JEO - News

Pelajaran dari Polemik
Review Kartu Menu
Garuda Indonesia

Sabtu, 20 Juli 2019 | 10:34 WIB

Gara-gara review soal kartu menu bertulisan tangan di kabin Garuda Indonesia yang diunggah ke media sosial, laporan polisi pun harus dituai. Ini rentetan peristiwanya.

BAGAIMANAKAH seharusnya seseorang menyampaikan keluhan terkait sebuah pelayanan? Bisakah seseorang yang menyampaikan keluhan secara terbuka diadukan ke polisi?

Pertanyaan-pertanyaan ini sontak mencuat setelah YouTuber Rius Vernandes dan Elwiyana Monica sempat diperkarakan karyawan Garuda Indonesia.

Semua bermula dari tindakan Rius mengunggah foto kartu menu kelas bisnis penerbangan Garuda Indonesia.

Padahal, seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, praktik review yang lalu diunggah di media sosial juga jamak saja adanya.

Apa saja yang kemudian patut dipahami para pengguna media sosial, apalagi mereka yang naik level menjadi influencer?

JEO ini menuturkan rentetan cerita Rius dan review-nya yang menuai laporan ke kepolisian tetapi bisa diakhiri secara kekeluargaan.

Sejumlah pelajaran dari rentetan cerita ini yang lalu perlu menjadi catatan bagi kita akan menjadi penutup tulisan. 

RENTETAN POLEMIK

KARTU menu yang diedarkan pramugari di kabin kelas bisnis Garuda Indonesia, jadi pangkal cerita yang berlanjut jadi polemik pelaporan pencemaran nama baik ke kepolisian.

Diunggah di Instagram @rius.vernandes, Sabtu (13/7/2019) malam, kartu tersebut terlihat memuat menu dalam tulisan tangan. 

Foto itu diambil dalam penerbangan Sydney-Denpasar. Rius terbang bersama Elwiyana, kekasihnya. 

Unggahan akun instagram @rius.vernandes mengenai kartu menu kelas bisnis maskapai Garuda Indonesia yang disebut hanya ditulis tangan. Screenshot diambil pada Minggu (14/7/2019).
TANGKAP LAYAR INSTAGRAM @rius.vernandes
Unggahan akun instagram @rius.vernandes mengenai kartu menu kelas bisnis maskapai Garuda Indonesia yang disebut hanya ditulis tangan. Screenshot diambil pada Minggu (14/7/2019).

Ternyata, unggahan Rius itu mendulang reaksi dari Garuda Indonesia. Beberapa jam setelah unggahan itu, Rius mengunggah foto di area layanan pelanggan (customer service) Garuda Indonesia.

Beserta foto tersebut, Rius menulis keterangan, "Intinya Garuda Indonesia minta maaf soal ini. Aduh asli gue juga gak marah atau gimana. Gue cuma sedang menjalankan job gue sebagai reviewer pesawat. Share apapun yang terjadi di pesawat. Gitu doang."

Unggahan akun instagram @rius.vernandes mengenai kartu menu kelas bisnis maskapai Garuda Indonesia yang disebut hanya ditulis tangan. Screenshot diambil pada Minggu (14/7/2019).
TANGKAP LAYAR INSTAGRAM @rius.vernandes
Unggahan akun instagram @rius.vernandes mengenai kartu menu kelas bisnis maskapai Garuda Indonesia yang disebut hanya ditulis tangan. Screenshot diambil pada Minggu (14/7/2019).

Unggahan Rius yang viral pun segera mendapat tanggapan dari VP Corporate Secretary Garuda Indonesia M Ikhsan Rosan.

Ikhsan membantah bahwa kartu menu tulisan tangan yang diunggah Rius merupakan kartu menu milik Garuda Indonesia yang dibagikan kepada penumpang kelas bisnis di penerbangannya.

"Itu bukan (kartu menu). Kami punya kartu menu," kilah Ikhsan.

Menurut dia, kartu dengan tulisan tangan tersebut merupakan catatan pribadi awak kabin.

"Nah, pertanyaannya, kenapa dia share itu sebagai kartu menu, begitu?" kata Ikhsan kepada Kompas.com sehari setelah unggahan Rius muncul.

