Muwardi (49) kelelahan. Jarum jam telah menunjukkan pukul 15.00 WIB, namun ia belum jeda istirahat.
Setiap kali ia merampungkan satu pekerjaannya, ponselnya berdering. Seseorang di ujung telepon meminta Muwardi untuk kembali melakukan tugas selanjutnya.
Sadar tengah mengemban amanah bagi kemanusiaan, Muwardi cukup berucap bismillah. Ia tancap gas melibas seluruh tugas.
“Ini sudah (jenazah) ketiga yang saya angkut hari ini,” ujar Muwardi di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jombang, Ciputat, saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa 29 Juni 2021.
“Makanya saya percaya Covid-19 itu ada. Karena saya melihat sendiri kejadiannya.”
-Muwardi-
Muwardi adalah salah satu sopir mobil jenazah di bawah Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, Pertanahan Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Selama pandemi Covid-19 berlangsung di Tanah Air, bulan Juni 2021 ini merupakan yang terberat baginya.
Dari pagi hingga tengah malam, ia bisa menjemput jenazah dan mengantarkannya ke TPU di Tangsel tanpa henti.
“(Jumlah jenazah Covid-19) memang melonjak minggu-minggu ini. Sehari saya bisa empat sampai lima kali bolak-balik,” tutur Muwardi.
Bila diakumulasi dengan tugas sopir lain, jumlah jenazah yang mesti diantarkan ke liang lahat bisa mencapai 20 dalam sehari.
“Makanya saya percaya Covid-19 itu ada. Karena saya melihat sendiri kejadiannya,” ujar pria yang sudah tiga tahun menjadi sopir mobil jenazah itu.
Ketakutan pun menghantui. Ia tak bisa membayangkan apabila yang dijemput adalah jenazah anggota keluarganya sendiri.
Anda dapat membaca artikel ini secara runut atau memilih topik secara acak. Berikut ini pilihan menunya:
Gelombang Covid-19 ♦ PPKM Darurat ♦ Intervensi ruang rawat ♦ Penguatan 3T ♦ Percepatan vaksinasi ♦ Melanjutkan ikhtiar
Tanah Air memang sedang tidak baik-baik saja. Seperti yang pernah terjadi sebelumnya, gelombang kasus Covid-19 pascalibur Lebaran 2021, menerjang.
Namun tak ada yang menyangkal, situasi yang diakibatkan gelombang kedua Covid-19 ini lebih mengerikan.
Jangan tanya apa penyebabnya bila hanya berujung pada perdebatan, keterbelahan dan saling menyalahkan yang tak berkesudahan.
Catatan JEO Kompas.com, peningkatan kasus Covid-19 secara signifikan sudah dimulai sejak tanggal 16 Mei, 2021, empat hari setelah perayaan Idul Fitri 1442 Hijriah.
Kasus baru yang sebelumnya cenderung landai di 2.000-an kasus per hari naik menjadi 3.080 pada tanggal tersebut.
Laju penularan virus yang diklaim berasal dari Wuhan, China itu kembali meningkat pada hari-hari setelahnya. Bahkan, kini menjadi mimpi buruk bagi kita semua.
Selengkapnya, bisa dilihat pada grafik berikut ini:
Grafik ini menunjukkan tiga data. Pertama, garis merah menunjukkan penambahan kasus harian Covid-19.
Kedua, garis ungu menunjukkan penambahan kasus kematian akibat Covid-19 dan ketiga, garis hijau menunjukkan angka kesembuhan dari Covid-19.
Grafik ini dimulai dari tanggal 14 Mei hingga 30 Juni 2021 alias kurang dari dua bulan.
Untuk melihat data-data tersebut per hari, anda tinggal mengarahkan kursor ke titik pada garis.
Dapat dilihat, tren kenaikan kasus Covid-19 mulai terjadi pada tanggal 16 Mei 2021, yakni dengan penambahan 3.080 kasus baru.
Baca juga: Pelanggaran Mudik Lebaran yang Berujung Kenaikan Kasus Covid-19
Sekitar 25 hari setelahnya, penambahan kasus harian merangkak naik ke angka 7.000-an.
Peningkatan kasus mulai terasa cepat ketika memasuki tanggal 16 Juni 2021, yakni dengan 9.944 kasus baru per hari hingga berita ini ditayangkan.
