JEO - Peristiwa

RS Penuh,
Jokowi Batasi
Jawa-Bali

Kamis, 7 Januari 2021 | 18:09 WIB

Ekonomi nasional diklaim membaik. Sejumlah indikator disodorkan. Namun, kasus Covid-19 justru memperlihatkan tren lonjakan kembali. 

Pemerintah memutuskan rem jadi pilihan pedal yang harus diinjak saat ini. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pun diberlakukan sekaligus untuk skala cukup luas, yaitu mencakup Pulau Jawa dan Bali.

Satu hal lagi, kapasitas rumah sakit di Indonesia sudah mendekati level ketidakmampuan untuk menangani pasien Covid-19. Survei mendapati, kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan masih jadi persoalan.

 

 

δ

KASUS Covid-19 di Indonesia tak kunjung terkendali. Melalui rapat kabinet paripurna yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Rabu (6/1/2021), pemerintah memutuskan pemberlakuan pembatasan aktivitas masyarakat di Pulau Jawa dan Bali.

Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk sejumlah daerah di Pulau Jawa dan Bali berlaku untuk kurun 11-25 Januari 2021. Ini juga masih disebut sebagai tahap awal, terutama karena lonjakan kasus Covid-19 tak hanya terjadi di Pulau Jawa dan Bali. 

"Kunci bagi pemulihan ekonomi adalah bagaimana kita bisa usaha keras, bekerja keras dalam rangka menghentikan dan mengendalikan Covid-19,” ujar Presiden Jokowi, usai rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.

Disiplin masyarakat menjalankan protokol kesehatan didapati makin kendor.

Seperti sejak awal pandemi Covid-19 merangsek ke Indonesia dengan kasus pertama yang diumumkan pada 2 Maret 2020, pemerintah kali ini juga tetap tidak memilih opsi lockdown. 

Pembatasan jadi pilihan lagi, kata Presiden, karena disiplin masyarakat menjalankan protokol kesehatan didapati makin kendor.

“Dari survei yang kita lakukan sekarang, motivasi disiplin terhadap protokol kesehatan masyarakat itu berkurang. Memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, ini berkurang,” ujar Presiden.

Presiden pun meminta para kepala daerah menggencarkan kembali penerapan disiplin protokol kesehatan.  

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Airlangga Hartarto, mengklaim bahwa kinerja ekonomi Indonesia membaik.

Baca juga: Pemulihan Ekonomi dan Vaksinasi: Indonesia di Persimpangan Jalan

Indikator yang dia sebut antara lain adalah purchase manager index (PMI) di level 51,3, kemudian nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di angka Rp 13.899 per dollar AS, dan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang tembus 6.105.

Namun, lanjut Airlangga, perbaikan indikator ekonomi yang dia sebut sejalan dengan membangkitnya optimisme publik karena rencana vaksinasi ini masih butuh penyeimbangan dari aspek kesehatan.

Soalnya, angka kasus Covid-19 pada akhir 2020 hingga enam hari pertama 2021 memperlihatkan gambaran yang cukup suram.

Pada pekan ketiga Desember 2020, misalnya, data Covid-19 di Tanah Air bertambah 49.330 kasus baru Covid-19. Lalu, pada pekan terakhir 2020 pun angkanya bertambah 50.358 kasus. Enam hari pertama Januari 2021 juga masih mencatatkan 45.204 kasus baru Covid-19.

Angka penularan diprediksi bertambah seiring peningkatan mobilitas masyarakat yang berlibur akhir tahun. Positivity rate Covid-19 di Indonesia juga masih teramat tinggi, bahkan sempat tercatat menyentuh 29,5 persen pada Sabtu (2/1/2021).

Angka positivity rate adalah persentase temuan kasus baru positif Covid-19 dalam sehari terhadap total pengujian Covid-19 pada hari yang sama. 

Baca juga: Quo Vadis PSBB?

Total akumulasi kasus Covid-19 di Indonesia sejak diumumkan pertama kali pada 2 Maret 2020 hingga 6 Januari 2021 ini mencapai 788.402 kasus. 

Meski 652.513 pasien Covid-19 di Indonesia dinyatakan sembuh, ada 23.296 pasien meninggal karena wabah yang dipicu varian baru virus corona (SARS-CoV-2) ini.

RS penuh

Yang tidak kalah mengkhawatirkan, rumah sakit semakin kehabisan tempat tidur untuk menampung pasien Covid-19. Bersamaan, dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang meninggal karena bertugas merawat pasien Covid-19 pun terus bertambah. 

Satgas Penanganan Covid-19 menyebut, 67,61 persen tempat tidur dan isolasi di rumah sakit se-Indonesia sudah nyaris penuh terisi, merujuk data hingga 6 Januari 2021.

Sebelumnya, Selasa (5/1/2021), juru bicara satgas, Wiku Adisasmito, menyebut angka keterisian ruang ICU dan isolasi di RS sudah lebih dari 70 persen di sejumlah provinsi, merujuk data hingga 2 Januari 2021.

Di antara daerah itu, sebut Wiku, adalah DKI Jakarta, Banten, DIY, Jawa Barat, Sulawesi Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah.

"Jika dilihat pada tren perkembangannya, keterisian ruang ICU dan isolasi secara nasional ini semakin meningkat dan mengkhawatirkan," tegas Wiku.

Tangkap layar halaman pertama data detail ketersediaan tempat tidur di RS di DKI Jakarta

Wiku menyebut, data ketersediaan tempat tidur yang semakin menipis ini harus menjadi alarm bagi kita semua.

