Harus diakui, banyak orang bebal di Indonesia. Diberikan pengetahuan, tidak percaya. Diatur, menolak. Mereka hidup semaunya sendiri. Tetapi giliran ditindak tegas, berteriak ‘rakyat selalu jadi korban’.
Tetapi, ada orang-orang yang menjangkau mereka. Menyentuh dengan halus dan memberi pemahaman bahwa hidup di era pagebluk harus dijalankan dengan cara berbeda.
Inilah kisah para pemimpin kecil yang menjadi garda depan penanggulangan Covid-19 di Tanah Air…
SEBUAH pesan singkat masuk ke ponsel Syahri, suatu siang pada Mei 2020.
Pesan itu berasal dari petugas Puskesmas Peneleh, Surabaya.
Isinya, informasi bahwa salah seorang warga yang dinyatakan positif Covid-19, berkeliaran di luar rumah.
Kabar itu juga cepat menyebar ke warga desa yang lain sehingga membuat geger.
Syahri yang merupakan Ketua RT 02, Kelurahan Genteng, Kecamatan Genteng, Surabaya, langsung pergi mencari pasien tersebut.
“Ternyata ketemu. Dia ada di pasar (Pasar Genteng). Akhirnya saya minta, saya bujuk, saya edukasi, saya ajak pulang untuk dikarantina terpusat,” kenang Syahri.
Baca Juga: Gara-gara Pasien Covid-19 Menolak Diisolasi, Satu Kawasan Dikarantina
Pasien sempat menolak. Alasannya, apabila menjalani isolasi mandiri selama dua pekan ke depan, ia tidak bisa berjualan lagi dan otomatis kehilangan pendapatan.
Sementara, ada anak dan istri yang setiap hari perlu diberi makan.
Lagipula, pasien merasa sehat meski sedikit tidak enak badan sehingga masih bisa berjualan seperti biasa.
Syahri memahami betul alasan sang pasien. Di sisi lain, ia sendiri tak memiliki harta berlimpah untuk jadi solusi persoalan itu.
Ia pun putar otak. Ia menemukan cara agar sang pasien mau menjalani isolasi mandiri di tempat karantina yang telah disediakan pemerintah setempat.
Caranya adalah menjamin kebutuhan obat serta pangan sehari-hari pasien dan keluarganya.
Dari mana makanan itu didapat? Syahri menghimpunnya dari pedagang pasar. Kalau obat-obatan, tentu didapat gratis dari pemerintah.
Baca Juga: Kisah Rakyat yang Bergerak Menolong Sesama di Tengah Krisis…
Jaminan itu sempat membuat si pasien goyah. Tetapi, awalnya ia bersikukuh menolak dikarantina.
Akhirnya, Syahri memanggil adik si pasien ke pasar. Syahri memintanya membujuk sang kakak agar mau dibawa ke fasilitas isolasi terpusat.
“Akhirnya mau pulang dan isolasi di Asrama Haji,” kata Syahri.
Belakangan, Syahri mendapatkan kabar bahwa adik pasien mengalami sakit. Setelah dites, ia dinyatakan positif Covid-19.
Adik pasien tersebut pun juga dibawa ke fasilitas isolasi terpusat untuk mendapatkan perawatan.
“Ternyata Covid-19 ini enggak bisa diremehkan, enggak bisa disepelekan. Kita memang harus hati-hati," ujar Syahri.
Peristiwa yang dialami Syahri ini terjadi pada awal masa pandemi. Bahkan belum sampai tiga bulan sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama Covid-19 masuk ke Tanah Air, awal Maret 2020.
Pada saat itu, informasi mengenai Covid-19 memang belum banyak dan cenderung simpang siur.
Namun pemerintah telah menyampaikan protokol kesehatan agar terhindar dari penularan, yakni memakai masker, rajin mencuci tangan, dan menjaga jarak dengan orang lain.
Sementara bagi orang yang terinfeksi Covid-19, harus menjalani isolasi, baik di rumah maupun di layanan kesehatan.
Bagi Syahri, hanya itu yang menjadi panduannya menghadapi warganya yang minim literasi meski sulit diterapkan akibat diterjang hoaks.
Baca Juga: Merasa Sehat, TKW Positif Covid-19 Menolak Diisolasi
Seiring dengan waktu, rupanya warga yang terinfeksi Covid-19 semakin banyak.
Syahri berinisiatif untuk mematenkan pola bantuan obat-obatan dan makanan sebagaimana yang telah ia terapkan kepada pasien di pasar tadi.
"Supaya mereka yang memang terpapar juga terbantu karena mendapatkan support dari warga yang lain,” ujar Syahri.
