JEO - Peristiwa




RIP Maradona,
Barrio Boy yang Jadi Legenda Sepak Bola Dunia

Kamis, 26 November 2020 | 16:01 WIB

Dia adalah yang terbaik di waktu kita. Pesulap yang tak tertandingi. Dia pergi terlalu awal tapi meninggalkan warisan tanpa batas sekaligus lubang menganga yang tak akan terisi.

~Ronaldo~

DIEGO Armando Maradona Franco meninggal dunia pada Rabu (25/11/2020) petang waktu Argentina atau Kamis (26/11/2020) dini hari WIB. Dia adalah legenda sepak bola dunia. 

Pemain yang pernah melesakkan gol "Tangan Tuhan" di Piala Dunia 1986 ini meninggal karena serangan jantung. 

Pada 2 November 2020, Maradona sempat dirawat di RS Ipensa di La Plata, Argentina. Saat itu dia dilarikan ke rumah sakit karena anemia dan dehidrasi berat. 

Hasil pemeriksaan mendapati dia mengalami pembekuan darah di otak. Operasi harus dilakukan untuk membongkar subdural hematoma itu.

Maradona dipindah ke Klinik Olivos yang berjarak sekitar 30 menit dari RS Ipensa untuk operasi tersebut. Dia kemudian tetap dirawat di sana sampai dinyatakan meninggal pada Rabu petang.

Duka atas kematian Maradona tidaklah menjadi milik Argentina, negara asalnya, semata. Tidak pula duka itu hanya akan berpusat di Napoli di Italia, kota sekaligus homebase klub yang pernah dia bela dan kemudian lekat dalam kehidupan masing-masing.  

Tak ada yang membayangkan kehadiran Maradona di Napoli akan mengubah banyak hal. 

"Saya merasa saya mewakili bagian dari Italia yang tidak diperhitungkan untuk apa pun," kata Maradona dalam film dokumenter tentang dirinya, soal kehadirannya di Napoli.

Inilah barrio boy alias anak kampung asal Argentina yang mengguncang dunia dengan aksi permainannya di sepak bola. 

Kemenangan Argentina di laga final Piala Dunia 1986 pun tak cuma milik negara asalnya itu. Bagi Maradona, kemenangan itu adalah puncak capaian prestasi sekaligus wajah baru yang dia sematkan bagi Napoli. 

Persembahan kemenangan perdana sepanjang masa Napoli di Seri A pun makin merekatkan ikatan Maradona dengan Naples, homebase Napoli.

"Saya memenangi ini di rumah saya," ujar Maradona di tengah kerumunan seusai kemenangan itu di Stadion San Paolo Napoli. 

Kisah tentang Maradona tidaklah selalu soal lampu sorot dan kejayaan. Ada kisah jatuh bangun dan bahkan kegagalan. 

Ini kisah tentang Diego Armando Maradona, mitos sepak bola generasi ini. 

 

 

 MENU: 





PERJALANAN
SI BARRIO BOY,
ANTARA ARGENTINA
DAN ITALIA

NAPLES atau Napoli adalah kota terbesar ketiga di Italia setelah Milan dan Roma. Namun, kesan atas kota ini hanyalah kesuraman.

Hingga, Diego Armando Maradona tiba ke kota itu, hasil transfer pemain dari Barcelona ke Napoli pada 1984.

Kehadirannya memberi kebanggaan baru bagi kota yang sebenarnya bersejarah itu.

Memenangi Piala Dunia 1986 Meksiko, Maradona menjadi wajah baru bagi Naples.

Lalu, pada 1987, dia pun mempersembahkan gelar pertama Napoli sepanjang masa Seri A, di stadion kota itu. 

Bukan hal aneh ketika pandemi virus corona tak menghalangi ungkapan duka warga Naples bagi Maradona. 

Barrio boy

Diego Armando Maradona mengenal permainan bola sebagai barrio boy alias anak kampung di Villa Fiorito, Buenos Aires, Argentina. Berdekade berikutnya, dunia mengenal dia sebagai pemain sepak bola genius. 

Debut perdananya dimulai dari Argentinos Juniors lalu berlanjut di Boca Juniors. Di klub junior Barcelona itu, Maradona mendapatkan status pertama sebagai pemain sepak bola profesional pada 1981.

Dari sanalah legenda dimulai. Bergabung ke Barcelona, dia turut memenangkan tiga gelar bagi klub ini.

