JEO - Insight

Rahasia
dan Formula Rumit
di Balik Kesuksesan
Drama Korea

Jumat, 11 Desember 2020 | 21:54 WIB

Drama korea punya banyak cerita di balik layarnya hingga bisa mendunia seperti sekarang. Ada rahasia dan formula rumit di balik kesuksesan drama korea.

SETIAP tahun setidaknya ada satu drama korea yang mendunia, menjadi satu fenomena yang membuat orang di seluruh dunia membicarakannya.

Yang dibahas mulai dari pemeran, adegan, busana yang digunakan, dan ujungnya adalah lokasi syuting yang mendadak jadi tempat wisata. 

Misal, drama ikonik My Love From The Star yang dibintangi aktor Kim Soo Hyun, yang tayang pada akhir 2013.

Lalu di paruh pertama 2016 ada Descendants of The Sun yang dibintangi Song Joong Ki dan Song Hye Kyo. Lalu, di akhir tahun yang sama, ada Goblin yang mulai mengudara.

Berikutnya, pada akhir 2019 ada Crash Landing On You bersama Hyun Bin dan Son Ye Jin yang sukses bikin penontonnya iri dengan keromantisan mereka.

Drama Korea Crash Landing On You.
DOK SOOMPI
Drama Korea Crash Landing On You.

Di 2020, drama korea yang mendunia boleh disebut adalah Itaewon Class, dengan aktor Park Seo Joon berperan sebagai Park Sae Ro Yi. 

Masih di tengah tahun pandemi, pada pertengahan 2020, sudah ada lagi drama It's Okay to Not Be Okay yang dibintangi Kim Soo Hyun. 

 Reaksi berantai 

Sadar atau tidak, reaksi positif terhadap sebuah drama populer ibarat virus yang menginfeksi banyak orang. Dari sering disebut, sebuah drama bisa menular jadi ditonton oleh lebih banyak lagi orang.

Gara-gara sering disebut dan diomongkan di mana-mana, pecinta drama korea atau bukan bisa tergoda menonton drama yang sedang jadi omongan itu, mencari tahu apa yang menarik, dan tak jarang berujung dengan tergila-gila atau maraton menontonnya.

Bola perbincangan pun terus bergulir. Wajar jika akhirnya drama dimaksud makin jadi perbincangan yang mendunia.

Percakapan soal judul, artis pemeran, atau jargon yang dipakai drama tersebut, tidak akan asing di kalangan penikmat drama Korea dan kalangan awam. 

Acap kali, seseorang membicarakan drama yang sedang dia tonton lalu orang lain ikut menimpali. 

Begitu terus-menerus hingga mereka saling menyapa, bertukar opini, dan berbagi pengalaman meski tidak saling kenal.

Hal seperti ini sekarang lebih terlihat melalui media sosial, terutama di berbagai akun fanbase.

Satu komentar yang ditulis seseorang pada sebuah unggahan bisa mendapat ratusan hingga ribuan likes dari warganet lain. Drama Korea seolah menyatukan umat di suatu negara bahkan dunia.

Drama-drama korea tersebut bak "Drama of The Year" versi pemirsa saking banyaknya yang memperbincangkannya.

FORMULA SUKSES
DRAMA KOREA

DI BALIK sebuah drama yang sukses mendunia dan bisa memikat hati banyak penonton, sebenarnya ada beberapa kesamaan yang mungkin sudah menjadi formula khusus dan bisa dirumuskan.

 Bintang yang sesuai 

Pemilihan bintang yang tepat jadi salah satu faktor sukses sebuah drama, begitu pun dengan totalitas mereka dalam berakting. Semata-mata menempatkan pemeran dari bintang kelas atas tak lantas menjamin sebuah drama korea akan sukses.

Seperti di Itaewon Class, Park Seo Joon sampai memotong rambut dengan bentuk unik demi menghidupkan karakter dari webcomic berjudul sama.

