JEO - News

Ondel-ondel,
Ikon Betawi yang Terpaksa "Ngibing" dan "Ngamen"
buat Bertahan

Jumat, 22 Juni 2018 | 20:30 WIB

Nyok kita nonton ondel-ondel, (nyok!)
Nyok kita ngarak ondel-ondel, (nyok!)
Ondel-ondel ade anaknye, (woi!)
Anaknya ngigel ter-iteran, (oi!)

Mak, Bapak ondel-ondel ngibing, (ser!)
Ngarak penganten di sunatin, (serr!)
Goyangnye asik ndut-ndutan, (ndut!)
Inyang ngibing igel-igelan, (gel!)

(Ondel-ondel, Benyamin Sueb)

PENGGALAN lirik lagu yang dinyanyikan seniman Betawi, Benyamin Sueb ini membawa kita mengingat ondel-ondel pada masanya. 

Sang pencipta lagu, Djoko Subagyo, menggambarkan antusiasme masyarakat ketika kesenian ondel-ondel digelar. 

Lagu yang diciptakan pada 1971 itu menceritakan, ondel-ondel pada suatu masa hanya dapat disaksikan di beberapa acara khusus, seperti khitanan dan pernikahan. 

Seiring berjalannya waktu, kesenian asli Betawi itu kini mudah ditemui di jalanan. Sayangnya, penampilan itu dalam wujud sebagai pengamen.

Perubahan fungsi ondel-ondel ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Seperti apa sejarah dan upaya pelestarian ondel-ondel, termasuk dalam pro dan kontra wacana yang menyertainya? Ini kisahnya.

Berawal dari Amanah

SEBAGAI ikon budaya Betawi, tak bisa dipungkiri bahwa ondel-ondel masih bertahan dalam gegap gempita modernitas Jakarta. 

Para perajin pun berupaya mempertahankan budaya tersebut, salah satunya Deny Eliansyah. 

Siang itu, di tepi Jalan Kramatpulo, Jakarta Pusat, Deny terlihat sibuk menyiapkan adonan yang terbuat dari campuran katalis, resin, talk, dan serat kaca.

Sebuah cetakan besar disiapkan di samping adonan. Dari atas, cetakan tersebut tampak berbentuk wajah lengkap dari mata, hidung, hingga mulutnya.

Deny akan mencetak wajah ondel-ondel dengan adonan yang dia buat.

Salah satu perajin dari sanggar Al-Fathir membuat topeng ondel-ondel di Kampung Ondel-ondel  Kramat Pulo, Jakarta Pusat, Jumat (04/05/2018). Warga di permukiman padat penduduk ini banyak yang menggantungkan mata pencarian dengan membuat ondel-ondel ataupun mengamen dengan ondel-ondel.
KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI
Salah satu perajin dari sanggar Al-Fathir membuat topeng ondel-ondel di Kampung Ondel-ondel Kramat Pulo, Jakarta Pusat, Jumat (04/05/2018). Warga di permukiman padat penduduk ini banyak yang menggantungkan mata pencarian dengan membuat ondel-ondel ataupun mengamen dengan ondel-ondel.

Beberapa meter dari tempat pembuatan adonan, ada rangka bambu tubuh ondel-ondel yang sudah lebih dulu disiapkan Deny.

Deny mengatakan, dia membuat ondel-ondel itu untuk dijual kembali. Sepasang ondel-ondel dia jual dengan harga Rp 6 juta.

Sepasang ondel-ondel dia jual dengan harga Rp 6 juta.

Kampung tersebut memang terkenal dengan julukan kampung ondel-ondel.

Deny merupakan pemimpin Sanggar Betawi Ondel Al-Fathir, satu dari beberapa sanggar yang ada di kampung itu.

Ada kisah di balik keputusan Deny mendirikan Sanggar Betawi Ondel Al-Fathir sejak 2016.

"Saya lahir di Jakarta, memang benar-benar asli Betawi. Membuat ondel-ondel ini turun temurun, kakek saya juga pembuat ondel-ondel," ujar Deny ketika berbincang dengan Kompas.com, Jumat (4/5/2018).

Salah satu perajin dari sanggar Al-Fathir menyelesaikan kerangka ondel-ondel dari bambu di Kampung Ondel-ondel  Kramat Pulo, Jakarta Pusat, Jumat (04/05/2018). Warga di permukiman padat penduduk ini banyak yang menggantungkan mata pencarian dengan membuat ondel-ondel ataupun mengamen dengan ondel-ondel.
KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI
Salah satu perajin dari sanggar Al-Fathir menyelesaikan kerangka ondel-ondel dari bambu di Kampung Ondel-ondel Kramat Pulo, Jakarta Pusat, Jumat (04/05/2018). Warga di permukiman padat penduduk ini banyak yang menggantungkan mata pencarian dengan membuat ondel-ondel ataupun mengamen dengan ondel-ondel.

