JEO - Insight

Selasa, 25 Februari 2020 | 23:27 WIB

IKUT
TANTANGAN MENABUNG
DI MEDSOS
DEMI PUNYA RUMAH,
KENAPA TIDAK?

Ada banyak jalan untuk punya rumah. Ikut tantangan menabung di media sosial (medsos) pun bisa jadi salah satunya Kok bisa?

AWAL 2020, Instragram diramaikan antara lain dengan tantangan menabung. Unggahan di media sosial itu mensyaratkan pemasangan tanda pagar (tagar) tantangan tersebut.

Tagar yang muncul antara lain #SavingChallenge dan #52weekssavingschallenge.

Dua tagar itu saja jika dijumlahkan sudah terkumpul 20.000 unggahan. Namun, apa sebenarnya esensi adu tabungan ini?

Sejak 2014

Saving challenge alias adu menabung sebenarnya sudah menguar sejak 2014. Intinya, orang diajak menabung sebagai resolusi tahun baru. Sasaran utamanya, anak muda.

Tantang-menantang ini memunculkan banyak strategi. Yang terpenting, orang yang mengunggah keterangan foto (caption) dengan tagar tadi dianggap bersedia dan siap menghadapi tantangan tersebut.

Durasi tantangan adalah 52 pekan alias setahun. Setiap pekan, orang-orang yang sudah menyanggungi ikut tantangan ini harus menabung dengan nominal tertentu. Nilai tabungannya juga harus bertambah dalam tiap pekan atau bulan berikutnya. 

Namun, tidak itu saja. Cara bermainnya lumayan unik, bila merujuk penjelasan salah satu akun yang ikut tantangan ini.

Pilihan metodenya ada tiga.

Peserta dibolehkan mengunggah gambar dengan tagar #SavingChallenge dan #52weekssavingschallenge sebagai syarat ikut tantangan.

Lalu, mereka harus memilih metode apa yang akan dijalankan selama menjalani tantangan menabung. Pilihan metodenya ada tiga.

Metode pertama, menabung mulai Rp 10.000. Tiap pekan berikutnya nominal ditambah lagi Rp 10.000. Singkatnya, menabung mulai Rp 10.000 dengan kenaikan Rp 10.000 per pekan.

Kedua, memulai tabungan dengan nilai awal Rp 50.000. Pada tiap pekan bulan pertama, setoran tetap Rp 50.000.

Di bulan berikutnya, setoran per pekan ditambah Rp 10.000, demikian pula pada bulan-bulan berikutnya. Ringkasnya, menabung mulai Rp 50.000 dengan kenaikan Rp 10.000 per pekan pada bulan berikutnya.

Ketiga, tabungan pertama per pekan Rp 10.000. Di awal bulan berikutnya, nilai tabungan per pekan ditambah Rp 10.000. Demikian pula pada bulan-bulan berikutnya. 

Baca juga: Rahasia dan Tips Punya Rumah di Usia Muda...

Selain menjabarkan metode yang bisa dipilih untuk menjalankan tantangan ini, akun tersebut memberikan pula perbandingan jumlah akumulasi tabungan pada akhir pekan ke-52.

Bila peserta tantangan memilih metode pertama, total nilai tabungan pada akhir tantangan adalah Rp 13.780.000. Metode kedua mendapatkan nilai akhir Rp 5.430.000, sementara metode ketiga akan menghasilkan akumulasi Rp 3.350.000.

Melatih komitmen

Sekilas, tantangan ini tak beda dengan beragam tantangan lain yang sering bertebaran melalui media sosial. Namun, inisiator tantangan ini mengimbau para peserta untuk memilih metode yang memang benar-benar dapat dijalani secara realistis dan tidak memberatkan. 

Harapannya, komitmen menabung bisa dijalankan sampai akhir periode tantangan. Buat menjaga semangat, tiap peserta akan mendapatkan pesan pengingat (reminder) melalui surat elektronik (e-mail), tiap Senin per pekan.

Ilustrasi komitmen menabung
SHUTTERSTOCK/WILLIAM POTTER
Ilustrasi komitmen menabung

Tantangan ini menjadi menarik karena pesertanya ternyata melimpah dengan penyelenggara yang tak hanya satu. Ini menjadi tren positif pula bila menilik angka literasi keuangan masyarakat Indonesia yang masih butuh banyak dorongan. 

Riset Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 38,03 persen pada 2019. Itu artinya, dari 100 orang Indonesia hanya ada 38 di antaranya yang melek keuangan.

Padahal, literasi keuangan yang tak memadai dapat menghadapkan seseorang pada banyak risiko finansial. Perencanaan keuangan yang buruk sampai tergiur investasi bodong adalah sejumput risiko itu.

