Nama Ignasius Jonan lekat dengan perkeretaapian Indonesia.
Selama menjabat Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) dari 2009-2014, Jonan berhasil mengubah wajah perkeretaapian di Indonesia dari yang sebelumnya kumuh, semrawut dan tak manusiawi, menjadi bersih, tertib dan terpelihara.
Hal yang cukup mengejutkan dari prestasinya itu adalah Jonan ternyata sama sekali tidak memiliki latar belakang transportasi.
Sebelumnya, ia merupakan direktur di bank swasta dan juga pernah menjabat sebagai pimpinan di BUMN yang bergerak di sektor jasa keuangan.
Kepiawaiannya dalam manajemen di sektor keuangan menarik minat Menteri BUMN (2009) Sofyan Djalil, menggunakan jasa Jonan untuk mengubah layanan transportasi kereta api di Indonesia.
Terkejut, tentu. Sebab, Jonan yang biasanya bekerja di ruangan AC dan selalu berpakaian klimis, mesti berjibaku dengan semrawutnya stasiun.
Ia bahkan hampir mau menyerah setelah tiga bulan menjabat Dirut PT KAI. Namun, dukungan dan motivasi Sofyan Djalil membuat Jonan percaya diri untuk melanjutkan karyanya.
Selepas menjabat Dirut PT KAI, Presiden Joko Widodo yang memenangkan Pilpres 2014 menunjuk Jonan sebagai Menteri Perhubungan.
Meski demikian, beberapa kalangan menyebut prestasinya sebagai Menteri Perhubungan tidak secemerlang ketika Jonan menjadi komando perubahan layanan kereta api Indonesia.
Jonan dianggap belum memenuhi harapan akan pembenahan transportasi laut, udara dan darat selain kereta api.
Pada 2016, Jonan di-reshuffle. Posisinya digantikan oleh Budi Karya Sumadi.
Presiden Jokowi memindahkan Jonan ke posisi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga berakhirnya periode pertama (2019).
Pada pemerintahan periode kedua, Presiden Jokowi tidak lagi menggunakan jasa Jonan.
Klik menu yang anda inginkan di bawah ini:
Pemimpin redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho dalam acara Beginu berkesempatan mewawancarai Jonan secara langsung, beberapa waktu lalu.
Jonan bercerita banyak tentang perjalanan hidupnya. Mulai dari masa-masa pendidikan di mana ia menjalaninya dengan rasa malas hingga cerita sulitnya membenahi sektor perkeretaapian di Indonesia.
Cerita soal kiprahnya sebagai Menteri Perhubungan yang dinilai gagal oleh beberapa kalangan juga tidak luput dari topik pembicaraan.
Jonan yang mengaku sebagai orang yang tidak memiliki ambisi sekaligus menceritakan rencananya ke depan.
Apa itu?
Tonton selengkapnya dalam video berikut ini:
Jonan memiliki rekam jejak akademis yang baik. Selepas lulus dari SMA St. Louis Surabaya, ia menempuh pendidikan S1 di Universitas Airlangga, Surabaya pada 1982.
Mengambil jurusan akuntansi pada program studi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jonan dinyatakan lulus pada 1986. Tepat waktu.
Ia merupakan wisudawan tercepat yang lulus di angkatannya.
Kendati demikian, Jonan mengaku bukan orang yang menyukai sekolah. Sebisa mungkin, ia ingin lulus secepat-cepatnya.
Ketika ditanya apa alasan yang membuatnya tidak suka sekolah, Jonan justru bertanya balik,.
"Apa yang membuat sekolah itu senang?" tanya Jonan.
Pertanyaan itu relevan bagi Jonan muda. Ia berseloroh, bila alasan sekolah adalah untuk menambah teman, ia merasa sudah memiliki banyak teman tanpa sekolah.
Hermawan Kartajaya, salah satu guru di SMA St Louis Surabaya, dalam buku ‘Jonan dan Evolusi Kereta Api’ (Hadi M. Djuraid, 2013) mengatakan, Jonan merupakan sosok murid yang terkesan tidak pernah serius menyimak penjelasan guru di kelas.
Namun, nilai ujiannya selalu bagus.
"Tidak pernah serius, seperti memandang enteng. Tetapi 10 nilainya," tulis Hermawan.
Nampaknya memang seperti itu karakter Jonan. Sebab, demikian pula ia menjalani hari-hari menempuh pendidikan Master of Art Program in International Affairs di The Fletcher School, Tufts University, Amerika Serikat.
Jonan menuturkan, salah seorang dosen di universitasnya bahkan pernah mengungkapkan keherenannya. Bagaimana bisa Jonan lulus di mata kuliah dosen tersebut.
"Ditanya sama dosennya 'you bisa lulus juga ya', saya jawab 'lho, saya juga heran kok saya bisa lulus'. Jadi sama-sama heran," tutur Jonan tertawa.
Tidak dapat dipungkiri, Ignasius Jonan adalah sosok yang punya peran besar dalam perbaikan wajah perkeretaapian di Indonesia.
Layanan kereta api yang sebelumnya kumuh, semrawut dan cenderung tak manusiawi, kini menjadi bersih dan tertib.