Puncaknya, pada 1986, dia membawa Tim Nasional Argentina memenangi Pila Dunia, sekalipun lewat laga kontroversial di perempat final melawan Inggris dengan gol "Tangan Tuhan"-nya.

Segunung capaian

Pecinta sepak bola dunia sepakat bahwa Maradona adalah salah satu pemain terhebat sepanjang masa. Dia bersanding rapat disebut sebagai legenda bola bersama Pele, pemain sepak bola Brasil yang berselisih usia 20 tahun dengannya.

Sebagai pemain, Maradona sudah pernah mengantarkan Tim Nasional Argentina meraih trofi paling prestisius di dunia, yakni Piala Dunia.

Ia menjadi aktor penting saat Argentina meraih juara pada edisi Piala Dunia 1986 Meksiko. Gol yang dia ciptakan dan memberikan gelar pada negaranya di laga perempat final adalah awal dari julukannya, Si Tangan Tuhan.

Argentina menang 2-1 atas Inggris. Banyak yang menilai kemenangan tersebut menjadi pelipur lara kekalahan militer Argentina dari pasukan Ratu Elizabeth dalam perang memperebutkan Kepulauan Malvinas (Falkland dalam sebutan orang Inggris) pada 1982.

Maradona hampir meraih trofi kedua Piala Dunia, yaitu pada 1990. Ia membawa Argentina masuk final turnamen yang dihelat di Italia. Namun, Maradona dkk kalah 0-1 dari Jerman, tim yang mereka kalahkan pada final empat tahun sebelumnya.

 

Sebelum melangkah ke level senior, Maradona pernah satu kali berhadapan dengan Timnas Indonesia di level junior di babak penyisihan Grup B Piala Dunia U-19 (saat itu masih bernama FIFA World Youth Championship) di Jepang pada 1979.

Menghadapi Indonesia, Maradona mencetak dua gol dalam kemenangan 5-0 tim Tango atas tim Garuda.

Baca juga: Tampil di Piala Dunia, Indonesia Pernah Dibobol Maradona

Karier klub

Lahir di Lanus, Buenos Aires, Maradona memulai karier sepak bola bersama Argentinos Juniors pada 1976. Kemudian pada 1981, pemain kidal itu bergabung dengan salah satu klub top Negeri Tango, Boca Juniors.

Maradona memulai petualangannya di Eropa ketika direkrut Barcelona pada 1982. Ia bermain selama dua musim di klub yang bermarkas di Stadion Camp Nou tersebut.

Tak mulus berkarier di klub Spanyol, ia hijrah ke Italia untuk membela Napoli pada 1984. Di klub inilah Maradona meraih kesuksesan besar.

Bersama Maradona, Napoli meraih berbagai gelar bergengsi, termasuk dua scudetto Serie A, satu Coppa Italia, dan satu Piala UEFA (sekarang Liga Europa).

Tujuh musim berseragam Napoli, Diego Maradona sukses mencetak 115 gol dari 259 penampilan di semua kompetisi.

Keberhasilan Maradona mengangkat pamor Napoli di Italia dan Eropa membuat dia dipuja publik San Paolo. Nama Diego Maradona pun layaknya dewa bagi klub berjulukan I Partenopei tersebut.

Atas jasa-jasa yang pernah diberikan Maradona, Napoli sampai memutuskan memensiunkan nomor 10. Tak ada lagi pemain yang boleh mengenakan nomor keramat tersebut.

Selepas dari Napoli, Maradona sempat semusim kembali ke Spanyol dengan memperkuat Sevilla. Ia lalu pulang ke Argentina dengan Newell's Old Boys sebagai tujuannya, lalu gantung sepatu pada 1997 bersama Boca Juniors.

Maradona (1960-2020) - (KOMPAS.com/FABIAN JANUARIUS KUWADO)

Tak becus melatih

Maradona tak bisa disangkal adalah legenda ketika disebut sebagai pemain sepak bola. Namun, Maradona sebagai pelatih adalah catatan buram. 

Kegagalan terbesar Maradona sebagai pelatih yang mungkin paling diingat adalah saat dia gagal membawa Tim Nasional Argentina meraih kesuksean saat Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.

Tim Tango, yang diperkuat Lionel Messi, bahkan dipermak 0-4 dari Jerman saat babak perempat final. 