Totalitas juga diperlihatkan Song Joong Ki dalam Descendants of the Sun, Lee Min Ho di Boys Over Flowers, dan Kim Soo Hyun di My Love from The Star.

Drama It's Okay To Not Be Okay juga berhasil menarik simpati penonton bahkan mereka yang bukan pecinta drama karena kemampuan akting para pemainnya yang memang mumpuni.

Drama It's Okay To Not Be Okay juga berhasil menarik simpati penonton, bahkan mereka yang bukan pecinta drama.

Akting memukau ditambah chemistry Kim Soo Hyun sebagai Moon Kang Tae dan Seo Ye Ji sebagai Ko Moon Young membuat penonton gemas.

Tak sedikit warganet yang memperbincangkan kharisma Seo Ye Ji. Aktris yang pernah kuliah di Complutense University of Madrid, Spanyol, ini pun menjadi idola baru.

Berakhirnya drama yang tayang di tvN dan Netflix pada 9 Agustus 2020 ini sempat membuat warganet sedih dan beramai-ramai menggunakan tanda pagar #ItsOkayNotToBeOkayEP16. Tagar ini sempat jadi trending nomor satu di Twitter.

Berdasarkan data Nielsen Korea Selatan, episode 16 drama tersebut meraih rating tertinggi selama penayangan serial ini, yakni peringkat nasional 7,3 persen dan bahkan 7,6 persen pada puncaknya.

 Alur cerita 

Dari yang memiliki akhir mengejutkan hingga mudah ditebak, drama-drama sukses itu memiliki unsur mengejutkan di setiap episode yang membuat orang penasaran dan ingin melihat episode berikutnya.

The World of the Married, misalnya, seolah sudah memberikan adegan klimaks di episode pertama. Ternyata, adegan itu belum seberapa dibanding episode-episode berikutnya yang penuh teka-teki tak berkesudahan dan membuat penonton penasaran.

Demikian halnya dengan Itaewon Class yang memiliki plot twist menarik hingga membuat orang ingin tahu kelanjutan kisahnya.

Unsur kejutan di dalam setiap episode ini menjadi salah satu daya tarik sebuah drama hingga bisa sukses. 

Namun, ada juga beberapa contoh drama Korea yang dianggap gagal karena naskahnya meski pemerannya sudah mumpuni dan semula dipercaya bisa mendulang kesuksesan.

Sebut saja drama High Society (2015). Dibintangi Uee, Sung Joon, Park Hyung Sik, dan Lim Ji Yeon, banyak orang menantikan drama ini.

High Society bercerita tentang seorang gadis kaya yang mencoba menyembunyikan kekayaannya untuk menemukan cinta sejati. Namun, ia malah bertemu sosok pria, Choi Joon Gi, yang ternyata hanya menginginkan wanita kaya.

Karakter Choi Joon Gi yang diperankan Sung Joon di drama ini terkesan sangat buruk, tidak seperti pemeran utama pria lain dalam drama yang dikesankan tampan, romantis, dan baik hati. 

Karakter Choi Joon Gi dinilai nol kepribadian. Justru yang lebih diingat dari drama ini adalah pemeran kedua, Park Hyung Sik dan Lee Ji Yi.

Contoh lain, drama Bel Ami yang dibintangi Jang Geun Suk, IU, Lee Jang Woo, dan Han Chae Young. Di sini, seorang pria diceritakan harus menemui beberapa wanita untuk mendapat petunjuk agar bisa menemukan siapa ayahnya.

Drama ini dianggap kehilangan daya tarik setelah episode pertama. Belum lagi karakter wanita di drama ini yang tetap bersikap baik pada pemeran pria meskipun si pria begitu egois dan jahat padanya.

Hal serupa juga terjadi pada drama Melting Me Softly. Ketika banyak penggemar sudah antusias menantikan kembalinya Ji Chang Wook usai wajib militer, alur cerita drama yang ditulis Baek Mi Kyung dianggap tak kuat dan tak cukup lucu.

