Engkau adalah perwujudan manusia Indonesia sejati.Tulus dan kesatria.
Senjata kau lawan dengan berani. Bom kau balas dengan semangat. Tank kau libas dengan cita-cita.
Pilihanmu, merdeka atau mati.
Sayang, kami tidak mengenal engkau lebih jauh, agar dapat kupahat namamu di pusara dan buku-buku sejarah.
Sayang jua, kau tidak sempat memetik buah kemerdekaan yang telah kau tanam.
Doaku menyertaimu, para pahlawan tak dikenal…
PERTEMPURAN 10 November 1945 di Surabaya merupakan pertempuran perdana pasukan Indonesia setelah kemerdekaan dideklarasikan pada 17 Agustus.
Perang ini sekaligus menjadi perang terberat dalam sejarah revolusi nasional Indonesia dan menjadi simbol nasionalisme untuk perlawanan atas penjajahan.
Ultimatum pimpinan tentara Inggris dalam agresi Jawa Timur, Mayor Jenderal Robert Mansergh, membumihanguskan Surabaya apabila rakyat tidak mau menyerah dalam 1x24 jam, membuat rakyat berang.
Ultimatum itu disampaikan pada tanggal 9 November 1945.
Bagi rakyat, ultimatum Mansergh dianggap penginaan terhadap kemerdekaan.
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai pasukan negara sudah terbentuk. Rakyat juga telah meleburkan diri ke badan-badan perjuangan bersenjata.
Bahkan, santri-santri turut dalam perlawanan setelah sejumlah ulama turun tangan demi mempertahankan kemerdekaan.
Pertempuran hebat pun terjadi pada 10 November 1945, dimulai pukul 06.00 WIB.
Adi Setyawan dalam buku Surabaya; Di Mana Kau Sembunyikan Kepahlawananmu (2019) menuliskan, salah satu arena pertempuran adalah ruas jalan yang kini bernama Jalan Tunjungan.
Di salah satu sudutnya, seorang pemuda Gentengkali bernama Madun menyambut serdadu Inggris yang telah berpengalaman dalam Perang Dunia II dengan senapan mesin.
Dengan gagah berani, Madun berlari ke tengah jalan, kemudian menembakkan senapan mesinnya ke arah pasukan Inggris yang terus merangsek maju.
Aksi Madun merupakan bagian dari tembakan perlindungan bagi kawan-kawannya yang memilih mundur sementara dari garis perang.
Boom.... Tiba-tiba meriam tank Inggris melepaskan tembakan ke arah Madun.
Senyap merenggut bising senapan Madun, sekaligus nyawa sang empunya. Ia tewas dalam kondisi tubuh hangus terbakar dan masih memeluk senapan mesin.
Sejumlah sumber menyebut angka yang berbeda-beda terkait jumlah korban jiwa dalam pertempuran itu.
AH Nasution dalam bukunya Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia (1977) menyebut, pertempuran 10 November 1945 menelan korban sekitar seribu orang.
Menurut United Press, jumlah korban mencapai lebih dari 6000 orang.
Catatan pihak Inggris dalam buku Roeslan Abdulgani (1980) menyebutkan bahwa di jalan-jalan ditemukan 1.618 mayat rakyat yang tertembak dan 4.697 lainnya tewas dan luka-luka.
Sementara WH Frederick (1978) dalam disertasinya mengutip laporan pihak sekutu bahwa yang meninggal ada 8.000 orang. Sebagian besar adalah pemuda dari kampung.
Keberanian rakyat di Surabaya inilah yang mendorong negara menetapkan peringatan Hari Pahlawan Nasional pada 10 November.
Tak hanya itu. Ada cerita lain bersama perang besar dan penetapannya menjadi Hari Pahlawan....
DERAP langkah para personel Komando Garnisun Tetap I memecah keheningan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu, 8 November 2020.
Bersama sejumlah personel kepolisian, Kementerian Sosial, dan Pasukan Pengamanan Presiden, mereka melaksanakan geladi upacara dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 2020 yang akan dilaksanakan pada Selasa, 10 November 2020, tepat pukul 08.00 WIB.
Presiden Joko Widodo akan menjadi inspektur dalam upacara bertajuk Ziarah Nasional itu.
Aksi baris berbaris ditambah kepiawaian marching band menjadi atraksi tersendiri yang menarik ditonton. Salah satunya oleh Sodikin (53), petugas penggali makam.
“Pas Hari-H soalnya sulit kita lihat langsung. Makanya lihat dari sekarang,” kata Sodikin.
Sodikin yang bekerja di TMP Kalibata sejak 1983 mengatakan, selain atraksi baris berbaris dan marching band, ada peristiwa dalam rangkaian peringatan Hari Pahlawan yang juga di suka.
Peristiwa yang dia maksud adalah ketika Kepala Negara dan pejabat lain menaburkan bunga di makam pahlawan tak dikenal.