"Alarm bagi kita bahwa kita sedang dalam keadaan darurat," tegas Wiku.

Okupansi tempat tidur RS rujukan Covid-19 di DKI Jakarta telah mencapai 84,79 persen pada 6 Januari 2021. Antrean pasien pun terjadi di RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran.

“Pemerintah melihat, beberapa hal perlu dilakukan pembatasan dari kegiatan masyakarakat dan berharap tentu penularan virus Covid-19 ini bisa dicegah ataupun dikurangi seminimal mungkin,” ujar Airlangga.

 

PSBB Jawa-Bali

Dengan konstruksi argumentasi di atas, PSBB Jawa dan Bali digulirkan pemerintah. Ini rinciannya:

 

Airlangga menyebut, pembatasan kegiatan masyarakat itu akan diatur lebih lanjut melalui peraturan kepala daerah.

Presiden Joko Widodo pun telah menginstruksikan Menteri Dalam Negeri untuk merilis surat edaran bagi kepala daerah agar segera menerbitkan peraturan daerah baru mengenai pembatasan aktivitas demi pengendalian penyebaran Covid-19.

Baca juga: Mengapa Jaga Jarak sampai Karantina Penting untuk Cegah Penyebaran Corona?

Instruksi tersebut dindaklanjuti Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dengan penerbitan  Instruksi Nomor 01 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). 

Poin pembatasan yang diberlakukan untuk wilayah Jawa dan Bali termuat seluruhnya dalam instruksi dimaksud, sebagaimana dapat dibaca dalam dokumen berikut ini:

Dalam instruksinya, Menteri Dalam Negeri meminta para kepala daerah meningkatkan pengendalian penyebaran pandemi Covid-19 maka diperlukan langkah-langkah cepat, tepat, fokus dan terpadu antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pemerintah daerah juga diimbau untuk mengatur pembatasan secara spesifik sampai dengan penerapan sanksi sebagaimana diatur pula pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019.

Dalam peraturan baru ini, pemerintah daerah diimbau untuk mengatur pembatasan secara spesifik sampai dengan penerapan sanksi sebagaimana diatur pula pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019.

“Pemerintah akan terus memantau pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat ini dengan melakukan evaluasi dan monitoring secara intensif,” ujar Airlangga.

Selama pembatasan, pemerintah daerah pun diminta semakin gencar menerapkan operasi yustisi oleh Satuan Polisi Pamong Praja yang bekerjasama dengan unsur TNI/Polri demi meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan.

Sehari sebelum pemerintah mengumumkan pembatasan Jawa Bali, Wiku dalam laporan rutin mingguan memaparkan pula temuan survei terbaru tentang ketidakpatuhan publik menjalankan protokol kesehatan. Dia memaparkan pula peta zonasi terkini.

 

Menurut Wiku, ketidakpatuhan terpantau dalam survei itu dan didapati angka yang cukup memprihatinkan.

Dalam tujuh hari terakhir, sebut Wiku, terdapat 96—atau 19,35 persen dari 496 kabupaten kota yang dipantau survei—memiliki tingkat kepatuhan kurang dari 60 persen soal memakai masker.

"Kabupaten dengan zona merah ini banyak terdapat di Pulau Sumatera dan pulau Papua," kata Wiku, Selasa.

Dia pun menyebut, beberapa provinsi memiliki cukup banyak kabupaten kota yang masuk kategori tidak patuh mengenakan masker ini. Di antaranya, Sumatera Utara (12 kabupaten kota), Sumatera Barat (9), Bengkulu (6), Sumatera Selatan (6), Sulawesi Tenggara (6), dan Papua (13).

Soal menjaga jarak dan menghindari kerumunan, lanjut Wiku, temuannya juga sama memprihatinkannya. 

Dalam tujuh hari terakhir, sebut Wiku, terdapat 108—atau 21,77 persen dari 496 kabupaten kota yang dipantau survei—memiliki tingkat kepatuhan kurang dari 60 persen soal jaga jarak dan menghindari kerumunan. 

"Kabupaten kota dengan warna merah ini tersebar cukup merata di seluruh pulau di Indonesia," ujar Wiku.

Rekor tak bikin bangga

Maka, tidak mengherankan jika angka kasus baru Covid-19 terus saja mencetak rekor. Sayangnya, ini bukan rekor yang bikin bangga dan justru kerap menghadirkan duka.

Data kasus hingga 7 Januari 2021, misalnya, mendapati 9.321 kasus baru Covid-19 di seluruh Indonesia. Dari total 797.723 kasus positif Covid-19 yang tercatat di Indonesia, 114.766 masih menjalani perawatan atau isolasi mandiri.

Dari jumlah total yang sama, 23.500 orang meninggal, sekalipun 652.513 pasien juga dinyatakan sembuh dan dapat berkumpul kembali bersama keluarga atau koleganya. 

Pasien yang meninggal karena Covid-19 belum tentu adalah mereka yang tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Bukan sekali dua kali cerita mengemuka, Covid-19 harus dirasa bahkan menghadirkan duka karena ada yang menggampangkan di sekitar kita. Ada pula mereka yang tak bergejala saat telah terpapar dan sadar telah menebar risiko pada orang-orang tercinta.

Kali ini pemerintah sudah lantang buka suara bahwa kapasitas rumah sakit sudah mendekati level ketidakmampuan untuk menampung apalagi menangani pasien Covid-19.

Akankah PSBB Jawa-Bali dapat mengerem laju kasus Covid-19 dan membangun kesadaran bersama untuk saling jaga dari wabah ini?