Tak jauh berbeda, ada juga Encounter. Dibintangi Park Bo Gum dan Song Hye Kyo, drama ini disebut memiliki alur cerita yang disebut "bermain aman"' hingga malah terkesan membosankan.

 Ide Cerita 

Tak dapat dipungkiri drama korea umumnya memuat unsur percintaan.

Dalam buku Korean Culture No. 3: K-Drama A New TV Genre with Global Appeal edisi tahun 2015 terbitan Korean Culture and Information Service, disebutkan bahwa romantic melodrama, komedi romantis, dan drama sejarah adalah tiga genre drama korea yang paling laris di internasional.

Fan Hong, profesor di Tsinghua University-School of Journalism and Communication, China, percaya drama korea mampu menarik perhatian pemirsa di seluruh dunia karena memiliki sentuhan kasih sayang dalam ceritanya.

Menurut Fan Hong, drama korea berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan nilai-nilai yang akrab di sekitar kita.

Menurut Fan Hong, drama Korea berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan nilai-nilai yang akrab di sekitar kita.

“Secara khusus, tema utama drama korea sebagian besar tentang persahabatan, nilai-nilai keluarga, dan cinta, yang mana merupakan perasaan universal yang menarik bagi khalayak luas," kata Hong dikutip dari buku yang sama. 

Meskipun genre percintaan paling digemari, bukan berarti isi drama korea hanya tentang indahnya jatuh cinta.

Cerita drama korea pun beragam layaknya kehidupan manusia yang berbeda-beda.

Drama-drama korea biasanya dibalut dengan berbagai tema yang melebur dalam cerita.

Dikutip dari Soompi, ada beberapa tema yang sering digunakan dalam drama korea. Kisah kekeluargaan, misalnya, muncul antara lain dalam seri drama Reply (1997, 1994, dan 1988).

Ayah Taek dan Ibu Sun Woo dalam drama Reply 1988.
DOK TWITTER/TVN
Ayah Taek dan Ibu Sun Woo dalam drama Reply 1988.

Ada pula tema kisah masa remaja atau biasa dikenal dengan kisah "anak sekolahan" seperti drama Dream High, seri School, dan Extraordinary You yang hits pada 2020.

Tema kedokteran atau medis tak kalah sering ditampilkan dalam drama korea. Sebut saja Good Doctor dan Romantic Doctor Kim. Beberapa drama juga mengangkat kisah nyata sejarah dari Kerajaan Korea.

Gabungan cerita medis dan sejarah pun bisa ditemukan, antara lain di drama Dae Jang Geum yang tayang pada 2003. Drama ini mengisahkan seorang anak yatim piatu bernama Jang Geum yang berhasil menjadi dokter perempuan pertama di era dinasti Joseon.

Jang Geum yang semula bertugas sebagai koki di dapur kerajaan kemudian menjadi dokter perempuan pertama yang menangani raja.

Berdasarkan data situs resmi Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata, korea.net, Dae Jang Geum menjadi salah satu drama dengan rating tertinggi di Negeri Ginseng. Dae Jang Geum lalu diputar di 87 negara.

Drama korea juga biasanya mengadaptasi cerita rakyat yang berkembang di kehidupan warga Negeri Ginseng di masa lampau, yang berhubungan dengan makhluk dunia lain. Misal, cerita gumiho (rubah berekor) dan dokkaebi (makhluk mitologi kerdil nan jahil).

Sosok gumiho menginspirasi drama My Girlfriend is Gumiho dan sementara dokkaebi menjadi inspirasi untuk drama Goblin.

Belakangan setelah hadirnya webtoon atau komik digital asal Korea, banyak drama yang juga mengangkat kisah dari sana. Sejumlah drama dari webtoon yang cukup terkenal antara lain Cheese in The Trap, My ID is Gangnam Beauty, dan What's Wrong with Secretary Kim.

