JEO - Peristiwa

Polusi Udara di Ibu Kota dan Bagaimana Jokowi-Anies Memperbaikinya

Senin, 22 November 2021 | 12:57 WIB

WARGA DKI Jakarta mendapat kado istimewa, September 2021 lalu. 

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan sebagian gugatan 32 warga terkait polusi udara di Ibu Kota. 

Melalui putusan itu, Presiden Joko Widodo beserta empat menterinya dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan divonis bersalah atas polusi udara di Jakarta.

Para tergugat pun dihukum untuk melakukan sejumlah langkah guna memperbaiki kualitas udara di kota berpenduduk nyaris 11 juta itu.

Tentu, warga yang selama ini mengidam-idamkan udara bersih tak sabar menunggu, apa kebijakan yang akan dibuat para tergugat dalam rangka memperbaiki kualitas udara.

Tetapi, sebelum melanjutkan pembahasan ke sana, mari kita telisik terlebih dulu sebenarnya seberapa parah kualitas udara di DKI Jakarta.

Polusi udara terlihat di langit Jakarta, Senin (3/9/2018). Menurut pantauan kualitas udara yang dilakukan Greenpeace, selama Januari hingga Juni 2017, kualitas udara di Jabodetabek terindikasi memasuki level tidak sehat (unhealthy) bagi manusia.
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Polusi udara terlihat di langit Jakarta, Senin (3/9/2018). Menurut pantauan kualitas udara yang dilakukan Greenpeace, selama Januari hingga Juni 2017, kualitas udara di Jabodetabek terindikasi memasuki level tidak sehat (unhealthy) bagi manusia.

 Semakin menurun 

Pertanyaan itu terjawab dalam dokumen gugatan 32 warga di mana PN Jakarta Pusat memenangkan sebagian gugatan. 

Dipaparkan dalam dokumen itu, sejak 2011 hingga 2018, kualitas udara di DKI Jakarta kian menurun. 

Indikator menunjukkan, udara di Ibu Kota melebihi Baku Mutu Udara Ambien (BMUA) Nasional sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 dan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 551 Tahun 2001. 

Baku mutu udara adalah batasan yang digunakan untuk menentukan terjadinya pencemaran udara. 

Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia Senin Pagi

Ada tiga parameter pencemar yang jumlahnya sudah melampaui BMUA, yakni Ozone (O3), PM 10, dan PM 2,5.

Ozone adalah pencemar yang terbentuk melalui reaksi antara Nitrogen Oksida (NO) dengan Volatile Organic Compound (VOC) dalam keadaan adanya sinar matahari.

Jenis pencemar ini dapat menyebabkan berbagai penyakit. Antara lain batuk, iritasi, radang tenggorokan, penurunan fungsi paru, perusakan fungsi paru, hingga memperparah bronchitis, empisema, dan asma.

Sementara, PM 10 adalah kepanjangan dari particulate matter. Ia adalah debu atau partikel halus yang berukuran diameter 10 mikrometer yang dapat dihirup manusia sampai ke tenggorokan.

Adapun PM 2,5 adalah debu yang berukuran diameter 2,5 mikrometer. Partikel debu ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui jaringan pernapasan sampai dengan sistem pembuluh darah manusia.

Dalam kondisi tertentu, partikel ini dapat menyebabkan gangguan kardiovaskular dan paru-paru dan bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) yang mengakibatkan kematian.

Berdasarkan PP dan Kepgub, BMUA Nasional dan BMUA DKI Jakarta untuk Ozone, PM 10, dan PM 2,5 adalah sebagai berikut:

Sayangnya, dalam delapan tahun terakhir, konsentrasi parameter Ozone, PM 10 dan PM 2,5 telah melebihi BMUA Nasional dan BMUA DKI Jakarta.

Lihat saja tabel berikut ini:

Dari tiga parameter pencemar, polutan jenis PM 2,5 paling mendominasi.

Penelitian yang dilakukan Center for Research on Energy and Clean Air (CREA) menunjukkan bahwa polutan PM 2,5 di Jakarta sudah berada tiga kali lipat lebih buruk dibandingkan konsentrasi yang direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia atau WHO.

Angkanya juga terus meningkat dari tahun ke tahun.

Lihat grafik berikut ini: 

Hasil pemantauan alat yang terpasang di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta menunjukkan bahwa Ibu Kota hanya mengalami 40 hari dengan kualitas udara yang baik sepanjang tahun 2017. Sebagian besar terjadi bulan Januari, November dan Desember.

Tahun 2018 hanya memiliki 25 hari dengan kualitas udara baik dan 101 hari tercatat sebagai hari dengan kualitas udara terburuk. 