Ikhsan mengatakan Garuda Indonesia belum mendapat keterangan pasti mengenai asal kartu menu bertulis tangan tersebut.

Berlanjut lagi, Rius pada hari yang sama mengunggah video yang berisi kronologi peristiwa soal kartu menu tersebut di akun YouTube. Elwiyana ikut memberi komentar di situ.

 

Tampak di video, seorang pramugari Garuda memberikan kartu menu bertulis tangan kepada Rius.

Dalam penjelasannya, pramugari mengatakan kartu menu standar kelas bisnis Garuda Indonesia sedang dalam proses pencetakan.

"Maaf, untuk menu card-nya kita lagi dalam proses percetakan. Jadi saya ada menuliskan (menu),” ujar si pramugari dalam video itu.

Video itu berdurasi 21 menit 7 detik. Di situ Rius mengaku telah melihat penumpang lain yang duduk di depannya mendapatkan menu dengan tulisan tangan serupa. 

Dilaporkan ke polisi

Cerita masih berlanjut. Unggahan Rius berujung ke laporan kepolisian. 

Kapolresta Bandara Soekarno Hatta Kombes Victor Togi Tambunan, Selasa (16/7/2019), mengonfirmasi, Garuda Indonesia melaporkan Rius dan Elwiyana atas dugaan pelanggaran UU Informasi Transaksi Eletronik (ITE).

Delik yang dikenakan, sebut Victor, adalah Pasal 27 Ayat 3 jo Pasal 45 Ayat 3 dan/atau Pasal 28 Ayat 1 jo Pasal 45A Ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP.

Polisi kemudian memanggil Rius dan Elwiyana untuk diminta keterangan pada Rabu (17/7/2019). Namun, panggilan ini tak dipenuhi dengan alasan ada hal lain yang tak bisa ditinggalkan. 

Dalam instagram pribadinya, Rius Vernandes mengunggah foto surat panggilan polisi sebagai saksi dalam kasus yang bermula dari unggahan kartu menu bertulisan tangan di kabin Garuda Indonesia. Tangkap layar diambil pada Selasa (16/7/2019).
TANGKAP LAYAR INSTAGRAM @rius.vernandes
Dalam instagram pribadinya, Rius Vernandes mengunggah foto surat panggilan polisi sebagai saksi dalam kasus yang bermula dari unggahan kartu menu bertulisan tangan di kabin Garuda Indonesia. Tangkap layar diambil pada Selasa (16/7/2019).

Pada hari itu terungkap, pelapor dalam perkara ini bukan Garuda Indonesia tetapi Serikat Karyawan Garuda (Sekarga). Fakta ini diungkap pengacara Rius, Abraham Srijaya.

Dihubungi terpisah, Ketua Harian Sekarga, Tomy Tampatty, membenarkan hal itu. Tommy mengatakan, unggahan video Rius telah mencemarkan nama baik Garuda Indonesia.

“Postingan itu merugikan perusahaan, Perbuatan mereka berdampak terhadap reputasi perusahaan tempat kami bekerja,” kata Tomy seperti dikutip Kompas.id edisi Rabu, 17 Juli 2019.

Tomy mengatakan, Dewan Pimpinan Pusat Sekarga mendukung langkah pelaporan unggahan tersebut. 

Sementara itu, Abraham Srijaya mengatakan, tuduhan terhadap kliennya adalah pencemaran nama baik melalui media elektronik.

Youtuber Rius Vernandes (kanan) dan Pengacara Abraham Sriwidjaja di Hotel Da Vinci, Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019). Mereka menggelar konferensi pers terkait pelaporan polisi atas unggahan Rius di media sosial soal kartu menu bertulisan tangan di kabin Garuda Indonesia.
KOMPAS.com/RYANA ARYADITA UMASUGI
Youtuber Rius Vernandes (kanan) dan Pengacara Abraham Sriwidjaja di Hotel Da Vinci, Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019). Mereka menggelar konferensi pers terkait pelaporan polisi atas unggahan Rius di media sosial soal kartu menu bertulisan tangan di kabin Garuda Indonesia.

