Demo mahasiswa pada Selasa (24/9/2019) berakhir ricuh. Apakah suara mahasiswa masih mampu membawa perubahan substantif?
PUING, sisa motor terbakar, sampah, motor tertinggal, dan orang-orang kelelahan, dalam potret. Ini adalah kumpulan gambar seusai demo mahasiswa di DPR pada Selasa (24/9/2019) yang berakhir ricuh dan penuh tembakan gas air mata.
Buat yang merasa kehilangan dan atau ketinggalan sepeda motor dari demo mahasiswa di DPR pada Selasa (24/9/2019), jangan terlewat informasi dalam artikel ini ke mana harus mencarinya.
Kilas balik peliputan demo mahasiswa pada Selasa yang berujung ricuh, menjadi bagian tersendiri dari tulisan ini. Pekatnya gas air mata untuk membubarkan unjuk rasa, menjadi bagian catatan. Data korban dan kerusakan sejauh ini tak terkecualikan pula.
Pertanyaan terakhirnya adalah, akankah demo yang diikuti ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan kota ini membawa perubahan substantif?
(Klik link yang dikehendaki untuk melompat ke bagian dimaksud)
PUKUL 04.00 WIB, Rabu (25/9/2019), Kompas.com mengawali langkah dari Menara Kompas di Palmerah Selatan, Jakarta Pusat.
Niatnya, menyusuri apa yang tertinggal dari demo mahasiswa di DPR pada Selasa (24/9/2019) yang ricuh dan berlanjut dengan penyisiran polisi hingga Rabu dini hari.
Berbelok ke utara menyusuri Jl Tentara Pelajar ke arah Stasiun Palmerah, sisa pekat gas air mata langsung menusuk hidung dan membuat mata berlinang.
Melanjutkan langkah sampai ke persimpangan antara jalan raya dan rel kereta, sisa kericuhan sejak Selasa petang sampai Rabu dini hari semakin nyata. Bangkai motor terkapar.
Menyeberang rel, ada lebih banyak lagi bangkai-bangkai motor yang hangus menyisakan besi menghitam. Sekeping potongan pagar kompleks DPR teronggok pula di tepi rel di sisi timur.
Bisa jadi, ini bagian dari pagar Pos Polisi Stasiun Palmerah yang menyatu dengan kompleks parlemen. Pada Selasa malam, api menyala terang di halaman pos ini.
Menyusuri Jalan Gelora—jamak disebut jalan belakang DPR—yang bertemu dengan Jl Asia Afrika di persimpangan Hotel Mulia, jejak kehadiran ribuan orang semakin kentara.
Namun, memasuki Kompleks MPR, DPR, dan DPD melalui gerbang belakang, pemandangan langsung berhadapan dengan hal-hal rapi di kawasan ini.
Menembus jalan tengah menuju gerbang depan, melintasi Gedung Nusantara I dan Gedung Nusantara II, situasinya masih sama saja.
Pemandangan yang menyisakan keriuhan dua hari unjuk rasa, sejak Senin (23/9/2019), baru kasat mata kembali di halaman depan komplek parlemen.
Sekelompok polisi yang tidur di anak tangga Gedung Kura-kura, misalnya. Tentara yang sudah beraktivitas merapikan peralatan dan memasukkannya ke truk, jadi pemandangan lain.
Semakin ke depan, makin banyak sosok-sosok bergelimpangan polisi dalam pakaian lengkap di taman tengah di balik gerbang utama.
POLISI bergelimpangan di tengah taman, kontras dengan para petugas kebersihan yang sudah harus menyapu sampah-sampah bertebaran.
Di pojok depan, di tepi jalan, pekerja lain sudah pula mengelas pagar yang rengkah didorong-dorong selama demo mahasiswa.
Menyusuri jalan ke arah barat, corat-coret dari demo mahasiswa tertera di tembok pembatas tol. Lagi-lagi, petugas kebersihan yang kelelahan terlihat sejenak mengambil waktu beristirahat, memejamkan mata di pedestrian.
Pemandangan mulai menarik di persimpangan memasuki kembali Jl Tentara Pelajar ke arah selatan. Di depan pintu masuk Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, mobil derek kepolisian mengangkut sepeda motor yang ditinggalkan para demonstran.