Mendengar kalimat “makam pahlawan tak dikenal”, sejumlah pertanyaan langsung berseliweran di kepala.
Bagaimana bisa seorang pahlawan tidak dikenal?
Memang, dari mana asal-usulnya?
Apabila tidak dikenal, bagaimana orang mengetahui pengorbanannya?
Saat diungkapkan ke Sodikin, dia tersenyum saja.
“Memang dari dulu sudah ada di situ. Saya bekerja di sini dari 1983. Itu makam (pahlawan tak dikenal) sudah ada di situ,” ujar Sodikin.
Sekilas, tidak ada yang berbeda pada penampilan makam pahlawan tak dikenal dengan makam pahlawan lain di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Setiap makam berukuran 2x1 meter presisi. Tepiannya terbuat dari campuran semen, pasir, dan kerikil yang dikeraskan. Pada bagian tengah makam, kerikil kecil tersebar merata, tersusun rapih.
Batu nisan setinggi sekitar satu meter berbahan serupa dengan tepi makam, menjadi penanda. Pada bagian pangkal nisan, terdapat helm besi berwarna silver.
Perbedaan spesifik antara satu bangunan makam pahlawan tak dikenal dengan makam lainnya hanya pada tulisan di batu nisan.
Apabila di nisan makam pahlawan lain tertera nama, tanggal lahir, dan tanggal wafat, tidak banyak informasi yang bisa kita dapat di makam pahlawan tak dikenal. Pada batu nisan, hanya tertulis, “pahlawan tak dikenal” dan “gugur tahun 1945”.
Kalaupun hendak dibilang juga sebagai perbedaan, makam para pahlawan tidak dikenal adalah makam yang paling jarang dikunjungi orang.
Saat banyak makam lain ramai tabur bunga dan wewangian, makam para pahlawan tak dikenal itu seolah sendirian. Sepi.
“Ya, logikanya, karena tidak dikenal siapa yang mau tabur bunga? Kan gitu. Palingan ada keluarga pahlawan lain atau anak sekolah yang datang untuk tabur bunga di sana. Tapi itu juga jarang banget,” ujar Sodikin.
Cerita Sodikin memutar ingatan Kompas.com pada peristiwa dua tahun lalu.
Mengenakan paduan rok coklat tua dan blouse batik sederhana, Tamalia Alisjahbana memasuki areal Taman Makam Pahlawan Kalibata, Minggu (28/10/2018), menjelang pukul 09.00 WIB.
Setelah menyambangi makam Soetan Sjahrir, saudara jauh ayahnya, perempuan ini mendatangi makam Agus Salim dan sejumlah pahlawan lain, bahkan mereka yang nisannya tak bernama.
"Bisa jadi mereka anak-anak muda dari kampung, yang keluarganya pun dulu tidak bisa datang ke sini," ujar putri Sutan Takdir Alisjahbana ini sembari menabur bunga di makam-makam pahlawam tak dikenal.
Tamalia mengaku rutin datang nyekar ke taman makam ini, meski biasanya lebih sering dilakukan pada peringatan ulang tahun kemerdekaan.
Pertemuan dengan Tamalia sejatinya untuk membahas topik bahasa Indonesia dan kiprah sang ayah dalam pengembangannya. Entah mengapa, dia merasa wawancara itu akan punya konteks lebih kuat ketika dilakukan di areal pemakaman ini.
Praktik dan pendapatnya tentang para pahlawan tak dikenal ini menggenapi konteks, betapa perjalanan bangsa ini melewati banyak pengorbanan dan lika-liku, bahkan dari mereka yang akhirnya mangkat tanpa ada identitas yang dapat diterakan.
PENELUSURAN untuk mengetahui asal-usul para pahlawan tak dikenal itu membawa Kompas.com pada perbincangan dengan Direktur Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakwanan dan Restorasi Sosial Kementerian Sosial Joko Irianto.
Dalam pembicaraan melalui sambungan telepon, Joko mengungkapkan, ada 43 makam pahlawan tak dikenal di TMP Kalibata.
“Satu makam berada di monumen selasar, 42 lainnya tersebar di beberapa blok di TMP Kalibata,” ujar Joko.
Joko melanjutkan, 43 pahlawan tak dikenal itu seluruhnya berasal dari peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Setelah perang berakhir, situasi masih sangat kacau. Ada sejumlah jenazah pejuang perang yang tidak dikenali latar belakangnya.
Boro-boro punya tanda pengenal, tidak ada keluarga yang datang mengakui bahwa jenazah itu adalah anggota keluarganya. Mereka sendirian.
Jenazah-jenazah itu pun sempat dikuburkan di Surabaya. Namun, negara memutuskan memindahkan mereka ke TMP Kalibata.
“Dipindahkan ke TMP Kalibata sudah dalam bentuk kerangka manusia,” ujar Joko.