Namun, Abraham melihat sejumlah kejanggalan dalam laporan tersebut.

"Nah permasalahannya, pencemaran nama baik itu adalah delik aduan," kata Abraham.

Delik aduan, lanjut dia, yang boleh melaporkan hanyalah pihak yang dirugikan, dalam hal ini korporasi.

"Berarti dalam hal ini kalau memang merasa dirugikan, minimal direkturnya (Garuda Indonesia yang melapor)," kata Abraham.

Kejanggalan kedua, lanjut dia, Garuda Indonesia mengaku tak mengetahui soal laporan yang dibuat serikat karyawannya.

Padahal, kata Abraham, Garuda Indonesia memiliki wewenang memberikan saran kepada serikat karaywan ketika langkahnya dinilai salah.

Berdamai

Perkembangan berikutnya, Kamis (18/7/2019), Rius Vernandes mengaku telah bertemu dengan pihak Garuda Indonesia.

Menurut Rius, dia dan Garuda Indonesia sepakat kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan.

"Sudah ketemu dan ngobrol. Rencananya, (ini) diselesaikan secara kekeluargaan secepat mungkin," kata Rius di Hotel Da Vinci, Sudirman, Jakarta Pusat.

Baca juga: Youtuber Rius Vernandes Sudah Bertemu Garuda Indonesia, Kasus Akan Diselesaikan Kekeluargaan

Terkini, Sekarga mencabut laporannya ke polisi, Jumat (19/7/2019).

“Saya bisa memastikan, serikat pekerja mencabut laporan polisi yang diadukan atas unggahannya mas Rius,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara, di Jakarta, Jumat (19/7/2019).

Dirut Garuda Indonesia Ari Askhara menunjukkan surat perjanjian damai antara Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) dengan Youtuber Rius Vernandes dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (19/7/2019). Selain berdamai, Sekarga juga mencabut laporan polisi yang sebelumnya dibuat atas unggahan Rius soal kartu menu bertulisan tangan di kabin pesawat Garuda Indonesia.
ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR
Dirut Garuda Indonesia Ari Askhara menunjukkan surat perjanjian damai antara Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) dengan Youtuber Rius Vernandes dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (19/7/2019). Selain berdamai, Sekarga juga mencabut laporan polisi yang sebelumnya dibuat atas unggahan Rius soal kartu menu bertulisan tangan di kabin pesawat Garuda Indonesia.

Baik Sekarga maupun Rius, lanjut dia, sepakat menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan.

Baca juga: Karyawan Garuda Resmi Cabut Laporan terhadap Rius Vernandes

Perdamaian kedua belah pihak dijembatani oleh Ari dan pengacara Hotman Paris Hutapea. 

“Mudah-mudahan ini menjadi satu momentum semoga negara ini ada kesatuan dari semua perbedaan yang ada,” kata Ari.

Ketua Sekarga Tomy Tampati meminta maaf terkait kehebohan yang terjadi akibat peristiwa ini.

“Pada kesempatan ini perlu kami sampaikan, Garuda terbuka terhadap kritik. Kami menyampaikan permohonan maaf dan terima kasih atas atensinya,” kata Tomy.

 

SIAPA RIUS VERNANDES?

SELAMA polemik ini bergulir, dukungan demi dukungan datang untuk Youtuber Rius Vernandes. Dukungan dari netizen yang membanjir pun diikuti dengan pemberitaan media massa.

Namun, masih banyak orang yang belum mengetahui siapa itu Rius Vernandes. Jadi, siapakah dia?

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Akhirnya ada foto yang “cool” di pesawat. 😁

Sebuah kiriman dibagikan oleh Rius Vernandes (@rius.vernandes) pada

Rius memiliki channel Youtube Rius Vernandes sejak 13 September 2018.  Per Sabtu (20/7/2019) pukul 08.45 WIB,  channel Youtube Rius sudah memiliki 514.219 subscribers.

Tayangan-tayangan video di channel Rius pun sudah ditonton lebih dari 33 juta kali. Jika menilik channel Youtube-nya, Rius banyak memberikan review saat ia naik pesawat.

