JEO - Peristiwa

Setengah Hati Uji Emisi di DKI...

Kamis, 14 April 2022 | 07:41 WIB

TAHUN 2011-2020 merupakan mimpi  buruk bagi warga DKI Jakarta. Kualitas udara Ibu Kota pada periode itu adalah yang terburuk. 

Indikator kala itumenunjukkan, tingkat pencemaran udara di DKI Jakarta melebihi Baku Mutu Udara Ambien (BMUA) Nasional sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 dan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 551 Tahun 2001. 

BMUA adalah batasan yang digunakan untuk mengetahui seberapa tercemar udara di sebuah wilayah. Parameter pencemarnya ada tiga, yakni Ozone (O3), PM 10, dan PM 2,5. 

Organisasi penelitian independen Center for Research on Energy and Clean Air (CREA) merilis bahwa kadar PM 2,5 di Ibu Kota tiga kali lipat dibandingkan konsentrasi yang direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO). 

Lihat grafik di bawah ini: 

Pandemi Covid-19 yang memaksa diberlakukannya pembatasan aktivitas tak lantas meningkatkan kualitas udara di Ibu Kota. Greenpeace mencatat, ada beberapa momen pada saat pembatasan aktivitas, kualitas udara di Ibu Kota tetap buruk. 

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengungkapkan, sebenarnya kualitas udara di Jakarta sempat membaik selama penerapan PPKM Mikro, terutama pada Juni 2021. 

Tetapi, kondisi itu hanya bertahan sekitar sebulan. Pada Juli, kualitas udara di Ibu Kota lagi-lagi memburuk. 

Analisis ini diambil dari data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta mengenai BMUA di tujuh stasiun pengukuran kualitas udara atau Sistem Prediksi Kualitas Udara (SPKU) di Jakarta.

Ketujuh stasiun, yakni stasiun Bundaran HI, Kelapa Gading, Jagakarsa, Lubang Buaya, Kebon Jeruk, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.

Sepanjang Juni 2021, jumlah hari di mana kualitas udara berada di atas BMUA adalah: 

Sementara pada Juli 2021, jumlah hari di mana kualitas udara berada di atas BMUA adalah: 

"Data yang ada menunjukkan, kualitas udara Jakarta ini memang sempat membaik (Juni 2021), tapi menurun lagi saat PPKM Darurat Juli kemarin," kata Bondan.

Polusi udara terlihat di langit Ibu Kota Jakarta, Selasa (8/6/2021). Melalui platform pengukur kualitas udara Iqair.com yang merilis kualitas udara, Jakarta masuk 10 besar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dengan menempati urutan ke 4.
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Polusi udara terlihat di langit Ibu Kota Jakarta, Selasa (8/6/2021). Melalui platform pengukur kualitas udara Iqair.com yang merilis kualitas udara, Jakarta masuk 10 besar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dengan menempati urutan ke 4.

Uji Emisi, Solusi? 

Demi menekan polusi udara di DKI Jakarta yang terjadi menahun, Gubernur Anies Baswedan telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.

Melalui Pergub 66/2020 itu, diatur bahwa kendaraan bermotor di DKI Jakarta yang berusia di atas tiga tahun wajib melakukan uji emisi. 

Apabila ketahuan tak melakukan uji emisi dan  setelah dites ternyata proses pembakarannya tidak memenuhi standar, maka akan ditilang dan dikenakan sejumlah sanksi.

Sanksi pertama, denda sebesar Rp 500.000 bagi kendaraan roda empat dan Rp 250.000 bagi kendaraan roda dua

Sanksi kedua, kendaraan bermotor yang tidak mempunyai  sertifikat lolos uji emisi tak bisa memperpanjang masa berlaku pajak kendaraan bermotornya. 

Sanksi ketiga, yakni pembayaran parkir dengan nilai tertinggi mengacu pada Pergub tentang tarif layanan parkir. 

Awalnya, sanksi tilang tersebut diwacanakan dimulai pada 13 November 2021. Tetapi diambil keputusan bahwa tilang belum bisa diberlakukan karena masih minimnya kendaraan yang diuji emisi. 

Sanksi tilang baru akan diterapkan apabila 50 persen kendaraan di Ibu Kota sudah diuji emisi.

Kebijakan ini dinilai penting karena gas buang kendaraan bermotor merupakan penyumbang utama polusi di Ibu Kota. 

