JEO - Insight

“Pegangan”
Generasi Sandwich
yang Terimpit 

Jumat, 15 November 2024 | 23:47 WIB

Generasi sandwich tidak hanya menanggung dirinya sendiri atau semata keluarga inti. Badai kehilangan pekerjaan berlipat dampaknya bagi mereka. Jaminan sosial ketenagakerjaan kemudian kerap jadi penyelamat di masa darurat. 

Ini kisah para generasi sandwich yang diterpa badai pemutusan kerja dan cara mereka bangkit bermodal dana penjaminan ketenagakerjaan.

SEPERTI biasa, Sofyan W (43) sampai di kantor menjelang pukul 8 pagi. Ia sudah siap bekerja di mejanya, membuka email, dan menyisir satu per satu kotak pesannya. 

Kala itu Agustus 2023. Tak lama setelah menyisir inbox, surel dari manajemen kantornya tiba-tiba masuk. 

Namun, kali ini pesan itu tak biasa. Bukan pesan massal yang dikirim oleh manajemen, melainkan pesan personal yang berisi kabar buruk. Ia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Saya langsung terdiam waktu itu. Lemas. Bukan cuma soal saya, melainkan juga keluarga besar yang bergantung pada saya. Orangtua, adik ipar, istri, dan anak saya," kenang Sofyan ketika ditemui Kompas.com, di Kabupaten Bogor, Kamis (14/11/2024).

Sebagai bagian dari generasi sandwich, Sofyan tahu ia adalah tumpuan keluarga. Permintaan bantuan dari kampung, mulai dari biaya berobat rutin orangtua hingga kebutuhan mendesak keluarga besar selalu menjadi tanggung jawabnya. 

"Berat memang, tapi saya merasa harus selalu ada untuk mereka," tambahnya.

Berusaha bangkit

Tak ingin larut dalam kesedihan, Sofyan segera mengatur langkah. Ia menghitung simpanan keluarga dan dana kompensasi PHK dari perusahaan. Namun, dana yang ada jauh dari cukup. 

"Sebagian besar simpanan sudah kami tabung untuk pendidikan anak," jelasnya.

Ia pun memutuskan untuk segera mencari pekerjaan baru. Hampir dua bulan berlalu, usahanya tak membuahkan hasil. 

"Usia saya yang tidak muda lagi menjadi tantangan berat. Saya sempat sangat pesimistis," kenangnya.

Di tengah keterbatasan, istrinya mulai mencoba peruntungan dengan berjualan sambal rumahan. Sambal buatan sang istri, yang dikenal dengan nama “Sambal Gledek,” ternyata disukai banyak orang.

Berawal dari sistem pre-order, usaha sambal ini berkembang pesat. Dalam waktu singkat, permintaan pelanggan terus meningkat. 

"Awalnya hanya lima hingga sepuluh pcs sehari, tapi pelan-pelan meningkat. Bahkan, ada pelanggan yang meminta kami menjual ayam geprek dengan sambal ini," ujar Sofyan.

Meski usaha sambal mulai membantu perekonomian keluarga, Sofyan tetap merasa belum cukup aman. Ia juga mengoptimalkan apa pun yang bisa dijadikan pemasukan, termasuk mengklaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek atau BPJS Ketenagakerjaan).

Akhirnya, ia juga memutuskan mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) dari BP Jamsostek senilai Rp 40 juta. Dana ini ia gunakan untuk membuka usaha ayam krispi bernama Dzakira Chicken.

Dari usaha kecil ke peluang besar

Dari modal tersebut, Sofyan menyewa kios kecil di depan sekolah dasar. Ia memanfaatkan jam istirahat murid sebagai momen untuk menjual nasi ayam krispi dan ayam geprek.

"Awalnya saya ragu, tapi ternyata usaha ini membawa rezeki besar. Menu ayam krispi dan sambal gledek jadi favorit banyak pelanggan," katanya lagi.

Ilustrasi ayam geprek
PEXELS/LINTOE
Ilustrasi ayam geprek

Seiring usahanya mulai ramai, ia pun mempekerjakan satu karyawan. Belajar dari pengalamannya sendiri, dia ingin karyawannya juga punya jaminan sebagai pekerja. 