Selain memperkuat pola bantuan bagi warga yang terpapar, Syahri juga terlibat aktif di dalam sosialisasi protokol kesehatan di kampung-kampung.
Salah satu hal yang disampaikan ke warga adalah warga terpapar Covid-19 tidak boleh dikucilkan, tetapi harus dibantu dan diberikan motivasi agar sembuh.
"Kami gotong royong. Ada warga, Satgas Kelurahan, dan puskesmas. Alhamdulilah dalam jangka waktu singkat, mereka yang terpapar di awal-awal itu sembuh dan tidak ada yang sampai meninggal,” ujar Syahri.
Baca Juga: Kisah-kisah Aksi Solidaritas Saat Pandemi Covid-19 di Indonesia
Menghadapi orang-orang yang sulit diberitahu seluk-beluk pandemi Covid-19 ini memang membutuhkan strategi.
Sebagaimana Syahri yang mengedepankan persuasif dalam menyosialisasikan penanggulangan pandemi, strategi serupa juga dilakukan personel Babinkamtibmas Kelurahan Gurabesi, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Papua. Ia bernama Brigadir Kepala Anom.
Semenjak Indonesia berstatus pandemi, Bripka Anom selalu menyosialisasikan informasi terkait Covid-19 kepada masyarakat di distriknya.
Tiap hari kecuali hari Minggu, Bripka Anom rutin menyambangi rumah ke rumah untuk memberitahukan informasi tentang Covid-19. Tak jarang, Bripka Anom dibantu oleh Babinsa Koramil dan Lurah Gurabesi.
Tak hanya itu, Bripka Anom juga bertugas memantau warganya yang terinfeksi Covid-19 dan melakukan isolasi mandiri di rumahnya masing-masing.
“Kami selalu awasi pasien yang isolasi mandiri, bahkan sering diminta pasien memintakan (mengambil) obat di puskesmas,” kata Anom.
Baca Juga: Jokowi: Pandemi Telah Ingatkan Kita untuk Peduli Sesama
Meski begitu, Anom tak selalu disambut baik pasien. Saat tiba di rumah pasien, sering kali pemilik rumah tidak membukakan pintu dan enggan keluar.
“Tapi setelah dijelaskan maksud kedatangan (saya), akhirnya mereka mengerti,” kata Anom.
Dalam tiga bulan terakhir ini, Bripka Anom telah memantau puluhan pasien Covid-19 yang menjalankan isolasi mandiri. Ia memperhatikan kondisi kesehatan dan kebutuhan pasien tersebut.
“Sampai sekarang sudah sekitar 90 pasien yang saya awasi. Mereka senang karena ketika sakit, ada yang perhatikan,” kata Anom.
Kegiatannya itu tidak melulu berjalan mulus. Tidak hanya saat memantau pasien isolasi mandiri, kegiatan sosialisasi informasi pandemi pun sering juga sering menemui hambatan.
Tak jarang warga mengejek acara sosialisasi itu. Saat sosialisasi, warga berusaha memperhatikan aktivitasnya dengan saksama. Namun, setelah acara, ada saja omongan miring yang sampai ke telinganya.
Baca Juga: Saling Menguatkan Menghadapi Covid-19
Anom mengetahui hal itu. Tetapi ia berusaha tetap tersenyum serta melanjutkan tugas demi kepentingan masyarakat.
“Mereka kalau saya lagi kasih imbauan biasanya di depan baik, tapi kalau sudah selesai ada saja ejekan yang keluar, tapi saya tidak boleh marah,” kata Anom.
Beberapa kali, Anom juga mendapat perlakuan tak menyenangkan dari beberapa warga yang merasa terganggu dengan aktivitasnya menyosialisasikan protokol kesehatan Covid-19.
Pernah satu kali, Anom yang sedang memberikan sosialisasi diprotes salah satu warga yang mabuk. Namun, warga lain justru membela Anom.
“Warga lain yang bela saya dan menyuruh orang mabuk itu diam dan pergi,” kata Anom.
Pelan-pelan, usahanya mulai menumbuhkan kesadaran masyarakat. Kini, ada saja warga yang meminta masker saat berpapasan dengannya di jalan.
Anom memang selalu membawa stok masker saat berkeliling Kelurahan Gurabesi. Pria yang menjabat sebagai Kanit Bidpolmas Sat Binmas Polresta Jayapura Kota itu membawa masker dari kantor.
“Mereka tahu saya selalu bawa stok masker yang saya ambil dari kantor, akhirnya warga suka minta masker ke saya, yang paling sering itu tukang ojek,” kata dia.