Lihat infografik berikut ini: 

Sumber Polusi Udara 

Jauh dari setengah

Sayangnya, jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta yang berusia di atas tiga tahun masih banyak yang belum diuji emisi

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, jumlah mobil penumpang perseorangan di DKI Jakarta pada 2018 yang berusia di atas tiga tahun berjumlah sekitar 2,78 juta unit

Tetapi, menurut Sistem Informasi Uji Emisi DKI Jakarta, awal April 2022, jumlah kendaraan roda empat yang telah melakukan uji emisi baru sebanyak 599.602 unit

Capaian untuk sepeda motor lebih rendah lagi. Data BPS menunjukkan, jumlah sepeda motor di DKI Jakarta pada 2018 yang berusia di atas tiga tahun berjumlah 8,13 juta unit

Tetapi, sampai April 2022, jumlah motor yang diuji emisi baru 54.849

 

Kurang sosialisasi

Salah seorang warga Jakarta, Abba Gabrillin, mengaku tidak mengetahui bahwa aturan soal kewajiban uji emisi sudah resmi diberlakukan.  

"Bukannya belum jadi aturannya? Kalau enggak salah itu ditunda kan  karena ramai ditolak?" ujar Abba saat berbincang dengan JEO Kompas.com, beberapa waktu lalu. 

Abba memiliki dua kendaraan 'jadul'. Pertama, Yamaha F1 ZR tahun 2004. Kedua, Daihatsu Xenia tahun 2010.

Karena ia tidak mendapatkan informasi yang baik tentang kewajiban uji emisi itu, maka dua kendaraannya belum diuji emisi. 

Ia pun khawatir bila harus menguji emisi dua kendaraannya tersebut. Apalagi motor dua tak 'jadul' miliknya. 

"Agak ragu bisa lolos sih. Tapi saya pernah baca-baca, katanya standar uji emisi dua tak itu dibedakan dengan empat tak. Usia kendaraan juga dibedakan. Jadi, mungkin ada harapanlah sedikit," ujar Abba. 

 

Banyak menganggur

Akibat kurangnya sosialisasi, mesin uji emisi di sejumlah bengkel di DKI Jakarta kebanyakan menganggur. 

Di salah satu bengkel sepeda motor di Jalan Panjang, Kedoya, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat misalnya. 

Mengutip Kompas, Rabu (25/2/2022), mesin uji emisi di bengkel milik Anto itu paling banyak hanya bekerja dua kali setiap harinya selama Januari-Februari 2022. 

Padahal, pada triwulan akhir 2021, bengkel Anto tersebut bisa melayani 40 sepeda motor dalam sehari. 

Kondisi serupa juga ditemui di bengkel lain di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat. Kepala bengkel Sigit Wuryanto mengatakan, tahun ini, bengkelnya melayani uji emisi untuk 20 mobil per hari.

Padahal, pada akhir 2021, bisa 60 mobil dalam sehari.

Para pemilik bengkel menduga semangat pengguna kendaraan bermotor untuk uji emisi jadi berangsur padam seiring dengan redupnya sosialisasi Pergub 66/2021. 

Uji emisi gas buang kendaraan di diler Yamaha
Foto: Yamaha
Uji emisi gas buang kendaraan di diler Yamaha

Harus langsung diimplementasikan

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, mestinya Pergub 66/2021 jadi momentum bagi perbaikan kualitas udara di DKI Jakarta. 

Tetapi, lantaran tidak langsung diterapkan setelah pergub tersebut dirilis, maka Pemprov DKI pun seolah kehilangan momentumnya. 

"Sejak awal Pergub 66/2021 itu dikeluarkan, harusnya langsung diimplementasikan, mulai dari pelaksanaan uji emisinya, sanksi, sampai  ke pengawasannya. Enggak perlu tunggu yang lain lagi," ujar Trubus saat berbincang dengan JEO Kompas.com, Selasa (12/4/2022). 

Selain itu, ada hal lain yang disayangkan  terkait dikeluarkannya Pergub 66/2021, yakni terkait pengawasan terhadap bengkel-bengkel penyedia layanan uji emisi. 

Menurut Trubus, masih banyak bengkel yang melakukan praktik nakal. Mereka tidak menguji emisi kendaraan bermotor dengan baik dan benar. Berbekal 'salam tempel', sertifikat uji emisi bisa dikeluarkan dengan mudah. 