 

Sebelum meninggal, sang kakek meminta dia menjaga Sanggar Al-Fathir.

"Makanya sekarang benar-benar saya jaga," katanya.

Namun, ini bukan hanya sekadar menjalankan amanah...

 

 

Melestarikan Budaya Betawi dengan Ngamen?

DENY mencoba melestarikan ondel-ondel mulai dari cara yang sederhana. Misalnya, dia mengajak anak-anak putus sekolah di sekitarnya masuk ke sanggar.

Kemudian, anak-anak itu bisa membawa ondel-ondel pergi ngibing atau berjoget di jalanan. Menurut Deny, ini merupakan caranya ikut melestarikan budaya Betawi.

Sejumlah ondel-ondel hasil karya para perajin dari sanggar Al-Fathir dipajang di Kampung Ondel-ondel  Kramat Pulo, Jakarta Pusat, Jumat (04/05/2018). Warga di permukiman padat penduduk ini banyak yang menggantungkan mata pencarian dengan membuat ondel-ondel ataupun mengamen dengan ondel-ondel.
KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI
Sejumlah ondel-ondel hasil karya para perajin dari sanggar Al-Fathir dipajang di Kampung Ondel-ondel Kramat Pulo, Jakarta Pusat, Jumat (04/05/2018). Warga di permukiman padat penduduk ini banyak yang menggantungkan mata pencarian dengan membuat ondel-ondel ataupun mengamen dengan ondel-ondel.

Sebenarnya, tersimpan sedikit rasa miris di hati Deny ketika melihat salah satu kebudayaan Betawi itu ada di jalanan.

"Ini ikon Jakarta, tetapi kami bikin buat ngarak, bahasa jeleknya ngamen," ujar Deny.

Namun, melalui itu, ondel-ondel setidaknya bisa terus dilihat masyarakat luas. Generasi mendatang tidak seharusnya tak lagi mengenal budaya ini.

Bagi Deny, ngarak jadi salah satu cara mempertahankan ondel-ondel supaya tidak terusir dari "rumah"-nya sendiri.

Sudah begitu, cara itu bisa menjadi sumber tambahan pemasukan untuk warga sekitar rumahnya.

Namun, Deny mengaku tidak pernah mematok uang setoran bagi anak-anak yang membawa ondel-ondelnya ngibing. Yang dia patok mesti ada hanya iuran untuk kas sanggar, itu pun jumlahnya tergantung dari pendapatan hari itu.

Salah seorang dari sanggar Al-Fathir menggunakan ondel-ondel untuk mengamen keliling kampung di Kampung Ondel-ondel  Kramat Pulo, Jakarta Pusat, Jumat (04/05/2018). Warga di permukiman padat penduduk ini banyak yang menggantungkan mata pencarian dengan membuat ondel-ondel ataupun mengamen dengan ondel-ondel.
KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI
Salah seorang dari sanggar Al-Fathir menggunakan ondel-ondel untuk mengamen keliling kampung di Kampung Ondel-ondel Kramat Pulo, Jakarta Pusat, Jumat (04/05/2018). Warga di permukiman padat penduduk ini banyak yang menggantungkan mata pencarian dengan membuat ondel-ondel ataupun mengamen dengan ondel-ondel.

Meski miris, ondel-ondel juga menjadi kebanggaan Deny. Anak-anak sanggarnya tidak hanya tampil di jalanan, sesekali mereka diundang untuk mengisi acara di hotel-hotel hingga festival.

Saat bermain di hotel, anak-anak muda yang ikut akan lebih banyak. Mereka pun akan mengenakan pakaian seragam rapi.

Dengan bangga, Deny bercerita pula, ondel-ondel buatannya dipajang di sejumlah tempat seperti RSUD Tarakan dan Museum Nasional, di Jakarta Pusat. Beragam penghargaan dari sejumlah festival pun pernah didapat.

Suka Duka Ngamen

ADALAH Rafli, salah satu anak muda anggota sanggar Al-Fathir dan belasan tahun mengarak ondel-ondel. Laki-laki 24 tahun itu sudah 11 tahun ikut andil melestarikan kebudayaan Betawi.