Baca Juga: Mencari Keteladanan di Masa Pandemi Covid-19
Kerja keras Anom tak hanya berbuah kesadaran masyarakat, tetapi juga penghargaan dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Ia dinilai sangat baik menerapkan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Penghargaan itu diserahkan Kapolda Papua Irjen (Pol) Mathius D Fakhiri di Jayapura.
Anom mengaku senang mendapat penghargaan, tetapi ia tak besar kepala. Di dalam hatinya, penghargaan itu selayaknya diberikan kepada atasan yang terus menggenjotnya bertugas dengan baik.
“Saya merasa yang layak diberi penghargaan Kapolres dan Kasat Binmas saya, karena mereka yang menggenjot kami untuk bekerja, mereka yang selalu kasih kami semangat,” kata dia.
Kini, Anom merasa masyarakat Kelurahan Gurabesi mulai patuh menerapkan protokol kesehatan. Ia pun berjanji terus menjalankan tugas hingga Posko PPKM Gurabesi dibubarkan.
“Sudah menjadi tugas saya untuk terus melakukan imbauan, tracing sampai mendatangi pasien isoman. Semoga masyarakat makin taat prokes karena jumlah pasien Covid-19 terus bertambah,” kata Anom.
Baca Juga: Mengapa Masyarakat Indonesia Susah untuk Diminta Tetap di Rumah Saat Pandemi Corona?
Kelurahan dan desa sebagai perwakilan pemerintah di tingkat bawah merupakan ujung tombak penanggulangan pandemi Covid-19.
Sebagai ujung tombak yang berhadapan langsung dengan masyarakat, seorang lurah harus memutar otak agar informasi protokol kesehatan penanganan Covid-19 bisa diterima warga.
Kelurahan Burengan, Kecamatan Pesantren, Kediri, punya cara unik dalam membangun kesadaran masyarakat untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Lurah Burengan Adi Sutrisno berpikir kreatif agar masyarakat bisa mematuhi protokol kesehatan dan mau mengikuti vaksinasi Covid-19.
Salah satu cara yang dipilih adalah mengadakan lomba kebersihan tingkat rukun tetangga (RT).
Dalam lomba itu, pengurus pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK) diminta jadi panitia.
Baca Juga: Covid-19, Rasa Takut dan Wajah Asli Demokrasi
Penilaian dalam lomba tak hanya tentang lingkungan yang bersih dan indah. Tetapi juga taat protokol kesehatan, tingkat partisipasi vaksin Covid-19, dan bebas narkoba.
Penerapan protokol kesehatan dan partisipasi vaksin sengaja ditambahkan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat mencegah penyebaran Covid-19. Adi bahkan memberi nilai tinggi untuk dua kriteria itu.
Lomba kebersihan tingkat RT itu berlangsung dari 1 Juli hingga 17 Agustus 2021. Hadiahnya cukup besar, mencapai Rp 25 juta, dalam bentuk uang tunai hingga peralatan rumah tangga.
Alasan Adi membuat lomba tersebut karena masih banyak warga kelurahannya yang belum divaksin.
“Itu untuk memotivasi warga agar ikut vaksin, sekaligus menjaga kebersihan rumah dan lingkungan,” kata Adi saat berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (31/7/2021).
Lomba kebersihan itu pun sukses menggenjot angka vaksinasi Covid-19 di desa itu. Perangkat RT terus berusaha mengajak warganya mengikuti vaksinasi, agar bisa mendapat penghargaan sebagai RT terbaik.
“Hingga saat ini sudah lebih dari 65 persen warga Kelurahan Burengan yang ikut vaksinasi,” kata dia.
Adi berharap, kekebalan kelompok di wilayahnya bisa terbentuk dengan percepatan vaksinasi Covid-19.
Tak cuma kesadaran terhadap protokol kesehatan dan peningkatan angka vaksinasi, Ardi juga mendapat keuntungan lain dari lomba tersebut, yakni kebersihan lingkungan dan penanggulangan narkoba.
Kelurahan, kata dia, juga memiliki kegiatan untuk memeriahkan perayaan kemerdekaan Indonesia.
“Momentumnya kan juga tepat bulan Agustus,” kata dia.
Baca Juga: Hadapi Pagebluk Covid-19, Beruntungnya Indonesia Punya Rakyat Baik Hati...
Selain mengadakan perlombaan, Satgas Covid-19 Kelurahan Burengan juga menginisiasi ronda isoman. Mereka rutin mengecek warga positif Covid-19 yang isolasi mandiri.
Petugas PPKM mikro di tingkat kelurahan berkeliling setiap hari, mulai pukul 08.00 WIB.
“Kita rutin lakukan pengecekan saturasi oksigen dengan oxymeter,” kata Lurah berusia 38 tahun itu.
