JEO - Cerita Data

Naskah Lengkap
RUU KUP
yang Mau Pajaki Sembako

Jumat, 11 Juni 2021 | 19:57 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku heran RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) bocor.

WACANA pengenaan pajak atas sembilan bahan pokok (sembako) adalah keriuhan di pertengahan 2021 ini.

Rencana tersebut termaktub dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang nyelonong masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas pada 9 Maret 2021.

RUU KUP menggantikan posisi RUU Pemilu dari daftar Prolegnas Prioritas 2021. Perubahan kelima atas UU Nomor 6 Tahun 1983 ini merupakan inisiatif pemerintah.

Baca: Baleg DPR Tetapkan 33 RUU Prolegnas Prioritas 2021, RUU Pemilu Dikeluarkan

Sebelumnya, revisi sejumlah ketentuan pajak sudah pula muncul di omnibus law UU Cipta Kerja. Dalam draf dan pembahasan awal beleid sapu jagat itu pun semula tak ada klaster dan klausul terkait perpajakan. 

Sejak awal, ketentuan perpajakan sejatinya akan berdiri sendiri, meski sama-sama menggunakan label omnibus law. Selain Cipta Kerja dan Perpajakan, omnibus law setidaknya juga akan disusun untuk bidang kefarmasian dan soal Ibu Kota Negara.

Baca juga: Lacak Jejak Draf RUU Cipta Kerja

Masuknya delik-delik perpajakan dalam omnibus law UU Cipta Kerja telah mengundang kontroversi. Namun, RUU KUP tetap menjadi kejutan tak disangka, terutama di tengah situasi pandemi dan ekonomi yang masih tersengal oleh wabah global.

Bagaimana tidak, bila salah satu poin yang terungkap ke publik dari RUU KUP adalah rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako? 

Baca juga: Mau Dinaikkan Jadi 12 Persen, Apa Itu PPN?

Wacana pengenaan PPN untuk sembako dalam draf revisi UU Perpajakan yang beredar, muncul dari redaksional Pasal 44 E. Klausul ini menghapus ketentuan Pasal 112 Angka 2 Ayat (2) Huruf b UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Pasal 112 UU Cipta Kerja mengubah sejumlah ketentuan UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Adapun Angka 2 pada Pasal 112 UU Cipta Kerja mengubah ketentuan Pasal 4A UU PPN dan PPnBM, yang membahas pengecualian pengenaan PPN dan PPnBM.

Pasal 112 Angka 2 Ayat (2) Huruf b UU Cipta Kerja semula menyebutkan "barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak", sebagai salah satu jenis barang yang tidak dikenai PPN. Di draf revisi UU KUP yang beredar, klausul ini dihapus. 

Baca juga: Kemenkeu Berencana Terapkan Skema Multitarif PPN, Bagaimana Implementasinya?

Seturut soal sembako, tercetus pula wacana pengenaan PPN pada sejumlah item lain yang semula juga tak dikenai PPN dan sebaliknya pembebasan sejumlah objek dari pengenaan PPN. 

Buat catatan, UU KUP—sering disebut pula sebagai UU Perpajakan—ibarat hub penghubung sekaligus payung bagi banyak UU yang mengatur soal pajak. UU ini mengatur prosedur atau tata cara pemenuhan hak dan kewajiban, serta sanksi terkait kewajiban perpajakan.

Sebelum ada UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang di dalamnya juga ada sejumlah klausul—baik perubahan, penghapusan, maupun penambahan—terkait perpajakan, UU KUP hingga perubahan keempat mengatur ketentuan formal dalam pelaksanaan hukum pajak materil di sejumlah UU, seperti di: 

Begitu keriuhan ini mencuat ke publik, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, langsung membuat kultwit. Kompas.com telah mendapatkan izin Yustinus untuk mengutip rangkaian kicauannya di Twitter tersebut.

Baca juga: Begini Penjelasan Stafsus Sri Mulyani soal PPN Sembako

 

Keriuhan kadung terjadi. Menteri Keuangan Sri Mulyani merespons ini dengan menyebut pembahasan RUU KUP bakal kikuk karena draf lebih dulu bocor ke publik.

Menurut Sri Mulyani, draf tersebut belum diserahkan dan dibacakan di sidang paripurna DPR, baru disertakan bersama surat presiden untuk memulai pembahasan RUU tersebut.

"Kami dari sisi etika politik tentu belum bisa menjelaskan ke publik sebelum ini dibahas, karena itu adalah dokumen publik yang kami sampaikan kepada DPR melalui surat presiden," ungkap Sri Mulyani, dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Kamis (10/6/2021).

Baca juga: Ketika Sri Mulyani Heran Draf PPN Sembako Bisa Bocor ke Publik

Tanggapan Sri Mulyani tentang RUU KUP—termasuk soal kepastian bahwa draf telah diserahkan ke DPR—dapat dilihat di link ini, mulai dari pencatatan waktu 2:56:15 sampai dengan 3:05:30.

Dalam penjelasannya, Sri Mulyani merunut proses legislasi yang ditempuh untuk RUU KUP, terhitung sejak RUU itu dinyatakan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.

Seiring mencuatnya polemik soal RUU KUP, terutama soal tak lagi dimasukkannya sembako dari pengecualian pengenaan PPN, DPR pun sontak bersuara belum menerima draf RUU ini.

Namun, penelusuran di situs DPR mendapati, surat presiden untuk membahas RUU KUP sudah diterima DPR pada pengujung Mei 2021. Ini sesuai pula dengan penjelasan Sri Mulyani di rapat dengan Komisi XI di DPR.

Adapun suara di publik didominasi penolakan.

Berikut ini adalah naskah lengkap RUU KUP yang beredar di kalangan media.

Di rapat bersama Komisi XI DPR, Sri Mulyani tidak membantah peredaran dan keberadaan draf tersebut. Namun, dia juga menolak menjawab ketika diminta menyebutkan sumber awal peredaran draf, sebagaimana terekam di link video ini pada penanda waktu 3:04:35 sampai 3:05:30.

Apakah akan muncul draf-draf lain setelah ini, seperti yang terjadi pada saat pembahasan hingga pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja? Verifikasi akan terus dilakukan dari waktu ke waktu sembari mendokumentasikan setiap perkembangan dan pembahasan RUU.

Naskah yang didapat Kompas.com masih dalam rupa file dokumen Microsoft Word tetapi di sini ditampilkan hasil konversi—tanpa perubahan—dalam format pdf.

Baca juga: Ironi Kebijakan Pajak Era Jokowi: Bebani yang Miskin, Ringankan yang Kaya

Artikel terkait dinamika rencana pengenaan PPN untuk sembako dapat pula disimak di Liputan Khusus Sembako Bakal Kena Pajak dan di artikel dengan penanda "Pajak Sembako" di Kompas.com.