Karena temanya beragam, tokoh yang dikisahkan dalam drama pun bermacam-macam, termasuk soal pekerjaan dan aktivitas yang digeluti.

 Pesan kuat 

Ada pesan kuat yang ditinggalkan dalam drama populer, mulai dari perasaan hangat setelah menontonnya atau perasaan ada kesamaan pengalaman.

Drama Korea dikenal totalitas dalam membangun cerita yang alami, persis seperti di kehidupan nyata.

Setelah menyaksikan drama korea, pemirsa sering berujar atau menuliskan kesan mereka di media sosial dengan mengungkapkan sejumlah kalimat yang mirip.

Misal, "Gara-gara nonton drama korea, gue jadi lebih ngerti kerjaan pengacara sama jaksa." 

Pengalaman seperti ini sangat mungkin terjadi karena drama korea dikenal totalitas dalam membangun cerita yang alami, persis seperti di kehidupan nyata.

Banyak contoh dari drama korea populer yang mengandung unsur ini.

Misalnya, Sky Castle, Itaewon Class, Reply 1988, dan The World of the Married yang masing-masing mengajarkan tentang kehidupan. Ada pula Secret Garden, atau Boys Over Flower yang penuh pesan untuk memperjuangkan cinta.

 Visualisasi 

Bukan hanya terkesan membosankan, drama seperti The King: Eternal Monarch menuai kritik setelah penggunaan efek CGI yang bahkan disebut tak kalah buruk dari CGI drama 12 tahun lalu.

Meskipun ditulis oleh Kim Eun Sook, penulis yang sama dengan Goblin dan mengusung genre serupa, banyak penonton yang bertanya-tanya mengapa The King: Eternal Monarch tak bisa menandingi CGI dalam Goblin.

Selain faktor teknis, cerita dari The King: Eternal Monarch juga mendapat kritik. Drama ini hampir membuat orang tak percaya bahwa skenarionya ditulis oleh Kim Eun Sook yang sebelumnya selalu sukses dengan karyanya.

Banyak yang kemudian membandingkan drama tersebut dengan drama era tahun 90-an ketika tentu saja teknologi belum secanggih sekarang.

Sebaliknya, visualisasi yang mulus dan menarik turut menjadi pendorong kesuksesan sebuah drama korea.

Lihat saja kesuksesan My Love From The Star yang penuh dengan efek visual, atau Goblin yang semuanya terlihat indah dan bersih, sehingga betul-betul memanjakan mata penontonnya.

 OST 

Produksi drama korea tidak bisa lepas dari keberadaan original soundtrack (OST) untuk mengiringi scene-scene di dalamnya.

Bahkan, OST drama korea biasanya menjadi lagu ikonik saking nyantol-nya di kuping para penonton dan tentu menaikkan popularitas drama pula.

Yang jelas, dalam satu drama berisi lebih dari satu OST. Sering kali suatu drama menggandeng solois ternama atau member dari grup Kpop untuk menyanyikan OST mereka.

Misalnya, OST drama Goblin yang diisi oleh kolaborasi Chanyeol EXO dan Punch dengan judul Stay With Me. Sejak diluncurkan di YouTube pada 2 Desember 2016 hingga 10 Juli 2020, videonya sudah ditonton lebih dari 223 juta kali.

Tak jarang aktor atau aktris yang bermain di drama itu juga turut menyumbang suara untuk OST drama mereka. Terlebih lagi, beberapa member Kpop ada juga yang melebarkan sayap ke dunia seni peran atau memang sang artis multitalenta seperti IU.


 Kembali ke Menu 

DI BALIK PRODUKSI DRAKOR YANG DICINTAI BANYAK ORANG

BICARA tentang sebuah drama tidak bisa lepas dari proses produksi, mulai dari sistem syuting hingga penyiaran dan waktu tayang yang dipotong.