Saat Kompas.com mengambil gambar, salah satu lelaki paruh baya di antara beberapa orang yang sedang mengangkat sepeda motor ke atas truk itu datang menghampiri.
"Itu yang di sana itu coba ditanya, katanya orang Gelora. Benar atau enggak itu?" kata dia sembari menunjuk sisi cabang jalan yang terpisah jalan dari posisinya.
Mengikuti informasi itu, Kompas.com mendatangi lelaki muda bertopi yang juga sontak menghadang arah langkah.
"Kalau ada yang nanya, minta aja datang ke Pos FBR Gelora. Ini KTP saya, ini nomor kontak saya," ujar lelaki muda itu sambil mengeluarkan KTP dan mempersilakan Kompas.com memotretnya.
Lelaki muda ini mengaku warga Jl Gelora, Palmerah Selatan, Jakarta Pusat. Kata dia, sepeda motor itu diangkut daripada dicuri orang.
"Di sana (sambil menunjuk arah persimpangan jalan dan rel) banyak yang curi. Ini kami menolong saja, jagain biar tidak hilang," kata dia yang spontan menjawab tak ada biaya buat pemilik kendaraan yang nanti datang mengambil sepeda motor itu.
Kembali ke mobil derek berlogo kepolisian, para lelaki yang terus sibuk memindahkan sepeda motor ke atas truk menunjuk lagi ke arah kendaraan pengangkut lain.
"Coba yang itu ditanya juga. Ada yang ambil juga itu," kata mereka menunjuk ke arah selatan.
Mendekati mobil yang belakangan ditunjuk, sejumlah anak muda langsung berebut bersuara, "Ini yang punya."
Sebagai bukti, surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan KTP mereka sodorkan. "Tadi kuncinya hilang," kata sang pemiliki yang mengaku sebagai mahasiswa Universitas 17 Agustus (Untag) Jakarta.
Baru setelah itu, orang-orang di truk kepolisian bisa ditanya dan menjawab ke mana para pemilik mencari sepeda motor yang tertinggal di lokasi demo mahasiswa.
"Datang saja ke Polda (Metro Jaya). Di lapangan hitam. Datang saja ke sana, tanya itu pasti banyak yang tahu," kata lelaki yang mengaku bernama Gundai.
Syarat yang harus dibawa untuk mengambil sepeda motor di Polda Metro Jaya, sebut dia, cukup STNK dan KTP. Soal biaya tak terbahas.
Tak banyak lagi yang tersisa setelah edisi sepeda motor terlantar di bekas lokasi demo mahasiswa. Coretan di dinding pagar kompleks parlemen di dekat halte sekaligus jembatan penyeberangan Stasiun Palmerah, ada di antaranya.
Sekelompok mahasiswa dengan jaket almamater merah marun terlihat mengabadikan diri di depan poster di pagar pembatas rel.
Lalu lintas yang mulai ramai di Jl Tentara Pelajar harus berhadapan dengan serakan bangkai motor yang masih teronggok memakan sepenggal ruas jalan di dekat persimpangan jalan dan kereta.
Sisa-sisa gas air mata masih bikin perih juga, ketika Kompas.com menyusuri lagi pedestrian untuk kembali ke Menara Kompas. Waktu telah menunjukkan pukul 05.17 WIB.
DEMO mahasiswa, Selasa (24/9/2019), berakhir ricuh. Kabut gas air mata mewarnai malam di kawasan Senayan. Suasana tidak kondusif terjadi sejak Selasa petang.
Kericuhan bermula ketika sekumpulan mahasiswa memaksa masuk ke dalam Gedung DPR.
Polisi yang bersiaga di dalam gedung menembakkan air dari mobil water cannon ke arah mahasiswa untuk menghalau mereka.
Kericuhan pun pecah. Mahasiswa melawan. Mereka melempari polisi dengan botol, bambu, dan bebatuan. Polisi membalas dengan tembakan gas air mata ke arah mahasiswa.
Perih di mata dan pernapasan membuat mahasiswa kocar-kacir. Sebagian besar mahasiswa memilih menjauh dari pusat ricuh, berpencar ke sejumlah arah.
Dipukul mundur, mahasiswa terpencar. Area depan Gedung DPR seketika bersih dari kerumunan para mahasiswa.