Baca juga: Data IQAIR Senin, Kualitas Udara Jakarta Terburuk Keempat di Dunia

Memasuki tahun 2019, kondisi tidak bertambah baik. Jumlah hari tidak sehat meningkat menjadi 172, meningkat 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Begitu pula tahun 2020. Pemantauan awal tahun 2020 menunjukkan, bahkan dengan pembatasan mobilitas akibat pandemi Covid-19, kualitas udara dari Maret hingga Mei tetap dalam tingkat sedang hingga tidak sehat. 

Musim kemarau (Mei-Oktober) cenderung menjadi periode dengan kualitas udara paling tidak sehat terbanyak selama setahun.

Kondisi sedikit membaik pada musim penghujan, tetapi tetap saja sejumlah indikator pencemar udara menunjukkan udara di Ibu Kota tidak sehat, terutama bagi kelompok sensitif. 

Pada April 2021 lalu, platform kualitas udara iqair.com merilis sejumlah kualitas udara di beberapa kota besar di dunia. Per 19 April pukul 10.49 WIB, iqair.com merilis DKI Jakarta sebagai kota keempat dengan kualitas udara terburuk di dunia.

Urutan pertama dengan indeks kualitas udara/air quality indeks (AQI) tertinggi adalah New Delhi India dengan nilai AQI di angka 177, disusul Wuhan di China dengan nilai AQI 153. Urutan ketiga Beijing dengan nilai AQI sebanyak 153, dan Jakarta dengan nilai AQI 152.

Indeks AQI Jakarta dengan nilai 152 tersebut dikategorikan sebagai kategori tidak sehat dengan polutan utama PM 2,5.

Iqair.com pun merekomendasikan agar warga Jakarta tidak beraktivitas di luar rumah karena polusi udara yang begitu tinggi.

Baca juga: Dampak dari Polusi Udara Bagi Kesehatan Manusia

Bila keluar rumah, disarankan untuk menggunakan masker yang bisa menyaring udara agar tidak terpapar polusi yang begitu tinggi.

Selain itu, untuk menghindari polusi udara masuk ke dalam rumah, warga Jakarta disarankan untuk menutup jendela dan menyalakan pemurni udara.

 Biang polusi udara 

Organisasi kesehatan Vital Strategies bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) pernah mengidentifikasi sumber utama PM 2,5 udara ambien di Jakarta dan sekitarnya.

Studi itu menunjukkan, kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar polusi udara di Ibu Kota.

Kendaraan berbahan bakar bensin dan solar menyumbang 32-57 persen terhadap tingkat PM 2,5.

Baca juga: Berkaca Pada Negara yang Rajin Beli Mobil Tetapi Tak Sumpek dan Berudara Bersih

Sementara, non-kendaraan menyumbang 17-46 persen terhadap udara ambien PM 2,5 di seluruh lokasi pengambilan sampel.

Porsi ini sudah termasuk kontribusi dari sumber antropogenik, yakni pembakaran batu bara, pembakaran terbuka, kegiatan konstruksi dan debu jalan, juga sumber alam seperti tanah dan garam laut.

Lalu, Aerosol anorganik sekunder menyumbang 1-16 persen dari konsentrasi.

Sumber Polusi Udara

Tak mengherankan kendaraan bermotor menjadi sumber utama polusi udara di Jakarta. Sebab, jumlah aktivitas lalu lintas kendaraan jauh lebih tinggi dibandingkan kota lain di Indonesia.

Jumlah kendaraan bermotor yang ada di Jakarta sebanyak 9.257.801 pada Desember 2013 dan jumlah tersebut tumbuh pesat hingga mencapai 10.940.102 kendaraan pada Februari 2017.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di Jakarta untuk menekan laju penularan virus corona awal 2021 pun sempat berdampak mengurangi polusi udara.

Namun, setelah dilakukan pelonggaran dan aktivitas publik yang menggunakan kendaraan bermotor meningkat, udara Jakarta kembali memburuk.

 Dampak buruk polusi udara 

WHO memasukkan polusi udara dalam daftar ancaman lingkungan terbesar dunia, karena sudah banyak dampak negatifnya kepada warga dunia. Polusi udara menjadi salah satu ancaman lingkungan terbesar bagi kesehatan manusia, di samping perubahan iklim.

Peningkatan kualitas udara dapat meningkatkan upaya mitigasi perubahan iklim, sementara pengurangan emisi akan meningkatkan kualitas udara.

Direktur Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim dan Kesehatan WHO, Maria Neira mengatakan, polusi udara adalah pembunuh senyap. Setiap tahunnya, sekitar tujuh juta kematian di seluruh dunia disebabkan oleh paparan udara kotor dari luar dan di dalam rumah.