Di sejumlah daerah, rumah sakit sudah tidak mampu lagi menampung pasien, baik yang sudah dipastikan terjangkit Covid-19 maupun datang dengan gejala mirip Covid-19.
Tanggal 23 Juni 2021, penambahan kasus baru sebanyak 15.308 memecahkan rekor sebelumnya, yakni 14.224 pada 16 Januaru 2021.
Hanya butuh waktu sehari, rekor yang sama sekali tidak bikin bangga itu kembali dipecahkan, yakni 20.574 kasus baru per hari.
Pemerintah berkomitmen meningkatkan tracing contact. Berarti asumsinya, jumlah kasus baru bakal semakin meningkat pula.Hari-hari mendatang, mimpi buruk pandemi Covid-19 belum tentu mereda. Sebab, pada 30 Juni 2021 saja rekor kembali pecah dengan 21.807 kasus baru per hari.
Angka kematian akibat Covid-19 juga menunjukkan keprihatinan. Jumlah kematian per hari mulai melonjak pada pertengahan Juni hingga akhir.
Dapat dilihat di grafik, selama empat hari dari tanggal 27-30 Juni, angka kematian mencapai 400-an per hari. Mengerikan.
Di sejumlah daerah, rumah sakit sudah tidak mampu lagi menampung pasien, baik yang sudah dipastikan terjangkit Covid-19 maupun yang datang dengan gejala mirip Covid-19.
Gelombang kasus Covid-19 ini pun membuat layanan fasilitas kesehatan menjadi tidak berdaya.
Baca juga: Mengenal 11 Varian Baru SARS-CoV-2
Di DKI Jakarta misalnya. Data per 30 Juni 2021 menunjukkan, sebanyak 93 persen dari total tempat tidur isolasi bagi pasien Covid-19 sudah terisi.
Sementara 87 persen tempat tidur di ruang ICU juga telah digunakan.
Mau tidak mau, tenaga medis memprioritaskan menangani pasien dengan gejala berat. Sementara, pasien yang bergejala ringan dan sedang diarahkan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing.
Di daerah lain sama memprihatinkannya. Di Tegal contohnya, terdapat lima fasilitas kesehatan untuk pasien Covid-19.
RSUD Kardinah sebagai rumah sakit lini pertama, RSUI Harapan Anda dan RS Mitra Keluarga sebagai lini kedua dan ketiga, serta Rusunawa Tegalsari dan GOR Tegal Selatan sebagai tempat isolasi.
Baca juga: Covid-19 Menggila, RS Rujukan di Jabodetabek Lumpuh
Di RSUD Kardinah, ICU isolasi berkapasitas 11 bed sudah terisi penuh.
Kemudian, ruang isolasi yang berjumlah 177 bed sudah terisi 153 pasien. Tinggal tersisa 24 bed, yakni 17 bed untuk dewasa dan 7 bed untuk bayi.
Sedangkan di RSI Harapan Anda dan Mitra Keluarga sudah terisi 100 persen, termasuk ruang isolasi.
Adapun, untuk tempat isolasi terpusat di Rusunawa Tegalsari BOR sudah mencapai 77,5 persen dan GOR Tegal Selatan sudah mencapai 7,27 persen.
Demi menghadapi gelombang kasus Covid-19 ini, untuk kedua kali setelah Januari 2021 pemerintah kembali ‘menarik rem darurat’ melalui sejumlah kebijakan pembatasan.
“Setelah mendapatkan masukan dari para menteri, ahli kesehatan dan kepala daerah, saya memutuskan memberlakukan PPKM Darurat sejak tanggal 3 Juli hingga 20 Juli 2021 di Jawa dan Bali,” ujar Presiden Joko Widodo dalam keterangan pers yang disiarkan, Kamis, 1 Juli 2021.
Presiden Jokowi menekankan, pemerintah akan mengerahkan seluruh sumber daya yang ada untuk mengintervensi perburukan situasi akibat masifnya penyebaran Covid-19.
Baca juga: Jokowi Yakin PPKM Darurat Bisa Pulihkan Pandemi Covid-19 dengan Cepat
Mulai dari TNI-Polri maupun aparatur sipil negara, dokter dan tenaga kesehatan, seluruhnya difokuskan untuk mengembalikan kondisi Negara dari keadaan krisis.