Mahasiswa terpencar antara lain ke arah Stasiun Palmerah, lampu lalu lintas Slipi, Semanggi, dan Jakarta Convention Center (JCC).
Pada pukul 18.35 WIB, puluhan mahasiswa berkerumun di gerbang masuk JCC. Mereka berniat masuk ke dalam yang merupakan tempat polisi berjaga.
Kapolda Metro Jaya Kombes Gatot Eddy Pramono dan Dirlantas Kombes Yusuf ada di dalam JCC. Polisi lalu memasang tameng dan menyiagakan mobil barakuda.
Mobil pikap polisi juga sudah dinyalakan. Dalam keriuhan itu, polisi sempat meminta massa untuk mundur.
"Mundur! Rekan-rekan mahasiswa mundur, ayo mundur!" teriak seorang polisi lewat pengeras suara.
Sejumlah mahasiswa pun jatuh karena terkena gas air mata. Enam mahasiswa tampak digotong dari kerumunan di depan gedung parlemen ke mobil ambulans.
Di Stasiun Palmerah, dua mahasiswa dan tiga mahasiswi juga terkulai setelah terpapar gas air mata. Keluhannya, sesak napas, batuk, lemas, dan pusing. Pertolongan pertama didapat dari petugas stasiun.
Hilir mudik ambulans mulai tampak, dengan raungan sirene terdengar. Dari Bentara Budaya Jakarta, aroma gas air mata sudah tercium, berbarengan dengan raungan sirene ambulans terdengar dari kejauhan.
Hingga pukul 20.36 WIB, kericuhan dari lokasi demo mahasiswa di kawasan kompleks parlemen masih berlanjut. Bentrokan mahasiswa dengan polisi terjadi antara lain di Simpang Susun Semanggi.
Sebelumnya, pengunjuk rasa melempari polisi dan tentara. Imbauan mundur dari polisi tak digubris. Gas air mata pun terlontar berentet ke arah massa yang berkerumun di depan Plaza Semanggi.
Sejak petang, ruas Jl Gatot Subroto di depan kompleks parlemen dijejali mahasiswa yang berunjuk rasa menentang revisi UU KPK dan rencana revisi UU lain.
Pada pukul 16.16 WIB, tembakan air mulai mengarah ke mahasiswa, disusul lemparan batu dari polisi ke massa berselang 15 menit kemudian. Sempat lari, mahasiswa berbalik lagi ke tempat itu sembari bernyanyi lagu "Indonesia Pusaka".
Menghadapi mahasiswa yang terus merangsek dan mencoba merobohkan pagar, polisi menembakkan gas air mata dan flare mulai pukul 16.38 WIB. Kali ini, mahasiswa berhamburan ke arah Semanggi.
Tembakan gas air mata tak berhenti. Mobil pelontarnya bahkan keluar kompleks parlemen mengejar para mahasiswa. Saat itulah satu per satu mahasiswa mulai tumbang akibat pekatnya paparan gas air mata.
Sekitar pukul 17.30 WIB, gas air mata sudah sampai ke jembatan layang Ladokgi. Mahasiswa mengevakuasi diri ke Graha Jala Puspita dan ke dalam ruas-ruas jalan area Bendungan Hilir.
Para penonton demo mahasiswa di jembatan layang itu pun tunggang langgang ke arah Semanggi. Pasukan Brimob terus maju beserta letupan gas air mata dan flare.
Ternyata, pusat komando pasukan polisi dan TNI ada di Jakarta Convention Center. Di sana, ada Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono. Suasana makin mencekam.
Memasuki pukul 18.00 WIB, gas air mata sudah sampai ke Jalan Gerbang Pemuda. Massa tak bisa melintas. Saat serbuan gas air mata agak reda, massa kembali ke jembatan layang Ladokgi.
Mengibarkan bendera merah putih, mahasiswa berhadapan dengan polisi dan tentara yang berada di balik gerbang JCC. Pasukan gabungan itu sudah mengenakan pakaian taktis dan tameng, termasuk berbagi flare dan selongsong gas air mata.
"Ayo kita bubarkan apapun caranya! Brimob maju! Jangan diam saja, teman kalian di luar diserang!" seru salah satu aparat di balik pagar JCC.
Kendaraan taktis polisi berada persis di balik gerbang sudah siap menembakkan flare. Polisi yang berada di garis depan meminta mahasiswa segera membubarkan diri dan mengancam akan membubarkan paksa.