“Polusi udara menjadi ancaman lingkungan terbesar bagi kesehatan. Dengan mengurangi kadar polusi udara, negara-negara di dunia dapat mengurangi risiko penyakit stroke, jantung, kanker paru, PPOK, pneumonia, dan asma," kata dia.

Baca juga: 10 Cara Mengurangi Polusi Udara

Bagi anak-anak, terpapar polusi udara akan mengganggu kesehatan, yakni mencakup mencakup penurunan pertumbuhan dan fungsi paru-paru, infeksi pernapasan, dan asma yang memburuk.

Sedangkan, pada orang dewasa, penyakit jantung iskemik dan stroke adalah penyebab paling umum kematian dini yang disebabkan oleh polusi udara di luar ruangan.

Tidak hanya itu, berbagai penelitian menunjukkan efek negatif lain dari terpapar polusi udara, yakni diabetes dan kondisi neurodegeneratif.

Hal itu menempatkan beban penyakit yang disebabkan oleh polusi udara setara dengan risiko kesehatan global utama lainnya, seperti pola makan yang tidak sehat dan merokok tembakau.

Semakin terpapar polusi udara, semakin besar dampak kesehatannya, terutama pada individu dengan kondisi kronis. Di antaranya asma, penyakit paru obstruktif kronik, dan penyakit jantung, serta orang tua, anak-anak, dan wanita hamil.

Ilustrasi sesak napas, ciri-ciri penyakit paru-paru
Shutterstock/Grigvovan
Ilustrasi sesak napas, ciri-ciri penyakit paru-paru

 

 

Oleh sebab itu, pada titik ini, putusan PN Jakarta Pusat yang memenangkan sebagian gugatan dari 32 orang warga menjadi momentum yang patut disyukuri.

Kebijakan mengurangi polusi di Jakarta dan sekitarnya oleh para tergugat juga sangat dinanti.

Tercatat, lima pejabat yang dinyatakan bersalah, yakni Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur Provinsi DKI Jakarta. 

Baca juga: Survei Terbaru: 59 Persen Alami Dampak Nyata Polusi Udara Jabodetabek

Majelis hakim menghukum kelima pejabat tersebut melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta.

"Menghukum tergugat I (Presiden RI) untuk mengetatkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” kata hakim Saifuddin.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan selaku tergugat II juga mendapat sanksi untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas ketiga provinsi.

Selanjutnya, majelis hakim menghukum Menteri Kesehatan selaku Tergugat III untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kinerja Gubernur DKI dalam pengendalian pencemaran udara.

Lalu, Menteri Dalam Negeri selaku Tergugat IV juga diminta untuk melakukan penghitungan penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di Provinsi DKI yang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan gubernur dalam penyusunan strategi rencana aksi pengendalian pencemaran udara.

Terakhir, majelis hakim juga memberikan Gubernur DKI selaku tergugat V sederet pekerjaan rumah (PR) untuk melakukan pengawasan terhadap ketaatan setiap orang mengenai ketentuan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup.

Anies juga diminta menjatuhkan sanksi terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan tentang pengendalian pencemaran udara.

 Anies menerima, Jokowi   banding 

Putusan hukum itu direspons berbeda oleh para tergugat. 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan, tidak akan mengajukan banding. Ia memastikan, siap menjalankan seluruh putusan majelis hakim. 

"Pemprov DKI Jakarta memutuskan tidak banding dan siap menjalankan putusan pengadilan demi udara Jakarta yang lebih baik," kata Anies.

Ia menyampaikan, Pemprov DKI Jakarta memahami dan menyadari hak atas lingkungan hidup yang baik memang menjadi hak warga.

Sayangnya, sikap legawa Anies itu rupanya tak berujung pada kebijakan yang diimpi-impikan warganya.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengacungkan jempolnya saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (21/9/2021). KPK memeriksa Anies Baswedan sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur utama Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC) atas kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Munjul, Cipayung, Jakarta Timur. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.
M RISYAL HIDAYAT
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengacungkan jempolnya saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (21/9/2021). KPK memeriksa Anies Baswedan sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur utama Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC) atas kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Munjul, Cipayung, Jakarta Timur. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.

Hingga berita ini ditayangkan, ia belum menelurkan satu pun kebijakan dalam rangka perbaikan udara. Ia hanya mengandalkan sejumlah kebijakan yang telah diterapkan sebelumnya. 