Biasanya, dia menilai kondisi di dalam pesawat, mulai dari tempat duduk, interior di dalam pesawat, kelengkapan hiburan di dalam pesawat, hingga menu makanan.

"Gwe ngevlog di pesawat sekalian review review dikit. Bukan reviewer pesawat professional. Pengennya sih business class sama first class aja, tpi gak tau deh mampu atau enggak," tulis Rius dalam menu "About" di channel miliknya.

Ia lebih banyak memberikan review pelayanan kelas bisnis dan first class dalam perjalanannya ke suatu negara atau lokasi.

Selain aktif di Youtube, Rius menjalankan bisnis kuliner dengan membuka restoran Sec Bowl by Rius Vernandes.

Lulusan sekolah masak di luar negeri ini ternyata sudah memiliki beberapa cabang Sec Bowl di Jakarta. Salah satunya ada di Gading Serpong yang sempat ditayangkan dalam videonya di Youtube.

Rius pun tak segan menampilkan sosok kekasihnya, Elwiana Monica, dalam konten-konten video Youtube maupun Instagram pribadinya.

Elwi, demikian perempuan ini disapa, adalah pramugari Singapore Airlines. Dalam laporan Garuda ke polisi, Elwi juga turut dilaporkan.

Dalam wawancara dengan Kompas TV dalam program Sapa Indonesia Malam, Kamis (18/7/2019), Rius mengaku pendapatan sebagai YouTuber hanya dia pakai untuk mengongkosi pembuatan konten vlog berikutnya.

"Karena tiket kelas bisnis sudah berapa, belum akomodasi. Ini hobi saja. Saya bikin vlog juga paling satu bulan sekali. Bukan sumber penghasilan," ujar dia.

PELAJARANNYA

KASUS review Rius yang berujung pelaporan ke kepolisian ini memunculkan sejumlah pelajaran, baik bagi Garuda Indonesia sebagai entitas perusahaan maupun bagi publik yang hendak menyuarakan kritik atas standar kualitas pelayanan.

Banjir kecaman sempat melanda Garuda Indonesia gara-gara langkah hukum tersebut. Tak kurang dari Kaesang Pangarep, anak Presiden Jokowi, meledek Garuda Indonesia lewat unggahan di akun Instagram.

Serasa belum cukup, Garuda Indonesia malah mengeluarkan larangan bagi penumpang untuk membuat foto dan video dari dalam kabin pesawat maskapainya. 

Gagap merespons medsos 

Langkah Garuda mengadukan Rius dan kekasihnya ke polisi dikecam sejumlah kalangan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) jadi salah satunya. 

Menurut Ketua Harian YLKI Tulus Abadi, seharusnya Garuda Indonesia melakukan mediasi terlebih dahulu.

Namun, ia juga mengimbau konsumen untuk berhati-hati saat melakukan kritik terhadap pelaku usaha melalui media sosial.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar juga menilai kritik konsumen sedianya disikapi Garuda dengan bijak.

"Jika Rius hanya penumpang biasa dan tidak terafiliasi, penuntutan terhadap Rius akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan konsumen mengkritik atau mengekspresikan kesannya bagi pelayanan sebuah bisnis," ujar Fickar, Rabu (17/7/2019).

Menurut Fickar, lebih tepat jika Ombudsman terlibat dalam persoalan ini, karena Garuda Indonesia merupakan badan usaha milik negara.

"Pidana mestinya usaha terakhir," kata Sudaryatmo, pengurus harian YLKI, seperti dalam perbincangan dengan Kompas TV di program Sapa Indonesia Pagi, Rabu (17/7/2019).

Akan lebih bagus, ujar dia, Garuda Indonesia justru menemui Rius. Bahkan, dari pendekatan lembaga konsumen, lanjut Sudaryatmo, mestinya Garuda Indonesia malah berterima kasih kepada Rius karena mendapatkan masukan dari konsumennya.

"Informasi berharga untuk improvement manajemen," imbuh dia.

Dalam pengalaman YLKI, kata Sudaryatmo, ada praktik perusahaan yang memberikan penghargaan justru kepada para konsumen yang telah membuat aduan terkait kualitas layanan.