Namun, imbauan tak dihiraukan massa. Sekitar pukul 18.30 WIB, flare pun kembali ditembakkan. Sebagian mahasiswa lari loncat ke lapangan di samping JCC. Sekitar 5 menit situasi itu berlangsung, polisi mulai merangsek ke luar menuju kerumunan massa.
Tembakan gas air mata kembali terlontar pada pukul 18.47 WIB. Tak disangka, angin berembus ke arah JCC, membawa serta gas air mata ke pasukan gabungan aparat.
Mereka pun berhamburan ke dalam JCC, menyelamatkan diri, dengan sebagian di antaranya muntah dan sesak napas.
Kendati begitu, tembakan gas air mata tak berhenti. Aparat bergantian di antara mereka. Ada yang terluka, tak sedikit yang terpapar gas air mata hingga nyaris pingsan.
Aparat mulai terlihat marah, campuran lelah dan tak sengaja menghirup sendiri gas air mata. Umpatan mulai terdengar. Bersamaan, gas air mata sudah terasa menyesakkan JCC.
Saat itulah terlihat aparat mengamankan seseorang berusia di kisaran 30 tahun. Ada lagi pemuda lain yang juga ikut diamankan.
Sekitar pukul 19.00 WIB, terlihat ada satu orang lagi yang telanjang dada dan diseret polisi ke dalam JCC lalu jadi sasaran pukulan, tendangan, dan injakan aparat.
Aksi brutal itu baru berhenti ketika mereka sadar ada kamera-kamera merekam. Intimidasi kepada perekam mulai terjadi. Bersamaan, gas air mata sudah terasa menyesakkan JCC.
Selama demo mahasiswa yang kemudian berlangsung ricuh, di area depan JCC sedang berlangsung pameran Indonesia International Property Expo (IIPEX) 2019. Namun, pameran tampak sepi.
Karyawan dan peserta pameran malah terlihat sedang kebingungan tak tahu cara pulang atau meninggalkan tempat itu. Dari mahasiswa dan masa peserta demo pun terlihat upaya mencari jalan keluar dari kompleks JCC.
Kompas.com dapat meninggalkan JCC setelah mengikuti saran petugas keamanan yang menyebut hanya akses Gerbang V Gelora Bung Karno dan Jalan Pintu Satu Senayan yang dibuka.
Saat kericuhan berlangsung di Simpang Susun Semanggi, suasana di kawasan Palmerah pun memanas. Suasana mencekam.
Pos Polisi Stasiun Palmerah terbakar. Tembakan gas air mata pun terdengar lagi.
Dari Menara Kompas, kericuhan di sepanjang Jl Tentara Pelajar, Jakarta Pusat, terpantau dan nyata terasa.
Pos polisi terbakar, massa berlarian dikejar aparat, kendaraan pribadi terjebak kemacetan di tengah kericuhan, suara lontaran gas air mata, bumbungan gas air mata, dan aroma menusuk gas air mata menguar di udara.
Sejak waktu maghrib, seluruh gerbang gedung perkantoran Kompas Gramedia ditutup dan mendapat pengamanan berlapis. Semua pegawai yang masih bertugas terkurung di dalam gedung demi keamanan.
Pada pukul 21.30 WIB, tembakan gas air mata makin sering terdengar. Ruang basement Menara Kompas yang adalah tempat parkir kendaraan berselimut kabut gas air mata, karena lokasinya tepat di samping Jl Tentara Pelajar.
Di depan banyak mata karyawan di Menara Kompas, lontaran gas air mata terlihat sampai ke apartemen Permata Senayan, belakangan bahkan masuk ke area halaman Menara Kompas.
Hanya karyawan yang nekat menembus kerumunan massa yang bisa meninggalkan area gedung lewat jalan samping sebelum pukul 22.00 WIB.
Ketika suasana terlihat mereda, kebanyakan karyawan di luar giliran tugas malam meninggalkan gedung sekitar pukul 23.00 WIB, tetap tidak melalui gerbang utama.
Namun, kata reda masih terlalu cepat. Sekitar pukul 01.30 WIB, Rabu (25/9/2019), penyisiran polisi ternyata masuk ke jalan di dalam area kompleks gedung perkantoran Kompas Gramedia.
