Amerika Serikat contohnya. Pada awal invasi, ia memberikan sanksi kepada 300 individu dan entitas Rusia. Ini merupakan lanjutan dari sederet sanksi ekonomi yang telah dilayangkan negara-negara Barat kepada Rusia. Belum lagi, sanksi yang juga diberlakukan oleh negara-negara yang tergabung dalam NATO dan G7. Dinna menyebutkan, hal itu sia-sia.
"Apalagi masalah sanksi-sanksinya itu. Tidak semua pihak sepakat bahwa cara yang dipakai negara-negara NATO, EU, dan AS adalah cara tepat untuk mengubah perilaku Rusia. Karena itu kan harapan sebenarnya dari seluruh sanksi itu perubahan perilaku," ujar Dinna, beberapa waktu lalu.
Sebenarnya dalam hati mereka pasti menyimpan keinginan untuk meredakan ketegangan. Tapi enggak mungkin yang bicara mereka. Karena itu akan dipandang sebagai kekalahan atau kelemahan oleh pihak lawan. Jadi, ini kesempatan dan peluang bagi Presiden Jokowi.
∼Dinna Prapto Rajarha∼
Di tengah unjuk kekuatan negara-negara itu, Presiden Jokowi yang membawa bendera Merah Putih muncul mendistraksi kebuntuan hubungan. Mata dunia menyorot strategi diplomasi Indonesia yang berbeda. Terlebih, Indonesia merupakan salah satu kekuatan ekonomi politik di Asia dan Asia Tenggara yang patut diperhitungkan.
"Yang sedang didorong ini kan polarisasi. Tapi saya senang melihat Pak Jokowi menunjukkan bahwa Asia itu punya suara berbeda. Independen, enggak bisa ditarik ke sana kemari. Itu yang bagus. Menurut saya, ini menghidupkan kembali gerakan Non-Blok," lanjut Dinna.
Situasi ini akan membuka mata Rusia dan Ukraina bahwa stabilitas perekonomian global tak hanya bergantung pada negara-negara yang terlibat dalam perselisihan, tetapi juga kekuatan lain di dunia. Ini akan menjadi celah bagi Indonesia yang tidak memiliki kepentingan politik apa pun selain mendorong perdamaian serta mengatasi krisis pangan untuk menjadi jembatan komunikasi di antara pihak yang bertikai.
Sebab bagaimanapun, setelah perang fisik berakhir, masing-masing pihak harus membangun kembali apa yang sudah hancur. Pembangunan ini akan melibatkan sejumlah negara.
Dinna optimistis diplomasi yang dilakukan Presiden Jokowi memiliki dampak positif di masa mendatang. Ia menyebutkan, secara psikologis, kedua belah pihak bertikai pasti memiliki keprihatinan dan empati tentang kondisi dunia yang baru saja dihantam pandemi Covid-19. Banyak negara tengah berjuang dari keterpurukan. Seiring itu, banyak orang yang mesti ditarik dari lembah kelaparan, kemiskinan, dan kehidupan tak laik.
"Dalam situasi di mana kedua belah pihak sama-sama panas, sebenarnya dalam hati mereka pasti menyimpan keinginan untuk meredakan ketegangan. Tapi enggak mungkin yang bicara mereka. Karena itu akan dipandang sebagai kekalahan atau kelemahan oleh pihak lawan. Jadi, ini kesempatan dan peluang bagi Presiden Jokowi," ujar Dinna.
Baca juga: Rusia Tarik Pasukan Supaya Ukraina Bisa Ekspor Gandum, Berkat Jokowi?
Ia menambahkan, diplomasi Presiden Jokowi tidak boleh hanya berhenti di Ukraina-Rusia. Indonesia juga perlu mengeskalasi isu perdamaian demi mengatasi krisis pangan dengan menggandeng negara-negara di Asia atau spesifik di Asia Tenggara.
"Lebih keren sebenarnya kalau nanti setelah pulang ke Tanah Air, ada pertemuan lagi dengan negara-negara yang lebih luas di Asia atau di ASEAN. Sehingga dukungan kelihatan semakin luas bahwa ini bukan cuma suara Indonesia. Tapi kawasan betul-betul peduli menciptakan perdamaian di bawah leadership Indonesia," ujar Dinni.
Pengamat politik Arif Nurul Imam menambahkan, publik dalam negeri nampaknya mendukung penuh diplomasi Presiden Jokowi di Ukraina-Rusia. Publik dinilai menyadari bahwa apa yang dilakukan Presiden Jokowi merupakan amanat konstitusi, mempengaruhi nasib warga miskin dunia, serta berkaitan dengan masa depan perekonomian bangsa.
"Dari kelompok kontra Jokowi saya lihat dalam tanda petik tidak melakukan protes terhadap kunjungan Jokowi ini. Karena memang bagaimanapun, kemanusiaan nomor satu sehingga ada kesadaran publik bahwa kunjungan ini memang penting dalam konteks menjalankan mandat konstitusi," ujar Arif.
Bagi saya, publik yang memahami konteks ini akan mengapresiasi, terlepas masih ada masalah domestik yang belum terselesaikan.
∼ Arif Nurul Imam-
Di samping itu, Arif melihat, publik juga tidak mematok ekspektasi terlampau tinggi bahwa kunjungan Indonesia serta merta membuat Ukraina-Rusia menempuh gencatan senjata.
Arif mengatakan, sejatinya titik berat diplomasi Presiden Jokowi memang bukan terletak pada hasil. Tetapi pada kontribusi Indonesia dalam mendorong perdamaian dunia yang dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.
"Saya kira memang sulit (mendamaikan) ya. Tetapi, minimal kehadiran Indonesia mengurangi ruang konflik, meredakan ketegangan. Minimal juga, kita berkontribusi melaksanakan politik bebas aktif dan menjalankan amanat konstitusi. Sementara seberapa besar keberhasilan diplomasi Jokowi mendialogkan Ukraina-Rusia, tentu masih harus kita lihat hasilnya usai kunjungan," ujar Arif.
Namun, apabila langkah Indonesia menuai hasil konkret, otomatis akan mempertebal kepercayaan dan kepuasan publik atas kinerja Presiden Jokowi. Meski demikian, isu ini akan tetap disandingkan dengan pencapaian di sektor yang lain. Misalnya pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran, pemberantasan korupsi, penegakan hukum, dan lain sebagainya.
Baca juga: Jokowi akan Temui Putin dan Zelensky, PKS: Misi Perdamaian Harus Didukung
Bagaimanapun, menurut Arif, nyali Presiden Jokowi masuk ke medan perang patut diacungi jempol. Di tengah negara-negara mempertontonkan keberpihakannya, Indonesia justru berani tampil beda sebagai jembatan komunikasi.
"Bahkan, PBB belum melakukan mediasi, tetapi Jokowi sudah melampaui itu. Makanya bagi saya, publik yang memahami konteks ini akan mengapresiasi, terlepas masih ada masalah domestik yang belum terselesaikan," ujar Arif.