Ia mengatakan, awalnya dia ikut teman-temannya ngarak atau berkeliling dengan ondel-ondel, lalu ketagihan. Rafli lalu menekuni segala hal yang berhubungan dengan ondel-ondel.

Dia tidak hanya bisa manjak atau masuk ke dalam tubuh ondel-ondel tetapi juga bisa membuat ondel-ondel. Mulai dari membuat kerangka hingga mencetak kedok atau wajah si ondel-ondel, Deny bisa melakukannya.

Salah satu perajin dari sanggar Al-Fathir menyelesaikan kostum untuk ondel-ondel di Kampung Ondel-ondel  Kramat Pulo, Jakarta Pusat, Jumat (04/05/2018). Warga di permukiman padat penduduk ini banyak yang menggantungkan mata pencarian dengan membuat ondel-ondel ataupun mengamen dengan ondel-ondel.
KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI
Salah satu perajin dari sanggar Al-Fathir menyelesaikan kostum untuk ondel-ondel di Kampung Ondel-ondel Kramat Pulo, Jakarta Pusat, Jumat (04/05/2018). Warga di permukiman padat penduduk ini banyak yang menggantungkan mata pencarian dengan membuat ondel-ondel ataupun mengamen dengan ondel-ondel.

Banyak suka dan duka yang dialami Rafli selama berkeliling dengan ondel-ondel. Kesusahannya mulai dari hal-hal sederhana, seperti kehujanan.

Saat hujan turun tanpa terduga, mereka harus berlari mencari tempat berteduh untuk berlindung, dengan segala atributnya itu.

Saat tidak hujan pun, Rafli dan teman-temannya juga harus bertahan dalam cuaca panas. Belum lagi jika bertemu warga yang tidak suka kehadiran mereka.

"Kadang kami dicuekin sama orang, kadang kami diusir kalau mau masuk ke kafe," ujar Rafli.

Namun, semua kesusahan itu tidak terasa selama dirasakan bersama-sama. Menurut dia, ini soal kebersamaan.

Kebersamaan bersama teman-teman senasib, tutur Rafli, membuat ondel-ondel jadi terasa tidak berat untuk dibawa.

"Apalagi kalau musik pengiring ondel-ondelnya sudah main. Kami pokoknya langsung joget, terbawa irama musik," kata Rafli.

Salah satu perajin dari sanggar Al-Fathir menyelesaikan pembuatan ondel-ondel di Kampung Ondel-ondel  Kramat Pulo, Jakarta Pusat, Jumat (04/05/2018). Warga di permukiman padat penduduk ini banyak yang menggantungkan mata pencarian dengan membuat ondel-ondel ataupun mengamen dengan ondel-ondel.
KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI
Salah satu perajin dari sanggar Al-Fathir menyelesaikan pembuatan ondel-ondel di Kampung Ondel-ondel Kramat Pulo, Jakarta Pusat, Jumat (04/05/2018). Warga di permukiman padat penduduk ini banyak yang menggantungkan mata pencarian dengan membuat ondel-ondel ataupun mengamen dengan ondel-ondel.

Belasan tahun menggeluti budaya Betawi membuat Rafli berkomitmen tidak akan pernah meninggalkan ondel-ondel.

Kelak, dia juga berkeinginan memperkenalkan ondel-ondel kepada anak dan cucu. Dia berharap keturunannya bisa belajar kemandirian dan tekad kuat dari budayanya sendiri, termasuk membangu kekompakan sekaligus belajar membuat ondel-ondel Betawi.

"Supaya anak cucu kita tahu, kalau kita yang muda diam saja nanti kalah tergerus zaman. Pokoknya bagaimana caranya, ondel-ondel ini tidak boleh redup, harus eksis," ujarnya.

 

Dari Penolak Bala
Jadi Penanda Hajatan

KETIKA kita mendengar ondel-ondel, hal yang terbayangkan dalam pikiran kita adalah boneka besar dengan tinggi sekitar 2,5 meter, terbuat dari anyaman bambu, mukanya merupakan topeng yang dicat berbagai warna, dengan rambut dibuat dari ijuk.

Siapa sangka ondel-ondel awalnya adalah penolak bala atau gangguan roh jahat yang bergentayangan. Wajahnya pun tidak cantik seperti saat ini, melainkan seram dengan mata terbelalak.

Siapa sangka ondel-ondel awalnya adalah penolak bala atau gangguan roh jahat yang bergentayangan.

"Dulu namanya barongan, penampakannya pun seram," ujar budayawan Betawi asli Kemayoran, Ahmad Suaip atau Davi.