 Syuting kejar tayang 

Dulu, produksi drama Korea dikuasai tiga stasiun televisi terestrial, yakni KBS, SBS, dan MBC.

Media Korea Herald pada 2015 menulis bahwa sistem syuting drama Korea terkenal memiliki jadwal pengambilan gambar yang sibuk, kondisi kerja yang berat, dan naskah yang masih dapat diubah di menit-menit terakhir.

Sistem syuting 100 persen praproduksi masih jarang diterapkan di industri drama korea kala itu. Mayoritas drama korea mengadopsi sistem produksi yang disebut dengan semi-live shoot. 

Dengan sistem ini, tim produksi telah syuting terlebih dahulu beberapa episode awal untuk pemutaran perdana drama. Proses syuting baru berlanjut lagi setelah drama mengudara di televisi.

Produksi episode-episode berikutnya berjalan dengan cara kejar tayang, yakni melakukan pengambilan gambar dan proses editing hanya dalam waktu beberapa hari sebelum jadwal penayangan drama.

Suasana syuting drama Korea The World of The Married.
DOK SOOMPI
Suasana syuting drama Korea The World of The Married.

Para aktor dan aktris yang ikut dalam produksi seperti drama Yong Pal, Masked Prosecutor, atau East of Eden pun mengeluhkan ketidaknyamanan mereka dengan sistem yang terburu-buru itu.

Drama The Legend yang tayang di MBC pada 2007 bahkan tidak mampu menyelesaikan editing salah satu episodenya tepat waktu. MBC sampai harus memperpanjang siaran langsung warta berita untuk menutupi waktu yang masih tersisa.

Sejumlah laporan menjelaskan, alasan jadwal syuting yang padat itu adalah demi fleksibelitas merespons reaksi pemirsa setelah menonton drama.

Waktu syuting dan penayangan yang berdampingan memungkinkan penulis naskah untuk mengubah jalan cerita sesuai dengan ketertarikan pemirsa. Dengan cara itu, para sineas mengaku hasil rating dan keuntungan untuk drama jadi lebih tinggi.

 Sistem praproduksi 

Drama Last yang tayang pada 2015 di kanal JTBC menjadi salah satu drama yang berani mengawali penggunaan sistem praproduksi. Perbedaan situasi pun langsung dirasakan oleh para pemeran. 

Pemeran utama pria di drama ini, Yoon Kye Sang, mengakui Ia sangat senang dengan lingkungan kerja yang terasa baru tersebut.

"Suasananya luar biasa. Naskah drama keluar lebih awal, jadi para aktor mempunyai waktu yang cukup untuk menggali lebih dalam karakter mereka," kata Yoon Kye Sang seperti dikutip dari Korea Herald.

Park Ye Jin yang juga terlibat dalam produksi Last setuju bahwa ia mendapat pelajaran dari proyek yang dipersiapkan dengan baik dan dijadwalkan secara wajar itu.

"Sebagian besar waktu (ketika bekerja untuk proyek lain), saya menggesekkan gigiku untuk menjalani syuting, dengan ketidaktahuan apa yang harus dilakukan. Saya tidak menyangka syuting drama bisa sehebat ini," tutur Park Ye Jin.

Mengutip Variety, kesuksesan Descendants of The Sun yang tayang pada 2016 sepertinya membuka pula mata para sineas Negeri Ginseng tentang potensi sepenuhnya menggunakan sistem praproduksi.

Di samping itu, drama yang diperankan Song Joong Ki dan Song Hye Kyo ini memang menjual hak siarnya ke China dan harus lulus lembaga sensor setempat sebelum mulai tayang. Maka, mau tidak mau praproduksi dilakukan.