Baca juga: Pemprov DKI: Uji Emisi Bagian Pelaksanaan Vonis Polusi Udara Jakarta 

Anies menyebut, ia telah mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara. Ingub yang dirilis sebelum putusan pengadilan itu disebut jadi kebijakan yang dikeluarkan dalam rangka memperbaiki kualitas udara di Ibu Kota. 

"Salah satu poin dalam Ingub itu adalah Pemprov DKI Jakarta ingin memastikan tidak ada angkutan umum yang berusia di atas 10 tahun dan tidak lulus uji emisi beroperasi di jalan dan penyelesaian peremajaan seluruh angkutan umum melalui program Jak Lingko pada 2020, sesuai amar keputusan Majelis Hakim poin 1A," kata Anies.

Anies mengklaim, sejak diberlakukannya Ingub tersebut, perbaikan kualitas udara di Ibu Kota mulai dirasakan.

Selain itu, Pemprov DKI menempuh upaya lain untuk percepatan penanganan pencemaran udara. Salah satunya mendorong partisipasi warga dalam pengendalian kualitas udara melalui perluasan kebijakan ganjil genap.

Anies juga mendorong peralihan mobilitas warga ke moda transportasi umum dan meningkatkan kenyamanan berjalan kaki melalui percepatan pembangunan fasilitas pejalan kaki di ruas jalan protokol, arteri, dan penghubung ke angkutan umum massal pada 2020.

Lantas, bagaimana dengan sikap Presiden Jokowi dan tergugat lainnya? 

Presiden Jokowi bersama tiga menterinya justru mengajukan banding atas putusan majelis hakim PN Jakpus. 

Pihak Istana maupun kementerian awalnya tidak terbuka soal langkah banding itu. Informasi awal bahwa pemerintah telah mengajukan banding disampaikan pihak koalisi warga ibu kota selaku penggugat.

Kuasa hukum penggugat Ayu Eza Tiara menyebut, pengajuan banding itu dilakukan pada 30 September 2021 pada detik-detik terakhir masa pengajuan banding

"Jangka waktu pengajuan banding 14 hari setelah putusan dibacakan dan itu terakhir kemarin. Terkonfirmasi bahwa Presiden dan menterinya sudah menyatakan secara resmi bahwa mereka banding dan sudah mengisi form pengajuan banding," kata Ayu dalam diskusi virtual, 1 Oktober 2021.

Kompas.com mengonfirmasi pihak Istana Kepresidenan. Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono enggan mengonfirmasinya dan meminta kami mengonfirmasinya ke Kementerian LHK. 

"Terkait banding ini yang harus menjawab KLHK sebagai kementerian teknis yang fronting untuk isu ini. Keputusan Presiden selalu didasari masukan/rekomendasi dari menteri-menterinya," kata Dini.

Presiden Joko Widodo berada di dalam mobil saat akan mengikuti Upacara Ziarah Nasional di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama (TMPU) Kalibata, Jakarta, Selasa (10/11/2020). Upacara Ziarah Nasional tersebut merupakan rangkaian peringatan Hari Pahlawan 10 November 2020. Selanjutnya, Presiden Joko Widodo akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada enam tokoh yang telah melalui proses seleksi oleh Kementerian Sosial dan Dewan Gelar dan Tanda Kehormatan. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.
ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT
Presiden Joko Widodo berada di dalam mobil saat akan mengikuti Upacara Ziarah Nasional di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama (TMPU) Kalibata, Jakarta, Selasa (10/11/2020). Upacara Ziarah Nasional tersebut merupakan rangkaian peringatan Hari Pahlawan 10 November 2020. Selanjutnya, Presiden Joko Widodo akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada enam tokoh yang telah melalui proses seleksi oleh Kementerian Sosial dan Dewan Gelar dan Tanda Kehormatan. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sigit Reliantoro membenarkan bahwa keputusan banding sudah diajukan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

"Iya betul (banding sudah diajukan)," kata Sigit saat dihubungi Kompas.com, Jumat (1/10/2021).

Baca juga: Mengapa Ada Sanksi Tilang Kendaraan yang Tak Lulus Uji Emisi? 

Sigit mengatakan, pemerintah pusat mengajukan banding bukan karena hendak melawan putusan. Tetapi karena merasa sudah menjalankan semua yang diperintahkan oleh majelis hakim terkait pengendalian polusi udara Jakarta. 

"Yang di putusan itu sudah dilakukan semua. Perbaikan kualitas udaranya sudah. Supervisi sudah. Ya kalau sempurna sih belum, tapi sudah dilakukan semua," kata dia.

Ia pun membantah langkah banding ini dilakukan karena pemerintah mengedepankan ego.

 Masih harus menunggu 

Respons pemerintah pusat dan daerah atas putusan hakim mengecewakan warga. Terkhusus, pemerintah pusat yang mengajukan banding. 