“Saya minta seluruh rakyat Indonesia tetap tenang dan waspada, mematuhi ketentuan yang ada, disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan dan mendukung kerja aparat pemerintah dan relawan,” pinta dia.
PPKM Darurat di Jawa-Bali diterapkan di 122 kota/kabupaten.
Berikut ini peta kota/kabupaten yang menerapkan PPKM Darurat berdasarkan hasil asesmen:
Mengapa hanya diterapkan di daerah-daerah itu?
Sebab, berdasarkan hasil asesmen yang mengacu pada ketentuan Badan Kesehatan Dunia (WHO), laju penularan virus dan mobilitas perekonomian masyarakat di daerah itu masuk kategori rawan.
Daerah yang rawan penyebaran Covid-19 ditandai dengan nilai asesmen 3 dan yang tertinggi ditandai dengan nilai 4.
Artinya, bila ke depan ada daerah yang berdasarkan asesmen masuk kategori rawan penularan virus, maka statusnya akan ditingkatkan sesuai dengan nilai yang ditetapkan.
Adapun, lingkup pengetatan meliputi seluruh aktivitas masyarakat. Mulai dari kegiatan esensial, maupun non esensial.
Bahkan termasuk kegiatan belajar mengajar, aktivitas menggunakan transportasi umum, kegiatan ibadah dan acara pernikahan.
Baca juga: Luhut: Jika Diperlukan, PPKM Darurat Akan DIlanjutkan Setelah 20 Juli
Berikut ini jenis aktivitas yang diperketat:
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dalam konferensi pers 1 Juli 2021 menegaskan, kebijakan PPKM Darurat ini akan dituangkan secara formal dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri.
Sementara itu, khusus untuk transportasi umum, Kementerian Perhubungan sedang menyiapkan Surat Edaran yang akan berisikan tentang pembatasan.
Luhut meminta kepala daerah dibantu TNI-Polri-Kejaksaan mendukung penuh pelaksanaan PPKM Darurat.
"TNI, Polri, dan pemerintah daerah agar melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemberlakuan pengetatan aktivitas masyarakat selama periode PPKM Darurat 3-20 Juli 2021," ujar Luhut.
"Bagi daerah kabupaten dan kota yang tidak termasuk dalam cakupan area PPKM Darurat, tetap memberlakukan Instruksi Menteri Dalam Negeri yang menetapkan PPKM Berbasis Mikro dan mengoptimalkan posko penanganan Covid-19 di tingkat desa dan kelurahan untuk pengendalian penyebaran Covid-19," lanjut dia.
Baca juga: Pemerintah Akan Atur Bansos Selama PPKM Darurat, Termasuk Tarif Listrik
Bila kepala daerah dianggap tidak mendukung PPKM Darurat, Luhut mengingatkan, ada sanksi menanti.
Sanksi itu termuat dalam Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Jenis sanksi yang dapat dikenakan, yakni sanksi administrasi, teguran tertulis, bahkan pemberhentian sementara oleh Menteri Dalam Negeri.
Anda dapat melihat payung hukum PPKM Darurat selengkapnya di sini:
Khusus di DKI Jakarta, pemerintah menempuh sejumlah langkah agar fasilitas kesehatan dapat menampung derasnya pasien yang datang.
Menteri Kesehatan Budi Gunasi Sadikin dalam konferensi pers tanggal 25 Juni 2021 memaparkan, langkah pertama yang ditempuh adalah mengonversi tiga rumah sakit milik pemerintah menjadi rumah sakit yang 100 persen menangani pasien Covid-19.
Tiga rumah sakit itu, yakni RSUP Fatmawati, RSPI Sulianti Saroso dan RSUP Persahabatan.
“Sehingga dengan demikian, ada ratusan tempat tidur baru lengkap dengan peralatan, lengkap dengan dokter-dokter berpengalaman, lengkap dengan perawat-perawat berpengalaman, untuk bisa melayani pasien di DKI,” ujar Budi.
Konversi rumah sakit khusus pasien Covid-19 di DKI Jakarta dapat dilihat di infografik berikut ini:
Kedua, pemerintah akan mengalihfungsikan ruang IGD seluruh rumah sakit sebagai ruang rawat pasien Covid-19.