Setelah Descendants of The Sun mampu meraup rating 38,8 persen di Korea, drama praproduksi pun bermunculan seperti Uncontrollably Fond, Entourage, Scarlet Heart: Ryeo, Hwarang: The Poet Warrior Youth, dan Saimdang Light’s Diary.

Sayangnya, drama dengan sistem praproduksi tidak selalu populer. Ada sejumlah drama praproduksi yang faktanya gagal menarik perhatian penonton.

Salah satu contoh gagal drama yang digarap dengan sistem praproduksi adalah  Uncontrollably Fond yang tayang di KBS. Drama Entourage (2016) bahkan memiliki rapor merah dengan rating di bawah 1 persen di Korea Selatan.

 Tak semua berubah 

Nyatanya, hingga sekarang drama korea masih banyak yang menerapkan sistem semi-live shoot. Hanya beberapa drama yang digarap dengan cara praproduksi.

Drama hits tentang perselingkuhan The World of The Married sekalipun masih digarap dengan sistem semi-live shoot.

Kepala departemen drama KBS, Jung Sung Hyo, mengaku telah mempelajari kesuksesan antara drama Descendants of The Sun dan Uncontrollably Fond yang sangat berbeda meskipun sama-sama tayang di China.

Menurut Jung Sung Hyo, drama romance tidak cocok memakai sistem praproduksi.

"Saya pikir drama romance akan lebih baik tanpa produksi terlebih dahulu. Seperti Winter Sonata saya pikir itu akan lebih baik (syuting semi-live shoot) bahkan jika membutuhkan syuting semalaman," kata Jung Sung Hyo seperti dikutip Yonhap News edisi 12 Agustus 2016.

 Isu Pemotongan episode 

Pemotongan episode dan durasi ini pernah menjadi topik hangat pada 2017. Tiga stasiun televisi besar di Korea Selatan, KBS, SBS dan MBC, ingin membatasi durasi penayangan drama.

Pemotongan itu dilakukan untuk mengurangi kejamnya kompetisi rating dan merevitalisasi pasar yang berhenti.

Kepala Departemen Drama KBS, MBC dan SBS, Jung Sung Hyo, Jang Geun Soo, dan Kim Yeong Seob membahas hal tersebut.

Ide besarnya adalah mengurangi miniseri harian dan akhir pekan menjadi 60 menit dan opera sabun menjadi 30 menit. Waktu itu sudah termasuk jeda iklan.

Aturan baru ini diangkat karena keadaan lingkungan drama yang memburuk. China, misalnya, mengurangi volume konten budaya Korea yang mereka impor. Gelombang hallyu (gelombang Korea) juga terdeteksi melambat di Jepang.

Namun, bintang hallyu masih memiliki permintaan tinggi. Dengan meningkatnya biaya tenaga kerja, biaya produksi juga semakin mahal.

Sementara, alternatif untuk meningkatkan pendapatan juga semakin populis, seperti mengurangi biaya produksi, melakukan in-product placement, dan rehat iklan.

"Ini bukan soal kompetisi, sama halnya dengan mengaktifkan pasar drama. Jika kami mengurangi waktu tayang, kami mengurangi biaya produksi, tapi kualitas konten akan meningkat sejalan dengan menurunnya beban staf produksi," kata Kim Yeong Seob, Kepala Departemen Drama SBS seperti dikutip Soompi edisi 23 Februari 2017.

Untuk benar-benar bisa mengaplikasikannya dalam industri drama yang sebenarnya, perjanjian khusus perlu dicapai tiga stasiun televisi di Korea Selatan itu. Setiap stasiun televisi memiliki keperluan berbeda sehingga penting untuk berkoordinasi.

Sebagai contoh, tayangan KBS yang dijamin setidaknya meraih rating 30 persen akan terpaksa mengurangi iklan yang tayang bila durasi penayangan dipotong.  

"Benar bahwa tiga stasiun televisi ini telah membicarakan tentang aturan 60 menit tapi kami masih mendiskusikan pendapat kami sebelum semuanya disimpulkan," ujar Jang Geun Soo, Kepala Departemen Drama MBC.