Meski hanya mampu menggaji dengan jumlah terbatas, ia memastikan karyawannya mendapatkan hak, seperti BPJS Kesehatan dan BP Jamsostek, yang ia bayarkan penuh iurannya.

Setahun setelah diterpa badai PHK, Sofyan berhasil membuktikan bahwa krisis bisa menjadi peluang baru. Usahanya kini menjadi sandaran utama keluarga. Bukan hanya keluarga utama, melainkan juga orang-orang yang selama ini bergantung pada pundaknya.

***

Kepiluan serupa juga dialami Nur Riyadi (29 tahun). Berakhirnya pandemi Covid-19 justru menjadi “petaka” baginya. 

Berbeda dengan bidang usaha lain yang kolaps saat pandemi, start-up tempatnya bekerja sejak November 2019 malah mencatatkan revenue signifikan. 

Namun, begitu pandemi mereda, pendapatan kantornya terjun bebas. Pengurangan karyawan pun tak terelakkan. Ia mendapat giliran dirumahkan pada Maret 2023.

“Perusahaanku bergerak di bidang novel online. Saat pandemi, kebijakan berkegiatan di rumah membuat kunjungan ke website kami begitu tinggi. Ini semua hilang perlahan saat masyarakat kembali berkegiatan,” cerita perempuan berkacamata itu saat ditemui Kompas.com, di Jakarta, Senin (11/11/2024).

Perusahaan tempat Nur bekerja sebenarnya memberikan pesangon yang terbilang besar. Namun, nominal itu hanya sanggup bertahan beberapa bulan lantaran ibu satu anak ini juga harus membiayai kedua orangtuanya yang tak lagi bekerja dan tak punya uang pensiun.

“Suamiku juga bekerja dengan gaji pas-pasan sesuai upah minimum provinsi (UMP) Jakarta. Hanya cukup untuk makan dan bayar kontrakan. Makanya, aku harus tetap bekerja, apalagi (kebutuhan) orangtua juga menjadi tanggunganku sebagai anak tunggal,” jelas dia lagi.

Sejak di-PHK, Nur tak berhenti bergerilya mencari kerja. Membuka usaha dengan segala risikonya bukan menjadi pilihan. Dia tak berani bertaruh. Tanggung jawab sebagai generasi sandwich membuatnya begitu hati-hati dalam mengambil setiap langkah terkait finansial.

Puluhan lowongan kerja hanya berakhir tanpa jawaban. Beberapa perusahaan yang sempat memprosesnya juga berlalu tanpa kabar.

Peserta bursa kerja saat mereka mengunjungi setiap stan perusahaan yang membuka lowongan pada acara Undip Job Fair di Gedung Prof Sudarto, Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (8/8/2024). Para pelamar dengan berbagai latar belakang pendidikan dan keahlian berburu lowongan pekerjaaan yang mereka anggap sesuai dari pertimbangan perusahaan, posisi jabatan, hingga faktor gaji. Pada kondisi saat ini para pencari kerja harus bersaing ketat dengan tuntutan kompetensi tinggi di tengah situasi ekonomi yang sedang lesu hingga banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja.
KOKMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Peserta bursa kerja saat mereka mengunjungi setiap stan perusahaan yang membuka lowongan pada acara Undip Job Fair di Gedung Prof Sudarto, Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (8/8/2024). Para pelamar dengan berbagai latar belakang pendidikan dan keahlian berburu lowongan pekerjaaan yang mereka anggap sesuai dari pertimbangan perusahaan, posisi jabatan, hingga faktor gaji. Pada kondisi saat ini para pencari kerja harus bersaing ketat dengan tuntutan kompetensi tinggi di tengah situasi ekonomi yang sedang lesu hingga banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja.

Uang pesangon dan tabungan terus menipis, sementara pendaringan belum juga terisi dengan sumber pendapatan baru.  

Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BP Jamsostek yang langsung diajukannya begitu di-PHK juga telah habis.

Awal November 2023, Nur dan suami akhirnya sepakat untuk menggantungkan nasib ke depan pada JHT dari BP Jamsostek. Tabungan yang semula diandalkannya untuk masa tua terpaksa harus dicairkan saat itu juga.

Uang tunai sekitar Rp 27 juta yang terkumpul selama masa kerja 5 tahun kemudian menjadi bekal bagi Nur dan keluarga untuk bertahan.