Adhito Harinugroho, salah seorang penggugat mengatakan, pemerintah pusat seolah-olah menempatkan persoalan polusi udara seperti menang kalah. Padahal, mewujudkan udara bersih merupakan tugas pemerintah. 

"Kami kecewa karena ini kayak urusan menang kalah. Padahal ini kewajiban pemerintah menyediakan udara bersih untuk seluruh warga Jakarta," kata Adhito.

Padahal, perintah pengadilan agar pemerintah mewujudkan udara bersih juga merupakan kepentingan seluruh masyarakat. Termasuk Presiden Jokowi, Wapres Ma'ruf Amin serta para menterinya. 

"Pak Jokowi kan butuh udara. Pak Ma'ruf Amin juga butuh udara segar karena umurnya sudah tua, masuk kelompok rentan," kata dia. 

Baca juga: Jokowi Banding Putusan soal Polusi Udara, Stafsus Mensesneg: Bukan untuk Hindari Komitmen Jaga Lingkungan 

Penggugat lain bernama Yuyun Ismawati menyinggung diksi 'pembangunan berkelanjutan' yang sering digaungkan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Menurut dia, upaya banding atas putusan mendorong kebijakan ramah lingkungan sama sekali tidak mencerminkan pembangunan yang berkelanjutan. Sangat bertolak belakang. 

"Pemerintah ini suka lupa komitmen pembangunan berkelanjutan," lanjut dia. 

Kuasa hukum penggugat, Ayu Eza Tiara menambahkan, sikap pemerintah pusat yang mengajukan banding akan menghambat pelaksanaan pemerintah daerah dalam memperbaiki kualitas udara. 

"Ketika Gubernur DKI tak mengajukan banding, dia harus membuat rencana yang terukur untuk memperbaiki kualitas udara. Permasalahannya bagaimana Gubernur bisa bikin kebijakan kalau tidak dibantu oleh pemerintah pusat. Tentu itu akan sulit," kata Ayu.

Ilustrasi polusi udara
freepik
Ilustrasi polusi udara

Sikap Pemprov DKI yang tidak mengajukan banding pun dinilai sama mengecewakannya. 

Instruksi Gubernur Nomor 66/2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara yang diklaim Anies solusi perbaikan kualitas udara diterbitkan jauh sebelum putusan pengadilan. Jaraknya hanya kurang dari sebulan setelah gugatan warga didaftarkan ke PN Jakarta Pusat. 

Lagipula, hal yang terpenting sebenarnya adalah sejauh mana instruksi gubernur itu telah berdampak dalam mengatasi pencamaran udara di Jakarta dan tidak semata jadi dokumen. Ini belum ada penjelasan lengkap dari Anies. 

Penerbitan aturan baru itu pun dinilai sedikit bertolak belakang dengan putusan pengadilan. 

Sebab, bila kita melihat putusan pengadilan terhadap Anies, semuanya berkaitan dengan penegakan aturan, bukan lagi tentang pembuatan aturan. 

Putusan pengadilan menuntut Anies, misalnya, melakukan pengawasan terhadap setiap orang terkait ketentuan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup terkait uji  emisi berkala kendaraan, evaluasi penataan ambang batas emisi gas buang, rekapitulasi sumber pencemar tidak bergerak yang kegiatan usahanya mengeluarkan emisi dan memiliki izin lingkungan dan pembuangan emisi dari gubernur DKI Jakarta.

Anies juga mesti mengawasi ketaatan standar dan atau spesifikasi bahan bakar, dan mengawasi ketaatan larangan pembakaran sampah di ruang terbuka yang mengakibatkan pencemaran udara.

Baca juga: Menangi Tuntutan Hak Udara Bersih Jakarta, Warga Desak Langkah Nyata Pemerintah

Selain itu, Anies harus menjatuhkan sanksi pada setiap orang yang melakukan pelanggaran perundangan di bidang pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup, termasuk pengendara kendaraan bermotor dan usaha atau kegiatan yang tidak memenuhi baku emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan atau suatu kegiatannya.

Oleh sebab itu, melihat respons para pejabat kita, nampaknya warga memang harus menunggu lagi sejauh mana pemerintah berkomitmen melakukan pembangunan berkelanjutan. Padahal udara bersih telah menjadi hak asasi manusia.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHCR) telah mengakui bahwa akses terhadap lingkungan yang aman, bersih, sehat, serta berkelanjutan merupakan bagian dari hak asasi manusia. Pengakuan itu tertuang dalam sebuah resolusi PBB yang dicapai pada 8 Oktober lalu.