WAWANCARA KHUSUS
Wawancara khusus Kompas.com dengan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, seputar tantangan pertumbuhan ekonomi 7 persen bagi Jawa Tengah pada 2023.
MENJADI juara pertama provinsi se-Indonesia untuk perencanaan pembangunan terbaik, Jawa Tengah lalu dapat tantangan menumbuhkan ekonominya sampai 7 persen pada 2023.
Penghargaan tersebut datang dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada medio 2019.
Penyerahan penghargaan dilakukan di Jakarta pada Kamis (9/5/2019), di tengah hajatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) untuk penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2020.
Menarik adalah ketika penghargaan lalu berbuntut tantangan pertumbuhan ekonomi 7 persen, yang konon langsung dilontarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Target pertumbuhan ekonomi 7 persen sejatinya sama persis dengan yang dituju pemerintah sejak periode pertama masa jabatan Presiden Joko Widodo.
Menurut Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah yang kini menjalani periode kedua jabatannya, tantangan datang ya selepas penghargaan itu.
"Saat Jateng mendapat penghargaan juara satu pembangunan, Bu Sri Mulyani nyolek saya, 'Pak Gub, ndak cukup dong pertumbuhan sekian. Janganlah. 7 persen, bisa tidak?'," tutur Ganjar, seperti dikutip Antara, Selasa (11/6/2019).
Setidaknya dalam kurun lima tahun terakhir, ekonomi Jawa Tengah memang melaju lebih kencang dibandingkan capaian nasional.
Namun, melompat lebih tinggi lagi tentu juga bukan persoalan gampang apalagi menyangkut pertumbuhan ekonomi yang mencakup banyak aspek.
Kompas.com mendapat kesempatan berbincang dengan Ganjar Pranowo di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (14/2/2020), mengupas tantangan target pertumbuhan ini.
Di sela aktivitas padat dan berkejaran waktu, perbincangan berlangsung di tengah laju kendaraan dari kawasan Tembalang menuju Bandara Ahmad Yani.
Beberapa poin perbincangan dapat disimak melalui video di bawah ini, dengan penjelasan rinci termuat dalam uraian dalam format tanya jawab sesudah tayangan video.
Ada banyak nilai lebih dari Jawa Tengah. Pertama, kita lihat kondusivitas wilayah. Kita lihat harga tanah, pasti, kalau investasi. Kemudian SDM yang kita siap. Nah, yang begini-begini jadi insentif.
Termasuk, tentu tidak lepas dari insentif yang ada di pusat. Tax holiday, tax allowance, termasuk deductible tax (bagi) yang bisa membiayai riset-riset. Jadi sebenarnya harus kolaboratif.
Tentu, tantangannya berat dengan kondisi eksternal yang seperti ini. (Misal), baru juga kita berbenah, (ada kasus wabah virus) corona.
Gitu kan? Jadi semua tidak ceteris paribus (hal-hal dengan faktor tetap, red). Artinya, semua dinamis dan kita dirangsang untuk berpikir kreatif dan melihat potensi yang ada itu dikerjakan secara serius.
Ada kewilayahan. Cluster juga ada. Karena selama ini yang existing itu tekstil, produk tekstil, furnitur, alas kaki. Saya kira itu yang hari ini ada. (Juga industri) makan minum.
Sekarang kita mesti dorong pada industri yang lain. Pariwisata. Industri kreatif.
Tadi pagi (Jumat, 14 Februari 2020), bu Sri Mulyani juga kasih briefing dan ditunjukkan data-data yang menurut saya sangat menarik. Ada kelebihan, ada kekurangan.
Dari potensinya, ternyata kita memang bagus banget tetapi kayaknya ada beberapa sektor yang mesti dibenahi.
Contohnya, pertanian. Karena pertanian tak berkontribusi banyak. Mbok ini didorong.
Kemudian, industri kreatif. Sama, itu juga kurang. Yang begini-begini ini diminta untuk mendapatkan perhatian sampai pada bagaimana membiayai.
Saya sih sudah bersepakat dan itu inline dengan yang kita lakukan. Satu, cara pembiayaannya tidak perlu depend on APBD. Tidak cukup.
Maka, mesti model-model KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha, red) atau investor (baik) PMA (maupun) PMDN.