"Yang aduannya punya value berharga untuk improvement pelayanan. Ini lebih positif begitu," ujar Sudaryatmo.

Analis komunikasi dari Opapaci Strategic, Dadi Krismatono, bahkan menyebut Garuda Indonesia yang justru memantik review Rius menjadi polemik. 

"Ini masalah sederhana yang dibuat rumit oleh Garuda sendiri. Dia gagap dalam merespons realitas baru yang namanya media sosial," ujar Dadi dalam program yang sama di Kompas TV.

Dalam realitas media sosial, ungkap Dadi, dunia tidak berjenjang, egaliter, dan informal. Profesi YouTuber dengan konten berupa review seperti yang dilakoni Rius pun bukan pekerjaan yang lima tahun lalu jamak didapati.

"Seseorang yang dianggap cukup kredibel, cukup punya kompetensi untuk melakukan review, dan disampaikan melalui media sosial yang tidak mempunya redaksi," tutur Dadi.

Praktik di media sosial semacam ini, sebut Dadi, bahkan sudah bisa disebut disintermediasi.

"Apa yang disampaikan seseorang bisa langsung sampai ke publik," ujar dia.

Akan lebih mudah, kata Dadi, Garuda Indonesia mengundang Rius, untuk duduk bersama dan membicarakan review itu. Bisa jadi, respons positif akan didulang Garuda Indonesia bila sejak awal memilih langkah semacam ini.

"Malah dia (Rius atau YouTuber lain) bisa bilang Garuda keren banget ya. Saya baru bikin review, langsung direspons, dan mereka akan melakukan perbaikan," tutur Dadi.

Namun, Dadi pun menekankan penyikapan komunikasi atas perkembangan dunia komunikasi berupa media sosial ini harus ditilik hingga ke kultur organisasi.

"Kultur organisasi akan mempengaruhi cara dia (perusahaan) berkomunikasi, (termasuk) apakah sudah relevan dengan media sosial," kata Dadi.

Dalam komunikasi, kata Dadi, ada seribu pilihan cara untuk merespons review. Pilihan yang diambil akan menentukan apakah memperbaiki citra perusahaan atau kontraproduktif, termasuk menuai olok-olok seperti yang dialami Garuda Indonesia.

Anggota Ombudsman, Alvin Lie, menyebut publik bebas melakukan aktivitas di ruang publik sepanjang tidak ada larangan yang eksplisit. Menurut dia, angkutan umum juga merupakan ruang publik itu, termasuk penerbangan Garuda Indonesia.

"Memotret itu bagian dari hak pengguna jasa. (Sekalipun untuk mengkritik). Mengkritik itu partisipasi publik dalam mengawal pelayanan," kata Alvin dalam program Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Jumat (18/7/2019).

Alvin pun mengaku kerap memotret temuan-temuan saat menumpang angkutan umum. Bedanya, dia memiliki akses untuk mengirimkan foto-foto itu kepada jajaran manajemen perusahaan.

"Tidak semua orang punya akses seperti itu," ujar Alvin.

Pelajaran dari sini, menurut Alvin adalah perlunya pembenahan pula untuk saluran pengaduan. Layanan bagi partisipasi publik sebagai bagian dari kontrol kualitas layanan itu harus pula semakin mudah, praktis, dan kekinian. 

"Orang kan sudah malas kalau disuruh menulis di kertas, misalnya," ujar Alvin. 

Konsumen

Dari kasus ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pula oleh konsumen secara umum terkait keluhan, komplain, dan kritik.

Terlepas dari penerapan pasal-pasal karet semacam delik pencemaran nama baik yang kerap terjadi, tak salah juga bila beberapa antisipasi dilakukan.

Ketua harian YLKI Tulus Abadi berbagi tiga tips, yaitu: 

1. Jangan langsung unggah kritik ke medsos

"Kritik di media sosial bisa diterjemahkan berbeda oleh pihak yang dikritik," kata Tulus, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (17/7/2019).