Jika ada warga yang bergejala ringan, petugas akan langsung merujuk pasien itu ke tempat isolasi terpusat tingkat kota. Sedangkan pasien bergejala buruk dirujuk ke rumah sakit khusus Covid-19.
Selain mengontrol kondisi pasien, ronda isoman juga memiliki tujuan lain. Adi ingin memastikan warganya mendapatkan perhatian penuh dari masyarakat sekitar. Sehingga, warga yang positif Covid-19 bisa lebih semangat untuk sembuh.
“Saat kunjungan itu kita malah kerap membawakannya dengan gurauan-gurauan, supaya mereka terhibur," ujar Adi.
Baca Juga: Kisah Para Srikandi Kampung Gilingan yang Menolak Menyerah di Tengah Pandemi
Usaha Kelurahan Burengan itu bukan tanpa masalah. Pada awal pandemi, banyak warga yang tidak terbuka saat terpapar Covid-19. Ada saja warga yang tidak jujur dengan penyakitnya.
Saat dilakukan tracing dan testing, warga yang diduga melakukan kontak erat dengan pasien Covid-19 juga menolak. Sikap warga itu pelan-pelan terkikis dengan pendekatan humanis dari Adi dan sejumlah petugas lain.
Adi mencontohkan, untuk membujuk masyarakat lebih terbuka, ia melibatkan tokoh masyarakat dan agama. Kedua elemen itu, menurut Adi, penting dalam penanggulangan pandemi.
Tokoh agama juga kerap kali dilibatkan saat ronda isoman untuk menambah imun warga positif Covid-19.
“Ada ketua ranting NU bagikan sembako, juga ada pendeta kunjungi jemaah yang Nasrani, warga juga membantu,” kata dia.
Menurut Adi, penanganan Covid-19 tak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, seluruh elemen masyarakat harus bergerak bersama-sama.
Baca Juga: Merenungkan Nilai-nilai Pancasila dalam Pandemi Corona
Indonesia diakui banyak pakar adalah salah satu negara yang gagap menghadapi pandemi Covid-19.
Bahkan, nyaris satu tahun berada dalam status pandemi, manajemen penanganannya masih menghadapi persoalan dasar, yakni buruknya koordinasi, tidak jelasnya sistem pencegahan dan pengendalian penularan, surveilans dan laboratorium pemeriksaan.
Mengutip Kompas, 7 November 2020, sejumlah kelemahan ini terlihat dalam laporan pemantauan dan evaluasi (intra-action review/IAR) penanganan Covid-19 di Indonesia.
Laporan ini merupakan bagian dari mekanisme Peraturan Kesehatan Internasional (International Health Regulations/IHR) 2005 yang diinisiasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menteri Kesehatan saat itu Terawan Agus Putranto menjelaskan hasil IAR dalam konferensi pers bersama Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, secara daring, Jumat (6/11/2020) pukul 16.00 waktu Geneva atau pukul 22.00 WIB.
Pelaksanaan IAR di Indonesia pada 11-14 Agustus 2020 melibatkan 168 peserta, termasuk Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan, serta lembaga di bawah PBB. Sembilan poin penanganan Covid-19 dievaluasi, antara lain komando dan koordinasi, komunikasi risiko, surveilans, serta penyelidikan dan tata laksana kasus.
Berdasarkan dokumen IAR yang didapat Kompas, rata-rata dari sembilan poin evaluasi ini belum dijalankan dengan baik. Mayoritas dalam kategori kuning atau butuh perbaikan, bahkan sebagian merah atau belum diterapkan, antara lain lemahnya koordinasi, pengendalian penularan, dan surveilans.
Baca Juga: Melindungi Hak Asasi di Tengah Pandemi
Skala dan kecepatan penyebaran Covid-19 memang menghadirkan tantangan besar bagi warga dunia, termasuk Indonesia.
Banyak pempimpin kemudian bertindak lambat, tidak jujur dalam berkomunikasi, dan yang lebih membahayakan adalah mengabaikan suara para ahli kesehatan. Akibatnya fatal.
Meski demikian, melihat kisah Syahri, Bripka Anom, Lurah Adi dan para pemimpin kecil lain yang menjadi garda depan penanggulangan pandemi, rasa-rasanya dunia tidak seburuk yang dibayangkan.
Sebagaimana pelaut sejati, pemimpin hebat tidak lahir dari situasi yang biasa-biasa saja. Krisis multidimensi akibat pandemi menjadi lubang jarum bagi sosok-sosok yang berkualitas lahir.
Tidak peduli dari mana mereka berasal atau sekecil apa lingkup masyarakat yang mereka bina. Mereka tetaplah pahlawan pandemi.