Satu makam pahlawan tak dikenal yang berada di monumen selasar itulah yang biasa ditaburi bunga oleh Kepala Negara setiap peringatan Hari Pahlawan, persis sebagaimana yang diceritakan Sodikin.
Arah barisan upacara pun dibuat menghadap ke monumen itu.
Belum puas dengan jawaban Joko, Kompas.com bertandang lagi ke TMP Kalibata pada Senin, 9 November 2020, sehari sebelum peringatan Hari Pahlawan Nasional.
Kali ini suasana TMP yang didirikan pada 1953 dan diresmikan setahun setelahnya oleh proklamator Soekarno itu lebih sepi dibanding sehari sebelumnya.
Hanya tampak lima penjaga makam yang sedang membersihkan jalan setapak dengan air dalam selang.
Salah satu di antara mereka berkata, jalanan itu akan dilalui Presiden Joko Widodo untuk menaburkan bunga di sejumlah makam.
Makam yang rencananya akan dikunjungi Kepala Negara adalah makam Presiden ke-3 RI BJ Habibie dan istri Habibie, Hasri Ainun Besari.
Kemudian, makam istri Presiden ke-5 RI Susilo Bambang Yudhoyono, Kristiani Herawati, dan makam mantan Ketua MPR RI sekaligus suami dari Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Muhammad Taufiq Kiemas.
Terakhir, Presiden Jokowi juga akan menaburkan bunga di makam pahlawan tak dikenal.
Oleh sebab itu, jalan setapak makam harus bersih.
Para penjaga makam tampak kebingungan saat ditanya perihal asal-usul makam pahlawan tak dikenal.
Bahkan, salah seorang di antaranya sampai mencari informasi di mesin pencari internet. Hasilnya, nihil pula.
Di tengah simpang siur itu, salah seorang di antara penjaga berkata, “Coba tanya Pak Mardi. Dia Google-nya TMP Kalibata” sembari menunjuk seorang bapak-bapak yang sedang duduk di tepi jalan setapak makam.
Sosok lelaki itu terlihat sedang sendirian, menyesap rokok sembari menyapu pandangan ke arah makam.
Setelah berbincang-bincang, rupanya benar. Sumardi (56) tahu banyak hal tentang TMP Kalibata. Terutama asal-usul makam pahlawan tak dikenal.
Ia bercerita, salah satu penanda bahwa jenazah itu merupakan pejuang perang adalah ikat kepala berwarna merah putih.
“Waktu perang kan mana ada bawa identitas. Nah, tapi dulu itu ada simbol ikat merah putih di kepala. Yang pakai itu, pasti pejuang,” ujar lelaki yang merupakan PNS di Komando Garnisun Tetap I itu.
Karenanya, jenazah di medan perang yang mengenakan ikat kepala merah putih dan tidak dikenal identitasnya, akan dikategorikan sebagai pahlawan tak dikenal.
Sebagaimana yang dipaparkan Joko sebelumnya, Sumardi juga menjelaskan bahwa ada 43 makam pahlawan tak dikenal di TMP Kalibata. Makam pahlawan tak dikenal tersebar di Blok F, E dan A.
Namun, rupanya tidak seluruhnya merupakan pejuang perang 10 November 1945 di Surabaya.
“Selain dari perang 10 November, ada yang dari (perang) Timor-Timur. Ada empat makam,” ujar Sumardi.
Rencananya, makam pahlawan tak dikenal yang berasal dari perang di Timor-Timur itulah yang akan ditaburi bunga oleh Presiden Jokowi pada Hari Pahlawan pada tahun ini.
Ia menambahkan, meskipun tanpa nama, bukan berarti para pahlawan ini diabaikan.
Selain oleh Kepala Negara, banyak pula peziarah yang berdoa di makam pahlawan tak dikenal serta menaburkan bunga di atasnya.
“Biasanya, mereka mau berdoa di makam keluarganya. Lalu setelah itu singgah ke makam ini (pahlawan tak dikenal) untuk tabur bunga dan doa,” ujar Sumardi.
Bahkan, ada pula yang rela menelepon penjaga makam, meminta mereka untuk menaburkan bunga di makam pahlawan tanpa nama.
Tentu, sang penelepon mengirimkan uang terlebih dahulu untuk pembelian bunga tabur sekaligus tips bagi penjaga makam yang dimintai tolong.
Sumardi meyakinkan, para pahlawan tanpa nama tetap dikenang.
Sekarang jelas sudah. Negeri ini didirikan bukan hanya oleh orang-orang yang namanya tertera di buku sejarah, melainkan juga oleh mereka yang bahkan tak bernama di pusaranya.
Hal yang terpenting untuk dikenang dari seorang pahlawan bukan sekadar namanya, melainkan pengorbanan bagi negeri.
Doa kami menyertaimu, para pahlawan tak dikenal, namun akan terus kami kenang.
Selamat Hari Pahlawan Nasional!