"Orang dulu meyakini dengan barongan yang seram maka akan bisa mengusir roh halus jahat, makanya wajahnya dibuat seram," ujar Davi.

Seiring waktu, barongan berganti nama ondel-ondel sejak dipopulerkan almarhum Benyamin Sueb lewat lagu "Ondel-Ondel".

Lambat laun, ondel-ondel digunakan sebagai penyemarak hajatan warga mulai dari pernikahan hingga khitanan.

Budayawan Betawi asal Kemayoran, Ahmad Suaip atau akrab disapa Davi Kemayoran, ketika ditemui Kompas.com, Rabu (20/6/2018).
KOMPAS.com/JESSI CARINA
Budayawan Betawi asal Kemayoran, Ahmad Suaip atau akrab disapa Davi Kemayoran, ketika ditemui Kompas.com, Rabu (20/6/2018).

"Ondel-ondel itu pun akan keliling kampung, bukan hanya diam di tempat hajatan saja. Tujuannya untuk menginformasikan ke khalayak, ini nih gue punya acara," kata dia.

Bicara ondel-ondel, tidak bisa lepas dari warnanya yang mentereng. Makna warna merah pada wajah ondel-ondel laki-laki adalah keberanian, sedangkan warna putih pada wajah ondel-ondel perempuan bermakna kesucian.

Sementara itu, warna pakaiannya dibuat mirip baju adat Betawi. Bajunya serba berwarna-warni dan terkadang tidak matching.

"Jadi seperti warna orang Betawi yang selalu nabrak warnanya. Warnanya memang harus mentereng dan norak. Biar apa? Biar dia dari jauh juga sudah kelihatan ada ondel-ondel," ujar Davi.

Ikon Betawi yang Tersingkirkan?

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meresmikan ondel-ondel sebagai salah satu ikon Betawi pada 5 Februari 2017.

Ini sebagai tindak lanjut peraturan daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Budaya Betawi.

Selain ondel-ondel, tujuh ikon Betawi yang diresmikan adalah kembang kelapa, ornamen gigi balang, baju sadariah, kebaya kerancang, batik Betawi, kerak telor, dan bir pletok.

Perda ini sudah diatur teknisnya dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Ikon Budaya Betawi oleh Sumarsono yang saat itu menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta.

Penggunaan dan penempatan ikon-ikon ikut diatur dalam pergub tersebut.

Ondel-ondel dipajang di pinggir Jalan Raya Kramat Pulo, Senen, Jakarta Pusat, Selasa (10/1). Warga di permukiman padat penduduk ini banyak yang menggantungkan mata pencarian dengan membuat ondel-ondel ataupun mengamen dengan ondel-ondel.
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Ondel-ondel dipajang di pinggir Jalan Raya Kramat Pulo, Senen, Jakarta Pusat, Selasa (10/1). Warga di permukiman padat penduduk ini banyak yang menggantungkan mata pencarian dengan membuat ondel-ondel ataupun mengamen dengan ondel-ondel.

Misalnya, ondel-ondel digunakan sebagai dekorasi acara Pemprov DKI, festival, pentas artis asing, pameran pusat perbelanjaan, industri pariwisata, gedung pertemuan, dan area publik lain.

Namun, nyatanya aturan ini belum sepenuhnya terealisasi. Yang terjadi, lebih banyak ondel-ondel berkeliaran di jalan raya sambil meminta uang kepada warga sekitar.

Yang terjadi, lebih banyak ondel-ondel berkeliaran di jalan raya sambil meminta uang kepada warga sekitar.

Seorang anak berperan mendorong gerobak berisi speaker, anak lainnya membawa tempat bekas cat untuk menampung uang sumbangan sambil berkeliling meminta uang, sementara anak lainnya menari-nari di dalam ondel-ondel.

Di kalangan seniman, ada yang merasa tidak masalah dengan ondel-ondel yang dibawa ngamen. Namun, ada juga yang miris melihat kondisi itu.

Davi sendiri melihatnya sebagai sebuah dilema.

"Karena mereka mengandalkan ondel-ondel untuk makan. Seharusnya kalau untuk makan, mereka kerja yang lain," kata Davi.

Anak-anak yang seharusnya sekolah malah mengamen ondel-ondel.

Ali (kiri) dan Rapi (didalam ondel-ondel), keduanya anak SDN 01 Tanah Tinggi berkeliling mengamen dengan memakai ondel-ondel di Kampung Rawa, Johar Baru, Jakarta Pusat, Jumat (10/5/2013).
KOMPAS / AGUS SUSANTO
Ali (kiri) dan Rapi (didalam ondel-ondel), keduanya anak SDN 01 Tanah Tinggi berkeliling mengamen dengan memakai ondel-ondel di Kampung Rawa, Johar Baru, Jakarta Pusat, Jumat (10/5/2013).