Tak disangka pula, lontaran gas air mata terjadi juga tepat di depan gerbang besar Gedung II Kompas Gramedia. Warga sekitar yang berjaga menutup gang perkampungan pun berhamburan karena terpapar pekatnya gas air mata dari jarak dekat.
Baru sekitar pukul 02.30 WIB, suasana di sekitar Menara Kompas terasa benar-benar tenang. Samar-samar jejak aroma gas air mata tetap tercium, tetapi tak terlihat banyak pergerakan di Jl Tentara Pelajar dan kawasan sekitarnya.
Terpisah, kericuhan berlangsung pula di kawasan Slipi dan Jl Asia Afrika.
DEMO mahasiswa menyoal pengesahan revisi UU KPK dan rencana serupa untuk sejumlah UU lain tak hanya berlangsung di Jakarta.
Demo antara lain juga digelar di Kota Bandung, Jawa Barat; Makassar, Sulawesi Selatan; Semarang, Jawa Tengah; Malang, Jawa Timur; dan Medan, Sumatera Utara.
Kericuhan antara mahasiswa dan aparat terjadi juga di kota-kota itu, meski skalanya tak semasif di Jakarta.
Dugaan provokasi menguar pula dari semua kota yang menjadi lokasi demo mahasiswa pada Selasa (24/9/2019). Di Bandung, misalnya, belasan orang telah ditangkap atas dugaan menjadi provokator demo.
Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Rudy Sufahriadi, misalnya, menyebut peserta demo pada Selasa yang berstatus mahasiswa hanya sedikit dibandingkan aksi serupa pada Senin (23/9/2019).
"Ternyata terakhir ini sedikit sekali jumlah mahasiswanya, tidak ada lagi mahasiswa. Orang tua yang gondrong-gondrong. Diduga nanti hasil penyelidikan apa, siapa yang berada di massa yang kami bubarkan ini nanti kami akan umumkan setelah kami lakukan penyidikan," ujar Rudy, Selasa.
Kericuhan terjadi pula di Makassar. Dua mobil polisi rusak berat dilempari batu oleh mahasiswa saat bentrok di depan Gedung DPRD Sulawesi Selatan di Jalan Urip Sumoharjo, Kecamatan Panakukang.
Aksi lempar batu itu dibalas dengan tembakan gas air mata oleh polisi. Sejumlah peserta demonstrasi ditangkap dan diinterogasi, dengan beberapa orang di antaranya mendapatkan pukulan dari aparat.
Kapolda Sulsel Irjen Pol Guntur Laupe meminta maaf atas peristiwa bentrokan yang melukai puluhan mahasiswa dan jurnalis.
"Korban jurnalis atau siapa pun korbannya, kami minta maaf. Kalau memang itu sakit, kami akan rawat," kata Guntur, Selasa.
Di Medan, demo mahasiswa dituding ditunggangi bahkan oleh buronan kasus teror. Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto menyebut, terduga provokator itu berinisial RSL dan telah ditangkap.
"Yang bersangkutan sudah ditangkap dan kemungkinan akan dikirim ke Densus 88," kata Agus, saat diwawancara di Kodim 0201/BS.
Apa sebenarnya tuntutan para mahasiswa lewat aksi demonstrasi pada Selasa?
Mengusung tagar #ReformasiDikorupsi, secara garis besar tuntutan para mahasiswa yang menggelar demonstrasi sejak Senin (23/9/2019) relatif sama.
Mahasiswa meminta Presiden Joko Widodo membatalkan revisi UU KPK dan sejumlah rencana revisi UU lain.
Untuk aksi di DPR, ada empat poin tuntutan mahasiswa. Pertama, merestorasi upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kedua, merestorasi demokrasi, hak rakyat untuk berpendapat, penghormatan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, dan keterlibatan rakyat dalam proses pengambilan kebijakan.
Ketiga, merestorasi perlindungan sumber daya alam, pelaksanaan reforma agraria, dan tenaga kerja dari ekonomi yang eksploitatif.
Keempat, merestorasi kesatuan bangsa dan negara dengan penghapusan diskriminasi antaretnis, pemerataan ekonomi, dan perlindungan bagi perempuan.