Kemudian, mungkin dengan dana penggunaan fasilitas pemerintah. Mungkin keluarkan bond daerah.
Itu sebenarnya kreasi-kreasi yang hari ini mesti didorong. Tadi (juga ada pembicaraan) menarik (dengan Sri Mulyani).
"Kenapa, Pak Ganjar, obligasinya belum turun?" (Saya jawab), "Masih di DPR (DPRD Jateng, red)."
(Kata bu Sri Mulyani), "DPR-nya mesti tahu soal ini, mesti mengerti. Begini, cara berpikirnya mesti diubah. Kalau kita bisa mengeluarkan bond, itu artinya kondisi keuangan pemerintah itu bagus. Itu mesti ditunjukkan."
Ini masukan yang menurut saya bagus. Ada wilayah, ada juga beberapa sektor.
Di Musrenbang kami, sudah kami buka kemarin. Nanti kami akan keliling ke 6 eks karesidenan. Dan besok pendekatannya kami ubah sehingga menyelesaikan persoalan-persoalan yang sifatnya kawasan.
Tadi ada lagi yang menarik. Konsumsi kita rendah ternyata. Jadi, orang kaya Jawa Tengah itu buang duitnya tidak di Jawa Tengah, malah keluar.
Kemudian, orang di Jawa Tengah dari struktur demografinya ternyata lebih banyak orang tua yang ke sini.
Kayaknya gini modusnya, orang muda pergi. Bisa jadi itu (karena UMR relatif lebih rendah dibandingkan wilayah lain). Bisa jadi penyiapan lapangan kerjanya kurang, bisa jadi daerah lain lebih menarik karena bayarannya lebih tinggi.
Maka, tadi diberikan tantangannya untuk kami menemukan anak-anak muda, industri kreatif, apakah mungkin dibuka semacam Silicon Valley yang bisa membuka ruang anak muda berkreasi.
Ini yang coba kami lakukan. Kami buat coworking space. Hetero Space, kami sebut namanya.
(Di situ) kemudian mereka berdiskusi, saling share yang jadi pengalaman dan persoalan sehingga bisa diselesaikan. Menumbuhkan ide-ide baru saja.
Namun, naga-naganya, pariwisatalah yang jadi pilihan.
Industri besar sudah (melirik dan datang ke Jawa Tengah).
Kalau lihat kawasan industri saja, kita mau tambah satu lagi di pantura. Dari (sebelumnya hanya di) pantura timur, sekarang mau kita tambah di pantura barat.
Industri baja ada yang mau masuk ke sini. Belum lagi yang relokasi-relokasi yang sudah berjalan.
Ada (relokasi) dari Jawa Barat, Banten. (Lalu dari) Jawa Timur ada dua, termasuk calon investor baru dari luar negeri (pakai skema) PMA.
Lokasinya masih memilih ke utara. Karena selatan itu mesti hati-hati.
Saya tidak tahu dalam sejarahnya, tapi kemarin ngomong ke BNBP ada potensi-potensi kegempaan. Itu mesti hati-hati.
Maka, selatan itu harus dipilih betul. Dan kita ketika merancang itu harus betul-betul.
Pak Presiden juga mengarahkan untuk coba itu pertimbangkan faktor kebencanaannya, daya dukung lingkungannya. Itu penting, kendali tata ruang.
Besok Lebaran, (Bandara Purbalingga) sudah dipakai mendarat (pesawat). Lebaran ini. Lebih cepat dari yang saya pikirkan.
(Bandara Purbalingga) akan mengembangkan kawasan Jawa Tengah bagian barat selatan.
Purbalingga, lokasinya. Tapi Banyumas, dugaan saya, akan menerima manfaat yang pertama karena dia relatif sudah bercirikan kota dan (sektor) jasanya juga hidup.
Sehingga, dengan jarak yang sangat dekat dengan Purbalingga, kemungkinan Purwokerrto akan mendapatkan (manfaat sejak awal).
Namun, Banjarnegara, Wonosobo sampai ke Dieng, juga akan mendapatkan (keuntungan, yaitu berupa) kemudahan orang untuk bisa berwisata.