Dampaknya, konsumen bisa dituduhkan dengan UU No 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Konsumen bisa aja mendalilkan review atau apa. Itu kan alasan konsumen. Namun, pelaku usaha juga punya alasan yang cukup rasional untuk mengartikan seperti apa, karena kan Undang-Undang ITE jelas," kata Tulus.

2. Sampaikan keluhan secara langsung

Tulus menyarankan, konsumen menyampaikan langsung keberatannya atas suatu pelayanan kepada pelaku usaha.

3. Mengadu ke YLKI

Apabila aduan tersebut tidak mendapat respons baik dari si pelaku usaha, konsumen dapat mengadu ke YLKI.

"YLKI bisa bertindak sesuai dengan prosedur untuk menindaklanjuti aduan tersebut," ujar Tulus.

Review online

Topik review berujung perkara hukum bukan cuma topik di Indonesia, terlepas kasus yang menimpa Rius. Sejumlah tips pun kerap saling dibagikan oleh para content creator untuk berkelit dari labirin pasal-pasal pidana.

Banyak kasus review berujung pidana memang masih terkait soal hak cipta. Namun, kasus seperti Rius juga muncul dalam sejumlah pembahasan, menggunakan delik serupa pula—pencemaran nama baik. 

Dalam salah satu pemberitaan kasus serupa di Kanada, misalnya, empat saran diajukan oleh Jeff Orenstein yang adalah pengacara dari lembaga konsumen setempat, sebagaimana dikutip dari laman pemberitaan CTV News. 

Dalam bahasa kekinian, pesan Orenstein kurang lebih adalah sebagai berikut:

1. Akun anonim bisa dilacak

Jangan pernah berpikir untuk sengaja membuat review buruk menggunakan akun anonim. Setidaknya praktik di luar negeri, akun anonim dapat dilacak.

Pengadilan atau otoritas hukum dapat memerintahkan perusahaan penyedia layanan internet untuk membuka data alamat internet protocol (IP address) dari akun anonim tersebut. Dari situ, aparat hukum akan melacak pengguna IP address tersebut. 

2. Pastikan punya bukti

Saat mereview sesuatu dan diunggah di media sosial, pastikan hanya mengunggah fakta dan pendapat yang memiliki bukti kuat.

Tak cukup, misalnya, bilang tempat makan tertentu tidak direkomendasikan—karena itu opini—tanpa ada bukti pendukung. Sebagai contoh, kalau mau bilang tempat itu jorok maka tunjukkan saja ada kecoa hilir mudik di sekitar tempat duduk.

3. Review benda atau produknya saja

Berdasarkan pengalaman Orenstein, mengomentari penyedia layanan kerap menuai persoalan. Karena itu, review sebaiknya fokus pada benda, produk, atau layanannya saja.

4. Jangan tendensius

Kalau bertemu dengan pengalaman tak menyenangkan terkait produk atau layanan yang sampai bikin kesal banget, ambil jeda waktu sebelum menulis review.

Jangan sampai, review ini malah tidak jujur, jahat, atau beraroma dendam. Maksud hati bikin review dan berbagi rekomendasi yang terjadi bisa-bisa malah perkara, kalau begitu caranya.

Kontributor penulis Forbes, Jack Garson, menambahkan saran untuk pelaku review online, terlebih buat mereka yang telah memasuki level influencer.

Dalam tulisan yang tayang di laman Forbes pada 7 Mei 2019, Garson menekankan para influencer harus jujur soal dibayar atau tidak untuk review yang mereka buat.

Bayaran ini tidak melulu berupa duit, kata dia, tapi termasuk pemberian kompensasi berupa barang dan atau fasilitas yang di-review

Meski begitu, imbuh Garson, pengakuan soal itu tak mengharuskan penyebutan merek, perusahaan, apalagi nominal yang didapat. Cukup akui saja.

Pada awal tulisannya, Garson menyebut sejumlah preseden di Amerika Serikat, terkait kasus review online yang melibatkan pesohor sebagai influencer dan berakhir dengan gugatan.

Intinya adalah kejujuran dan memahami rambu peraturan-perundangan. Nah, buat di Indonesia, apa pun yang berurusan dengan internet harus disadari punya kemungkinan bersinggungan dengan UU ITE. Waspadalah!