Tuntutan yang lebih spesifik disampaikan dalam aksi di Gejayan, Yogyakarta, pada Senin. Ada tujuh poin yang mereka dorong, yaitu:
Hingga Selasa malam, Presiden Joko Widodo tidak mengeluarkan pernyataan apa pun terkait demostrasi mahasiswa.
Justru, Jokowi didapati meninggalkan istana pada pukul 19.00 WIB lewat jalur yang tak biasa dia lintasi.
Namun, Jokowi sebelumnya sudah menegaskan bahwa aspirasi masyarakat termasuk mahasiswa telah dipenuhi terkait rencana revisi sejumlah UU, selain revisi UU KPK yang sudah ketok palu di DPR.
Ketua DPR Bambang Soesatyo pun gagal bertemu mahasiswa hingga demo usai pada Selasa malam, sekalipun pada awalnya berniat bertemu perwakilan mahasiswa.
Sekitar pukul 16.35 WIB, Bambang terlihat berjalan ke arena mahasiswa menggelar unjuk rasa. Ia didampingi Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar dan sejumlah staf DPR lainnya.
Bambang sempat berkoordinasi terlebih dahulu dengan polisi. Ia ingin memastikan kondisi terakhir arena unjuk rasa. Setelah itu, Bambang dan rombongan berjalan ke arah sorak-sorai mahasiswa.
Tiba-tiba, ledakan terdengar dari barisan kepolisian. Mereka menembakkan gas air mata ke arah mahasiswa sehingga demonstrasi menjadi ricuh. Gas air mata membuat Bambang dan rombongannya, termasuk wartawan, berhamburan kembali masuk ke gedung parlemen.
Bila wartawan masuk ke ruang Nusantara V, Bambang ternyata menyelamatkan diri ke posko pengamanan yang berjarak 150 meter dari gerbang kompleks parlemen.
Saat wartawan kembali bisa berada di satu lokasi dengannya, Bambang meminta mahasiswa mengakhiri unjuk rasa. Sebab, kata dia, DPR telah memenuhi tuntutan mahasiswa untuk menunda pengesahan RKUHP.
Bambang pun menekan siap berdialog dengan perwakilan mahasiswa, tetapi rencana untuk itu batal. Dia lalu berjanji akan bertahan di kompleks DPR.
"Saya akan tetap di sini sampai para mahasiswa membubarkan diri. Saya bersedia bertemu kapan saja, dengan adik-adik mahasiswa dan apa yang ingin dipertanyakan, karena saya yakin dan percaya kami di DPR sudah memenuhi aspirasi mereka," ujar dia.
Bambang menyatakan bakal berada di posko tersebut sampai mahasiswa membubarkan diri. Sebaliknya, dia pun meminta aparat untuk dapat menangani aksi demonstrasi mahasiswa ini dengan bijak.
"Jangan sampai ada mahasiswa yang jadi korban. Karena sesungguhnya mereka datang ke sini hanya menyampaikan aspirasinya," ujar Bambang.
Sampai tulisan ini ditayangkan, belum ada pernyataan lebih lanjut dari pemerintah dan DPR terkait demo mahasiswa yang berakhir ricuh pada Selasa.
Data korban dan kerusakan dari demo yang berakhir dengan kabut gas air mata pun masih terus dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk rumah sakit, pengelola tol, dan kepolisian.
Khusus data korban, dipastikan ada lebih dari seratus orang terluka dari demonstrasi mahasiswa yang berlangsung di sejumlah kota termasuk Jakarta.
Dalam catatan Kompas.com, 37 mahasiswa dan 3 wartawan terluka di Makassar, Sulawesi Selatan. Lalu, 3 mahasiswa terluka dan dalam kondisi kritis di Palembang, Sumatera Selatan.
Dari Bandung, Jawa Barat, dilaporkan 92 mahasiswa dan 9 polisi terluka dan dirawat di empat rumah sakit di kota itu.
Aksi di kompleks parlemen Jakarta, menyebabkan setidaknya 88 orang terluka dan menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Pertamina. Dalam pantauan Kompas.com, para korban yang terpapar gas air mata tak hanya dibawa ke rumah sakit ini.
Sekali lagi, pertanyaan besar dari semua cerita ini yang butuh jawaban adalah apa perubahan yang akan terjadi, ketika ribuan mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia serentak angkat suara menyoal persoalan-persoalan besar pengelolaan negara?