"Meskipun ini memang perlu dibuktikan lebih lanjut ya karena sifatnya sangat teknis. Tapi ya, kita tidak bisa memungkiri, praktik seperti ini masih banyak," ujar Trubus. 

"Yang menjadi persoalan itu adalah tatap muka antara kustomer dengan penyedia layanan uji emisi yang menyebabkan potensi (kongkalikong) itu menjadi tinggi," lanjut dia. 

Persoalan selanjutnya, yakni sosialisasi yang sangat kurang. 

Semestinya, Pemprov DKI dan Polri memanfaatkan waktu sosialisasi dengan baik. Jangan malah waktu sosialisasi seolah-olah dimanfaatkan untuk menunda pelaksanaan Pergub  66/2021. 

Sejumlah persoalan ini, lanjut Trubus, menandakan rendahnya komitmen Pemprov DKI dalam hal perbaikan kualitas udara di Ibu Kota. 

Sekalipun ada perbaikan kualitas udara di Jakarta selama beberapa tahun terakhir, Trubus menekankan bahwa hal itu tidak disebabkan oleh kebijakan Pemprov DKI Jakarta, melainkan karena pengurangan aktivitas orang sebagai imbas dari pandemi Covid-19. 

"Apa yang dilakukan Gubernur masih jauh dari optimal," ujar Trubus. 

Uji Emisi Kendaraan Bermotor di Kantor DLH Jakarta
KOMPAS.COM/STANLY RAVEL
Uji Emisi Kendaraan Bermotor di Kantor DLH Jakarta

 

Ayo Uji Emisi!

Melihat Pemprov DKI Jakarta yang seolah setengah hati menjalankan kebijakan pro terhadap perbaikan kualitas udara, rasa-rasanya langkah awal harus diambil oleh warganya sendiri. 

Berikut ini adalah panduan bagi Anda untuk melakukan uji emisi. 

 

Cara uji emisi

Uji emisi kendaraan adalah pengujian kinerja mesin kendaraan bermotor.

Pengujian emisi gas buang kendaraan bermotor dilakukan dengan memasangkan alat pendeteksi gas pada knalpot kendaraan.

Kendaraan yang diuji harus berada pada posisi hidup, tetapi tidak menyalakan alat elektronik dalam kendaraan, misalnya radio, pendingin udara, atau lampu.

Pengujian emisi dilakukan selama 5-7 menit. Setelah selesai, kadar dan kandungan zat pada asap kendaraan akan dicatat.

Adapun kandungan zat yang dideteksi adalah CO (Karbon Monoksida), HC (Hidrokarbon), CO2 (Karbon Dioksida), O2 (Oksigen), dan NO (Nitrogen Oksida).

Wali Kota Jakarta Barat Yani Wahyu Purwoko saat melakukan uji emisi kendaraan di kantor Wali Kota Jakarta Barat, Kamis (6/1/2022). ANTARA/Walda
ANTARA/Walda
Wali Kota Jakarta Barat Yani Wahyu Purwoko saat melakukan uji emisi kendaraan di kantor Wali Kota Jakarta Barat, Kamis (6/1/2022). ANTARA/Walda

Uji emisi kendaraan dilakukan dengan alat khusus. Untuk uji emisi pada mobil, ada dua alat yang digunakan.

Pertama alat kalibrasi yang menunjukkan angka hidrokarbon, karbonmonoksida, dan karbondioksida. Kedua, alat pengukur yang nantinya dimasukkan ke dalam knalpot.

Kendaraan yang lulus uji emisi akan mendapatkan sertifikat lulus uji emisi kendaraan bermotor dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Sertifikat ini berlaku satu tahun.

Sementara itu, kendaraan yang tidak lulus uji emisi harus melakukan berbagai perbaikan.

 

Lokasi uji emisi

Pada periode tertentu, Pemprov DKI Jakarta dan sejumlah pemerintah daerah mengadakan uji emisi gratis di satu lokasi.

Kegiatan ini memang tak rutin digelar. Tapi masyarakat bisa melakukan uji emisi di bengkel-bengkel yang sudah difasilitasi alat uji emisi.

Bengkel-bengkel uji emisi mengenakan biaya yang bervariasi sesuai jenis kendaraan.