Mengamennya pun seolah tidak niat. Alat musiknya tidak ada dan hanya mengandalkan pemutar musik. Bahkan, yang mengiringi ondel-ondel terkadang lagu dangdut.

Mereka yang ngibing hanya mengenakan kaos dan sering berkeliling tanpa alas kaki.

Di sini, Davi tidak setuju jika ngamen dengan ondel-ondel termasuk upaya pelestarian budaya Betawi.

"Karena mereka ngamen bukan yang penting ondel-ondelnya, tetapi yang penting bisa makan," ujar Davi.

Memang, tidak semua pengamen ondel-ondel tidak tulus. Ada juga yang memang belajar membuat ondel-ondel di sanggar seperti Rafli.

Upaya Pemerintah

PELESTARIAN kebudayaan lewat ondel-ondel di jalan menjadi bias. Davi mengatakan, sebenarnya pemerintah sudah memiliki "senjata" untuk membuat seniman ondel-ondel berdaya.

Tantangannya tinggal pada penggunaan "senjata" itu. Caranya sederhana. Perda dan pergub yang dibuat, kata Davi, harus ditegakkan sebenar-benarnya.

Andai saja setiap hotel dan pusat perbelanjaan diwajibkan memajang sepasang ondel-ondel di tiap lobi mereka seperti anjuran perda dan pergub, Davi yakin seniman ondel-ondel bisa sejahtera.

"Kalau semua hotel di Jakarta diwajibkan memajang ondel-ondel yang dipesan sama seniman-seniman di Jakarta, yakin saya kita malah kerepotan saking banyaknya," ujar Davi.

"Tapi biarpun begitu kita siap, kita mampu memenuhi kebutuhan ondel-ondelnya," tambahnya.

Setiap pemerintahan punya cara membawa ondel-ondel pada masa kejayaan.

Pemerintahan kali ini melakukannya dengan cara membuat program OK OBE atau "One Kecamatan, One Ondel-ondel Betawi".

Program ini diperkenalkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno kepada khalayak dalam pembukaan Festival Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Februari 2018.

Melalui program itu, Sandiaga ingin memberdayakan perajin ondel-ondel. Dia juga melontarkan ide agar perajin ondel-ondel bisa melayani pesanan sesuai keinginan konsumen. Misalnya, perajin membuat ondel-ondel berwajah mirip artis terkenal.

Pengunjung menyaksikan pertunjukan Ondel-ondel Underwater di akuarium Seaworld, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, Jumat (22/6/2018). Pertunjukkan spesial yang bernama Ondel-ondel Underwater disiapkan Seaworld Ancol dalam rangka memeriahkan HUT DKI Jakarta yang memasuki usia ke-491.
KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Pengunjung menyaksikan pertunjukan Ondel-ondel Underwater di akuarium Seaworld, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, Jumat (22/6/2018). Pertunjukkan spesial yang bernama Ondel-ondel Underwater disiapkan Seaworld Ancol dalam rangka memeriahkan HUT DKI Jakarta yang memasuki usia ke-491.

"Kami mau ondel-ondel khas, misalnya mukanya mirip dengan Brad Pitt atau mukanya mirip sama yang sekarang Tom Hanks, Ryan Gosling. Itu, kan, bisa dipesan," kata Sandiaga.

Dengan demikian, ondel-ondel yang diproduksi perajin OK OBE sudah memiliki unsur milenial.

Sandiaga berharap hasil karya itu nantinya bisa menarik antusiasme masyarakat menyambut Asian Games.

"Kami buat sedikit konsepnya yang langsung membumi, nyambung dengan milenial, meningkatkan awareness untuk Asian Games," kata Sandiaga.

Apakah program yang kini ada mampu membangkitkan ondel-ondel dari keterpurukan?

Apa pun jawabannya, semuanya punya niat baik untuk membuat ondel-ondel berjaya di tanah kelahirannya sendiri.

Pastinya, boneka raksasa itu nyata-nyata telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Jakarta. Kehadirannya menjadi penyemarak, seperti pada pada hari ulang tahun ke-491 DKI Jakarta, 22 Juni 2018.

Semoga, ke depan kehadirannya benar-benar jadi ikon Betawi, bukan sekadar pajangan apalagi atraksi ngamen serampangan....