Dengan demikian, pasien yang tidak tertampung di ruang isolasi maupun ICU dapat ditangani di sana.
Sementara itu untuk layanan IGD, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menyiapkan tenda darurat yang akan diserahkan ke sejumlah rumah sakit.
“Supaya yang ingin dicek, masuknya ke sana (tenda darurat IGD),” ujar Budi.
Langkah selanjutnya, pemerintah membuka layanan isolasi terpusat yang baru.
Baca juga: Ini Syarat yang Harus Disiapkan Pasien Covid-19 untuk Isolasi di Rusun Nagrak
Layanan ini dikhususkan untuk pasien Covid-19 yang mengalami gejala ringan, namun tidak memungkinkan melakukan isolasi mandiri di rumah.
Pembukaan layanan isolasi terpusat pertama adalah Wisma Atlet Kemayoran. Jumlah ruang isolasi yang sebelumnya 5.994 akan ditambah menjadi sekitar 7.000 ruang isolasi.
Kedua, yakni membuka 3.000-an ruang isolasi baru di Rusun Pasar Rumput dan 4.000-an ruang isolasi baru di Rusun Nagrak.
“Rencana kami dengan BNPB, Panglima TNI, Kapolri dan Pak Gubernur DKI Jakarta, memindahkan yang OTG (orang tanpa gejala) dan ringan ke Nagrak dan Pasar Rumput sehingga Wisma Atlet yang fasilitasnya memang sudah lebih lama bisa kami upgrade untuk menangani kondisi pasien gejala menengah,” papar Budi.
Menkes Budi menambahkan, pemerintah juga akan mempertebal 3T (testing, tracing dan treatment) demi menghadapi gelombang kasus Covid-19.
Untuk testing, pemerintah akan meningkatkan kapasitasnya dari yang semula 100.000 per hari menjadi 400.000 hingga 500.000.
Harapannya, testing dapat menjaring seseorang yang terjangkit Covid-19 agar tidak menularkan lagi ke orang-orang di sekitarnya.
Budi menyebut, peningkatan testing ini bukan tanpa panduan. Pihaknya merujuk pada panduan WHO.
“Daerah-daerah, klaster-klaster yang sudah tinggi positivity rate, (testing-nya) harus kita naikkan sampai 15 kali lipat atau 15 tes per 1.000 populasi per minggu,” ujar Budi.
Peningkatan testing ini di luar tes syarat perjalanan jarak jauh atau tes rutin yang biasanya diterapkan pada beberapa kelompok pekerja tertentu.
“Testing ini untuk epidemiolog, bukan untuk skrining. Jadi betul-betul kita kejar suspek dan kontak eratnya. Sekali lagi, bukan skrining untuk yang mau masuk ke mana atau jalan-jalan ke mana. Karena ini dibiayai negara,” lanjut dia.
Selengkapnya, simak infografik berikut ini:
Budi menambahkan, karena situasi sedang darurat, fasilitas kesehatan diprioritaskan untuk pasien Covid-19 yang memiliki gejala sedang dan berat.
Sementara pasien dengan gejala ringan diimbau untuk melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing atau datang ke tempat isolasi terpusat bila tempat tersebut masih tersedia.
“Jadi, rumah sakit hanya dipakai untuk orang-orang yang dalam kategori sedang ataupun berat,” ujar Budi.
Baca juga: Guru Besar Unpad: Jadikan Telemedice Peluang di Masa Pandemi Covid-19
Kemenkes sedang mempersiapkan layanan telemedicine yang dapat menjangkau pasien Covid-19 bergejala ringan dan isolasi mandiri di rumah.
Layanan itu berguna untuk memantau kondisi pasien sekaligus memberikan panduan tentang apa saja yang harus dilakukan pasien isolasi mandiri.
“Sehingga orang-orang yang terkena dan tidak bisa akses rumah sakit, dia tetap bisa dilayani oleh dokter dan mendapat obat. Nanti dokternya mengarahkan kapan yang bersangkutan bisa masuk rumah sakit,” ujar Budi.
Langkah terakhir yang dilakukan pemerintah demi menekan laju penularan Covid-19 adalah percepatan vaksinasi.
Berdasarkan skenario awal, vaksinasi akan dilakukan kepada 70 persen populasi masyarakat di Indonesia. Artinya, ada 181,5 juta jiwa yang akan disuntik vaksin.
Namun, belakangan target diubah lantaran anak-anak turut menjadi kelompok yang akan disuntikkan vaksin.
Sebab, anak-anak menjadi salah satu kelompok yang terjangkit Covid-19 paling banyak, akhir-akhir ini.
Sampai dengan tanggal 29 Juni 2021, dilaporkan, hampir 260 ribu kasus terkonfirmasi merupakan anak usia 0-18 tahun, di mana lebih dari 108 ribu kasus berada pada rentang usia 12-17 tahun.
Tercatat pula, lebih dari 600 anak usia 0-18 tahun meninggal dunia, 197 anak di antaranya berumur 12-17 tahun dengan angka case fatality rate sebesar 0,18%.
Simak aturan selengkapnya di sini:
Baca juga: Banyak Macamnya, Mana Vaksin Covid-19 yang Terbaik?
Menkes Budi mengapresiasi beberapa kali pelaksanaan vaksin menembus satu juta suntikan.
“Kita meraih 10 juta suntikan dalam delapan minggu. Kemudian, 10 juta berikutnya empat minggu. Sekarang dalam dua minggu kita sudah naik 10 juta suntikan,” papar Budi.
Dalam rangka percepatan vaksin, pemerintah pusat memberikan kewenangan bagi kepala daerah untuk mengalihkan alokasi kebutuhan vaksin dari kabupaten/kota yang kelebihan ke kabupaten/kota yang kekurangan.
Berdasarkan update 2 Juli 2021, jumlah orang yang disuntikkan vaksin dosis pertama, yakni berjumlah 30.891.821.
Sementara, jumlah orang yang telah disuntikkan vaksin dosis kedua mencapai 13.770.107.
'Pedal rem' telah diinjak. Sederet kebijakan pembatasan masyarakat telah diputuskan.
Pemerintah pun dituntut untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut secara serius dan konsisten.
Jangan ada lagi kata atau perangai yang membuat rakyat meragu, bertanya-tanya atau bahkan tak percaya.
Pakar sosiologi bencana Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Sulfikar Amir mengatakan, meskipun terbilang lamban diputuskan, namun serangkaian kebijakan ini patut diapresiasi.
"Lakukan sesuai apa yang tertulis. Bila tidak, akan bertambah buruk,"
-Pandu Riono-
Sebab, khusus kebijakan PPKM Darurat, dinilai lebih memiliki kekuatan dalam membatasi orang dibandingkan kebijakan terdahulu.
"Pembatasan saat ini jauh lebih ketat dan kita bisa lihat pemerintah mencoba mengambil sikap tegas," ujar Sulfikar kepada Kompas.com, Kamis 1 Juli 2021.
Kebijakan ini secara psikologis memberikan ketenangan. Tidak hanya bagi masyarakat, namun juga bagi tenaga medis yang berjibaku dengan pasien Covid-19.
Baca juga: PPKM Darurat, Begini Aturan Pakai Masker yang Dianjurkan
Kini, tinggal masyarakat melanjutkan ikhtiar yang mungkin selama ini masih dijaga sepenuh jiwa, atau mulai luntur dari kita. Protokol kesehatan.
Tak akan lelah untuk selalu mengingatkan masyarakat untuk memakai masker, menjauhi kerumunan dan menjaga jarak, serta hidup bersih dengan rajin mencuci tangan.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono mengingatkan, situasi bakal bertambah buruk bila masyarakat tidak secara sadar membatasi diri dalam beraktivitas.
"Lakukan sesuai apa yang tertulis. Bila tidak, akan bertambah buruk," ujar Pandu kepada Kompas.com di waktu yang sama.
Ikhtiar melawan pandemi Covid-19 sampai di gerbang kritis.
Lawan bukan hanya virus yang merebak, melainkan individu-individu yang tersesat pada ketidakpercayaan maupun yang runtuh pada kemalasan. Belum lagi yang lebih senang berenang di kolam kelahi dibanding keluar mencari solusi.
Sementara itu, orang-orang di sekitar kita satu per satu bertumbangan.
Badai memang pasti berlalu, namun pikirkan pula apa dan siapa yang tersisa setelahnya. Jangan-jangan kita bukan salah satunya.
Maka, jangan patah. Mari kita lanjutkan ikhtiar ini...