Sepeda motor dikenakan biaya Rp 25.000, mobil bermesin bensin dikenakan Rp 150.000, sedangkan mobil bermesin diesel dikenakan Rp 200.000.

Kendaraan yang tidak lulus uji emisi tidak akan dikenakan biaya tambahan untuk pengujian berikutnya.

Namun, sebelum melakukan pengujian berikutnya sebaiknya pemilik kendaraan melakukan perbaikan-perbaikan yang dibutuhkan untuk memenuhi kelayakan uji emisi.

Berikut lokasi-lokasi bengkel uji emisi yang tersebar di lima wilayah di DKI Jakarta:

Agar Kendaraan Anda Lolos Uji Emisi...

Tak lolos uji emisi merupakan kekhawatiran sebagian besar pemilik kendaraan bermotor usia tua. 

Kekhawatiran itu cukup beralasan. Seiring bertambahnya  usia kendaraan bermotor, otomatis kualitas pembakarannya mengalami penurunan. 

Itulah mengapa uji emisi diwajibkan bagi kendaraan yang minimal sudah berusia tiga tahun.

Meski demikian, sebenarnya bila pemilik merawat  mesin kendaraannya dengan baik dengan melakukan servis berkala, maka kemungkinan tak lolos uji emisi semakin kecil. 

Selain rutin perawatan mesin, penggunaan bahan bakar dan mempertahankan komponen mesin dalam kondisi standar menjadi kunci lain agar  proses pembakaran tetap berlangsung sempurna. 

 

Jangan asal servis!

Berbicara tentang durasi waktu servis, pemilik kendaraan pada umumnya mengacu pada dua hal.

Pertama, berdasarkan jarak tempuh, yakni setiap 10.000 kilometer. Kedua, setiap enam bulan sekali. Apa yang dipilih mengacu pada mana yang tercapai lebih dahulu. 

Namun, Head of Retail Division Astra Otoparts Indra Nugraha mengatakan, dua pilihan di atas tak berlaku bila kendaraan sering digunakan dalam kondisi macet sebagaimana terjadi di Ibu Kota

Beban kerja mesin mobil yang berkendara jarak dekat tetapi macet lebih berat ketimbang mesin mobil yang menempuh perjalanan jauh tetapi lancar. Dalam kondisi ini tentunya servis tak perlu lagi menunggu mencapai 10.000 kilometer atau jarak enam bulan. 

Ilustrasi kemacetan jalanan Jakarta.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Ilustrasi kemacetan jalanan Jakarta.

Contohnya begini: Jarak Rawamangun, Jakarta Timur, ke Kelapa Gading, Jakarta Utara hanya delapan kilometer.

Namun, waktu tempuh perjalanan bisa mencapai sekitar 45 menit bila dalam kondisi macet.

Di sisi lain, waktu tempuh yang sama bisa digunakan untuk menempuh jarak Rawamangun ke Cikarang, Kabupaten Bekasi.

Jika tidak dalam kondisi macet, berkendara dari Rawamangun ke Cikarang bisa dilakukan dalam 45 menit. Padahal jarak dari Rawamangun ke Cikarang mencapai sekitar 45 kilometer.

Oleh sebab itu, Indra menyarankan pergantian oli sebaiknya mengacu kepada perbandingan antara jarak tempuh dan nyala mesin.

"Jadi, kalau jarak tempuh dicompare dengan nyala mesin, nyala mesin dari Rawamangun ke Gading yang delapan kilometer sudah sama dengan mobil yang menempuh jarak 45 kilometer," kata Indra pada suatu ketika di Jakarta pada 2018 silam. 

Pendapat serupa juga disampaikan pemilik bengkel Provis Autolab Stevanus Jasin.

Menurut Jasin, pemilik kendaraan di Jakarta sebaiknya melakukan tune up berkala dalam periode yang lebih awal, misalnya dilakukan setiap 8.000 kilometer, bukan di 10.000 kilometer.

Pada saat tune up, pastikan juga ruang bakar ikut dibersihkan. Cek juga kinerja busi, koil dan bersihkan throttle intake.

“Kemudian, segera lakukan pemeriksaan kendaraan apabila dirasa ada yang tidak normal pada mobil. Seperti misalnya mesin ngelitik, bergetar, RPM naik turun dan lain-lain,” kata Jasin kepada Kompas.com, Sabtu (5/11/2021).