Nah, tinggal sekarang kita mencari dan mengembangkan di sana, agar (industri) MICE (meeting, incentives, convention, exhibitons)-nya bisa jalan, amenitasnya juga bisa berjalan, sehingga bisa menarik (wisatawan), setidaknya bisa kita dorong mereka untuk lenght of stay-nya menjadi lebih lama, untuk bisa belanja.
Sama sebenarnya. Infrastruktur belum tuntas. Tapi kita banyak dibantu oleh pusat.
Jawa tengah dilewati (proyek-proyek nasional). Akses-akses yang lebih gampang ini, kiri kanannya pasti akan tumbuh.
Nah, logistic management-nya gampang, logistic tranportation-nya gampang, ini tentu akan mendorong investor untuk masuk.
Tapi apa yang kemudian kita laksanakan sebagai prioritas, inline dengan pusat, (yaitu terkait) SDM.
Maka, saya tambahkan Rp 1 triliun, kurang lebih, anggaran untuk membangun SDM kita, khususnya sekolah. Tahun ini. Agar (masyarakat) lebih punya akses (ke pendidikan).
SMA atau SMK, SPP-nya tidak usah bayar. Sehingga mereka lebih punya akses yang lebih banyak.
Tahun ini sudah mulai. Ini Januari, otomatis (berlaku). Tidak menunggu tahun ajaran baru. Yang sudah terlanjur bayar sampai Juni, dibalikin (uangnya).
Enggak bisa. Itu mereka punya hak untuk mencari (penghidupan yang lebih baik).
Dan itu tadi, ada disparitas cukup tinggi dari sisi upah dan kenyamanan-kenyamanan (antara Jawa Tengah dan daerah lain).
Tapi, paralel dengan itu, satu-satunya cara (untuk membuat SDM berminat berkarya di Jawa Tengah) ya harus berikan ruang pekerjaan lebih banyak, yang itu ya (butuh masuknya) investasi.
(Lalu), industri kreatif dan sebagainya, didorong. Anak-anak sekarang kan begitu ya. Yang bergerak di bidang jasa, industri kreatif ini, tidak mau kerja di kantor.
Kerja dengan teknologi informasi, pengin project-nya di Sumatera tapi kerjanya di Bali. Bisa kirim-kirim.
Ini yang sekarang mau kita angkat agar mereka tidak pergi. Dia pun bisa bekerja dari tempatnya di Jawa Tengah. Saran yang bagus juga.
Pasti (banyak dampak positifnya). Jangka panjang, semua berharap birokrasi baik, bersih. Semua. Enggak ada yang enggak. Itu is a must. Tren birokrasi ke depan itu bersih dan melayani.
Sekarang dengan kami dorong, ini belum tuntas, nanti model (kendaraan) over dimension over load (ODOL) itu mesti dibereskan. Sekarang yang beresi perhubungan, kita tinggal support.
Kalau semua tertib, kecelakaan akan kurang, jalan akan terpelihara lebih baik, arus lancar, lebih awet. Kelancaran-kelancaran ini yang didorong. Ini (baru bahas) jalan ya.
Belum masuk nanti double track kereta. Belum nanti jalur laut. Belum nanti yang udara.
Sekarang masing-masing kami dorong (pembenahannya). Sementara ini memang yang di pantura.
Di jalur Jawa, rata-rata masih milih jalan darat. Kalau kemudian nanti terbenahi dengan baik, ekonomi akan lebih baik. Orang akan nyaman, tidak ditakuti-takuti, lancar. Semua bisa disclosure, harus bayar berapa, kelebihan berapa, tidak dicari-cari.
Darat saja tidak cukup. Kemarin saya minta, belum berhasil tapi, yang berat-berat itu diangkut melalui kereta atau kapal.
Sehingga, (barang yang diangkut) yang melalui kereta perlu dry port (pelabuhan barang yang lokasinya di daratan dan jauh dari laut, berfungsi laiknya pelabuhan kapal, red).
Kami siap sebenarnya untuk membangun. Sehingga daerah-daerah di kawasan industri itu jalurnya melalui pelabuhan mana, kereta api mana railway-nya.
Kita bongkar (barang) di situ (dry port), sehingga jaraknya lebih dekat dan tidak mengganggu transportasi orang atau barang ringan. Sehingga (transportasi darat) tidak terlalu macet. Macet itu boros dari sisi BBM juga, kan.