Pemandangan dramatis seperti calon penumpang berebut hingga berkelahi saat masuk kereta, memasukkan anak melalui jendela sempit dan sebagainya tidak tampak lagi.
Jonan sendiri sebenarnya bukanlah seseorang yang memiliki latar belakang transportasi. Ia pernah bekerja di Citibank dari 1999-2001. Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu direktur di bank tersebut.
Pada 2001, ia ditunjuk untuk memimpin PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, salah satu BUMN yang bergerak di sektor jasa keuangan.
Pada 2006, Jonan kembali ke Citibank. Namun, pada 2009, Menteri BUMN Sofyan Djalil menunjuknya menjadi Direktur Utama PT KAI.
Awalnya, Jonan sempat mengira Sofyan menawarkan posisi jabatan di bank pemerintah.
Sebab, sebelum menawarkan posisi Dirut KAI, Sofyan mengatakan, ada satu pelayan publik yang besar yang belum sempat dibenahi secara tuntas.
Setelah tahu bahwa posisi yang dimaksud Sofyan adalah Dirut KAI, Jonan terkejut. Pasalnya ia merasa asing dengan sektor transportasi, apalagi kereta api.
"Bankir ini kan kerjanya bersih, bankir ini kan kerjanya di gedung-gedung ber-AC, pakai dasi. Masak mau berantem sama orang di stasiun," kata Jonan.
Tugas Jonan membenahi pelayanan kereta api tidak mudah. Ia mengaku hampir menyerah setelah tiga bulan menjabat.
Namun, Sofyan memintanya untuk terus lanjut dan siap bertanggung jawab jika gagal.
Jonan mulai menempati posisi sebagai Direktur Utama PT KAI pada 25 Februari 2009 pada usia 45 tahun. Saat itu, ia bisa dibilang mendapat segudang warisan masalah.
Dikutip dari buku "Jonan dan Evolusi Kereta Api" (Hadi M Djuraid, 2013), banyaknya permasalahan di PT KAI bukan semata-mata karena faktor di internal perusahaan, tapi juga kebijakan pemerintah di bidang transportasi yang tak berpihak pada pengembangan di sektor perkeretaapian. Kondisi ini dimulai sejak era 1970-an.
Akibat kebijakan yang terlalu berpihak ke sektor angkutan darat berbasis jalan raya, kualitas penyelenggaraan angkutan kereta api terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu.
Diabaikannya sektor kereta api kemudian jadi "bom waktu" pada era 1990-an. Kota-kota besar di Indonesia dilanda kemacetan, polusi udara dan pencemaran lingkungan yang semakin mengkhawatirkan.
Di sisi lain, kereta api tidak bisa menjadi moda alternatif karena kualitas layanan yang buruk. Arah kebijakan transportasi kemudian mulai dikoreksi pada periode pertama kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Rencana untuk merevitalisasi kereta api mulai dibuat. Jonan menjadi sosok yang dipercaya untuk mengawal dan menjalankan kebijakan tersebut.
Sadar begitu banyaknya masalah di kereta api, Jonan mulai memperbaikinya dari hal-hal yang kecil. Ia memulainya dari memperbaiki toilet di stasiun.
"Saya bilang kalau ngurus toilet di stasiun aja enggak bisa, yang lain saya yakin enggak akan bisa," ucap Jonan.
Menurut Jonan, saat itu dirinya mengancam para petinggi di kantor pusat PT KAI. Bila permasalahan toilet tidak rampung dalam tiga bulan, maka toilet-toilet yang ada di ruang kerja petinggi KAI akan ditutup.
"Dalam tiga bulan kalau toilet enggak bisa beres, saya akan tutup semua toilet di ruang kerja Anda semua, termasuk di ruang kerja saya. Kita pakai toilet umum".
Ignasius Jonan
"Dalam tiga bulan kalau toilet enggak bisa beres, saya akan tutup semua toilet di ruang kerja Anda semua, termasuk di ruang kerja saya. Kita pakai toilet umum," tegas Jonan saat itu.
Selain memulai dari toilet, hal lain yang ditekankan Jonan kepada pegawainya adalah berupaya melakukan perubahan baik paling tidak seminggu satu kali.
"Saya bilang setahun ada 54 minggu, lima tahun paling enggak ada 200 improvement," ujar Jonan.
Dalam kebijakan membenahi layanan kereta api, Jonan memang lebih senang memulai terlebih dahulu dari Kereta Jarak Jauh.
Ia menganggap membenahi Kereta Api Jarak Jauh lebih mudah ketimbang KRL Jabodetabek.
"We improve one by one, satu per satu dibetulin. Jadi harus sabar," kata Jonan.
Setelah itu, perbaikan merambah pada pelayanan lain. Mulai dari pembenahan fasilitas, modernisasi sistem, peningkatan sumber daya manusia hingga perbaikan kultur penumpang.
Kiprah Jonan tersebut mendapatkan pujian.
Dahlan Iskan, Menteri BUMN setelah Sofyan Djalil dalam buku ‘Jonan dan Evolusi Kereta Api’ (Hadi M. Djuraid, 2013) menuliskan, perjuangan direksi PT KAI mulai menuai hasil pada momen mudik Lebaran 2012.