Saat memimpin Argentina di Afrika Selatan, Maradona memang kerap memilih komposisi pemain yang dinilai aneh.

Misal, Ia memilih Ariel Garce masuk dalam skuad hanya gara-gara bermimpi melihat tangan sang pemain ada di atas piala.

Selain itu, ia sempat memasang Jonas Gutierrez dan Nicolas Otamendi di posisi bek kanan. Padahal, itu bukan posisi terbaik mereka.

Kurangnya kepiawaian Maradona dalam meracik tim juga membuat keberadan pemain-pemain bintang seperti Lionel Messi, Juan Veron, Gonzalo Higuain, Sergio Aguero, ataupun Carlos Tevez jadi sia-sia. Tim serang tak diimbangi lini lain.

Puncaknya terjadi di perempat final saat anak asuh Maradona dipermak 0-4 oleh Jerman.

Sepulang dari Piala Dunia, Federasi Sepak Bola Argentina (AFA) tak memperpanjang jasa Maradona.

Selepas melatih Argentina itu, Maradona tak pernah lagi melatih sebuah tim di level tertinggi.

Ia sempat beberapa kali mencoba peruntungannya di Uni Emirat Arab dengan melatih Al-Wasl dan Fujairah. Namun, tak ada yang berujung kesuksesan.

Kondisi yang sama juga dialami Maradona saat mencoba melatih klub Meksiko, Dorados de Sinaloa dari September 2018 sampai Juni 2019.

Maradona menutup karier kepelatihan saat menangani klub lokal Argentina, Gymnasia La Plata. Namun, tugasnya hanya berlangsung singkat, 58 hari, tepatnya pada September-Oktober 2019.

Selama 58 hari menangani klub tersebut, Maradona sempat membuat kebijakan berbau takhayul. Dia melarang semua orang di tim menggunakan apa pun yang berwarna hijau.

Imbas kebijakan itu, banyak pemain yang harus mengganti sepatu. Maradona menganggap hijau sebagai warna pembawa sial.

Tak cuma soal warna, Maradona juga melarang penggunaan beberapa nomor punggung, seperti 13 dan 17. Hasil dari kepelatihan selama 58 hari itu, Maradona mengantar timnya untuk dua kemenangan dari enam laga, selebihnya kalah.

Dalam tulisan Maradona is no coach but his legendary legacy won't be ruined by another managerial failure di Goal.com edisi 7 Desember 2012, pandit asal Australia, Ben Somerford menyebut Maradona adalah pesepak bola yang luar biasa tapi tak punya kualifikasi melatih.

Terlebih lagi, Maradona juga terbelit banyak persoalan pribadi di luar sepak bola. Kendati demikian, Somerford berpendapat buruknya catatan Maradona sebagai pelatih tak akan mengurangi warisan terbesarnya pada dunia sepak bola.

"Bab terakhir ini menegaskan bahwa dia adalah karakter yang unik, tetapi sebagian besar akan mengingatnya sebagai pemain sepak bola yang unik," tulis Somerford.

Selepas Piala Dunia 1990

Gantung sepatu pada 1997, Maradona terjebak gaya hidup tak sehat. Pada 2000-an, ia bahkan ketergantungan kokain dan harus menjalani perawatan rutin di Kuba.

Sebelumnya, Maradona kedapatan memesan kokain dan pekerja seks pada 1991, tak berselang lama dari kegagalan di Piala Dunia 1990. Dia pun gagal melewati tes narkoba.

Belum lagi ada persoalan dengan anak dan pajak selama bekerja di Napoli. Karier cemerlangnya bisa dibilang tak pernah kembali lagi sejak itu. 

Sober selama beberapa waktu, Maradona sempat aktif lagi di dunia sepak bola dan menangani Tim Nasional Argentina pada kurun waktu 2008-2010.

Namun, setelah Argentina babak belur di Piala Dunia 2010, namanya kembali jarang terdengar. Ia diketahui sempat beberapa kali menangani klub-klub kurang dikenal.

Mengutip TyC Sports, Maradona keluar masuk rumah sakit sejak 2015 untuk menjalani berbagai operasi.

Pada 2015, Maradona dilaporkan menjalani operasi bypass lambung karena obesitas. Kemudian, pada 2019, Maradona dua kali harus masuk rumah sakit.

Pertama, ia dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami pendarahan lambung pada 4 Januari 2019. Ia masuk rumah sakit lagi pada Juli 2019 karena persoalan di lutut yang membatasi mobilitasnya.