Beruntung, dua bulan berselang, Nur mendapatkan sejumlah tawaran kerja paruh waktu dengan nilai yang lumayan. Cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga inti dan juga kedua orangtuanya.

Walau berstatus pekerja lepas, Nur tetap mendaftarkan diri sebagai peserta BP Jamsostek Bukan Penerima Upah (BPU). 

Dia meyakini, manfaat JHT dapat kembali menjadi juru selamat baginya di kemudian hari. Bahkan, akan menghindarkan anaknya kelak dari peran generasi sandwich yang kini dialaminya.

“Aku ingin anak-anakku nanti bisa fokus untuk kebutuhannya sendiri karena kebutuhan hidup pada masa tuaku dan suami telah terpenuhi lewat investasi, salah satunya dari JHT,” ucap Nur.

Beban generasi sandwich

Menjadi generasi sandwich, seperti yang dialami Sofyan dan Nur, bukanlah hal mudah. Layaknya roti lapis, istilah ini merujuk pada mereka yang harus menanggung beban finansial dua generasi sekaligus, generasi atas (orangtua) dan generasi bawah (keluarganya sendiri hingga anak-anaknya).

Tak jarang, beban tersebut membuat banyak individu generasi sandwich menghadapi dilema keuangan.

Selain beban finansial, ada juga tekanan emosional yang sering muncul. Generasi sandwich kerap merasa terjebak di antara tanggung jawab besar, tanpa ruang untuk memprioritaskan kebutuhan pribadi.

Kondisi ini diperparah dengan minimnya ruang finansial untuk menabung. Dalam kasus Sofyan, meski ia berusaha hidup hemat, tanggung jawab finansial yang besar membuat pos untuk simpanan keluarga sangat terbatas. Ketika PHK datang, ia hanya memiliki sedikit cadangan untuk bertahan.

Generasi sandwich juga sering menghadapi tantangan karier, seperti yang dialami Sofyan. Dengan usia yang tidak lagi muda, persaingan di dunia kerja menjadi semakin sulit. Ditambah dengan gelombang PHK yang melanda berbagai sektor, mencari pekerjaan baru menjadi tantangan berat.

Di Tanah Air, tantangan yang dihadapi generasi sandwich tidak hanya dialami oleh segelintir orang.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 menunjukkan bahwa 71 juta penduduk Indonesia termasuk dalam kategori generasi sandwich. Dari jumlah itu, 8,4 juta di antaranya harus menanggung biaya hidup anggota keluarga di luar keluarga inti mereka, seperti orangtua atau saudara kandung. 

Data BPS tentang generasi sandwich Indonesia

Pada 2025, BPS memproyeksikan akan ada 67,90 juta orang yang masuk dalam kelompok usia produktif (15-64 tahun). Angka ini setara dengan 23,83 persen dari total penduduk Indonesia. 

Kelompok ini tidak hanya bakal menjadi tumpuan ekonomi keluarga inti mereka, tetapi sangat mungkin juga harus menanggung beban generasi nonproduktif (usia 0-14 tahun dan di atas 65 tahun).

***

Dalam kondisi terimpit, program jaminan sosial ketenagakerjaan memainkan peran penting sebagai penopang utama yang dapat memberikan rasa aman.

Program JKP dari BP Jamsostek memberikan manfaat berupa uang tunai, akses pelatihan kerja, dan informasi pasar kerja bagi pekerja yang terkena PHK.

Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BP Jamsostek Oni Marbun menjelaskan bahwa JKP merupakan upaya dari pemerintah untuk membantu mempertahankan hidup pekerja yang terkena PHK. 

"Untuk informasi pasar kerja dan akses pelatihan kerja diselenggarakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker),” ujar Oni seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (14/11/2024).

Besaran maksimal uang tunai setiap bulan yang didapat dari penerima manfaat JKP selama enam bulan adalah 45 persen dari upah sebelumnya untuk tiga bulan pertama dan 25 persen untuk tiga bulan selanjutnya.

Adapun upah yang digunakan merupakan upah terakhir yang dilaporkan dengan batas maksimal Rp 5 juta. 