“Hari menjelang lebaran tahun 2012. Itulah hari yang akan dikenang bangsa Indonesia sebagai hari berakhirnya sejarah keruwetan mudik lebaran di stasiun kereta api. Itulah hari yang membuktikan hasil nyata kerja keras direksi BUMN PT Kereta Api Indonesia yang dikomandoi Direktur Utama Ignasius Jonan," tulis Dahlan.
Jonan memang punya rekam jejak yang gemilang di PT KAI. Namun, ada sebagian kalangan menilai Jonan tak bisa mengulangi pencapaian serupa saat dipercaya menjadi Menteri Perhubungan, terutama bila dikaitkan dengan perbaikan layanan transportasi darat.
Dilihat dari masa jabatan, Jonan mengemban tugas sebagai Menhub kurang dari dua tahun.
Ia menjadi satu dari beberapa menteri yang terkena reshuffle pada Juli 2016.
Menurut Jonan, ketika dipercaya menjadi Menhub, dirinya melakukan pola yang sama seperti yang ia lakukan saat membenahi kereta api, yakni mulai dari merubah sesuatu yang paling mudah.
Ia menempatkan pembenahan transportasi udara pada hal pertama yang harus segera dikerjakan.
Setelah beres, baru ia akan membenahi transportasi laut dan terakhir memperbaiki transportasi darat.
"Kan waktu saya (menjabat Menhub), percaloan tiket di bandara semua hilang. Saya fokus itu dulu, satu-satu dong," ujar Jonan.
Atas dasar itu, ia menepis bila ada yang menganggap dirinya gagal membenahi transportasi di Indonesia. Khususnya bus.
Ia menganggap, dirinya hanya kurang diberikan waktu lebih lama.
"Darat ini paling susah karena populasinya paling besar, fragmanted dan sangat-sangat parokial. Terminal di Cicahem dengan di terminal di Pulogadung beda kulturnya, terus terminal di Wonokromo, Surabaya beda lagi, di Palembang beda lagi. Ini yang mesti dibenahi," ucap Jonan.
Meski di-reshuffle sebagai Menhub pada Juli 2016, Jonan ditunjuk menjadi Menteri ESDM beberapa bulan kemudian.
Pada pemerintahan periode kedua Presiden Jokowi, Jonan tidak lagi mengemban tugas sebagai menteri.
Pada Juli 2020, Jonan ditunjuk untuk menjadi Komisaris Independen di PT Unilever Indonesia.
Kemudian, pada November 2020, Jonan diangkat juga menjadi Komisaris Independen di Sido Muncul.
Namun, ia hanya 39 hari berada di perusahaan produsen jamu dan obat-obatan tersebut. Pada awal Januari 2021, ia resmi mengajukan pengunduran dirinya.
Di usianya yang hampir menginjak 58 tahun ini, Jonan kini lebih memiliki waktu luang. Salah satunya adalah berkebun hidroponik.
Ia juga masih rutin berkeliling membagikan bantuan ke orang-orang yang membutuhkan.
Sebab ia selalu teringat dengan perkataan salah satu figur idolanya, Bunda Theresa dari Kalkuta, yang mengatakan, "jika engkau tidak bisa memberi makan 100 orang, maka beri makan satu orang saja".
"Kalau hanya berguna untuk orang-orang yang saya cintai, orang yang tidak ber-Tuhan pun akan begitu pasti. Bedanya dengan saya yang mengakui adanya Tuhan apa coba".
Ignasius Jonan
Sepotong kalimat itu semakin meneguhkan hati bahwa seiring bertambahnya usia, ia jangan hanya berguna untuk keluarganya, namun harus berguna bagi orang banyak. Bahkan yang ia tidak kenal.
"Kalau hanya berguna untuk orang-orang yang saya cintai, orang yang tidak ber-Tuhan pun akan begitu pasti. Bedanya dengan saya yang mengakui adanya Tuhan apa coba," ujar Jonan.
Lantas, bagaimana dengan jalur politik?
Jonan mengaku, belum tertarik.
Bila melihat rekam jejaknya sebagai menteri, Jonan juga tidak ditunjuk karena afiliasi politik, tetapi karena rekam jejak profesionalnya.
Jonan mengaku, kini ia bukanlah orang yang punya banyak ambisi.
Saat masih muda, ia memang rutin menulis tiga hal yang ingin dilakukannya di setiap tahunnya. Namun, ia sudah tak lagi melakukannya saat menginjak usia 40 tahun.
Sejak saat itu, ia lebih memilih membiarkan kehidupannya mengalir begitu saja.
"I try to do my best as much as i can everyday. Udah begitu aja, terserah nanti mengalirnya ke mana," ucap dia.
Atas dasar itu, Jonan juga mengaku tidak terlalu ambil pusing saat dicopot jabatannya sebagai menteri.
"Diberhentikan ya sudah berhenti, panggil lagi ya sudah panggil lagi. Selesai kabinetnya ya sudah, mengalir aja," tukas dia.