Memasuki 2020, kondisi Diego Maradona semakin memburuk. Tiga hari setelah merayakan ulang tahun yang ke-60 pada 30 Oktober 2020, Maradona dilarikan ke rumah sakit.

Pendarahan otak menjadi temuan dokter yang memeriksanya. Tim dokter yang dipimpin Leopoldo Luque mengoperasi pembekuan darah itu pada Selasa (3/11/2020). Operasi disebut berjalan lancar. 

Lepas dari operasi subdural hematoma tersebut, Maradona dikabarkan sempat tinggal di sebuah rumah di Tigre, Buenos Aires. Namun, kabar mengejutkan tiba pada Rabu (24/11/2020) petang waktu setempat, dia meninggal karena serangan jantung.

Selamat jalan, Maradona.... 

 MENU: 

 

 

UNGKAPAN DUKA
DARI DUNIA

KABAR kematian Maradona langsung menyeruak dan menghadirkan aneka ungkapan duka dari seluruh penjuru dunia. Ini sebagian di antaranya.

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Leo Messi (@leomessi)

Kapten Tim Nasional Argentina dan Barcelona, Lionel Messi, mengunggah ungkapan duka lewat akun Instagram-nya. 

"Ini hari yang sangat sedih bagi warga Argentina dan dunia sepak bola. Dia meninggalkan kita tapi dia tidak akan kemana-mana karena dia abadi," adalah potongan awal ungkapan duka Messi untuk Maradona dan keluarganya.

Beda generasi, Messi dan Maradona pernah berada di satu waktu dan lokasi, pada kurun 2008-2010, saat Maradona menjadi manager Tim Nasional Argentina. 

Sekali-sekalinya Maradona dan Messi bermain bersama di lapangan bola adalah pada 27 Desember 2005, dalam laga amal. Waktu itu, Messi berumur 18 tahun dan Maradona berusia 45 tahun. 

Sekali-sekalinya Lionel Messi (kiri) dan Diego Maradona (kanan) bermain di satu lapangan, yaitu dalam laga amal yang digelar pada 27 Desember 2005 di Stadium Boca Junior di Buenos Aires, Argentina.
AFP/JUAN MABROMATA
Sekali-sekalinya Lionel Messi (kiri) dan Diego Maradona (kanan) bermain di satu lapangan, yaitu dalam laga amal yang digelar pada 27 Desember 2005 di Stadium Boca Junior di Buenos Aires, Argentina. 

Ungkapan duka mendalam datang pula dari Napoli, klub sepak bola Italia yang menaungi Maradona pada kurun 1984-1991.

 

Dalam unggahan terpisah di Twitter, Napoli pun menyebut saat ini adalah momentum bersimbah air mata.

"Kami berduka. Kami merasa seperti petinju yang di-KO. Kami shock. Ini pukulan telak bagi kota dan klub. (Kamu) selalu di hati kami. Ciao Diego," jadi bagian dari unggahan Napoli di akun Twitter.

Legenda sepak bola dari Brasil, Pele, tak kurang kehilangannya atas kepergian Diego Maradona yang notabene lebih muda. Terlebih lagi, mereka berdua pernah dibanding-bandingkan sebagai pemain sepakbola terbaik yang pernah ada.

Patung dua legenda sepak bola dunia, Diego Maradona (kiri) asal Argentina dan Pele dari Brasil, menyongsong Copa Libertradores dan Copa Sudamericana pada 2018. Gambar diambil pada 20 Desember 2020 di Luque, Paraguay.
AFP/NORBERTO DUARTE
Patung dua legenda sepak bola dunia, Diego Maradona (kiri) asal Argentina dan Pele dari Brasil, menyongsong Copa Libertradores dan Copa Sudamericana pada 2018. Gambar diambil pada 20 Desember 2020 di Luque, Paraguay.

"Kabar duka kehilangan seorang kawan seperti ini. Semoga Tuhan memberi kekuatan untuk keluarganya. Tentu saja, suatu hari kita akan sama-sama menendang bola lagi di surga," ujar Pele seperti dikutip Reuters, Rabu (24/11/2020) waktu setempat. 

Kehilangan besar dirasakan pula oleh pelatih Atletico Madrid, Diego Simeone.