Sementara itu, dana JHT pun bisa dimanfaatkan di masa-masa sulit. Namun, tambah Oni, pencairan saldo JHT otomatis menonaktifkan kepesertaan BP Jamsostek.

Pemanfaatan dua program tersebut menunjukkan bahwa program jaminan sosial tidak hanya membantu di masa darurat, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk membuka peluang ekonomi baru.

Sejahterakan pekerja Indonesia

Selama lebih dari empat dekade perjalanannya, BPJS Ketenagakerjaan tak henti berinovasi demi kesejahteraan pekerja Indonesia.

Dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-46 yang digelar Selasa (5/12/2023), Direktur Utama (Dirut) BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo melantangkan kembali komitmen lembaganya untuk terus memberikan perlindungan dan pelayanan yang terbaik demi mewujudkan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya.

“Kami melakukan berbagai inovasi agar peserta merasa aman dalam bekerja, serta mudah dan nyaman saat mengakses layanan ataupun manfaat BP Jamsostek,” ucap Anggoro.

Untuk memberikan layanan yang lebih luas, pada 2023, BP Jamsostek membuka 61 kanal layanan bagi pekerja migran Indonesia (PMI) di dalam negeri serta tiga kanal representasi di Taiwan, Korea Selatan, dan Brunei Darussalam. 

Dia menambahkan, seluruh capaian itu pastinya tidak terlepas dari dukungan pemerintah serta para pemangku kepentingan baik di level pusat maupun daerah. 

“Kami mengucapkan terima kasih sekaligus mendorong agar kolaborasi ini terus diperkuat agar pada 2026 dengan target universal coverage 70 juta pekerja dan dengan dana kelolaan Rp 1.001 triliun dapat tercapai,” ungkapnya.

BP Jamsostek  juga menghadirkan berbagai inovasi demi memberikan kemudahan bagi peserta dalam mengakses layanan. Aplikasi Jamsostek Mobile (JMO) menjadi andalan para peserta dan tercatat telah digunakan lebih dari 20 juta orang. 

Sebagai One Access to Digital Ecosystem, JMO terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan para penggunanya. Selain fitur utama, yakni pendaftaran, pembayaran iuran, dan klaim, JMO kini dilengkapi dengan beragam fitur baru, seperti fitur Manfaat Layanan Tambahan (MLT) bagi pekerja yang membutuhkan fasilitas pembiayaan perumahan. 

Ada pula fitur pinjaman multiguna atau dana siaga, investasi, serta layanan video streaming, e-wallet, dan informasi promo merchant

Melalui aplikasi tersebut, para peserta juga dapat mendaftarkan pekerja BPU di lingkungannya untuk mendapatkan perlindungan dari BP Jamsostek. Fitur itu merupakan bagian dari gerakan Sejahterakan Pekerja Sekitar Anda (Sertakan).

Anggoro mengatakan, fitur itu hadir untuk menjawab kebutuhan para peserta yang selama ini peduli terhadap perlindungan dan kesejahteraan para pekerja BPU di dekat mereka, seperti pekerja rumah tangga (PRT), sopir pribadi, atau bahkan tukang roti langganan.  

Dengan jaminan sosial yang menyeluruh, pekerja yang terjebak dalam peran ganda sebagai pencari nafkah dan perawat keluarga dapat merasa lebih aman dan terlindungi. 

Melalui sistem jaminan sosial yang inovatif, generasi sandwich sekalipun dapat berfokus pada peningkatan produktivitas tanpa harus terbebani oleh ketidakpastian finansial. 

Dengan langkah-langkah yang tepat, BP Jamsostek tidak hanya berperan dalam kesejahteraan pekerja, tetapi juga berkontribusi pada kemajuan perekonomian Indonesia secara keseluruhan dan menciptakan ekosistem yang lebih berdaya saing.

***

Kisah Sofyan dan Nur baru segelintir cerita dari banyak pekerja yang harus diterpa badai kehilangan pekerjaan saat tanggungan tak berkurang, bahkan ketika mereka harus terimpit sebagai generasi sandwich

Perlindungan berupa jaminan setidaknya dapat menjadi “pegangan” di masa darurat di tengah terpaan badai, seperti kisah Sofyan dan Nur. Pengelola yang inovatif dan amanah pada akhirnya adalah kunci dari sebuah kata “jaminan”.