Lee Jong Suk dan Lee Bo Young dalam drama Korea I Can Hear Your Voice
DOK ASIANWIKI
Lee Jong Suk dan Lee Bo Young dalam drama Korea I Can Hear Your Voice

 Rating masih menjadi dewa 

Jauh sebelum ada pemotongan episode, sebuah drama adalah pertempuran bagi setiap stasiun televisi untuk mendapatkan iklan.

Drama dengan rating tinggi bisa jadi diperpanjang penayangannya. Sebaliknya, drama yang memiliki rating rendah harus kehilangan beberapa episode mereka.

Drama I Can Hear Your Voice, misalnya. Setelah drama ini dianggap sukses, tim produksi memutuskan menambah dua episode tambahan. Kejadian sama terjadi pada drama Yong Pal.

Sebaliknya, drama Strike Love dan Tamra the Island harus mengalami pemotongan episode. Meski drama ini mendapat respons baik di luar negeri, rating yang tidak cukup memuaskan jadi alasan pemotongan episodenya.

 

 Kembali ke Menu 

BAGAIMANA DRAMA KOREA DI INDONESIA?


DIKUTIP dari situs resmi korea.net, mendunianya drama korea sebenarnya bermula dari langkah Korea yang menjalin hubungan diplomatik dengan China pada 1992.

What Is Love? yang tayang pada 1997 di stasiun televisi China, CCTV, menjadi salah satu drama korea tersukses dan ditonton lebih dari 150 juta orang.

Drama Korea membuka jalan budaya lain, termasuk Kpop, untuk berkembang di China.

Akhirnya, tercetuslah istilah Korean Wave (Gelombang Korea) dari jurnalis China di akhir 1999 untuk menggambarkan cepatnya budaya Korea meluas di negaranya.

Korean Wave lalu tiba di Jepang pada 2003 saat drama Winter Sonata diputar di stasiun televisi NHK. Demam drama korea lalu menjalar ke negara-negara Asia, termasuk Indonesia.

Kilas balik ke tahun 1990-an hingga awal 2000-an, serial-serial televisi daratan Asia khususnya dari China, Taiwan, dan Jepang lalu-lalang di layar kaca Tanah Air.

Salah satu yang paling populer ketika itu ialah Meteor Garden, drama asal Taiwan yang aslinya rilis pada 2001 dan mulai tayang di stasiun televisi Indosiar pada 2003.

Boyband F4 yang bermain di Meteor Garden langsung mencuri perhatian dan menjadi idola remaja di berbagai negara terutama Indonesia.

Rain dan Song Hye Kyo dalam drama berjudul Full House yang tayang 2014
DOK DRAMAFEVER.com
Rain dan Song Hye Kyo dalam drama berjudul Full House yang tayang 2014

Akan tetapi, sebenarnya pada 2002 drama korea sudah mulai punya banyak peminat di Indonesia, tepatnya lewat Autumn in My Heart seri pertama dari tetralogi Endless Love.

Autumn in My Heart diproduksi di Korea Selatan pada 2000 dan mendarat di stasiun televisi Indosiar pada 2002.

Sejak itu drama Korea di Indonesia terus gencar mewarnai televisi Indonesia di antaranya lewat Winter Sonata (2002), Full House (2005), serta Dae Jang Geum (2005).

Beberapa tahun sesudahnya sempat hanya sedikit drama korea yang diputar di televisi Indonesia.

Namun, gara-gara drama The World of The Married yang booming pada 2020, stasiun televisi Trans TV akhirnya menayangkan drama yang diadaptasi dari serial Inggris Doctor Foster itu.

Langkah stasiun televisi swasta ini diikuti sejumlah televisi lain yang menayangkan ulang drama korea lawas yang populer.

 

 Kembali ke Menu