Simeone dan Maradona pernah sama-sama bermain di klub Sevilla pada kurun 1992-1993. Mereka pernah pula tujuh tahun bersama membela Tim Nasional Argentina, termasuk di Piala Dunia 1994. 

"Sang mitos telah meninggalkan kita," ujar Simeone pendek, dalam konferensi pers seusai laga antara Atletico Madrid dan Lokomotiv Moscow di Liga Champions yang berakhir seri, Rabu.

Diego Maradona (tengah) dan Diego Simeone (kanan) berhadapan dalam laga persahabatan Match for Peace di Stadion Olympic Roma, pada 1 September 2014.
AFP/FILIPPO MONTEFORTE
Diego Maradona (tengah) dan Diego Simeone (kanan) berhadapan dalam laga persahabatan Match for Peace di Stadion Olympic Roma, pada 1 September 2014.

Simeone pun mengenang hari-hari pertama dia datang di klub Sevilla. Usia mereka terpaut sepuluh tahun. 

"Dia menyambut saya dengan cara yang luar biasa. Saya masih muda," kenang dia.

Dalam bahasa Simeone, Maradona adalah seorang berkarakter pemberontak dalam pertarungan, dalam hal positif dan negatif, tetapi selalu melangkah maju.

"Cara untuk tetap bersemangat bermain sepak bola adalah dengan melihat sosoknya," ujar Simeone. 

Mantan striker Tim Nasional Inggris, Gary Lineker, menyebut Maradona sebagai pemain terbaik di generasi mereka.

"Dan bisa dibilang yang terhebat sepanjang masa," ujar Lineker lewat akun Twitter-nya, Rabu. 

Dalam unggahan lain sesudahnya, Lineker berbagi kenangannya bersama Maradona, dengan meretweet sejumlah unggahan tentang mereka berdua. 

Presiden FIFA, Gianni Infantino, menyebut hari kematian Maradona sebagai hari yang teramat menyedihkan.

"Keheningan kita, air mata kita, rasa sakit kita, adalah yang terasa saat ini," ujar Infantino seperti diunggah di situs FIFA, Rabu. 

Menurut Infantino, cara Maradona bersepak bola yang telah membuat banyak orang jatuh cinta pada permainan ini sangatlah unik sekaligus apa adanya. 

"Dia pantas mendapatkan terima kasih yang abadi untuk itu, untuk telah membuat kita kagum dengan bakat luar biasa miliknya, karena telah menjadi sosok yang begitu unik, karena telah menjadi Diego Armando Maradona (sebagai) legenda, pahlawan, dan seorang lelaki," ungkap Infantino.

Mantan penyerang Tim Nasional Brasil, Romario, menyebut Maradona adalah sosok yang memberi kebahagiaan bagi banyak orang tak hanya warga Argentina. 

"Saya tak akan pernah melupakan semua tawa bersama kami. Dia tidak pernah menjadi musuh bagi saya," ujar Romario dalam ungkapan dukanya.

Pelatih Liverpool, Juegen Klopp, menyatakan bahwa sosok Maradona selalu menjadi bagian dari hidup lelaki yang kini berusia 53 tahun itu. 

"Diego adalah lelaki sensasional. Maradona melewati sejumlah kesulitan dalam hidup. Saya kehilangan keduanya," ujar dia. 

Pelatih Manchester City, Pep Guardiola, mengakui bahwa Maradona telah membawa banyak kegembiraan dan membuat dunia sepak bola menjadi lebih baik. 

"Yang sudah dia lakukan untuk Napoli dan Argentina pada 1986 adalah luar biasa.  Di lapangan, dia sangat unik. Hanya ada satu dalam satu generasi," ujar Guardiola.

Ronaldo, sosok hebat lagi di dunia sepak bola, tak kalah berduka dengan kepergian Maradona.

"Hari ini saya mengucapkan perpisahan kepada seorang kawan dan dunia mengucapkannya untuk genius abadi," ujar pemain Juventus dan skuad Tim Nasional Portugal ini lewat akun Twitter.

"Dia adalah yang terbaik di waktu kita. Pesulap yang tak tertandingi. Dia pergi terlalu awal tapi meninggalkan warisan tanpa batas sekaligus lubang menganga yang tak akan terisi," ujar Ronaldo.

Seturut kabar duka kepergian Maradona, Wali Kota Naples Luigi de Magristris pun mengajukan usul perubahan nama Stadion San Paolo dengan sang legenda bola ini.

 

 MENU: