LEDAKAN kasus Covid-19 di Indonesia membuat fasilitas kesehatan tidak berdaya.
Rumah sakit tak mampu lagi menampung pasien, baik yang telah divonis menderita Covid-19 maupun yang datang dengan gejala mirip Covid-19.
Pemerintah pun mengambil sejumlah kebijakan. Mulai dari pembatasan aktivitas masyarakat di Pulau Jawa dan Bali hingga memprioritaskan rumah sakit hanya untuk pasien bergejala berat.
Sementara itu, pasien bergejala ringan dan sedang diarahkan untuk menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing atau di layanan isolasi terpusat.
Baca juga: Gelombang Covid-19 dan Melanjutkan Ikhtiar...
Oleh sebab itu, pertama-tama masyarakat perlu diedukasi agar memahami mana pasien yang perlu dirawat di rumah sakit dan mana yang hanya perlu isolasi mandiri atau masuk ke layanan isolasi terpusat.
"Jangan panik, karena memang Covid-19 ada tingkatannya,” ujar Ketua Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Fathiyah Isbaniah, Jumat 2 Juli 2021.
“Tidak semua pasien Covid-19 harus dirawat di rumah sakit. Berikanlah kesempatan pada orang-orang yang lebih membutuhkan," lanjut dia.
Tingkat keterisian tempat tidur RS untuk pasien gejala sedang-berat terus meningkat
— Kemenkes RI (@KemenkesRI) July 6, 2021
Agar terkendali, pemerintah mengatur rujukan pasien COVID-19, sehingga perawatan RS dapat diperuntukan bagi pasien yg benar-benar membutuhkan.
Lantas, apa aja kriteria pasien yg bisa dirawat RS? pic.twitter.com/W75mU1RgVK
Bagi pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit atau layanan isolasi terpusat, tentu penanganan medis diserahkan kepada tenaga kesehatan berpengalaman.
Lantas, bagaimana dengan pasien yang terpaksa melaksanakan isolasi mandiri di rumah?
Diperlukan informasi yang tepat agar penanganannya optimal dan yang tak kalah penting adalah aman bagi orang-orang di sekitar.
Berikut panduannya...
Anda dapat membaca artikel ini secara runut atau memilih topik sesuai dengan yang anda butuhkan. Berikut ini pilihan topiknya:
Obat dan suplemen apa yang dibutuhkan?
Isolasi mandiri pada dasarnya adalah membatasi diri untuk tidak berhubungan secara langsung dengan orang dan lingkungan sekitar.
Isolasi mandiri pada dasarnya juga bukanlah kondisi yang ideal. Penanganan ini dilakukan hanya karena fasilitas rawat inap tidak tersedia atau tidak aman.
Oleh sebab itu, isolasi mandiri di rumah masing-masing harus dilakukan dengan sangat ketat agar tujuan memutus mata rantai penularan virus dapat tercapai sekaligus mencegah perburukan kondisi kesehatan pasien.
Hal yang juga patut diketahui, isolasi mandiri bukan berarti menempatkan pasien berada di ruangan tertutup atau tidak terhubung dengan orang lain atau lingkungan sekitar.
Pasien yang melakukan isolasi mandiri tetap diperbolehkan merasakan sinar matahari, berolahraga, menonton televisi, makan di ruang makan dan sebagainya.
Namun, segala aktivitas itu tetap harus menjaga prinsip-prinsip isolasi mandiri yang benar agar tidak berakibat buruk pada dirinya sendiri dan orang di sekitarnya.
Untuk melakukan isolasi mandiri di rumah, sejumlah hal mesti disiapkan demi mendukung kelancarannya.
Pihak yang wajib anda beritahu pertama adalah anggota keluarga yang berada satu rumah, anggota keluarga terdekat, ketua RT, RW atau pimpinan Satgas Covid-19 di wilayah anda dan tetangga.
Jangan khawatir mendapatkan perlakuan diskriminatif. Bantu jelaskan kepada mereka bahwa kesuksesan isolasi mandiri tidak hanya didasarkan pada perawatan medis, melainkan juga support system dari orang-orang di sekeliling.
Jelaskan pula bahwa penularan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 dapat dimimalisasi dengan penerapan protokol kesehatan ketat, sehingga praktik diskriminatif/pengucilan pasien tak perlu dilakukan.
Demi menghindari penularan virus, ada sejumlah hal yang mesti ditaati oleh pasien dan orang-orang yang berada dalam satu rumah.
Misalnya, kamar tidur pasien dengan orang lain diupayakan untuk terpisah. Bila tak memungkinkan, jarak minimal dengan pasien adalah satu meter.
Bila tetap tak memungkinkan, mau tak mau pasien harus mendaftarkan diri untuk isolasi di layanan isolasi terpusat yang disediakan pemerintah demi mengoptimalkan pemutusan penularan virus.
Selain itu, perlu ditetapkan juga pola waktu mengonsumsi obat dan vitamin, waktu makan, penggunaan peralatan makan dan kamar mandi. Prinsipnya, sebisa mungkin aktivitas-aktivitas itu dilakukan teratur dan penggunaannya tak tercampur dengan orang lain.
Hal yang tak kalah penting adalah selalu mengkomunikasikan gejala yang muncul ke orang di rumah.
Persiapkan segala kondisi atau kebutuhan, baik tempat perawatan, obat, peralatan medis maupun kebutuhan pokok sejak awal. Persiapan ini sangat penting karena pasien dibatasi aktivitasnya.
Persiapan segala kebutuhan ini seyogyanya dibantu oleh orang terpercaya, baik keluarga, ketua RT dan pimpinan Satgas Covid-19 di wilayahnya, atau tetangga.
Jangan ragu untuk meminta bantuan mereka demi kesehatan bersama.
Untuk ketersediaan obat, konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter di fasilitas kesehatan terdekat maupun melalui layanan telemedicine.
Khusus soal persiapan kondisi tempat rawat, bila ada kelompok risiko tinggi di dalam rumah, misalnya bayi, lansia, orang dengan sistem imun rendah, maupun orang dengan komorbid (penyakit penyerta), sebaiknya isolasi mandiri dipindah ke isolasi terpusat yang disiapkan pemerintah.
Namun, bila tidak memungkinkan, pindahkan orang-orang tersebut ke tempat yang lebih aman agar rumah dapat dimanfaatkan secara optimal bagi pasien isolasi mandiri.
Pasien Covid-19 yang tengah melakukan isolasi mandiri tidak diperkenankan mendapat kunjungan dari siapapun demi mencegah penularan virus.
Oleh sebab itu, optimalkan komunikasi dengan dunia luar menggunakan telepon seluler.
Salah satunya adalah mengkomunikasikan tentang cara yang tepat kepada orang lain yang hendak mengantarkan obat, vitamin atau makanan.
Penggunaan telekomunikasi seluler ini juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan perawatan jarak jauh, yakni menggunakan fasilitas telemedicine yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan.
Isolasi mandiri bukan berarti betul-betul berhenti beraktivitas. Justru, lakukan aktivitas sesuai dengan kondisi yang ada.
Bila memang tidak memungkinkan melakukan aktivitas yang terlalu berat, pasien isolasi mandiri tetap dapat melakukan sejumlah aktivitas ringan.
Berikut ini beberapa aktivitas yang dapat pasien isolasi mandiri lakukan sehari-hari:
Baca juga: 7 Olahraga yang Tepat Saat Isolasi Mandiri Akibat Covid-19
Meski informasi mengenai isolasi mandiri yang benar berserak di dunia maya, namun tetap saja masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya.
Minimnya pengetahuan tentang panduan isolasi mandiri yang benar menyebabkan penularan virus semakin masif.
Berikut ini infografik tentang sejumlah kesalahan yang umum terjadi pada pasien isolasi mandiri maupun anggota keluarganya:
Dikutip dari Departemen Pulomonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUP Persahabatan, terdapat sejumlah obat dan suplemen yang mesti dikonsumsi pasien Covid-19 isolasi mandiri.
Berikut ini adalah ragam obat dan suplemennya:
Hal yang patut dicatat adalah, jangan mengonsumsi obat-obatan di luar yang dianjurkan dokter. Taati segala anjuran dokter demi percepatan kesembuhan.
Cara mendapatkan kombinasi obat tersebut pun dapat ditempuh dengan berbagai cara.
Mulai dari membeli sendiri ke toko obat setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter, mendapatkan obat dari fasilitas kesehatan, maupun mendapatkan obat dari layanan jasa konsultasi kesehatan virtual alias telemedicine.
Bagi pasien yang memilih menggunakan jasa konsultasi kesehatan virtual alias telemedicine, Kementerian Kesehatan telah menggandeng 11 platform telemedicine untuk membantu merawat pasien isolasi mandiri.
11 platform tersebut, yakni Alodokter, Getwell, Gooddoctor, Halodoc, Klikdokter, Klinikgo, Linksehat, Milvikdokter, Prosehat, Sehatq, dan Yesdok.
Untuk yang belum familiar, layanan telemedicine ini sangat memudahkan pasien dalam menjangkau pelayanan kesehatan secara online tanpa harus tatap muka.
Ada beberapa jenis layanan konsultasi, bisa berupa percakapan teks lewat chat, panggilan suara, ataupun panggilan video, disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Layanan telemedicine untuk penanganan pasien Covid-19 sudah dimulai di DKI Jakarta pada 6 Juli 2021 bekerjasama dengan dinas kesehatan setempat.
Baca juga: Cara dan Syarat Mengakses Telemedicine Gratis Bagi Pasien Covid-19 di DKI Jakarta
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, layanan telemedicine tersebut tidak hanya berupa konsultasi dengan dokter, melainkan juga pengiriman paket obat secara gratis bagi pasien Covid-19 dengan gejala ringan.
Menurut Budi, layanan telemedicine juga terintegrasi dengan laboratorium PCR di seluruh Indonesia.
Setelah mengakses telemedicine ini, nantinya terdapat dua paket obat-obatan untuk dua kategori pasien.
- Untuk pasien tanpa gejala:
- Untuk pasien gejala ringan:
Kompas.com sempat menjajal salah satu platform, yakni Halodoc, untuk mengetes apakah benar pengobatan gratis untuk pasien Covid-19 tersebut tersedia dan bisa diakses.
Rupanya, layanan gratis ini baru bisa digunakan pasien Covid-19 dengan syarat tertentu.
Salah satunya adalah pasien yang menerima link melalui pesan WhatsApp mereka yang dikirim oleh operator Kementerian Kesehatan.
Dari situ, barulah pasien diarahkan ke 11 aplikasi kesehatan yang menyediakan layanan telemedicine gratis.
Jika pasien Covid-19 tidak mendapatkan link itu, maka dipastikan tidak bisa mengakses fasilitas gratis, seperti yang coba kami lakukan.
Pasien Covid-19 hanya bisa melihat menu tampilan layanan seperti pasien pada umumnya.
Baca juga: 40 Persen Pasien Covid-19 di Jakarta Tak bisa Akses Telemedicine Gratis, Ini Penyebabnya...
Saat melakukan konsultasi hingga untuk memesan obat, tetap harus membayar.
Artinya, syarat penting agar dapat memanfaatkan layanan ini adalah memiliki nomor Whatsapp dan berharap agar sistem Kemenkes menjangkau seluruh pasien yang menggunakan layanan tersebut.
Patut diingatkan kembali bahwa isolasi mandiri sejatinya bukanlah kondisi yang ideal untuk perawatan pasien Covid-19.
Isolasi/karantina mandiri terpaksa dilakukan mengingat fasilitas kesehatan rawat inap tidak mampu lagi menampung pasien.
Atas kondisi itu, rumah sakit rumah sakit diprioritaskan untuk merawat pasien bergejala berat/kritis. Sementara, pasien bergejala ringan diarahkan untuk isolasi mandiri.
Oleh sebab itu, pasien isolasi mandiri di rumah berpotensi mengalami perburukan kondisi.
Baca juga: Mereka yang Meninggal Dalam Sunyi Saat Pandemi...
Ketua Tim Medis Penanganan Covid-19 RSUD Kota Bogor Dr. Koko Harnoko Sp.P, FISR menjelaskan, salah satu tanda terjadi perburukan kondisi pasien isolasi mandiri adalah sesak napas.
“Normalnya, frekuensi napas kurang dari 20 kali dalam satu menit. Kalau sudah lebih dari 20 kali dalam satu menit, itu masuk kriteria gejala sedang dan harus segera dilarikan ke rumah sakit,” papar Koko saat berbincang dengan JEO Kompas.com, Minggu, 11 Juli 2021.
“Apalagi kalau frekuensi napas sudah di atas 30 kali dalam satu menit dan saturasi oksigen di oxymeter terpantau di bawah 93. Memang harus dimonitor terus soal itu. Ini sudah masuk kriteria berat dan harus segera dilarikan ke rumah sakit untuk diberi oksigen,” lanjut dia.
Meski demikian, dengan kondisi krisis seperti saat ini, tentu tidak mungkin mendapatkan layanan fasilitas kesehatan dengan mudah.
Contohnya di RSUD Kota Bogor, tempat Koko mengabdi. Ketika kasus meningkat pada Januari-Februari 2021 lalu, satu blok bangunan rumah sakit berisi sekitar 114 tempat tidur terisi penuh.
“Tapi dulu itu cuma bertahan beberapa hari penuhnya, lalu perlahan-lahan turun. Kalau sekarang sudah dua blok dibuka, artinya 200 lebih tempat tidur untuk pasien Covid-19 dan itu full berhari-hari. IGD juga antre berjam-jam. Situasi sekarang memang luar biasa gawatnya,” ujar Koko.
Baca juga: 106 Pasien Covid-19 di DIY Meninggal Saat Isoman, Diduga karena RS Kewalahan
Satu-satunya upaya darurat yang bisa dilakukan adalah memberikan oksigen di tempat isolasi mandiri.
Namun, Koko mengingatkan, pemasangan oksigen tidak bisa sembarangan dan harus disesuaikan dengan tingkat saturasi oksigen pasien.
"Sebenarnya hanya protokol di rumah sakit yang bisa menolong. Tapi ya gimana dengan kondisi sekarang ini?"
-Koko Harnoko-
“Pokoknya dipertahankan saturasinya di atas 93. Tapi masalahnya oksigen yang ditempel di hidung itu hanya lima liter maksimal. Kalau sudah pakai itu saturasi tetap turun dia harus oksigen tinggi, pakai masker sungkup, itu bisa kapasitas 15 liter,” ujar Koko.
“Nah, persoalannya, di rumah itu tentu enggak sanggup menyediakan itu. Pasti sangat boros. Dalam beberapa jam saja pasti sudah habis. Makanya sebenarnya hanya protokol di rumah sakit yang bisa menolong. Tapi ya gimana dengan kondisi sekarang ini?” lanjut dia.
Pada titik ini, baik pasien maupun orang yang berada di sekitarnya wajib memantau perkembangan kondisi secara cermat.
Selain sesak napas, salah satu gejala yang menunjukkan perburukan kondisi pasien isolasi mandiri adalah penurunan kesadaran.
Dalam kasus ini, tidak ada jalan lain selain membawa pasien ke rumah sakit untuk segera diambil tindakan.
Baca juga: 23 Pasien Covid-19 di Jakarta Timur Meninggal Dunia Saat Isolasi Mandiri di Rumah
Koko menambahkan, sejumlah faktor dapat menjadi penyebab pasien isolasi mandiri mengalami perburukan kondisi. Salah satu faktor utamanya adalah komorbid alias penyakit penyerta.
“Jelas ini risiko besar. Ada diabetes, hipertensi, gangguan jantung, gangguan ginjal, obesitas. Kemudian usia di atas 60, ini juga faktor yang memperberat terjadinya perburukan situasi,” ujar Koko.
Atas kondisi krisis seperti sekarang, Koko pun menyarankan agar setiap orang, khususnya yang memiliki komorbid, menaati aturan pembatasan yang ada dan secara ketat menerapkan protokol kesehatan agar tidak terpapar Covid-19.
Cara meningkatkan saturasi oksigen
Pasien yang terinfeksi Covid-19 memiliki risiko tinggi mengalami penurunan saturasi oksigen. Dampak fatalnya, bisa berakhir dengan kematian.
Untuk mengurangi risiko kematian akibat hal ini, biasanya pasien mencari bantuan dengan penggunaan tabung oksigen. Tetapi, keberadaan tabung oksigen langka di tengah kondisi melonjaknya kasus dan hampir kolapsnya layanan kesehatan.
Oleh karena itu, ahli menyarankan untuk belajar melakukan posisi prone atau proning agar dapat membantu meningkatkan kembali saturasi oksigen di dalam tubuh.
Proning adalah teknik yang terbukti secara medis dapat membantu menambah jumlah oksigen.
Nilai normal saturasi oksigen menunjukkan berapa baik fungsi paru, jantung, dan sistem peredaran darah.
Kadar oksigen normal adalah berkisar 95 sampai 100 persen. Ini artinya hampir semua sel darah merah mengangkut oksigen dan tidak ada hambatan dalam sistem peredaran darah.
Baca juga: 6 Cara Meningkatkan Kadar Oksigen Dalam Darah Secara Alami
Pada beberapa orang dengan penyakit paru kronis biasanya memiliki kadar yang lebih rendah, yaitu sekitar 90 sampai 94 persen. Contoh penyakit paru kronis adalah asma dan emfisema.
Adapun nilai saturasi di bawah itu, yakni 94 ke bawah dikategorikan hipoksia atau kekurangan oksigen. Jika mengalami hipoksia, maka Anda harus segera mendapatkan bantuan oksigen untuk agar tubuh masih bisa berfungsi dengan baik.
Berikut beberapa posisi prone atau proning yang benar dan bisa dilakukan pasien yang sedang isolasi di rumah. Lakukanlah sembari mengecek saturasi oksigen:
Tidurlah dengan posisi terungkap. Siapkan tiga buah bantal untuk diletakkan di beberapa posisi berikut ini:
Bantal pertama diletakkan di bawah tulang leher.
Bantal kedua diletakkan di bawah area panggul. Usahakan perut harus cukup bebas untuk membiarkan satu tangan lewat dari bawah.
Bantal ketiga diletakkan di bawah kaki.
Lakukanlah prone positioning ini selama 30 menit.
Posisi kedua adalah berbaring dengan posisi menyamping ke arah kanan, dan siapkan tiga buah bantal.
Bantal pertama diletakkan di bawah kepala.
Bantal kedua diletakkan di bawah pinggang.
Bantal ketiga diletakkan di antara kaki.
Lakukanlah posisi ini selama 30 menit. Jika tidak bisa berbaring dengan posisi menyamping ke kanan, maka Anda bisa berbaring dengan posisi menyamping ke kiri dengan posisi bantal serupa.
Posisi proning yang ketiga adalah rebahkanlah badan Anda dalam posisi setengah duduk, dengan menaruh tiga atau lebih bantal yang bisa dijadikan sandaran dari punggung hingga posisi duduk agak miring.
Satu bantal bisa diletakkan di belakang punggung bawah, satu lagi di belakang punggung atas Anda, dan satu lagi bisa diletakkan di bawah lutut.
Dokter spesialis paru dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Erlina Burhan menjelaskan, isolasi mandiri tiap kategori pasien berbeda-beda.
- Pasien tanpa gejala
Pasien tanpa gejala hanya perlu mengisolasi diri di rumah selama 10 hari sejak dinyatakan positif oleh tes PCR/antigen. Jika selama 10 hari masa isolasi pasien yang bersangkutan masih tak memiliki gejala, maka dinyatakan sembuh dan tak perlu lagi tes lanjutan.
- Gejala ringan
Pasien gejala ringan perlu melakukan isolasi mandiri 10 hari setelah muncul gejala. Bila gejala gejala muncul lebih dari 10 hari, isolasi mandiri perlu dilanjutkan. Setelah gejala hilang seluruhnya, pasien tetap diminta isolasi mandiri selama tiga hari setelahnya.
- Kontak erat
Durasi isolasi mandiri untuk orang yang kontak erat adalah 14 hari terhitung sejak terjadi kontak erat dengan pasien positif Covid-19. Durasi 14 hari ini merupakan masa inkubasi virus. Sepanjang waktu itu, orang yang melakukan kontak erat baru bisa mengetahui apakah dia akan sakit atau tidak.
Baca juga: Kapan Isolasi Mandiri Pasien Positif Covid-19 Dianggap Selesai?
Erlina menambahkan, berdasarkan pedoman terbaru dari Kemenkes, tiga kategori pasien ini tidak perlu melakukan tes ulang ketika serangkaian isolasi mandiri berakhir.
Hal terpenting, pasien sudah tidak lagi mengalami gejala dan menjalani isolasi mandiri sesuai dengan durasi waktu yang ditetapkan.
Mengapa demikian? Sebab, bagi pasien yang sudah tidak bergejala dan selesai menjalani isolasi mandiri sesuai waktu yang ditetapkan, fragmen virus yang telah mati masih bisa terdeteksi oleh PCR atau antigen.
Padahal virus sudah tidak lagi berbahaya dan menular ke orang lain.
"Jadi, sebaiknya jangan lagi PCR. Yang penting masa isolasinya dijalani. Kalaupun kepo dan tetap mau PCR ulang dan ternyata masih positif, tak perlu lagi isolasi mandiri kalau memang tidak ada gejala," ucap Erlina.
Baca juga: Haruskah Tes PCR Setelah Isolasi Mandiri? Ini Jawaban Ahli
Selain mubazir, tes ulang setelah gejala hilang dan isolasi mandiri selesai juga dapat memunculkan kondisi psikologis yang tidak mengenakan bagi si pasien.
Kemungkinan besar, hasil PCR atau antigen akan tetap menunjukan hasil positif dengan CT value >30. Hasil inilah yang seringkali membuat pasien stres padahal virus sudah tidak menginfeksi.
- Soal CT value
Satu hal lagi yang patut diketahui oleh pasien, yakni soal CT value yang turut dicantumkan setiap tes PCR.
CT value adalah singkatan dari cycle treshold value. Secara sederhana, CT value adalah indikator yang menunjukkan perkiraan jumlah materi genetik (RNA) virus pada sebuah sampel.
Sampel yang dimaksud adalah air liur yang didapatkan dari rongga saluran pernapasan, baik hidung maupun mulut.
Perhatikan penjelasan tentang CT value pada infografik berikut ini:
Sejumlah informasi salah kaprah tentang CT value dapat anda klarifikasi dengan klik link ini.
"Meditasi dan bersyukur adalah dua aktivitas yang paling besar memperbaiki tingkat stres, immune system dan fungsi otak."