Jangankan investasi yang benar-benar tepat, urusan menabung pun ternyata orang Indonesia belum seluruhnya mumpuni. Merujuk data OJK per 2019, inklusi keuangan orang Indonesia masih di kisaran 60 persen, alias baru 60 dari 100 orang Indonesia yang tercatat punya akun rekening perbankan. 

Tak ada batasan penempatan

Soal penempatan dan nantinya penggunaan hasil akhir tabungan, tantangan ini tak membatasi para peserta. Bebas saja. Terlebih lagi, pada dasarnya uang tabungan ini adalah tanggung jawab tiap peserta sendiri.

Salah satu penyelenggara tantangan menegaskan, uang tabungan boleh ditempatkan di mana saja, mulai dari celengan sampai rekening bank. Bahkan, tabungan tiap pekan itu sah saja ditempatkan di reksa dana atau instrumen keuangan lain.

Tiap peserta lagi-lagi diimbau menakar risiko dari pilihan penempatan tabungan tiap pekan itu.

Namun, tiap peserta lagi-lagi diimbau menakar risiko dari pilihan penempatan tabungan tiap pekan itu. Kalau di celengan bisa dibobol kapan saja karena ada di depan mata, sementara rekening tabungan pun tak menjamin peserta tertib "mengabaikannya". 

Vya, salah satu peserta tantangan yang memilih menempatkan tabungan tiap pekan di rekening bank. Selain rawan dibobol, celengan di rumah pun menurut dia rawan menggoda komitmen.

“Karena (simpanan di celengan) paling gampang diambil, takutnya (kalau disimpan di rumah) malah tergoda untuk jajan,” ujar dia saat ditanyai Kompas.com, Senin (24/2/20202).

Penempatan di reksa dana pun bagi Vya bukan pilihan. Alasannya sederhana saja, dia belum terlalu paham cara kerja instrumen investasi ini. 

Memilih menabung di bank pun, Vya punya tambahan strategi. Dia sengaja memakai rekening yang jarang dia gunakan.

Vya pun mengaku sengaja mengikuti tantangan menabung demi cita-cita punya rumah. Rekening khusus ini termasuk persiapannya untuk mewujudkan cita-cita itu. 

Ilustrasi rumah dan kumpulan uang.
SHUTTERSTOCK/CHIRAPHAN
Ilustrasi rumah dan kumpulan uang.

Lagi pula, sekarang perbankan pun makin memahami nasabah yang berniat menabung untuk tujuan punya rumah. Sejumlah produk bank kini sengaja diperuntukkan sebagai bagian dari program nasabah memiliki rumah.

Bank Tabungan Negara (BTN) adalah salah satu perbankan yang punya produk khusus semacam itu, bernama Tabungan BTN Perumahan. Sasarannya ya mereka yang ingin memiliki hunian pertama seperti Vya.

Memakai produk tabungan itu, nasabah dibebaskan dari biaya administrasi bulanan. Mereka mendapatkan pula hak istimewa untuk kredit pemilikan rumah (KPR).

Mengikuti tantangan seperti ini, motivasi menabung bisa bertambah.

Nantinya, saat nasabah telah mendapatkan rumah incaran dan KPR-nya disetujui, rekening ini juga yang akan dipakai untuk pembayaran bulanannya.

“Saya punya beberapa rekening bank. Ada yang dipakai untuk operasional harian. Nah, yang ini memang sengaja dipakai untuk menabung karena ada tujuannya, ya kali ini tujuannya punya rumah,”ujar Vya yang mengaku tahun ini adalah kali kedua mengikuti tantangan menabung.

Vya mengaku, dia adalah orang yang selalu menetapkan target dan alasan dalam setiap keputusan tindakan, termasuk menabung. Dia merasa kudu tahu kemajuan dan kebutuhan sebenarnya dari tiap rencana yang hendak dia wujudkan. 

“Seperti yang saya lakukan ini adalah menabung untuk uang muka (DP) rumah,” kata Vya.

Menurut Vya, dua temannya juga ikut tantangan yang sama. Masing-masing, tutur dia, punya tujuan. Satu orang bertujuan menabung untuk uang masuk sekolah si buah hati, sementara satu lagi temannya juga berencana mengumpulkan dana untuk uang muka pembelian rumah.

Mengikuti tantangan seperti ini, imbuh Vya, motivasi menabung bisa bertambah. Godaan menggunakan uang sekadar demi gaya hidup pun bisa ditepis lebih kuat.

“Kalau enggak, (uang) habis untuk jalan-jalan atau untuk beli barang yang diinginkan. Kalau ada tantangannya, apalagi tiap minggu diingatkan, jadi seperti punya target hidup yang harus dicapai,” imbuhnya.

Milenial dan rumah

Meskipun terdengar tak jamak, keinginan milenial—yang dianggap suka jajan dan jalan-jalan—seperti Vya untuk memiliki rumah bukanlah hal yang aneh.

Pada gelaran diskusi Property Outlook 2019, dibahas bahwa pengajuan KPR meningkat sejak 2014-2017. Nah, pembeli yang mengajukan kredit ini ternyata paling banyak berasal dari rentang usia 26-35 tahun. Ini merujuk data Bank Indonesia (BI) pada 2018.

Tingginya pengajuan KPR oleh kelompok masyarakat di rentang umur milenial itu sejalan dengan kebijakan BI yang melonggarkan ketentuan loan to value (LTV) terkait kepemilikan rumah.

Meski ketentuan uang muka dipermudah, bukan berarti milenial bisa gampang saja memiliki rumah. Karena, kemampuan mencicil tetap harus dihitung dengan cermat dan tepat, sesuai penghasilan yang didapat per bulan. 

Jika punya cicilan lain di perbankan, kemampuan untuk cicilan rumah pun berkurang.

Cicilan KPR pada umumnya akan mengacu pada beban kemampuan maksimal 30 persen dari pendapatan bulanan. Jika gaji Rp 8 juta, misalnya, kemampuan cicilan maksimal adalah Rp 2,4 juta. Ingat, nilai maksimal cicilan ini berlaku untuk keseluruhan pinjaman perbankan, tak cuma KPR.

Jika punya cicilan lain di perbankan, kemampuan untuk cicilan rumah pun berkurang, yaitu kemampuan maksimal dikurangi nominal cicilan lain itu.

Lagi pula, pengembang umumnya tetap meminta sejumlah uang muka, meski besarannya tak lagi sebesar dulu, bisa di kisaran 1 persen, 5 persen, atau bahkan 30 persen. Harga rumah dikurangi uang muka ini yang kemudian dicarikan KPR dan dicicil per bulan selama tenor pinjaman yang sesuai dengan kemampuan cicilan per bulan. 

Peluang dari bank

Jika hitung-hitungan untuk membeli rumah sudah tahu, sekarang saatnya menakar kemampuan. Berapa harga rumah yang mampu dibeli oleh milenial?

Sayangnya, milenial pun biasanya sudah punya sejumlah cicilan ketika memutuskan rencana punya rumah. Ada saja cicilan dari yang bertenor pendek seperti untuk pembelian gadget hingga tenor beberapa tahun seperti kredit mobil.

Ilustrasi pasangan muda berencana punya rumah
SHUTTERSSTOCK/RUSTLE
Ilustrasi pasangan muda berencana punya rumah

Kalau sudah begini, kapasitas cicilan yang 30 persen penghasilan tadi tak sepenuhnya dapat dipakai untuk rumah. Pilihan menabung untuk uang muka rumah bisa jadi pilihan. Kenapa?

Semakin besar uang muka yang dibayarkan kepada pengembang, nilai utang KPR akan berkurang. Ini akan memberi tambahan keleluasaan pilihan tenor pinjaman, menyesuaikan kemampuan cicilan yang ada.

Bisa juga, uang muka yang besar akan memungkinkan pemilihan tenor yang lebih pendek dengan nominal cicilan yang relatif sama dibandingkan pengajuan KPR dengan uang muka kecil atau malah minimal.

Pilihan-pilihan ini pun diberi ruang luas di produk tabungan khusus perumahan seperti yang dilansir BTN. Bank pelat merah tersebut, misalnya, pada Desember 2019 meluncurkan ulang produk KPR Gaeesss yang ditujukan bagi nasabah dengan rentang usia 21-35 tahun. 

Memakai produk ini, nasabah tak akan dikenai biaya administrasi. Mereka juga mendapatkan suku bunga single digit dan diskon 50 persen provisi. Sudah begitu, tersedia tenor hingga 30 tahun. 

Produk perbankan pun kini makin ramah akses, termasuk melalui aplikasi di peranti komunikasi elektronik. BTN, sebagai contoh lagi, punya aplikasi BTN Property Mobile, yang salah satunya mengakomodasi pengajuan KPR melalui fitur di situ.

Lewat aplikasi, pengajuan kredit dapat di-track pula secara real time statusnya. Aplikasi yang ini bahkan punya fitur lain seperti 4D Tour Service yang memajang rumah dijual, lengkap dengan informasi fasilitas umum dan kondisi di sekitarnya. 

Nah, menabung yang bahkan dimulai dari ikut acara tantang-menantang di media sosial tetapi jadi pembuka jalan untuk punya rumah, kenapa tidak? Berani terima tantangan?