Kami usulkan ke Kemenhub. Tapi ini juga perlu kita bicarakan dengan industrinya. Jangan juga mereka terus njeglek, kaget, harus ada persiapan, sosialisasi.
Sama, semua (kepala daerah) ada kegelisahan (soal arus logistik ini). Kalau itu diambil pusat, itu sebenarnya lebih baik kalau pusat perintahkan.
Ternyata banyak (perusahaan) yang lebih memilih (mengirim barang) lewat Jawa Tengah, pelabuhannya. Karena (pelabuhan di sini) tidak terlalu padat dan tidak terlalu mahal.
Itu menarik. Jadi Jateng punya potensi. Cuma, kapasitas existing di (Pelabuhan) Tanjung Emas itu kecil. Kalau mau digedein, land subsidence (laju penurunan permukaan tanah di daratan, sehingga banyak endapan di perairannya, red) tinggi.
Kemarin kami tawarkan pelabuhan baru yang cukup gede, yang kami minta di Kendal. Sudah rapat berkali-kali dengan Presiden, apakah mau ditangani swasta atau BUMN.
Kemungkinan malah BUMN. Waktu Pelindo III mengundang saya ke Surabaya, iya berubah lagi (rencana siapa yang bangun pelabuhan ini).
Dulu sih pak Menhub bicara, (ketika) dikasih pilihan sama Presiden, (dia pilih) swasta saja.
Tapi karena kemarin Pelindo-nya menghubungi saya, katanya juga siap, saya bilang sih terserah deh (siapa yang bangun), yang penting ada aja deh.
Kami ikut siapa yang mengerjakan.
(Masih) menunggu master plan dari Kementerian (Perhubungan). Kita mesti sesuaikan budget.
So far enggak. Karena existing ada (pelabuhan) di sana tapi kecil banget.
Yang langsung dirasakan sebenarnya yang dari calon investor. Setelah ada calon fasilitas tax, dia pasti minta lahan. Lahan kita petakan. Tata ruang sekarang sedang dalam usulan-usulan perbaikan.
Kabupaten kota, bagus-bagus. Bupati, wali kota, (mereka) pinter-pinter. Mereka sekarang mulai menawarkan, offering area-area dan list-nya.
Sekarang saya punya buku untuk investasi. Kamu mau investasi apa? Di mana? Ini (datanya). Bisa diakses di DPMPTSP.
(Ini) layanan yang mudah, murah, cepat. Debirokratisasi, deregulasi. Dalam konteks nasionalnya orang bicara omnibus law, itu kan sebenarnya debirokratisasi (dan) deregulasi. Esensinya di situ. Kita mengawasi.
Tinggal mendorong kawan-kawan di kabupaten kota lebih cepat, karena izin sebagian besar masih di sana, (seperti) IMB. Kemudian mereka punya ketentuan perda tata ruang masing-masing.
Saya bahagia kawan-kawan di level kabupaten kota sudah membuat aturan-aturan baru tentang mal pelayanan publik, one stop service betul. Menurut saya, keren itu. Kita dorong itu lebih cepat.
Itu yang paling penting.
Kementerian-kementerian itu bantu kok. (Juga) BUMN, BI, OJK. Kementerian semua bantu. Karena mereka merasa ini hanya butuh commitment leader. Maka, saya berkomitmen (dan) mereka bantu semua.
(Pernah ditelepon Menkeu). Pak Gub, Sri Mulyani nih. Kalau ada kabupaten kota yang sudah dalam perencanaan bareng (tetapi kemudian) dia menghambat, telepon saya saja biar bantuannya tidak usah saya kirim.
Jadi disinsentif bagi mereka kalau tidak mau.
Tidak. Kita ngerti, mereka ini enggak mau karena apa.
(Pertumbuhan ekonomi) 5 persen enggak berat (buat Jawa Tengah) karena kami sudah lebih dari itu.
Triwulan III (2019), (pertumbuhan ekonomi) kami sudah lebih dari itu, ada 5,6 persen. Tapi lalu ada (dinamika faktor) eksternal.
(Target pertumbuhan ekonomi) 7 persen jadi tidak ringan ketika kita melihat posisi ada macam-macam faktor penghambat itu.
Ya.