 

Perhatikan komponen ini!

Kepala Bengkel Auto2000 Cilandak Suparna mengatakan, ada beberapa komponen pada mesin yang harus diperhatikan pemilik mobil untuk menekan gas buang kendaraan.

Pertama, saluran masuk bahan bakar dan filter udara. Komponen ini harus dipastikan dalam kondisi bersih karena berdampak pada angka hidrokarbon (HC) serta dapat menghambat aliran udara ke ruang mesin.

Apabila saluran masuk bahan bakar dan filter udara dalam kondisi kotor, angka HC semakin tinggi karena udara kurang saat proses pembakaran.

Sebagai informasi, ambang batas emisi gas buang yang digunakan berpatokan pada dua parameter sesuai regulasi Euro II, yakni karbon monoksida (CO), 1,5 persen dan hidrokarbon (HC) sebesar 200 ppm.

Menurut Suparna, pemilik kendaraan juga wajib memastikan komponen sistem pembakaran, yakni busi dan koil, dalam kondisi prima. Keduanya berperan penting dalam membuat proses pembakaran sempurna sehingga tak ada masalah.

Pengerjaan TUSS atau Tune Up Semi Sport garapan Provis Autolab
KOMPAS.com/DIO DANANJAYA
Pengerjaan TUSS atau Tune Up Semi Sport garapan Provis Autolab

Kemudian saat melakukan uji emisi, mesin mobil wajib bekerja dalam suhu optimal. Hal ini bisa diketahui dengan cara memeriksa sistem pendingin dan pelumas.

Oli yang ikut terbakar akan meningkatkan angka karbon monoksisa bisa membebani kerja mesin sehingga emisi gas buangnya sulit untuk dikendalikan.

Tak cuma itu, sensor oksigen juga harus dalam kondisi bersih dan tidak rusak mengingat tugasnya sangat krusial menciptakan pembakaran yang sempurna.

“Termasuk memperhatikan kondisi catalytic converter di knalpot mobil yang bertugas mengubah emisi gas buang beracun menjadi udara bersih,” kata Suparna.

 

Gunakan BBM beroktan tinggi

Selain servis dan perbaikan komponen, hal lain yang tak kalah penting diperhatikan untuk lolos uji emisi kendaraan adalah bahan bakar. Semakin tinggi kadar oktan maka akan semakin bagus pula pembuangannya.

Umumnya, bahan bakar yang bagus adalah yang kadar oktannya di atas RON 90.

Di SPBU Pertamina, bahan bakar yang di atas RON 90 adalah Pertamax (RON 92) dan Pertamax Turbo (RON 98).

Betapa pentingnya bahan bakar dalam kelayakan uji emisi bisa diperhatikan dari cerita yang disampaikan oleh Defision Sius, salah satu mekanik di Tirta Agung Ban.

Tirta Agung Ban adalah salah satu bengkel uji emisi yang berlokasi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Menurut Defi, pernah ada mobil tua yang datang melakukan uji emisi di bengkel tempatnya bekerja.

Hasilnya, mobil tersebut tak lolos uji emisi dan perlu menjalani perbaikan.

Namun, setelah melakukan perbaikan yang diperlukan, tetap saja mobil tersebut tak lolos uji emisi.

"Lalu kita kuras bahan bakarnya dan diganti Pertamax. Setelah diisi Pertamax, mobilnya dibawa keliling-keliling sebentar. Pas diuji lagi, lulus," ujar Defi saat ditemui Kompas.com.

Deretan mobil klasik milik anggota Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia (PPMKI) yang hadir saat acara kumpul bareng di Pondok Indah, Jakarta Selatan, Minggu (4/3/2018).
Kompas.com/Alsadad Rudi
Deretan mobil klasik milik anggota Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia (PPMKI) yang hadir saat acara kumpul bareng di Pondok Indah, Jakarta Selatan, Minggu (4/3/2018).

 

Aturan sudah dibuat, tinggal ditegakkan. Jangan biarkan 'penyakit' setengah hati pembuat kebijakan menulari masyarakat.

Gerak bersama perlu dilakukan agar aturan tak sekadar keras di atas kertas, tetapi nyatanya tak berjalan sebagaimana mesin uji emisi yang menganggur di pojok-pojok bengkel.